• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI JAMINAN PENSIUN BAGI TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI PERKEBUNAN DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI JAMINAN PENSIUN BAGI TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI PERKEBUNAN DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELENGGARAAN JAMINAN PENSIUN (Studi di PTPN IV (Unit Bahbutong))

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh

AINI NIZARNI RANGKUTI NIM : 130200532

Departemen Hukum Ekonomi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2017

(2)

“IMPLEMENTASI JAMINAN PENSIUN BAGI TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI PERKEBUNAN DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN PENSIUN (STUDI DI PTPN IV(UNIT BAHBUTONG)). Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga kritikdan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan agar dapat menjadi perbaikan dimasa yang akandatang.

Dan pada kesempatan berbahagia ini dengan penuh kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H.,DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(3)

Hukum Ekonomi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.hum, selaku Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas masukan, nasihat, bimbingan, terhadap penulisan serta bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.hum, selaku Pembimbing II. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak atas segala bantuan, kritikan, bimbingan, saran-saran, dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Para Dosen, serta staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada kedua Orangtua penulis yang sangat penulis sayangi selamanya, ayah terbaik M.Yunus Rangkuti, S.E dan mama yang terbaik Sondang Agustina Rambe, S.H, yang tidak lelahnya memberikan semangat dan doa kepada penulis selama perkuliahan ini. Merekalah sumber inspirasi dan motivasi terbesar penulis sepanjang hidup dan juga untuk menjalani pendidikan di Fakultas Hukum hingga sampai penulis menyelesaikan pendidikan strata satu (S1).

(4)

Kalian yang terbaik dimasa- masa sulitsaya.

12. Kepada kakak-kakak sepupu penulis Mustika Dewi Tampubolon dan Jenia Faidah Rangkuti yang selalu memberikan dukungan dan saran kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada Imastian Chairandy Siregar yang selalu memberikan semangat dan membantu saya dalam masa-masa sulit ini. Terima kasih Rendy.

14. Kepada kak Nanda Yolandari yaitu teman sekaligus Senior penulis di Fakultas Hukum yang selalu membantu saya ketika saya bingung untuk melanjutkan skripsi saya.

15. Kepada sahabat-sahabat penulis dari mulai SMP di sutomo 1 sampai sekarang yang walaupun jauh tapi selalu mendukung penulis, terima kasih Stephanie Valentine dan Evalindha

16. Kepada Sahabat-Sahabat penulis “BICA” Inka, Limbong, Ire, Pina, Ruth, Yola, Afni makasih buat kebersamaannya selama kita di perkuliahan. Semoga kita sukses dancita-cita kita tercapai dan Semoga persahabatan ini terus berlanjut sampai kita tua nanti. Amin.

17. Kepadatemanpenulis “Jangkrik”Nifa, Pina, Bibah, Siti, Reka, Ika, Arpin, Budi, Dean, dan Afiq yang selalu menghibur dikala penulis suntuk dengan skripsi ini. Semoga kita semua tetap solid dan sukses ya. Amin

(5)

19. Kepada teman-teman seperjuangan Grup D stambuk 2013 Fakultas Hukum Sumatera Utara khususnya Suflah, Syarif, Donok, Dimas, Ganang, Jonas, dan Fandi. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini semoga kita semua sukses kedepannya.

20. Teman-teman seperjuangan IMAHMI semoga kita semua sukses dan tetap kompak

21. Seluruh rekan-rekan mahasiswa/I seperjuangan stambuk 2013 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan bantuan.

22. Seluruh pihak yang telah membantu baik selama perkuliahan maupun penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semogas kripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2017 Penulis

Aini Nizarni Rangkuti (130200532)

(6)

ABSTRAK...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...9

D. Keaslian Penulisan...10

E. Tinjauan Kepustakaan...12

F. Metode Penulisan...16

G. Sistematika Penulisan...19

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA SEKTOR INDUSTRI PERKEBUNAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Ketenagakerjaan di Indonesia...21

B. Hak-hak TenagaKerja...24

C. Perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja...35

D. Perlindungan hukum terhadap Pekerja sektor Industri Perkebunan...41

1. Pengertian dan Ruang Lingkup pekerja industri perkebunan...41

2. Sumber Hukum terhadap Perlindungan Pekerja industri Perkebunan...44

(7)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2015 SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN

TERHADAP PEKERJA

A. Pengertian dansumber hukum jaminan pensiun...60 B. Kepesertaan dan tata cara pendaftaran jaminan

pensiun……….62 C. Penerima manfaat jaminan pensiun...65 D. Bentuk perlindungan jaminan pensiun terhadap Pekerja

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun

2015...72

BAB IV IMPLEMENTASI JAMINAN PENSIUN TENAGA KERJA PADA SEKTOR INDUSTRI PERKEBUNAN DI PTPN IV UNIT BAHBUTONG

A. Gambaran Umum Profil PTPN IV unit Bahbutong...77 B. Kebijakan PTPN IV unit Bahbutong terkait dengan

Jaminan Pensiun...81 C. Pelaksanaan Jaminan Pensiun bagi Tenaga Kerja di PTPN

IV Unit Bahbutong...86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...91 B. Saran...92 DAFTAR PUSTAKA...94

(8)

PENYELENGGARAAN JAMINAN PENSIUN (Studi di PTPN IV (Unit Bahbutong))

Aini Nizarni Rangkuti*

Sunarmi**

Mahmul Siregar***

Jaminan Pensiun merupakan jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan pensiun diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yakni pertama, bagaimana perlindungan terhadap pekerja sektor industri perkebunan dalam Perundang-undangan di Indonesia, kedua, bagaimana Jaminan pensiun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja , ketiga, bagaimana Implementasi Jaminan Pensiun tenaga kerja pada sektor industri perkebunan di PTPN IV Bahbutong.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif empiris yang bersifat deskriptif. Adapun bahan yang dijadikan sumber dari penelitian berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisa secara kualitatif.

