DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... .i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... ..iv
ABSTRAK ... ..vi
DAFTAR ISI ... .vii
DAFTAR TABEL ... ..ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... .xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Operasional... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
A. Belajar dan Pembelajaran ... 11
B. Matematika ... 13
1. Pengertian Matematika... 13
a. Matematika sebagai Ilmu Terstruktur dan Berkaitan ... 14
b. Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu ... 14
C. Pendekatan Problem Posing ... 15
1. Pengertian Problem Posing ... 15
2. Problem Posing dalam Pembelaran Matematika ... 16
3. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing ... 22
D. Pemecahan Masalah Matematis ... 26
F. Sikap dan Minat Siswa ... 37
G. Penelitian yang Relevan ... 39
H. Hubungan Pembelajaran Matematika dengan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 41
I. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN... 43
A. Desain Penelitian ... 43
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44
C. Instrumen Penelitian... 44
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 45
2. Skala Sikap ... 54
D. Teknik Analisis Data ... 54
E. Agenda Penelitian ... 59
1. Tahap Persiapan ... 59
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 59
3. Tahap Penulisan Data dan Penyusunan Laporan ... 60
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A. Hasil Penelitian ... 61
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 61
2. Kemampuan Koneksi Matematis ... 72
3. Sikap Siswa ... 83
B. Pembahasan ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran-Saran ... 95
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Rubrik Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 45
Tabel 3.2 Pedoman Rubrik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 46
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 48
Tabel 3.4 Rekapitulasi Validitas Skor Butir Soal Hasil Uji Coba ... 48
Tabel 3.5 Interpretasi Reliabilitas ... 49
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Beda ... 50
Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Daya Beda ... 51
Tabel 3.8 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 52
Tabel 3.9 Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran ... 52
Tabel 3.10 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 53
Tabel 3.11 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 57
Tabel 3.12 Kualitas Pencapaian Kemampuan ... 57
Tabel 3.13 Kriteria Sikap ... 58
Tabel 3.14 Jadwal Penelitian ... 60
Tabel 4.1 Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 62
Tabel 4.2 Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 63
Tabel 4.3 Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 64
Tabel 4.4 Uji t Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 65
Tabel 4.5 Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 66
Tabel 4.6 Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 67
Tabel 4.7 Uji Homogenitas Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 68
Tabel 4.9 Hasil Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis ... 70
Tabel 4.10 Uji Normalitas dan Homogenitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 71
Tabel 4.11 Uji Mann-Whitney Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 72
Tabel 4.12 Hasil Pretes Kemampuan Koneksi Matematis ... 73
Tabel 4.13 Uji Normalitas Kemampuan Koneksi Matematis ... 74
Tabel 4.14 Uji Homogenitas Kemampuan Koneksi Matematis ... 75
Tabel 4.15 Uji Mann-Whitney Kemampuan Koneksi Matematis ... 76
Tabel 4.16 Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 76
Tabel 4.17 Uji Normalitas Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 78
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 79
Tabel 4.19 Uji t Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 79
Tabel 4.20 Hasil Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematis ... 80
Tabel 4.21 Uji Normalitas dan Homogenitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematis ... 82
Tabel 4.22 Uji t Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematis ... 82
Tabel 4.23 Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing ... 84
Tabel 4.24 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing ... 85
Tabel 4.25 Kriteria Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika denga Pendekatan Problem Posing ... 85
Tabel 4.26 Pendapat Siswa terhadap Situasi yang Ditampilkan dalam Pemebelajaran ... 86
