• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia mengenal perbedaan antara laki-laki dan perempuan beserta peran-peran luhur yang menyertai pembedaan jenis kelamin antara laki- laki dan perempuan. Namun, pada kenyataannya, selain perempuan dan laki-laki yang kita ketahui, muncul gejala yang disebut sebagai keragaman jenis kelamin yakni jenis kelamin diantara perempuan dan laki-laki yakni suatu gejala dengan ciri, sifat-sifat dan karakter yang dimiliki oleh individu yang berorientasi pada keinginan menjadi anggota lawan jenis, baik secara psikologis, pembedahan anatomis, maupun diri secara sosial. Istilah gejala ini yang dikenal dengan berbagai terminologi, seperti transgender, transseksual, transvetisisme, gender crossdressing, lesbian, gay dan biseksual serta berbagai istilah lain. Istilah-istilah

ini mengacu selain pada perubahan pada bentuk fisik, psikologis, juga terutama orientasi seksualnya.

Salah satu istilah yang kita kenal sejak zaman dahulu ialah istilah

homoseksual. Yakni istilah yang menggambarkan mengenai orientasi seksual pada

sesama jenis kelamin. Salah satunya adalah istilah lesbian. Lesbian akhir-akhir ini

menjadi marak dan muncul di permukaan. Pada beberapa kota besar di Indonesia

seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan dan kota-kota lain telah

menunjukkan berbagai bentuk perilaku dan eksistensi kelompok homoseksual baik

gay maupun lesbian. Maraknya fenomena lesbian di masyarakat memberi

pengertian bahwa, unit-unit di dalam masyarakat bukan hanya sekedar hitam dan

(2)

putih saja, namun ada hal yang berada di tengah-tengahnya. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang memiliki orientasi seksual yang berbeda bagi masyarakat heteroseksual yakni orientasi seksual kepada sesama jenis kelamin. Hal ini juga merujuk pada istilah yang memberi pengertian bahwa perempuan mencintai sesamanya baik secara fisik, emosional, dan spiritual.

Lesbian yang dikenal oleh masyarakat terbagi menjadi tiga. Femme, Butch atau Butchie dan Andro yakni gabungan dari keduanya. Femme atau bisa disebut sebagai lipstick lesbian, yang berarti seorang femme adalah seorang perempuan dengan atribut keperempuanan, memiliki sifat dan perilaku lemah lembut, manja dan halus. Istilah femme diadopsi dari Bahasa Perancis untuk menggambarkan seorang perempuan dengan sifat dan perilaku yang keperempuanan Berbeda dengan istilah Butch atau Butchie yang berarti ‘anak laki-laki yang kuat’. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan orientasi gender secara individual. Seseorang dengan karakter maskulin pada perempuan dapat digambarkan sebagai seorang butch atau butchie. Butchie direpresentasikan sebagai sosok laki-laki yang kuat

dengan karakter maskulin namun berada dalam tubuh seorang perempuan. pada relasi sesama jenis butch berperan sebagai sosok laki-laki, dengan mengemban tugas sebagai seorang laki-laki, dan femme menjadi seorang perempuan secara utuh baik secara fisik maupun psikologis. Ketiga, adalah androgini, istilah yang digunakan untuk menggambarkan peleburan antara butch dan femme menjadi satu dalam waktu yang bersamaan. Berasal dari bahasa Yunani ‘aner’ yang berarti laki- laki dan ‘gune’ yang berarti perempuan yang dapat merujuk kepada salah satu dari dua konsep yang berkaitan dengan gender yakni arti dari percampuran keduanya.

Seorang perempuan lesbian dalam konteks ini adalah termasuk dalam golongan

(3)

Butchie. Memiliki identitas jenis kelamin yang lain dalam tubuhnya yang

merupakan seorang perempuan.