Dapat disimpulkan bahwa sebelum berlakunya Peraturan Pemeritah Nomor 45 tahun 2015, PTPN IV unit Bahbutong telah menggunakan DAPENBUN, DPLK, dan BNI Simponi sebagai jaminan pensiunnya. Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 maka PTPN IV unit Bahbutong tetap memakai DAPENBUN, DPLK, dan BNI Simponi secara terkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan. Manfaat pensiun yang diterima pekerja PTPN IV unit Bahbutong yaitu manfaat pasti. Jenis manfaat pensiun terdiri dari manfaat pensiun hari tua, manfaat pensiun cacat, manfaat pensiun janda/duda, manfaat pensiun anak, dan manfaat pensiun orang tua. Besar iuran pensiun yang dikumpulkan tiap bulanpun telah sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu 3%. Dengan tarif 2% dari pengusaha/pemberi kerja dan 1% dari pekerja.

Batas upah yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan jaminan pensiun juga sama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 yaitu sebesar Rp.7000.000,- dan usia pensiun di PTPN IV unit Bahbutong adalah 55 tahun.

Kata Kunci : Jaminan Pensiun, Pekerja, PTPN IV unit Bahbutong

*MahasiswaFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara

** Dosen Pembinbing I

***Dosen Pembinmbing II

(9)

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 huruf H ayat (3) mengamanatkan bahwa jaminan sosial adalah hak setiap warga negara untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermatabat. Untuk itu, negara wajib mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusian.1

Sistem Jaminan Sosial (Social Security), telah berkembang di negara- negara maju sejak 100 tahun yang lalu. Lingkup Jaminan Sosial yang berkembang di dunia sangat luas, termasuk antara lain asuransi pengangguran, manula, bersalin, perawatan dan lain-lain, sedangkan di Indonesia baru memfokuskan pada 5 (lima) program, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.2

Jaminan sosial nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan memberikan kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan.3

1 Hadi Setia Tunggal, Tanya-jawab Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)di Indonesia, (Jakarta : Haravindo,2015), hal.1

2 Ibid, hal.3

3 Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem Penyelenggaraannya (Jakarta : Meganet Dautama, 1999), hal.3

(10)

Jaminan sosial merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan karyawan agar para tenaga kerja dan karyawan mendapatkan rasa aman untuk kelangsungan hidupnya.

Jaminan sosial bertujuan agar tenaga kerja dan karyawan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul seiring resiko dalam dunia pekerjaan. Risiko-risiko tersebut antara lain, risiko kehilangan pekerjaan, usia yang kurang produktif (lanjut usia), kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan fisik atau bahkan meninggal dunia.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidunya yang layak.4 Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pemerintah berkewajiban menyediakan jaminan sosial secara menyeluruh dan mengembangkan penyelenggaraan sistem jaminan sosial bagi seluruh masyarakat.5

Sehubungan dengan hal diatas maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) mengamanatkan pemerintah membuat peraturan khusus mengenai Jaminan Sosial yaitu Jaminan Pensiun.

Berkaitan dengan hal tersebut Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Juni 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, dan program jaminan pensiun ini

4 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 1 ayat (1) bab 1 Ketentuan Umum

5 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hal.159.

(11)

telah diberlakukan sejak tanggal 1 Juli 2015. Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.6

Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang terdaftar dan telah membayar iuran, sedangkan yang dimaksud pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lainnya, dan yang dimaksud dengan pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Berbeda dengan pekerja, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah mereka yang melakukan kegiatan ekonomi dengan melakukan perkerjaan bersama-sama dengan orang lain atau secara mandiri.7

Jaminan pensiun diberikan dalam bentuk manfaat pasti apabila memenuhi persyaratan minimal masa iuran 15 tahun dibayarkan secara berkala.8 Dan apabila masa iuran kurang dari 15 tahun maka dibayarkan sekaligus.9 Besaran iuran program jaminan pensiun ditetapkan 3% yang berasal dari pemberi kerja 2% dan dari pekerja 1%. Upah maksimum yang digunakan perhitungan

6 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan PensiunPasal 1 ayat (1) bab 1 Ketentuan Umum

7 H.P.Rajagukguk, Peran Serta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2002), hal.11-12

8 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 pasal 24 ayat (1)

9 Ibid,Pasal 24 ayat (2)

(12)

iuran ditetapkan Rp7.000.000,-.10 Jenis manfaat pensiun ini terdiri dari manfaat pensiun hari tua, manfaat pensiun cacat, manfaat pensiun janda/duda, manfaat pensiun anak, dan manfaat pensiun orang tua.

Penyelenggaraan program jaminan pensiun yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tersebut merupakan wujud pelaksanaan ketentuan pasal 41 ayat (8) yang menyatakan “ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden” dan pasal 42 ayat (2) yang menyatakan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah” Undang- Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan diwujudkan atas dasar pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Terkait Jaminan Pensiun,

hal tersebut juga diatur di dalam Undang-Undang BPJS Ketenagakerjaan yaitu Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 dimana BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) meyelenggarakan beberapa jaminan sosial yang diantaranya adalah jaminan pensiun.11 Dimana nantinya peserta yang mendapat manfaat pensiun adalah pekerja/karyawan yang terdaftar dalam Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).

BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari 4 (empat) BUMN penyelenggara jaminan sosial yang selama ini ada yaitu PT ASKES, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN dan PT ASABRI. Transformasi BPJS

10 Ibid, Pasal 29 ayat (2)

11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 1 angka (6) bab 1 Ketentuan Umum

(13)

yang kelembagaannya harus sudah selesai pada 1 April 2014 dan operasionalisasi untuk BPJS Kesehatan harus sudah dimulai pada 1 April 2014, sedangkan untuk BPJS Ketenagakerjaan harus sudah dimulai pada 1 Juli 2015.12

Dalam kaitannya dengan Jaminan Pensiun (JP), perlu harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya yang berkaitan dengan uang pasangon terhadap PHK, yang dapat dikompesasikan dengan dana pensiun sukarela bagi perusahaan yang telah menyelenggarakannya. Uang Pasangon PHK tersebut juga dapat dikompesasikan menjadi jaminan pengangguran akibat PHK (bila program ini dalam sistem Jamsosnas).13

Di era globalisasi ini, negara-negara di berbagai belahan dunia berlomba- lomba untuk memajukan seluruh sektor yang terdapat di negara tersebut untuk memajukan nama negara tersebut, tidak terkecuali dalam sektor industri.14 Saat ini sektor perindustrian di seluruh dunia sangat berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan teknologi dalam bidang perindustrian yang semakin lama semakin canggih. Dengan pesatnya sektor industri tersebut maka tidak dipungkiri dukungan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi sangat dibutuhkan, termasuk kualitas keterampilan dalam bekerja.

Untuk meningkatkan kualitas para pekerja tersebut, upaya pelatihan kerja sangat dibutuhkan, dan tentu saja dengan didorong adanya jaminan sosial yang diberikan para pengusaha/pemberi kerja kepada pekerja agar para

12 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal.8.

13 Ibid, hal.17.

14https://khairunnisafathin.wordpress.com/2011/03/31/sektor-industri/ ,diakses pada tanggal 20 desember 2016 pukul 15:05 WIB

(14)

karyawan/tenaga kerja terjamin hidupnya atas risiko-risiko yang terjadi pada saat bekerja dalam melangsungkan kehidupannya. Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar dalam transformasi struktural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional.

Di sektor industri yang bekerja menggunakan alat besar misalnya, jika terjadi kecelakaan yang menyebabkan seseorang mengalami cacat total tetap maka dengan adanya jaminan sosial yang diberikan perusahaan, maka pekerja tersebut tidak akan merasa terpuruk hidupnya apabila terjadi kecelakaan kerja atas dirinya.

Tentu saja manfaat pensiun yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tersebut akan diterima apabila Pekerja mendaftarkan dirinya sebagai peserta dan terdaftar dalam peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi kerja, selain penyelenggara negara, wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagai peserta sesuai penahapan kepesertaan berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan. Tata cara pendaftaran kepesertaan tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 pasal 2, yaitu:

1. Peserta terdiri atas:

a. Pekerja yang bekerja pada pemberi penyelenggara negara;dan

b. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara

(15)

2. Ketentuan mengenai kepesertaan bagi pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri.

Dalam hal pemberi kerja selain penyelenggara negara nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan pekerjanya, pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam jaminan pensiun kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penahapan kepesertaan program jaminan pensiun.15

Dalam hal verifikasi, pemberi kerja selain penyelenggara negera nyata- nyata lalai tidak mendaftarkan pekerjanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi kerja selain penyelenggara negara dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.16 Selain sanksi sebagaimana dimaksud, pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib memungut dan menyetor iuran yang menjadi kewajiban pemberi kerja selain penyelenggara negara kepada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Dengan adanya jaminan pensiun yang telah dikeluarkan pemerintah yang merupakan upaya nyata, kesungguhan dan komitmen pemerintah untuk memberikan jaminan kepada seluruh rakyatnya.17

Berdasarkan hal diatas, perlu dibahas mengenai jaminan pensiun di sektor industri perkebunan di PTPN IV Unit Bahbutong. Dimana diketahui PTPN merupakan badan usaha milik negara di sektor perkebunan.18 Tidak dipungkiri badan usaha milik negara tersebut memiliki karyawan yang banyak untuk

15 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Pasal 5 ayat (1) bagian kedua

16 Ibid,Pasal 5 ayat (2) bagian kedua

17 Zaelani, “Komitmen Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional”, Journal Legislasi Indonesia Vol.9 Nomor2-Juli 2012, hlm. 192-193

18http://www.ptpn4.co.id/pulu-raja/ , diakses pada tanggal 26 desember 2016 pukul 17:20 WIB

(16)

mengelola perkebunan tersebut. Untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas dan professional tidak dipungkiri perusahaan memberi kompensasi yaitu melalui jaminan pensiun tersebut, terkait dengan diberlakukannya BPJS Ketenagakerjaan.

Tidak dipungkiri program Jaminan Pensiun yang diatur oleh Pemerintah tersebut menimbulkan masalah khususnya bagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang sudah mengikuti program dana pensiun menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang berkekuatan hukum sama (setara) dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, dengan itu penerima dana pensiun tetap dalam usulan dan perjuangan kepada pemerintah melalui Trapartit Nasional dan Induk Perusahaan PTPN I s.d XIV (Holding BUMN Perkebunan) sehingga tidak termasuk didalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Program Jaminan Pensiun yang akan diterbitkan pemerintah dengan kata lain tidak wajib ikut dan mendaftarkan ke BPJS.19

Masalah yang lain muncul, dimana diketahui dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa untuk memperoleh manfaat pensiun, pekerja harus telah mengikuti program Jaminan Pensiun atau membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sekurang-kurangnya 15 tahun. Itu artinya, sebelum 15 tahun tidak ada manfaat dana pensiun didapat peserta, dan jika seseorang telah pensiun sementara belum menjadi peserta selama 15 tahun, maka uang akan deikembalikan beserta uang pengembangan saja.20.