Tabel 4.27 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Situasi yang Ditampilkan dalam Pembelajaran ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Alur Pembelajaran Problem Posing ... 25
Gambar 3.1 Diagram Alur Statistik ... 58
Gambar 4.1 Grafik Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 62
Gambar 4.2 Grafik Deviasi Standar Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 62
Gambar 4.3 Grafik Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 66
Gambar 4.4 Grafik Deviasi Standar Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 67
Gambar 4.5 Grafik Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 70
Gambar 4.6 Grafik Hasil Pretes Kemampuan Koneksi Matematis ... 73
Gambar 4.7 Grafik Deviasi Standar Hasil Pretes Koneksi Matematis ... 73
Gambar 4.8 Grafik Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 77
Gambar 4.9 Grafik Deviasi Standar Hasil Postes Koneksi Matematis ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 PERANGKAT PEMBELAJARAN ...106
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Ekperimen ...106
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ...118
c. Lembar Kerja Siswa Kelas Ekperimen ...129
d. Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol ...143
LAMPIRAN 2 INSTRUMEN PENELITIAN ...147
a. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Pemecahan Masalah ...147
b. Soal Kemampuan Pemecahan Masalah ...148
c. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Pemecahan Masalah ...150
d. Kisi-Kisi Soal Koneksi Matematis ...154
e. Soal Koneksi Matematis ...155
f. Kunci Jawaban Soal Koneksi Matematis ...156
g. Naskah Soal Pretes ...159
h. Naskah Soal Postes ...161
i. Kisi-Kisi Skala Sikap ...163
j. Skala Sikap ...164
LAMPIRAN 3 HASIL INSTRUMEN PENELITIAN ...165
a. Beberapa Hasil Uji Coba Soal ...167
b. Beberapa Hasil Pretes ...169
c. Beberapa Hasil Kerja Siswa ...171
d. Beberapa Hasil Skala Sikap ...177
e. Beberapa Hasil Postes ...179
LAMPIRAN 4 ANALISIS HASIL UJI COBA SOAL...181
a. Analisis Validitas Soal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis...181
b. Analisis Reliabilitas Soal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis...182
c. Analisis Daya Beda Soal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis...183
d. Analisis Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Pemecahan Masalah
dan Koneksi Matematis ...183
LAMPIRAN 5 ANALISIS HASIL POSTES DAN PRETES ...184
a. Daftar Skor Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Kelas Eksperimen ...184
b. Daftar Skor Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Kelas Kontrol ...185
c. Analisis Hasil Skala Sikap ...186
d. Uji Normalitas ...187
e. Uji Homogenitas ...206
f. Uji t ...212
g. Uji Mann-Whitney ...213
LAMPIRAN 6 SURAT KETERANGAN DAN FOTO PEMBELAJARAN ...218
a. Surat Keterangan Penelitian ...218
b. Foto Diskusi Kelompok ...219
c. Foto Presentasi Kelas ...219
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat.
Tuntunan dunia yang semakin kompleks mengharuskan siswa harus memiliki
kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar dan kemampuan
bekerjasama yang efektif. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan
dalam pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan
keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa
terampil berpikir rasional (Irwan, 2011). Oleh karena itu, perbaikan dan
peningkatan mutu pembelajaran matematika menjadi hal yang mutlak agar
mampu mengikuti perkembangan tersebut dan menjawab tuntutan dunia.
Matematika sebagai ilmu dasar yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan
memiliki fungsi yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Matematika
berperan penting dalam membentuk keterampilan berpikir kritis, logis, kreatif,
dan mampu bekerja sama. Pembelajaran di kelas harus mempertimbangkan
kemampuan berpikir matematis siswa sebagai tujuan hasil belajar.
Peneliti dan pendidik telah memberikan banyak perhatian yang tidak hanya
difokuskan pada pemahaman siswa terhadap konsep, tetapi juga pada
keterampilan berpikir, penalaran, dan penyelesaian masalah mereka dengan
generatif, dan eksploratif. Henningsen dan Stein (Sumarmo, 2000) menamakan
proses matematika itu dengan istilah bernalar dan berpikir matematis tingkat
tinggi. Beberapa aspek berpikir matematis tingkat tinggi adalah pemecahan
masalah matematis, komunikasi matematis, penalaran matematis, koneksi
matematis (NCTM, 2000).
Pembelajaran matematika dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1)
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Pembelajaran matematika harus membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif.
Kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis merupakan
kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Kedua kemampuan ini merupakan
suatu kompetensi yang harus dimiliki siswa sebagaimana dinyatakan dalam
kurikulum matematika yang tercantum dalam standar isi pembelajaran
matematika. Wahyudin (1999) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan
sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi
juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah
keseharian siswa atau situasi-situasi dalam pembuatan keputusan. Kemampuan
koneksi matematis juga merupakan kemampuan yang sangat penting sebagaimana
tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Namun demikian, kenyatan di
lapangan berdasarkan hasil observasi Gordah (2008) menunjukkan bahwa
pemecahan masalah dan koneksi matematis dalam pembelajaran matematika
belum dijadikan sebagai proses utama.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah dan koneksi matematis siswa pada umumnya masih rendah. Yonandi
(2011) mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan koneksi
matematis siswa masih kurang. Kelemahan yang paling banyak ditemui pada hasil
menjawab hubungan konsep matematika yang digunakan. Kelemahan siswa pada
kemampuan pemecahan masalah matematis adalah pada aspek merencanakan
penyelesaian dan memeriksa kembali. Kemudian juga berdasarkan hasil tes yang
dikeluarkan oleh Program for International Student Assessment (PISA) 2009, tes
yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD), Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara,
Indonesia masih berada di urutan bawah. Hal ini menunjukkan belum terjadi
peningkatan dari hasil tes PISA 2003 dimana Indonesia berada di peringkat ke-35
dari 41 negara. Atas dasar itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan
kemampuan tersebut.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga pendidik adalah
melakukan inovasi pembelajaran matematika. Sebagaimana disarankan oleh
Ausabel (Ruseffendi, 2006) bahwa sebaiknya pembelajaran matematika
menggunakan metode pemecahan masalah, inquiri, dan metode belajar yang
dapat menumbuhkan berpikir kreatif dan kritis, sehingga siswa mampu
mengubungkan/ mengaitkan (koneksi) dan memecahkan antara masalah
matematika, pelajaran lain atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
KTSP yang mengarahkan pendekatan pemecahan masalah sebagai fokus
dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi
tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model
Salah satu pembelajaran matematika yang dapat menimbulkan dampak
positif terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah adalah
pembelajaran matematika dengan pendekatan probem posing (Muhfida, 2010).
Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa
dalam menerapkan konsep matematika (Tim PTM, 2002). Silver dan English
(Irwan, 2011) mengungkapkan bahwa problem posing adalah pengajuan masalah
yang merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan pada
perumusan soal menyelesaikannya berdasarkan situasi yang diberikan kepada
siswa. Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing dapat
mengembangkan kemampuan matematis atau menggunakan pola pikir matematis
karena dalam pendekatan problem posing soal dan penyelesaiaannya dirancang
sendiri oleh siswa.
Beberapa ahli menganjurkan penggunaan problem posing dalam kurikulum
matematika. Schoenfeld dan NCTM (Irwan, 2011) mengatakan bahwa problem
posing meliputi aktivitas yang dirancang sendiri oleh siswa dan dapat
merangsang seluruh kemampuan siswa sehingga diperoleh pemahaman yang
lebih baik. Hal ini sejalan dengan pendapat English dan Brown & Walter
(Irwan, 2011) yang menjelaskan bahwa problem posing adalah penting dalam
kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas
matematika, termasuk aktivitas siswa membangun masalah sendiri.
Proses pembelajaran matematika yang kurang menarik dan tidak variatif
(Maletsky dan Sobel, 2003). Pembelajaran problem posing sebagai salah satu
pembelajaran alternatif dapat meningkatkan minat dan sikap siswa terhadap
pembelajaran matematika, karena penyajian materi dirancang menarik, variatif
dan memacu siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini diungkapkan
oleh English (1998) bahwa pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa
dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab
ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang
dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah
matematis.
Berdasarkan uraian di atas, muncul pertanyaan, apakah pembelajaran
matematika dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa. Untuk menjawab pertanyaan
ini, maka penulis merasa terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Peneliti membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem posing lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran
2. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem
posing lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran
konvensional?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem posing?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem posing dan pembelajaran konvensional.
2. Menganalisis peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem
posing dan pembelajaran konvensional.
3. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem posing.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa, dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem posing akan memberikan dampak positif pada kebiasaan belajar
kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa,
diharapkan dapat memberikan dampak kepada siswa dalam menangani
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi guru, pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing
dapat dijadikan alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru
dapat memilih pembelajaran ini jika ingin meningkatan kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa.
3. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan pengetahuan untuk
mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan matematika.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti,
maka berikut ini dituliskan definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pendekatan Problem Posing
Pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang menekankan pada kegiatan mengajukan masalah dan menjawab
permasalahan yang dilakukan oleh siswa sendiri. Pengajuan masalah
tersebut berdasarkan situasi yang disajikan oleh guru. Adapun
langkah-langkah pembelajaran, yaitu: 1) membuka kegiatan pembelajaran; 2)
menyampaikan tujuan pembelajaran; 3) menjelaskan materi pelajaran, 4)
memberikan contoh soal; 5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk
kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya; 7)
mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan; 8) membuat rangkuman
berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa; 9) menutup kegiatan
pembelajaran. Pemebalajaran ini menjadikan guru berperan sebagai
fasilitator, motivator, dan moderator.
2. Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher centered). Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional
yaitu: 1) Guru menjelaskan materi; 2) Guru memberikan contoh soal; 3)
Guru memberikan soal sejenis untuk dikerjakan oleh siswa; 4) Siswa
mengerjakan lembar kerja siswa. Pembelajaran ini mengarahkan guru
berperan sebagai penyaji materi sehingga transfer pengetahuan yang
terjadi hanya satu arah.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi unsur yang diketahui dan kecukupan unsur
merumuskan, masalah dari situasi sehari-hari ke dalam model
matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah
yang sejenis maupun yang baru, menjelaskan hasil yang diperoleh sesuai
dengan permasalahan awal dan menyelesaikannya serta memeriksa
4. Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan yang mengaitkan
konsep matematika dengan matematika (antar topik dalam matematika),
matematika dengan bidang ilmu lain dan matematika dengan kehidupan
Contents
4Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Rubrik ... 45
Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 45
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Rubrik ... 46
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 46
Tabel 3.3 Intrepretasi Koefisien Korelasi ... 48
Tabel 3.4 Rekapitulasi validitas butir soal hasil uji coba ... 48
Tabel 3.5 Intrepretasi Reliabilitas ... 49
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 50
Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Daya Pembeda ... 51
Tabel 3.8 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 52
Tabel 3.9 Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran ... 52
Tabel 3.10 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 53
Tabel 3.11 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 57
Tabel 3.12 Kualitas Pencapaian Kemampuan ... 57
Tabel 3.13 Kriteria Sikap ... 58
Gambar 3.1 Diagram Alur Uji Statistik ... 58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa dengan pembelajaran problem
posing lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Sehingga dalam
penelitian ini ada perlakuan yang berbeda terhadap dua kelas, untuk kelas
eksperimen dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing
dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui, apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah dan koneksi matematis siswa dengan pembelajaran problem posing
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen karena
peneliti menerima subjek penelitian apa adanya, artinya subjek penelitian tidak
dikelompokkan secara acak. Hal ini dikarenakan tidak memungkinkan secara
administratif dan apabila dilakukan secara acak maka akan menyebabkan tidak
alaminya situasi kelompok subjek. Desain penelitian ini menggunakan desain
kelompok kontrol pretes-postes. Adapun desain penelitian digambarkan sebagai
berikut:
O X O
Keterangan:
X : Pembelajaran problem posing
O : Pretes/ postes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi
matematis siswa
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian dilakukan pada siswa sebuah Madrasah Aliyah (MA) di
Kabupaten Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
di MA tersebut. MA yang menjadi tempat penelitian adalah sebuah Madrasah
yang berada di lingkungan pesantren dan telah terakreditasi A atau baik sekali.
Adapun karakteristik siswanya adalah pendatang dan tinggal di Pondok Pesantren
yang memiliki jadwal yang padat di luar pembelajaran di kelas.
Pengambilan sampel dengan tehnik purposive sampling,yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Sampel
sebanyak dua kelas dari enam kelas yang ada di MA tersebut. Pengambilan
sampel berdasarkan pertimbangan guru bidang studi yang mengajar bidang studi
matematika yang mengajar di kelas X, yang melihat bahwa penyebaran siswa di
kedua kelas yang dipilih sebagai sampel merata secara akademik.
C. Instrumen Penelitian
Sesuai dengan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
instumen penelitian ini melibatkan dua jenis instrumen yaitu tes dan non-tes.
masalah dan koneksi matematis. Sedangkan instrumen non tes terdiri dari skala
sikap. Masing-masing instrumen diuraiakan sebagai berikut.
1. Tes Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis
Tes diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran matematika, baik pada
siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem posing maupun pembelajaran konvensional.
Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mencakup sub
pokok bahasan, aspek kemampuan yang diukur, indikator serta jumlah soal.
Setelah membuat kisi-kisi kemudian dilanjutkan dengan menyusun soal dan
kunci jawaban yang mengacu kepada pedoman penskoran.