Fenomena lesbian sudah dikenal secara luas oleh masyarakat. Fenomena homoseks, gay dan lesbian sudah dikenal semenjak zaman nabi, dan mengalami perkembangan hingga saat ini. Meski keberadaannya masih rahasia dan tidak secara terbuka seperti kelompok gay dan waria, namun bukan berarti fenomena lesbian tidak merebak di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh budaya dan konstruksi masyarakat mengenai konsep laki-laki dan perempuan.

masyarakat terbiasa dan terlena oleh eksistensi pria-pria ‘wadam’ dan kelompok homoseksual gay, dan menganggap biasa jika perempuan bermain, melakukan kegiatan bersama dengan sesama perempuan dan menaruh curiga jika hal yang serupa dilakukan oleh sesama pria. Selain itu, salah satu latar belakang kenapa keum lesbian masih terkadang sulit untuk dilacak bahwa tidak dipungkiri seorang perempuan-tidak terkecuali perempuan lesbian-memiliki sifat dasar perasaan peka dan sensitivitas yang tinggi sehingga menyebabkan tersembunyinya relasi sesama jenisnya, dan hubungan-hubungan komitmen diantara mereka. Namun di masa sekarang baik kelompok gay, waria dan lesbian tampaknya mulai menggaumkan eksistensinya sebagai kelompok minoritas dan memperjuangkan haknya (Septin, 2011)

LGBTQ

1

adalah singkatan dari ‘lesbian, gay, biseksual, dan transgender’.

Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990an dan menggantikan frasa "komunitas gay’. Terminologi ini mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

1Tambahan huruf Q yang berarti queer yang memiliki pengertian politis oleh kelompok-kelompok minoritas seksual yang menganggap identitas seksual adalah sesuatu yang cair dan tidak dapat dikotak-jkotakkan secara kaku dalam kategori lesbian, gay atau transgender (Kembaren, 2014) diunduh dari www.repository.usu.ac.id

(4)

Akronim LGBT dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman

‘budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender’

2

. Istilah LGBT menggambarkan mengenai komunitas yang bertujuan untuk pengakuan diri secara luas atas kelompok-kelompok minoritas yang berorientasi seksual yang ‘berbeda’

dengan masyarakat luas. LGBT memiliki hak-hak yang berbeda menurut tiap wilayah dan negara. Hukum mengenai LGBT meliputi pengakuan Pemerintah terhadap hubungan sesama jenis, adopsi anak oleh pasangan LGBT, karir militer, imigrasi, hukum atas diskriminasi tindakan terhadap kekerasan atas kaum LGBT.

Hukum LGBT antara wilayah dan tiap negara berbeda-beda menurut kebutuhan yang harus terpenuhi.

Di Indonesia, LGBT kurang mendapat perhatian serius dari Pemerintah, namun disisi lain, sebagai negara dengan mayoritas Agama Islam, Indonesia cukup toleran terhadap komunitas ini. Pada tahun 1982, kelompok hak asasi gay didirikan di Indonesia. Lambda Indonesia dan organisasi sejenis lainnya bermunculan pada akhir tahun 1980an dan 1990an. Kini, asosiasi LGBT utama di Indonesia adalah

‘Gaya Nusantara’ di Surabaya, ‘Arus Pelangi’. Di Yogyakarta. Indonesia, merupakan tempat diadakannya pertemuan puncak hak LGBT pada tahun 2006 yang menghasilkan Yogyakarta Principles atau Prinsip-Prinsip Yogyakarta. Pada tahun 2010 Kota Surabaya menjadi tempat bertemunya seluruh anggota LGBT dengan kegiatan yang bertajuk International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, dan Intersex Association (ILGA) menggelar konferensi regional ILGA ke-4 tingkat Asia pada 26-28 Maret, namun sayangnya dikutuk oleh Majelis Ulama Indonesia dan diganggu oleh demonstran konservatif.

2www.wikipedia.com/LGBT tanggal 28-06-2014, pukul 11.41

(5)

Meski komunitas telah terbentuk dikota-kota besar seperti Jakarta dengan Swara Srikandi, Surabaya dengan Gaya Nusantara, Yogyakarta dengan Arus Pelangi yakni memperjuangkan hak minoritas mereka secara kolektif dan legal.

Namun tidak menutup kemungkinan kelompok lesbian yang lebih memilih untuk menutup diri dengan tidak mengikuti komunitas dengan alasan bahwa pengaruh pihak luar (lingkungan, tempat tinggal, masyarakat) tidak mentoleransi keberadaan lesbian dengan cara melakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka.