19http://www.fsbun.org/2015/06/26/program-jamina-pensiun-bpjs-kesehatan-holding- bumn-perkebunan-oleh-tuhu-bangun-ketum-fspbun/ , diakses pada tanggal 24 desember 2016 pukul 15:13 WIB

20http://m.metrotvnews.com/read/2015/02/20/360919/jaminan-pensiun-

bpjsketenagakerjaan-yang-bakal-jadi-masalah/ , diakses pada tanggal 24 desember 2016 pukul 15:45 WIB

(17)

Pasal 167 Undang-Undang Ketenagakerjaan pada prinsipnya menyatakan pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena memasuki usia pensiun tetap berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bila pengusaha mengikutsertakan pekerja/buruh tersebut dalam program pensiun, maka yang menjadi hak pekerja/buruh adalah :

1. Uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2);

2. Uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3);dan 3. Uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Implementasi Jaminan Pensiun Bagi Tenaga Kerja pada Sektor Industri Perkebunan Ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Pensiun (Studi di PTPN IV (Unit Bahbutong))”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai hal-hal berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja sektor industri perkebunan dalam Perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana Jaminan Pensiun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 sebagai bentuk perlindungan terhadap Pekerja?

(18)

3. Bagaimana Implementasi Jaminan Pensiun tenaga kerja pada sektor industri Perkebunan di PTPN IV (Unit Bahbutong) ?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja sektor industri perkebunan dalam Perundang-undangan di Indonesia.

2. Mengetahui perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang telah terdaftar dalam program Jaminan Pensiun.

3. Mengetahui implementasi jaminan pensiun tenaga kerja pada sektor industri perkebunan di PTPN IV (Unit Bahbutong).

Adapun Manfaat penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan program jaminan pensiun di PTPN IV Unit Bahubutong

2. Secara praktis

a. Secara praktis dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan-perusahaan yang telah lebih dulu menggunakan program pensiun terkhusus dana pensiun pemberi kerja (DPPK).

(19)

b. Dapat memberikaninformasi mengenai Perlindungan apa saja yang diperoleh pekerja sektor industri perkebunan terkhusus jaminan pensiun.

c. Dapat pula menjadi masukan bagi peserta-peserta yang mendaftarkan dirinya mengikuti program jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa tidak ada menemukan skripsi yang berjudul

“Implementasi Jaminan Pensiun bagi Tenaga Kerja Sektor Industri Perkebunan Ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Pensiun (Studi di PTPN IV (Unit Bahbutong))”.

Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber literature seperti buku-buku, media cetak dan elektronik.

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan skripsi yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah oleh Febrina Mahyar Lubis pada tahun 2016, skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul skripsi “Pelaksanaan Program Jaminan Pensiun Pada PT. Perkebunan Sumatera Utara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS”. Penelitian tersebut menganalisis tentang Pelaksanaan Program Jaminan Pensiun berdasarkan Undang Undang BPJS dengan permasalahan :

1. Bagaimanakah program jaminan sosial ketenagakerjaan dalam sistem jaminan sosial nasional (SJSN) di Indonesia ?

(20)

2. Bagaimankah pengaturan program jaminan pensiun sebagai bagian dari jaminan sosial ketenagakerjaan?

3. Bagaimanakah pelaksanaan program jaminan pensiun pada PT. Perkebunan Sumatera Utara?

Dengan demikian dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh melalui pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, media elektronik yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional serta terbuka. Semua, ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.

E. Tinjauan Pusataka 1. Pengertian Jaminan Sosial

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.21 Jaminan Sosial adalah hak setiap warga negara untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Untuk itu, negara wajib mengembangkan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah

21http://sjsn.menko

kesra.go.id/2016/09/28/dokumen/publikasi/buku_reformasi_sjsn/ind.pdf/ . diakses pada tanggal 5 januari 2017 pukul 22:15 WIB

(21)

dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusia.22 Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidunya yang layak.23

2. Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.24 Program jaminan pensiun bisa disebut juga program pensiun manfaat pasti. Dan program pensiun manfaat pasti ini, berbeda dengan program lain yang dikenal oleh masyarakat dengan nama iuran pasti. Kalau manfaat pasti, manfaatnya sudah dipastikan.Sedangkan kalau iuran pasti itu, mirip seperti tabungan dan bersifat individual.25

Jaminan Pensiun diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 yang menyatakan pada pasal 1 BAB I Ketentuan umum bahwa Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.26 Jaminan pensiun merupakan wujud nyata atas pertimbangan Pasal 41 ayat (8) dan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40

22 Hadi Setia Tunggal, Op.Cit, hal.1

23 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 pasal 1 ayat (1) bab 1 Ketentuan Umum

24 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 Pasal 1 ayat (1) bab I Ketentuan Umum

25http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/assets/uploads/tiny_mce/BRIDGE/10022016_11 0242_Bridge_Edisi_9_2015.pdf/ , diakses pada tanggal 27 desember 2016 pukul 11:00 WIB

26 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 pasal 1 ayat (1) bab I ketentuan umum

(22)

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan ditetapkan Pemerintah atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 5 ayat (2).

3. Pengertian pekerja

Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 huruf H ayat (3) menyatakan “yang disebut golongan-golongan ialah badan-badan seperti koprasi, serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif”, dengan ini menggunakan istilah “pekerja” untuk pengertian buruh. Oleh karena itu, disepakati penggunanaan kata „pekerja”

sebagai pengganti “buruh” karena mempunyai dasar hukum yang kuat.27 Beberapa pengertian pekerja:

a. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.28

b. Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.29

c. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.30

4. Pengertian tenaga kerja

Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.31 Tenaga kerja adalah seseorang yang telah siap masuk dalam pasar kerja sesuai dengan upah yang telah ditawarkan oleh penyedia

27 Zaeni Asyhadie, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta : PT.

Rajagrafindo Persada, 2013) , hal. 39.