Adapun pedoman penilaian didasarkan pedoman penskoran rubrik untuk
kemampuan koneksi matematis yang dimodifikasi dari Sumarmo (1994),
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Rubrik Tes Kemampuan Koneksi Matematis
Reaksi Terhadap Soal/ Masalah Skor
Tidak ada jawaban 0
Jawaban hampir tidak mirip/ sesuai dengan pertanyaan, persoalan
atau dengan masalah 1
Jawaban ada beberapa yang mirip/ sesuai dengan pertanyaan, persoalan atau dengan masalah tetapi koneksinya tidak jelas 2 Jawaban ada beberapa yang mirip/ sesuai dengan pertanyaan, persoalan atau dengan masalah dan koneksinya jelas tetapi kurang lengkap
3
Jawaban mirip/ sesuai dengan pertanyaan, persoalan atau dengan
masalah tetapi kurang lengkap 4
Jawaban mirip/ sesuai dengan pertanyaan, persoalan atau dengan
Adapun pedoman penilaian didasarkan pedoman penskoran rubrik untuk
kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimodifikasi dari Sumarmo
(1994), sebagai berikut:
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Rubrik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Aspek yang Dinilai Reaksi Terhadap Soal/ Masalah Skor
Memahami Masalah Tidak memahami soal/ tidak ada jawaban 0 Tidak memperhatikan syarat-syarat soal/ cara interpretasi soal kurang tepat
1
Memahami soal dengan baik 2
Merencanakan Penyelesaian
Tidak ada rencana strategi penyelesaian 0 Strategi yang direncanakan kurang tepat 1 Menggunakan satu strategi tertentu tetapi mengarah pada jawaban yang salah 2 Menggunakan satu strategi tertentu tetapi
tidak dapat dilanjutkan 3
Menggunakan beberapa strategi yang benar dan mengarah pada jawaban yang benar 4 Menyelesaiakan
Masalah
Tidak ada penyelesaian 0
Ada penyelesaian, tetapi prosedur tidak jelas 1 Menggunakan satu prosedur tertentu dan mengarah pada jawaban yang benar 2 Menggunakan satu prosedur tertentu yang benar tetapi salah dalam menghitung 3 Menggunakan prosedur tertentu yang benar
dan hasil benar 4
Memeriksa Kembali Tidak ada pemeriksaan jawaban 0 Pemeriksaan hanya pada jawaban
(perhitungan) 1
Pemeriksaan hanya pada proses 2
Pemeriksaan pada proses dan jawaban 3
Soal-soal tersebut diujicobakan agar diketahui tingkat validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda untuk memperoleh soal
yang baik, maka. Uji coba instrumen dilakukan di Kelas XI Madrasah Aliyah
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan uji coba soal adalah sebagai
berikut:
a. Soal dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk melihat
validitas isi dan validitas konstruk berkenaan dengan ketepatan alat
ukur dengan materi yang akan diuji.
b. Kemudian untuk mengetahui validitas tes maka dicari koefisien
korelasi antara instrumen evaluasi dengan alat ukur lainnya yang
diasumsikan baik. Untuk memperoleh koefisien korelasi tersebut,
digunakan rumus korelasi produk-moment dengan angka kasar
(Suherman, 2003) :
= � −( )
� 2 − 2 � 2 − 2
Keterangan :
= Koefisien validasi
� = Banyaknya subyek validasi
= Nilai hasil uji coba
= Nilai total
Untuk menentukan kriteria derajat validitas sebagaimana
Tabel 3.3 Intrepretasi Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Interpretasi
0,90 ≤ ≤ 1,00
Sangat Tinggi (Sangat Baik) Tinggi (Baik)
Sedang (Cukup) (Rendah)
Sangat Rendah Tidak Valid
Berikut ini hasil perhitungan validitas item soal kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematis pada tabel berikut:
Tabel 3.4 Rekapitulasi validitas butir soal hasil uji coba
Aspek
Pearson Interpretasi Signifikasi
Kemampuan
3b 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 3c 0,85 Sangat Tinggi Signifikan
Kemampuan Koneksi
4a 0,71 Tinggi Signifikan
4b 0,70 Tinggi Signifikan
5a 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 5b 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 5c 0,85 Sangat Tinggi Signifikan
6 0,66 Tinggi Signifikan
c. Tes dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang tetap apabila
diteskan kepada subjek yang sama, secara berkali-kali dari waktu ke
waktu (Arikunto, 1991). Untuk menghitung koefisien realiabilitas
seperangkat instrumen digunakan rumus Alpha dalam Suherman
11 = −1 1− � 2
2
Keterangan;
11 = Koefisien reliabilitas
= Banyaknya subjek
�2= Jumlah varians dari tiap butir item
2 = Varians dari skor total
Kemudian untuk menginterpretasikan reliabilitas instrumen