Penelitian mengenai lesbian di Kota Bandung oleh Reni Septin tahun 2011 terkait munculnya kaum lesbian di Kota Bandung yang aktif berkomunikasi dalam dunia maya atau media sosial. Di kehidupan ‘nyata’, kaum lesbian tidak segan- segan untuk menampilkan diri dengan sering nongkrong di beberapa mall dan tempat hiburan malam di Kota Bandung yang kemudian memberi pengertian bahwa, meski jumlahnya yang relatif lebih sedikit dan minoritas, namun dengan perkembangan zaman dan dengan atas perjuangan hak secara pribadi untuk diakui semakin kuat dan tak terbendung. Dengan demikian, kemunculan kaum lesbian di tempat-tempat umum menunjukkan terjadinya pergeseran budaya dalam masyarakat yang menjunjung tinggi norma-norma kehidupan (Septin, 2011).

Dalam penelitian yang berjudul Eksistensi Komunitas Lesbian yang

terpinggirkan di Kelurahan Kuta, Bali, peneliti menaruh perhatian pada identitas

lesbian yang membedakan dengan kaum heteroseksual. Hasil penelitian

mengungkapkan bahwa kehidupan kaum lesbian di Kuta, Bali tergolong glamour,

hal ini dicerminkan dari seringnya mereka pergi ke tempat hiburan malam hanya

sekedar hang out. Sementara itu faktor-faktor yang menyebabkan lesbian seperti

faktor biologis, psikososial, lingkungan saling mempengaruhi. Dengan demikian

(6)

memunculkan makna yang meliputi pencarian identitas dan makna solidaritas, bagaimanapun komunitas lesbian harus mulai dipertimbangakan karena merupakan bagian dari masyarakat dan ingin menunjukkan citra diri dan eksistensinya kepada masyarakat hanya untuk sekedar pengakuan (Handayani, 2011).

Penelitian Meyer dan Lewin menyatakan bahwa kekerasan negara terhadap lesbian merupakan salah satu bentuk pengabaian dan pelanggaran hak asasi manusia oleh negara. Diskriminasi terhadap kelompok minoritas juga memunculkan dampak-dampak lain seperti prasangka seksual, homophobia yakni ketakutan berlebih atas kelompok-kelompok manusia dengan orientasi seksual yang berbeda sehinga memunculkan banyak perlakuan kasar, diskriminasi.

Selanjutnya peneliti memaparkan mengenai kekerasan negara terhadap kaum LGBT akibat konstruksi sosial masyarakat yang hidup dalam budaya patriarki yang memiliki pengharapan terhadap peran gender sesuai dengan jenis kelamin yang dimiliki. Namun, sayangnya ketika masyarakat dihadapkan dengan kaum minoritas ini akan memunculkan banyak permasalahan, khususnya permasalahan yang muncul dari arah negara dengan budaya ‘kaku’ mengenai peran gender sesuai kodrat, meliputi diskriminasi, perlakuan tidak adil, cemooh hingga tindak kekerasan (Rahmawati, 2010)

Penelitian selanjutnya mengambil fokus yakni mengidentifikasi beberapa

isu seksualitas kaum lesbian masih terpinggirkan, baik secara akademik maupun

politik menjadi dasar pemikiran dalam penelitiannya mengenai konsep diri seorang

lesbian. Pertama, Komnas Perempuan dalam peluncuran sebuah buku mengenai

seksualitas lesbian, menyebutkan bahwa masih terpinggirkannya isu seksualitas

(7)

perempuan, khususnya relasi seksual sesama jenis. Peminggiran ini dilakukan berlandaskan agama, budaya, norma sosial, konsesus masyarakat atau kelaziman masyarakat patriarkal yang cenderung untuk tidak mendengarkan suara perempuan. Kedua, terjadi bias terhadap penelitian mengenai seksualitas (Kembaren, 2014).