28 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 1 angka (8)

29 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka (3)

30 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Pasal 1 angka (11)

31Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat( 2)

(23)

pekerjaan.32 Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang berumur 15 tahun ke atas yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Beberapa pengertian tenaga kerja :

a. Tenaga kerja, yaitu:33

1. Orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu: pekerja, pegawai, dan sebagainya.

2. Orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubunga kerja.

b. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu bekerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini, pembentukan tenaga kerja adalah untuk meningkatkan efektivitas kemampuan untuk melakukan pekerjaan itu.34

c. Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Orang tersebut dapat dikatakan sebagai angkatan kerja kecuali mereka yang tidak melakukan aktifitas kerja.35

32http://bimakab.go.id/index/ , diakses pada tanggal 5 januari 2017 pukul 16:12 WIB

33 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

34 Undang-Undang Pokok Ketenagakerjaan Nomor 14 Tahun 1969

35Payaman J. Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, 1985), hal.2

(24)

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Metode peneletian hukum normatif empiris ini pada dasarnyamerupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini dikatakan hukum normatif karena penelitian ini berdasarkan peraturan Perundang-undangan seperti Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional Nasional, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Dikatakan penelitian ini empiris karena penelitian ini melihat hukum dalam artian nyata yang dilakukan dengan mewawancari Kepala SDM (Sumber Daya Manusia) di PTPN IV unit Bahbutong.

Sifat penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambar, menelaah, menjelaskan secara tepat atau menganalisis suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaan hukum positif

(25)

yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.36 Deskriptif ini menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum terhadap implementasi jaminan pensiun bagi tenaga kerja sektor industri perkebunan ditinjau dari Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Pensiun di PTPN IV Unit Bahbutong.37

2. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skrips ini, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara: studi kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan Perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dilakukan dengan wawancara ke SDM (Sumber Daya Manusia) PTPN IV Unit Bahbutong.

3. Sumber Data

Penelitian ini yang di gunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Sumber data kepustakaan diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004

36 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Junimetri (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), hal. 97-98.

37 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20 (Bandung:Alumni, 1994), hlm. 101.

(26)

tentang Sistem Jaminan Nasional Nasional, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya: Jurnal hukum, buku-buku, makalah, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan yang diangkat dalam skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya: kamus hukum dan ensiklopedia.

d. Dukungan data primer, yaitu hasil wawancara kepada bagian Sumber Daya Manusia PTPN IV Unit Bahbutong.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari peristiwa atau masalah yang didukung oleh teori-teori yang berkaitan dengan objek permasalahan. Diawali dari pengumpulan bahan primer, yang kemudian dilengkapi dengan bahan sekunder dan bahan tersier yang telah diperoleh baik dari media apapun dan kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif maksudnya adalah menganalisis sesuatu namun terlebih dahulu

(27)

mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan telah diuji kebenarannya. Metode yang dipergunakan untuk menganalisis kualitatif yaitu:

a. Mengumpulkan peraturan Perundang-undangan dan bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan penelitian;

b. Mengelompokkan peraturan Perundang-undangan dan bahan hukum yang ada;

c. Menguraikan bahan-bahan hukum sesuai dengan masalah yang dirumuskan;

d. Menarik kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub- sub bab.

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I. merupakan bab Pendahuluan. Pada Bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II . berjudul Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia. Pada Bab ini akan dibahas mengenai tentang tinjauan umum ketenagakerjaan di Indonesia, hak-hak tenaga kerja, perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja dan perlindungan hukum

(28)

terhadap pekerja sektor industri perkebunan yang akan dibahas lagi didalamnya mengenai pengertian dan ruang lingkup pekerja sektor industri perkebunan, sumber hukum terhadap perlindungan pekerja industri perkebunan, dan perlindungan terhadap pekerja industri perkebunan.

BAB III. berjudul Pengaturan Program Jaminan Pensiun sebagai Bagian dari Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengertian dan sumber hukum jaminan pensiun, kepersertaan dan tata cara pendaftaran jaminan pensiun,penerima manfaat jaminan pensiun dan bentuk perlindungan jaminan pensiun terhadap pekerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015.

BAB IV. berjudul Implementasi Jaminan Pensiun Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Perkebunan Di PTPN IV Unit Bahbutong. Pada bab ini akan diuraikan mengenai Gambaran Umum profil PTPN IV, Kebijakan PTPN IV terkait dengan Jaminan pensiun dan Pelaksanaan Jaminan Pensiun bagi tenaga kerja di PTPN IV

BAB V. merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.

(29)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA SEKTOR INDUSTRI PERKEBUNAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Ketenagakerjaan di Indonesia

Perkembangan perekonomian tidak terlepas dari ketenagakerjaan yang meliputi semua aspek kehidupan masyarakat dimana tenaga kerja dan pengusaha melakukan suatu hubungan kerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Istilah pekerja/buruh yang sekarang disandingkan muncul karena dalam Undang-Undang yang lahir sebelumnya yakni Undang-Undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja menyandingkan kedua istilah tersebut.