menggunakan kriteria yang dibuat Guilford (Suherman, 2003),
sebagaimana yang tersaji dalam Tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5 Intrepretasi Reliabilitas
Nilai r11 Interpretasi
r11 < 0,20
Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Soal aspek kemampuan pemecahan masalah diperoleh r11
adalah 0,76 yang termasuk kedalam kategori tinggi
2) Soal aspek kemampuan pemecahan masalah diperoleh r11
adalah 0,84 yang termasuk kedalam kategori tinggi
d. Daya pembeda atau indeks diskriminasi adalah korelasi antara
jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor jawaban seluruh
soal atau selisih skor jawaban siswa pandai oleh skor jawaban lemah
menentukan daya pembeda tiap butir soal, subjek dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu 27% kelompok atas, 56% kelompok tengah, dan
27% kelompok bawah (Suherman dan Sukjaya, 1990). Rumus yang
digunakan untuk menghitung daya pembeda setiap butir tes, yaitu:
��= � − �
� Keterangan:
�� = Indeks daya pembeda
� = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
� = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
� = Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang
diolah
Setelah daya pembeda diketahui, kemudian diklasisikasikan
dengan klasifikasi daya pembeda (Suherman, 2003) seperti yang tersaji
pada Tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi
�� ≤0,00
kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis pada tabel
Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Daya Pembeda
e. Tingkat kesukaran soal uraian dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
�� =� +�
� +�
Keterangan:
�� = Indeks tingkat kesukaran
� = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
� = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
� = Jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal
yang diolah
Kemudian menurut mengklasifikasi indeks kesukaran (Suherman,
2003) tersaji pada Tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8 Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Indeks Kesukaran Klasifikasi
�� ≤ 0,00
Berdasarkan hasil uji coba diperoleh tingkat kesukaran soal
kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis pada tabel
berikut:
Tabel 3.9 Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran
Aspek Kemampuan No Soal
Secara keseluruhan analisis hasil uji coba instrumen untuk tes
kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis pada Tabel 3.10
Tabel 3.10 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis
Berdasarkan hasil uji coba soal-soal yang terdiri dari tiga soal
untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan tiga soal untuk tes
kemampuan koneksi matematis dapat digunakan semua untuk pretes dan
postes.
Korelasi
Pearson Interpretasi Signifikasi DP Interpretasi IK Interpretasi 1a 0,61 Tinggi Signifikan 0,50 Baik 0,72 Mudah dipakai 1b 0,46 Cukup Signifikan 0,34 Cukup 0,58 Sedang dipakai 1c 0,77 Tinggi Signifikan 0,78 Sangat Baik 0,48 Sedang dipakai 2a 0,40 Cukup Signifikan 0,25 Cukup 0,56 Sedang dipakai 2b 0,73 Tinggi Signifikan 0,59 Baik 0,55 Sedang dipakai 2c 0,43 Cukup Signifikan 0,31 Cukup 0,38 Sedang dipakai 3a 0,78 Tinggi Signifikan 0,38 Cukup 0,25 Sukar dipakai
3b 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 0,38 Cukup 0,19 Sukar dipakai
3c 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 0,25 Cukup 0,13 Sukar dipakai
4a 0,71 Tinggi Signifikan 0,63 Baik 0,69 Sedang dipakai 4b 0,70 Tinggi Signifikan 0,75 Sangat Baik 0,38 Sedang dipakai
5a 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 0,25 Cukup 0,13 Sukar dipakai
5b 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 0,25 Cukup 0,13 Sukar dipakai
5c 0,85 Sangat Tinggi Signifikan 0,13 Jelek 0,06 Sukar direvisi
2. Skala Sikap
Skala sikap adalah Seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada
subjek, objek atau tingkah laku dengan tujuan mengukur sifat. Skala sikap ini
diberikan kepada siswa kelompok eksperimen, dengan tujuan untuk
mengungkapkan secara umum sikap siswa terhadap pembelajaran problem
posing . Skala sikap yang digunakan adalah model skala Likert, dengan
pilihan jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS
(Sangat Tidak Setuju). Pilihan N (Netral) dihilangkan untuk menghindari
sikap ragu-ragu atau rasa aman untuk tidak memihak pada suatu pernyataan
yang diajukan.