Blackwood menjelaskan bahwa adanya keengganan dan bahkan ketidakmampuan untuk menggali informasi atas praktek-praktek seksual yang dilakukan oleh perempuan sebab akses informasi yang didominasi oleh peneliti laki-laki serta sikap ketidakpedulian mereka terhadap keragaman seksual. Ketiga, bahwa adanya fakta mengenai kaum lesbian sebagai pihak yang mengalami diskriminasi yang berlapis, baik diskriminasi sebagai perempuan oleh sistem patriarki dan ideologi heteroseksismenya dan diskriminasi atas preferensi seksual yang berbeda dari heteroseksual

3

.

Munculnya organisasi-organisasi untuk memperjuangkan hak asasinya sebagai seorang manusia merupakan bentuk eksistensi yang nyata dari kaum yang tergolong minoritas ini. Meski tidak sebebas kaum gay dan waria, namun perempuan lesbian tampaknya mulai menujukkan eksistensi dan berunjuk gigi untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang LGBT. Tidak ada asap maka tak ada api, pepatah yang tepat untuk fenomena perempuan lesbian yang memperjuangkan haknya sebagai seorang perempuan dengan orientasi seksual yang berbeda. Meski turut serta dalam memperjuangkan hak sebagai seorang

3 Merupakan tulisan Saskia E. Wieringa, DR. Evelyn Blackwood, “Gambaran Lesbianisme : Tantangan Kebisuan dalam Studi Seksualitas”, Hasrat Perempuan : Relasi Seksual Sesama Perempuan dan Praktek Perempuan Transgender di Indonesia, eds. Prof. DR. Saskia E. Wieringa, DR. Evelyn Blackwood.

(8)

warga negara, namun didalam pikiran dan hati masing-masing pelaku tentulah berbeda.

Dalam perjuangan hak kebebasan orientasi seksual serta menuntut pengakuan atas eksistensinya, tentu memiliki dasar pemikiran yang khas, yang membedakan antara satu dengan yang lain. Masing-masing perempuan memiliki tolak ukur yang berbeda dalam perjuangan hak yang meliputi kebebasan seksual, perilaku anti-diskriminatif, dan mendapat pengakuan, memiliki alasan yang berbeda, dan cara pandang yang berbeda mengenai dunia yang mereka diami. Hal ini tentu mempengaruhi pandangan mereka mengenai perjuangan hak yang mereka lakukan. Sebab, isu mengenai seksualitas perempuan masih isu yang kontroversial di Indonesia. Dyah Irawaty dalam Komnas Perempuan menyatakan bahwa para aktivis LGBT dan gerakan perempuan telah dengan berani menyuarakan suaranya dengan tujuan untuk memecah kebisuan publik dan mengangkat masalah seksualitas yang masih tabu dan berhasil menelurkan alat utama dalam perjuangan hak LGBT dalam Yogyakarta Principle tahun 2006

4

.

Yogyakarta Principle adalah seperangkat prinsip-prinsip yang berkaitan

dengan identitas gender, yang dimaksudkan untuk menerapkan standar hukum hak asasi manusia internasional untuk mengatasi pelecehan hak asasi manusia terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender. Berisi 29 prinsip yang diadopsi dengan suara bulat oleh para ahli, bersama dengan rekomendasi kepada Pemerintah dan lembaga-lembaga Pemerintah dan PBB

5

. Yogyakarta Principle sebagai respon atas ketiadaan implementasi hak asasi manusia dasar untuk LGBT

6

. Sehingga, menjadi

4www.komnasperempuan.or.id

5www.wikipedia.org

6www.lgbtnet.dk

(9)

anggota dari sebuah komunitas dan memperjuangkan hak adalah sesuatu hal yang bisa dilakukan agar mendapat ‘tempat’ dimasyarakat.

Banyak studi dan penelitian yang telah dilakukan dengan mengambil tema kaum lesbian. Baik dari sisi psikologis, proses coming out, lingkungan keluarga dan sebagainya. Tema penelitian ini menjadi berbeda dengan penelitian lain, sebab melihat sisi lain perempuan lesbian dalam perjuangan hak ketika menggaumnya perjuangan hak asasi manusia atas kaum lesbian yang muncul dipermukaan dan menjadi secara terbuka untuk membuka diri kepada khalayak ramai. Kendati masyarakat masih terlena dengan keberadaan homoseksual, waria dan gay, namun bukan berarti kaum lesbian tidak mampu untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang lesbian secara kolektif melalui sebuah organisasi maupun komunitas aktif.