Imam Soepomo membuat rumusan tentang arti kata perburuhan. Menurutnya, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak dan berkenaan dengan kejadian tempat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.38

Dalam perkembangan dewasa ini, sesungguhnya penggunaan kata perburuhan, buruh, majikan dan sebagainya, yang dalam literatur lama masih sering ditemukan. Kata-kata tersebut sudah digantikan dengan istilah Ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah hukum ketenagakerjaan untuk mengganti istilah perburuhan. Sejak tahun 1969, dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, istilah buruh digantikan dengan istilah tenaga kerja, yaitu orang yang mampu

38 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hal.4

(30)

melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang yang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Suatu perumusan yang luas, karena meliputi siapa saja yang mampu bekerja, baik dalam hubungan kerja (formal) maupun diluar hubungan kerja (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah.39

Istilah hukum ketenagakerjaan dewasa ini semakin tidak populer dengan diundangkannya Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003) yang menjadi payung bagi masalah-masalah terkait dengan hukum perburuhan/hukum ketenagakerjaan. Di beberapa perguruan tinggi Indonesia, mata kuliah hukum perburuhan juga telah banyak digantikan dengan istilah lain, seperti hukum ketenagakerjaan dan hukum hubungan industrial.40 Ini artinya bahwa hukum ketenagakerjaan lebih dipakai istilahnya dari pada hukum perburuhan, meskipun masih ada beberapa kelompok yang lebih memilih istilah buruh atau hukum perburuhan.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Artinya, dapat dipahami bahwa yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh, menyangkut hal-hal sebelum masa kerja, antara lain; menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain-lain.

39 Undang-Undang No. 14 Tahun 1969, LN No.55 Tahun 1969 dan Penjelasannya, khususnya Penjelasan atas Pasal 1.

40 Agusmidah, Op.Cit, hal.5

(31)

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pekerja/buruh adalah “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Dari pengertian pekerja tersebut jelaslah bahwa hanya tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh.41 Abdul Khakim merumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan dari unsur-unsur yang dimiliki, yaitu :42

1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis;

2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha/majikan;

3. Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa;

4. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi: masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan sebagainya.

Menurutnya, hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini, jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan sebagai berikut:

1. Swapekerja.

2. Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan.

3. Kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi/perkumpulan.

Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah “Setiap orang yang

41 Lalu Husni, Op.Cit, hal.20

42 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003, (Bandung : PT Citra Aditya Bhakti, 2003), hal.5-6

(32)

mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat”.43 Menurut Payaman Simanjuntak, tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia.44

B. Hak-hak Tenaga Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan mengenai hak dan kewajiban seorang tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya, yang mana Undang-Undang tersebut berfungsi untuk melindungi dan membatasi status hak dan kewajiban para tenaga pekerja dari para pemberi kerja (Pengusaha) yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam ruanglingkup kerja. Dengan demikian perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar para tenaga kerja dan menjamin pula kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun bahkan untuk mewujudkan kesejahteraan para tenaga kerja dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan didunia usaha.45

Indonesia telah membuat peraturan tersendiri untuk mengatur tentang tenaga kerja, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

43 Lalu Husni, Op.Cit, hal.15-16

44 Sedjun H. Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta : PT Rineka Cipta, Cet II,1995), hal.3.

45https://lawbspco.blogspot.co.id/2013/12/hak-dan-kewajiban-pekerja_5.html/ , diakses pada tanggal 11 februari 2017 pukul 14:00

(33)

Ketenagakerjaan. Dengan adanya Undang-Undang ini maka diharapkan hak -hak para tenaga kerja serta hal lain mengenai tenaga kerja dapat terjamin.

Selain itu Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 juga mengatur mengenai Hak- Hak Pekerja, yaitu :

1. Hak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi.

Hak ini diatur dalam pasal 6 UU No 13 Tahun 2003 yang berbunyi “setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”.Artinya, Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, warna kulit, keturunan, dan aliran politik.46

2. Hak memperoleh pelatihan kerja.

Hak ini diatur dalam pasal 11 UU No 13 Tahun 2003 yang berbunyi “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja”47

Serta pasal 12 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 yang berbunyi “Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja”48

Artinya, selama bekerja pada suatu perusahaan maka setiap pekerja berhak mendapatkan pelatihan kerja.Pelatihan kerja yang dimaksud merupakan pelatihan kerja yang memuat hard skills maupun soft skills.Pelatihan kerja

46 Undang -Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 6

47 Ibid, Pasal 11

48 Ibid, Pasal 12 ayat (1)

(34)

boleh dilakukan oleh pengusaha secara internal maupun melalui lembaga- lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, ataupun lembaga-lembaga pelatihan kerja milik swasta yang telah memperoleh izin. Namun yang patut digaris bawahi adalah semua biaya terkait pelatihan tersebut harus ditanggung oleh perusahaan.

3. Hak pengakuan kompetensi dan kualifikasi kerja.

Hak ini diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 yang berbunyi

“Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan komptensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja”49 Serta dalam pasal 23 UU No 13 Tahun 2003 yang berbunyi “Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi”50

Artinya, setelah pekerja mengikuti pelatihan kerja yang dibuktikan melalui sertifikat kompetensi kerja maka perusaahaan/pengusaha wajib mengakui kompetensi tersebut.Sehingga, dengan adanya pengakuan maka dapat menjadi dasar bagi pekerja untuk mendapatkan hak-hak yang sesuai dengan kompetensinya.

4. Hak Memilih penempatan kerja.

Hak ini diatur dalam pasal 31 UU No 13 Tahun 2003 yang berbunyi “Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,

49 Ibid, Pasal 18 ayat (1)

50 Ibid, Pasal 23

(35)

mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri”51

Artinya, setiap pekerja memiliki hak untuk memilih tempat kerja yang diinginkan. Tidak boleh ada paksaan ataupun ancaman dari pihak pengusaha jika pilihan pekerja tidak sesuai dengan keinginan pengusaha.