D. Teknik Analisis Data
Data-data yang dianalisis berupa data kuantitatif yang terdiri dari hasil tes
dan skala sikap siswa. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
koneksi matematis sebelum dianalisis, peneliti melakukan hal-hal berikut:
1. Menskor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban.
2. Merangkum jawaban dari kelompok eksperimen dan kontrol dalam
bentuk tabel.
3. Menghitung peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan koneksi matematis yang terjadi sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:
�� � � � �= −
Setelah melakukan penskoran, merangkum jawaban dalam tabel dan
menghitung peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
koneksi matematis , maka peneliti melakukan analisis statistik deskriptif sebagai
berikut:
1. Menghitung rerata hitung pretes dan postes, dengan menggunakan
rumus:
2. Menghitung deviasi standar pretes dan postes untuk mengetahui
penyebaran kelompok, dengan menggunakan rumus:
SD = Standar Deviasi
X = rerata
i
X = data ke-i
Selanjutnya peneliti melakukan analisis untuk mengetahui perbedaan rerata
kelas eksperimen dengan kelas kontrol dan peningkatan kemampuan pemecahan
dan koneksi matematis, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menguji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah
data hasil tes berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan
pada data hasil pretes, postes, dan gain dengan menggunakan uji
normalitas lillefors (Kolmogorof-Smirnov).
2. Menguji homogenitas. Uji homogenitas digunakan untuk melihat
apakah data hasil tes homogen atau tidak. Uji homogenitas
mengunakan Levene’s test.
3. Jika diketahui data berdistribusi normal dan homogen, maka
selanjutnya untuk menguji beda dua rerata digunakan uji-t .
Sedangkan jika data berdistribusi normal dan tidak homogen maka
pengujian beda dua rerata yang digunakan uji-t’, yaitu uji beda dua
rerata yang variannya berbeda.
4. Jika diketahui data tidak berdistribusi normal maka untuk menentukan
perbedaan rerata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
digunakan uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
5. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
koneksi matematis siswa dengan pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem posing dianalisis menggunakan gain score
ternormalisasi menurut Hake (1999) dengan rumus sebagai berikut:
= � %− ��%
Keterangan :
= gain score ternormalisasi
� = skor rerata post-test
�� = skor rerata pre-test
Menurut Hake (1999), gain score ternormalisasi merupakan
metode yang baik untuk menganalisis hasil pre-test dan post-test. Gain
score merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat
kefektifan pembelajaran yang dilakukan dilihat dari skor pre-test dan
post-test. Tingkat perolehan gain score ternormalisasi dikategorikdanan
dalam tiga kategori (Hake, 1999), yaitu:
Tabel 3.11 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi
> 0,7
6. Untuk mengkategorikan kualitas kemampuan pemecahan
masalah dan koneksi matematis siswa digunakan penilaian
skala lima dan tabel konversi sebagai berikut:
Tabel 3.12 Kualitas Pencapaian Kemampuan
Persentase Pencapaian Interpretasi
Adapun untuk menjawab rumusan masalah nomor tiga mengenai sikap
siswa terhadap pembelajaran problem posing , dilakukan analisis hasil skala sikap
siswa. Untuk mengkategorikan sikap siswa terhadap pembelajaran problem
posing , peneliti menggunakan tiga kriteria, yaitu
Tabel 3.13 Kriteria Sikap
Rerata Skor Sikap Interpretasi
< − �
Berikut ini alur uji statistik untuk melihat perbedaan dua rerata:
Gambar 3.1 Diagram Alur Uji Statistik
E. Agenda Penelitian
Secara rinci tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Persiapan penelitian dimulai dari pembuatan proposal kemudian
melaksanakan seminar proposal untuk memperoleh koreksi dan masukan dari
tim pembimbing tesis, menyusun instrumen penelitian dan rancangan
pembelajaran, uji coba instrumen dan perbaikan instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan di MA Al Basyariyah pada semester genap tahun
pelajaran 2011-2012, yang implementasinya dilakukan melalui tiga tahapan
yaitu diawali dengan pretes, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas, dan
diakhiri dengan postes. Melaksanakan pretes dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum perlakuan diberikan, dalam menyelesaikan
soal kemampuan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika kepada dua kelompok
sampel. Melaksanakan postes kepada dua kelompok sampel dengan maksud
untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis
setelah mengakhiri pemberian perlakuan. Setelah postes dilaksanakan siswa
yang memperoleh pembelajaran problem posing diminta pendapat mengenai
3. Tahap Analisis Data dan Penulisan Laporan