Berbeda dengan perempuan ‘biasa’ yang sesuai dengan pengharapan masyarakat atas peran gender sesuai dengan kodrat yang dimiliki. Perempuan lesbian memiliki berbagai pengetahuan mengenai hak asasi yang diperjuangkan. Kendati dilakukan secara kolektif melalui sebuah organisasi maupun komunitas, namun masing- masing diri tentu memiliki alasan yang menjadi dasar pemikiran dan cara pandang dalam perjuangan hak dalam kebebasan seksual yang terdapat dalam hati dan pikiran yang tentu berbeda antara satu sama lain.

Penelitian selanjutnya mengenai penanganan konflik lembaga swadaya masyarakat Arus Pelangi dengan Front Pembela Islam atau FPI dan Hizbut Tahrir Indonesia, menyimpulkan bahwa masyarakat cenderung mengalami homophobia atau ketakutan yang dirasakan terhadap keberadaan individu-individu yang memiliki perbedaan orientasi seksual dengan masyarakat pada umumnya.

Ketakutan hingga berujung pada penolakan terhadap kaum gay, lesbian dan

(10)

biseksual adalah hal yang tidak memiliki dasar yang jelas maupun informasi dan pengetahuan mengenai LGBT. Selain itu, mengatasnamakan agama dengan melakukan perbuatan diskriminatif terhadap kaum minoritas. Kendati memiliki perbedaan orientasi seksual, bukan berarti tidak mendapatkan perlakuan yang layak, seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk penghidupan yang layak, perlakuan yang setara di mata Negara (Sakinah, 2011).

Selanjutnya, Negara dengan keanekaragaman budaya seharusnya mewadahi komunitas yang bergerak di bidang LGBT, literasi media sebagai sebuah gerakan yang menawarkan solusi untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan pengaksesan, pengkomunikasian, analisis dan penyebarluasan pesan kepada masyarakat guna mencegah perlakuan diskriminatif terhadap kaum minoritas. Serta pemanfaatan media massa dalam kehidupan sehari-hari oleh individu yang memiliki orientasi seksual yang berbeda dalam rangka memberikan penjelasan dan pengertian mengenai isu seksualitas terhadap khalayak ramai.

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Waskito mengenai studi deskriptif pemahaman literasi media dalam organisasi komunitas LGBT PLU Satu Hati tersebut (Waskito, 2012)

Menjadi perempuan sekaligus lesbian memunculkan anggapan bagi

individu lesbian bahwa ketidakadilan yang dirasakan adalah berlapis. Menjadi

perempuan dan lesbian. Menurut Khoirul Faizain dalam artikelnya yang berjudul

Mengintip Feminisme dan Gerakan Perempuan menyatakan bahwa, sepanjang

sejarah hingga saat ini perempuan tidak pernah dipertimbangkan sebagai warga

Negara yang bebas dari hak-hak istimewa, tugas-tugas khusus dan perlindungan

hukum nasional maupun internasional bagi warga Negara. Dengan pembatasan

(11)

bentuk perlindungan ini justru membuat perempuan tidak mempunyai peranan dalam Negara dan pembangunan (Faizain, 2007).

Menurut Damayanti, diskriminasi yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat dianggap merugikan bagi individu lesbian. Khusus di Indonesia, Wieringa menjelaskan bahwa ideologi kuat bahwa perempuan harus menikah, perempuan yang tidak nikah dianggap tidak komplit, tidak normal, akan menyulitkan seorang perempuan jika ia adalah seorang lesbian. Seperti penelitian mengenai pergulatan lesbian di Kota Surabaya tepatnya Pasar Niaga Kartika, Surabaya memusatkan perhatian pada keterbukaan individu terhadap orang lain atau masyarakat yang cenderung bernilai nol, atau tidak terbuka sama sekali kecuali terhadap kelompoknya sendiri, dan wilayah privat sangat dihargai oleh perempuan lesbian dengan alasan manjaga nama baik keluarga, selain itu, heteroseksualitas menjadi suatu hal yang telah dilembagakan dan difokuskan secara eksklusif pada perannya yang mengatur homoseksualitas (Damayanti, 2013) Perilaku diskriminatif seringkali dilakukan oleh masyarakat homophobia terhadap kaum-kaum minoritas, khususnya waria. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuliani, sebagaimana UUD tahun 1999 no. 39 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 3 ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”