5. Hak-Hak pekerja Perempuan dalam UU No 13 Tahun 2003:

a. Pasal 76 Ayat (1). Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23:00 s.d. 07:00.52 b. Pasal 76 Ayat (2). Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh

perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya sendiri apabila bekerja antara pukul 23:00 s.d. 07:00.53

c. Pasal 76 Ayat (3). Perempuan yang bekerja antara pukul 23:00 s.d. 07:00 berhak mendapatkan makanan dan minuman bergisi serta jaminan terjaganya kesusilaan dan keamanan selama bekerja.54

d. Pasal 76 Ayat (4). Perempuan yang bekerja diantara pukul 23:00 s.d. 05:00 berhak mendapatkan angkutan antar jemput.55

e. Pasal 81. Perempuan yang sedang dalam masa haid dan merasakan sakit,lalu memberitahukan kepada pengusaha, maka tidak wajib bekerja di hari pertama dan kedua pada waktu haid.56

51 Ibid, Pasal 31

52 Ibid, Pasal 76 ayat (1)

53 Ibid, Pasal 76 ayat (2)

54 Ibid, Pasal 76 ayat (3)

55 Ibid, Pasal 76 ayat (4)

(36)

f. Pasal 82 ayat (1). Perempuan berhak memperoleh istirahat sekana 1,5 bulan sebelum melahirkan, dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.57

g. Pasal 82 ayat (2). Perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak mendapatkan istriahat 1,5 bulan atau sesuai keterangan dokter kandungan atau bidan.58

h. Pasal 83. Perempuan berhak mendapatkan kesempatan menyusui anaknya jika harus dilakukan selama waktu kerja.59

6. Hak lamanya waktu bekerja dalam Pasal 77 UU No 13 Tahun 2003:

a. 7 jam sehari setara 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu, atau

b. 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.

7. Hak bekerja lembur dalam pasal 78 UU No 13 Tahun 2003: 60

a. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam sehari.

b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 14 jam seminggu.

c. Berhak mendapatkan upah lembur.

56 Ibid, Pasal 81

57 Ibid, Pasal 82 ayat (1)

58 Ibid, Pasal 82 ayat (2)

59 Ibid, Pasal 83

60 Ibid, Pasal 78

(37)

8. Hak istirahat dan cuti bekerja dalam pasal 79 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003:61 a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja

selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

b. Istirahat mingguan sehari untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu ;

c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

d. Istirahat panjang, sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

9. Hak beribadah.

Pekerja/buruh sesuai dengan pasal 80 UU No 13 Tahun 2003, berhak untuk mendapatkan kesempatan melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Dalam hal ini, bagi pekerja yang beragama islam berhak mendapatkan waktu dan kesempatan untuk menunaikan Sholat saat jam kerja, dan dapat mengambil cuti untuk melaksanakan Ibadah Haji. Sedangkan untuk

61 Ibid, Pasal 79 ayat (2)

(38)

pekerja beragama selain islam, juga dapat melaksanakan ibadah-ibadah sesuai ketentuan agama masing-masing.62

10. Hak perlindungan kerja.

Dalam hal perlindungan kerja, setiap pekerja/buruh dalam pasal 86 UU No 13 Tahun 2003 berhak mendapatkan perlindungan yang terdiri dari:63

a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b. Moral dan Kesusilaan.

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai – nilai agama.

11. Hak mendapatkan upah

a. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan layak bagi kemanusiaan yang disesuaikan denagan upah minimum provinsi atau upah minimum kota, atau upah minimum sektoral.

b. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak istirahat sesuai pasal 79 ayat (2), pasal 80, dan pasal 82, berhak mendapatkan upah penuh.

c. Setiap pekerja/buruh yang sedang sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, maka berhak untuk mendapatkan upah dengan ketentuan pada pasal 93 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 :64

1) 4 bulan pertama mendapatkan upah 100%

2) 4 bulan kedua mendapatkan upah 75%

3) 4 bulan ketiga mendapatkan upah 50%

62 Ibid, Pasal 80

63 Ibid, Pasal 86

64 Ibid, Pasal 93 ayat (2)

(39)

4) Untuk bulan selanjutnya mendapatkan upah 25%, selama tidak dilakukan PHK.

12. Hak Kesejahteraan.

Setiap pekerja/buruh beserta keluarganya sesuai dengan yang tertera pada pasal 99 UU No 13 Tahun 2003 berhak mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerja pada saat ini dapat berupa BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.65

13. Hak bergabung dengan serikat pekerja.

Setiap pekerja/buruh berhak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh sesuai dengan yang tertera pada pasal 104 UU No 13 Tahun 2003.66

14. Hak Mogok Kerja.

Setiap pekerja/buruh berhak untuk melakukan mogok yang menjadi hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan yang tertera pada pasal 138 UU no 13 tahun 2003. Namun, mogok kerja harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.67

15. Hak Uang Pesangon.

Setiap pekerja /buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berhak mendapatkan pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang pergantian hak, dengan ketentuan pada pasal 156 UU no 13 tahun 2013.68

65 Ibid, Pasal 99

66 Ibid,Pasal 104

67 Ibid, Pasal 138

68 Ibid, Pasal 156

(40)

Selain itu ada 8 (delapan) hak dasar pekerja yang wajib diketahui, yaitu:

1. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2000 dan Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja berhak untuk mengembangkan potensi kerja, memperoleh kesempatan untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya. Di dalam poin tersebut juga tercantum hak bagi seorang buruh untuk memperoleh perlindungan atas kesusilaan dan moral, kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlakukan yang sesuai dengan martabat dan harkat manusia, serta nilai-nilai agama.69

2. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Jaminan Kecelakaan Kerja nomor 4/1993, Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja dengan manfaat lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar jaminan sosial tenaga kerja No 1/1998, Keputusan Presiden nomor 22/1993, Peraturan Pemerintah nomor 14/1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial, Undang-Undang nomor 1/1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, serta Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja memiliki hak dasar atas jaminan sosial dan kesehatan serta keselamatan kerja.