dan pasal 5 ayat 3 menyatakan “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat

yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan

dengan kekhususannya”. Kendati memiliki hukum yang jelas peraturannya

mengenai kebebasan hak dalam kesetaraan namun tampaknya masyarakat

homophobia masih melakukan tindakan diskriminatif terhadap kaum minoritas.

(12)

Dalam tulisannya, Dede Oetomo menjelaskan bahwa dengan latar represi terang- terangan maupun tersembunyi terhadap orang-orang gay, lesbian, waria, biseks dan interseks, diperlukan kepemimpinan yang kuat untuk berorganisasi dan menegakkan hak-hak kelompok LGBT (Lesbian, gay, Biseksual dan Transgender).

Selanjutnya pengorganisasian lesbi adalah usaha yang lebih sulit jika dibandingkan dengan kaum gay dan waria. Organisasi yang ada memiliki jumlah yang relatif lebih sedikit dan cenderung tidak terbuka kepada media massa (Oetomo, 2010)

Peneliti memfokuskan arah penelitian pada fenomena kelompok LBT (Lesbian, Biseksual dan Transgender). Kelompok LBT (Lesbian, Biseksual dan Transgender) adalah kelompok perempuan yang memiliki ragam ekspresi gender dan perbedaan orientasi seksual. LBT adalah singkatan dari Lesbian, Biseksual dan Transgender, berbeda dengan LGBT yang selain berfokus pada kelompok perempuan juga memfokuskan diri pada kelompok laki-laki yang memiliki ragam ekspresi gender dan perbedaan orientasi gender. Keberadaan kelompok LBT cenderung lebih tertutup bila dibandingkan dengan kelompok gay, sebab kelompok perempuan lebih rentan untuk menerima perlakuan yang diskriminatif daripada kelompok gay atau pria.

Dengan latar belakang demikian, peneliti hendak menguak sisi lain dalam aktivitas dan eksistensi perempuan lesbian dalam sebuah komunitas atau organisasi kaum minoritas dalam memperjuangkan hak asasi sebagai seorang manusia, apa yang mendasari pikiran mereka sebagai seorang pejuang hak LBT.

Sebuah perjuangan hak kebebasan seksual tentu membutuhkan keutuhan diri

didalamnya. Memunculkan kembali hakikat perjuangan hak dalam kebebasan

seksual dan pengakuan dengan azaz keadilan dan kesetaraan dalam sebuah bingkai

(13)

konstruksi sosial perempuan lesbian serta bagaimana bentuk eksistensi diri dalam perjuangan hak-hak seorang lesbian untuk mendapatkan yang perlakuan berdasarkan asas kesetaraan dan keadilan. Disamping itu, jumlah komunitas atau organisasi lesbian terbilang cukup sedikit jika dibandingkan dengan kelompok waria atau gay yang lebih terbuka terhadap masyarakat heteroseksual. hal ini menjadi salah satu hal yang menarik untuk diteliti.

I.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan paparan latar belakang masalah yang telah disajikan sebelumnya mengenai perempuan lesbian dan segala hak-hak sebagai warga Negara, adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perempuan lesbian mengkonstruksi perjuangannya untuk mendapatkan hak yang setara dengan masyarakat (heteroseksual) lainnya?

Kemunculan kelompok perempuan lesbian di Kota Surabaya dengan berbagai aktivitas positif untuk menunjukkan kepada masyarakat luas mengenai keberadaan perempuan lesbian tentu akan menuai pro dan kontra. Masyarakat tentu memiliki pandangan dan bagaimana mereka mengkonstruksikan perempuan lesbian dalam sudut pandangnya tentu akan memperluas hasil penelitian yang lebih menyeluruh dan variatif. Adapun pertanyaan peneltian sebagai berikut :

2. Bagaimana warga Surabaya mengkonstruksikan perempuan lesbian dan organisasi yang menaungi kelompok LBT?

Fenomena perempuan lesbian dan kelompok LBT (lesbian, biseksual dan

transgender) akan dianalisis dengan teori Seksualitas dan Kekuasaan oleh Michel

Foucault. Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :

(14)

3. Bagaimana Teori Kekuasaan mengenai seksualitas Michel Foucault memahami fenomena perempuan lesbian dalam perjuangan hak?

Persepsi dan konstruksi seseorang akan berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka akan menghasilkan pertanyaan yang komprehensif dan menyeluruh atas fenomena aktivis hak kebebasan seksual ini.

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentulah memiliki maksud dan tujuan.

Mempunyai faedah dan manfaat bagi peneliti khususnya dan khalayak ramai umumnya merupakan suatu pencapaian akhir dari sebuah penelitian. Tujuan penelitian yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Seperti yang dimaksud seperti di bawah ini:

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui sisi lain perempuan lesbian untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang dalam komunitas LGBT

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana perempuan lesbian mengkonstruksikan perjuangan hak kebebasan seksual dan bagaimana mempertahankan eksistensi diri dalam kegiatan perjuangan hak kebebasan seksual.

2. Sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi mengenai perbedaan yang muncul di dalam masyarakat yang memiliki tujuan untuk memberi pengertian dan pengetahuan dalam menyikapi perbedaan khususnya fenomena perempuan lesbian dalam sebuah organisasi.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

(15)

A. Manfaat Akademis

1. Untuk mendidik mahasiswa agar mampu mengidentifikasi karakteristik masyarakat berdasarkan hubungan atau pola hubungan masyarakat dengan segala realita di dalamnya.

2. Untuk mengembangkan wawasan dan disiplin ilmu baik secara teori maupun praktek yang berhubungan dengan bidang studi Sosiologi dan seluk-beluknya agar tidak bersifat abstraksi.

3. Untuk mengetahui dunia penelitian sesuai ilmu yang telah diperoleh di dalam bangku perkuliahan.

4. Untuk dapat memahami dan mengerti pola kehidupan, motif tindakan, interaksi, ikatan sosial, fenomena-fenomena menarik yang terjadi didalam masyarakat yang telah dikaji lebih lanjut berdasarkan prosedur ilmiah.

B. Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk pelaksanaan penelitian yang sejenis dimasa yang akan datang.

2. Membantu memberikan informasi dan referensi terhadap peneliti selanjutnya dalam konteks penelitian sejenis

3. Menjadi sarana komunikasi dan memberikan informasi serta pengetahuan bagi

masyarakat mengenai konsep lesbian dalam organisasi yang bertujuan untuk

meningkatkan kepedulian atas dasar kesetaraan terhadap sesama.

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian observasional bersifat deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dari rekam medis dan data penggunaan antibiotik Instalasi Farmasi

Permasalahan selanjutnya adalah tidak semua guru di sekolah terutama guru di tingkat Sekolah Dasar mampu membuat atau merancang alat peraga pembelajaran sebagai alat bantu

Riset dapat diartikan sebagai suatu penyelidikan, pemeriksaan, pencermatan, percobaan yang membutuhkan ketelitian dengan menggunakan metode/kaidah

Proses berpikir intuitif dalam menyelesaikan masalah matematika dari subjek penelitian diungkapkan melalui observasi dan wawancara berdasarkan pada lembar tugas

Skripsi yang ditulis oleh Bonita Kristina Sinaga dan Mardiyanto (2016) dengan judul Sistem Informasi Surat Masuk dan Surat Keluar Berbasis Microsoft Access pada PT

Air hujan yang turun dapat mengalir ke rain garden melewati daerah hamparan, melalui sengkedan yang terbuka yang dihiasi dengan tanaman dan bebatuan atau melalui

Sehingga rancangan antena yang dibuat dalam penelitian ini adalah antena mikrostrip segiempat susun empat elemen, dengan pencatuan paralel yang simetris menggunakan saluran

Segmentasi citra medis dengan metode kontur aktif multiresolusi dilakukan untuk mendapakan hasil segmentasi obyek yang sesuai dan akurat. Metode kontur aktif