Jaminan sosial tenaga kerja menyebut bahwa seorang pekerja berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kematian, serta jaminan kecelakaan kerja. Di titik ini, buruh berhak meminta pengusaha untuk menyediakan semua syarat-syarat kesehatan serta

69 Undang-Undang No. 21 tahun 2000 dan Undang-Undang No.13 tahun 2003

(41)

keselamatan kerja, sekaligus menyatakan keberatan bila sebuah perusahaan tidak menyediakan perlindungan sebagaimana digariskan lewat Undang- Undang dan produk hukum lain.

3. Di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Upah Minimum nomor 1/1999, Peraturan Pemerintah 8/1981 tentang Perlindungan Upah, serta Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa para pekerja mendapatkan hak untuk memperoleh upah yang layak.

Pemilik modal wajib membayar upah dengan mekanisme tertentu bila seorang pekerja absen dalam bekerja karena alasan menikahkah anak, mengkhitankan anak, menikah, membabtiskan anak, menemani istri melahirkan, atau mengurus sanak keluarga yang meninggal. Selain itu, pemilik modal juga wajib menetapkan upah minimum untuk pekerja yang sudah bekerja dalam waktu kurang dari setahun, dan wajib meninjau besaran upah ketika pekerja sudah bekerja lebih dari setahun. Tidak boleh ada diskriminasi antara buruh perempuan dan buruh laki-laki.

4. Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan bahwa pekerja memiliki hak dasar untuk libur, cuti, istirahat, serta mendapatkan pembatasan waktu kerja. Bila seorang pekerja bekerja melebihi waktu yang telah ditetapkan, maka pemilik modal wajib mengganti keringatnya dengan membayar upah lembur. Lebih jauh lagi, seorang pekerja juga mendapatkan hak untuk menjalankan ibadah menurut tata cara tertentu yang disyaratkan agamanya.

(42)

5. Undang-Undang nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja serta Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengatur hak dasar pekerja untuk membuat serikat pekerja. Yang terakhir disebut ini berfungsi sebagai saluran aspirasi pekerja yang memiliki kekuatan untuk membuat perjanjian kerja bersama dengan pemilik modal.

Adapun perjanjian yang dibuat harus mencakup hak dan kewajiban buruh/pekerja maupun serikatnya, kewajiban dan hak pengusaha, jangka waktu berlakunya perjanjian, serta tanda tangan para pihak yang membuat perjanjian.

6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang akibat hukum mogok kerja yang tidak sah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 232/2003 dan UU 13/2003 juga menyebut hak dasar buruh untuk melakukan mogok kerja. Mogok kerja dilakukan secara sah apabila para pekerja memberitahukan ihwal tersebut sekurangnya tujuh hari sebelum mogok berlangsung.

Selama mogok kerja berlangsung, pengusaha memperoleh hak untuk melarang para buruh yang mogok untuk berada di lokasi produksi atau di sekitar perusahaan. Pemilik modal tidak boleh melarang buruh untuk mogok kerja dan tidak boleh mengganti buruh yang mogok dengan pekerja lain, maupun memberikan sanksi kepada buruh yang melakukan mogok kerja.

7. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Kewajiban Pengusaha yang memperkerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. 224/2003 dan Undang-Undang

(43)

Ketenagakerjaan 13/2003, pekerja perempuan mendapatkan hak dasar khusus, yakni dilarang dipekerjakan antara jam 23:00 sampai 07:00. Ini berlaku untuk buruh perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun.

Selain itu, pengusaha juga dilarang untuk mempekerjakan buruh hamil, yang menurut keterangan dokter bisa sakit apabila bekerja di antara pukul 23:00 sampai 07:00. Pengusaha juga wajib memberikan makan dan minuman bergizi, menjaga kesusilaan, menyediakan angkutan antar jemput bagi perempuan yang bekerja pada jam 23:00 sampai 05:00, serta memberikan waktu istirahat selama satu setengah bulan sebelum dan sesudah melahirkan.

8. Para pekerja juga berhak mendapatkan perlindungan atas PHK. Bila ternyata tidak bisa dihindari, maka perundingan wajib dilakukan antara kedua belah pihak atau di antara pengusaha dengan buruh (jika memungkinkan, buruh yang terlibat juga menjadi anggota serikat buruh).

C. Perlindungan Terhadap Hak-Hak Tenaga Kerja

Dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi, sering kali pekerja/tenaga kerja tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka peroleh. Untuk itu perlu perhatian yang serius dari pihak pemerintah untuk menjamin hak pekerja atau buruh yang bekerja pada suatu instansi atau suatu perusahaan. Adanya campur tangan dari pemerintah, diharapkan mereka dapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan mendapatkan haknya sesuai apa yang sudah dikerjakannya.

(44)

a. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum adalah jaminan hak dan kewajiban untuk manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia.70 Menurut Philipus M Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.71

b. Tujuan Perlindungan Hukum

Upaya menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut:

1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar

70 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty,1991), hal. 40.

71 Hadjon, Philipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, (Surabya : PT Bina Ilmu,1987), hal. 25

Referensi

Dokumen terkait

Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil menunjukkan bahwa sekretaris

Op Cit., Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian serta Pasal 12 Peraturan Menteri

Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan JAminan Sosial Tenaga. Kerja, perlu ditinjau ulang karena dirasakan sudah

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Dan Investasi Dana Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 45 Tambahan Lembaran Negara

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 1985 TENTANG PENYESUAIAN PENSIUN POKOK BEKAS PIMPINAN MAJELIS.. PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri. Untuk mengetahui tugas dan wewenang Pemerintah dalam pembangunan. kawasan industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

Menurut pendapat penulis pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia ini terdapat kendala dari aturan baru yang ada pada peraturan pemerintah ini yaitu jangka waktu

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 1 angka 1 yang selanjutnya disebut dengan PP Nomor 27 Tahun 2012... lain dalam