Kegiatan penelitian yang dilakukan pada tahap ini adalah
mengumpulkan, menganalisis, dan membuat kesimpulan dari data yang
diperoleh pada tahap pelaksanaan, kemudian penulisan laporan hasil
penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007
dan SPSS versi 17.0
Adapun jadwal penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.14 Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan .... 2012
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 Penyusunan Proposal Penelitian 2 Seminar Proposal Penelitian 3 Revisi Proposal Penelitian 3 Pembuatan Instrumen Penelitian 4 Uji Coba Instrumen
5 Pelaksanaan Penelitian 6 Analisis Data
Contents
BAB V ... 94
KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
A.Kesimpulan ... 94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan problem posing masuk
dalam kategori sedang. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional juga
masuk dalam kategori sedang. Namun, peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional. Adapun kualitas kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
matematika dengan pendekatan problem posing masuk dalam kategori
cukup dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional masuk
dalam kategori rendah.
2. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan pendekatan problem posing masuk dalam kategori
sedang. Sedangkan, Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran konvensional masuk dalam kategori
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan problem posing lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Adapun
kualitas kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing masuk
dalam kategori rendah dan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional masuk dalam kategori sangat rendah.
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem posing adalah positif. Rerata sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika dengan pendekatan problem posing adalah sedang.
B. Saran-Saran
Dalam rangka menindaklanjuti pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem posing, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan pembelajaran, diantaranya:
1. Kepada guru, pembelajaran matematika dengan pendekatan problem
posing yang berpusat pada siswa dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pembelajaran di sekolah yang disesuaikan dengan kondisi
sekolah yang bersangkutan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing, antara lain:
a. Lembar kerja siswa yang dibuat harus mampu merangsang siswa untuk
menyusun atau mengajukan pertanyaan sesuai dengan tujuan
b. Jika proses pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok, maka
guru harus membuat strategi yang merangsang seluruh anggota
kelompok aktif dalam proses diskusi.
c. Jika tujuan pembelajaran tidak seluruhnya muncul dalam pertanyaan
yang diajukan siswa, maka guru mendiskusikan tujuan pembelajaran
yang belum tersampaikan bersama siswa di fase refleksi.
2. Kepada para peneliti dan pemerhati pendidikan, penelitian ini masih perlu
ditindaklanjuti dan dikembangkan secara lebih luas untuk mengetahui
lebih jauh efektifitas pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem posing.
3. Kepada peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini perlu ditingkatkan dan
disempurnakan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian
selanjutnya , yaitu: rancangan instrumen dan rencana pembelajaran perlu
dibuat dengan bekerjasama dengan guru yang bersangkutan, supaya bisa
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (1991). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arief, Abdullah. (2005). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa. Skripsi
Jurusan Tadris Prodi. Matematika IAIN SGD Bandung.
As’ari, A.R. (2000). Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru
Matematika. Jurnal Matematika. V, (1) .
Azwar, Saifuddin. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bernardo, Allan B.I. (2001). Analogical Problem Construction and Transfer in
Mathematical Problem Solving. Educational Psychology . 21, (2), 137– 150.
Brown, S. I., & Walter, M. I. (2005). The art of problem posing (3rd edition). New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Buchori, M. (1985). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru
Cai, J., Brook, Michael. (2006). Looking Back in Problem Solving: Mathematic
Teaching.(196). 42-45
Dahar. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Airlangga.
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
Dan Menengah. Jakarta : Depdiknas.
Dhoruri, A. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Matematika Realistik (PMR). Makalah pada Jurusan Pendidikan
Matematika UNY Yogyakarta.
English, L. D. (1998). “Children’s Problem Posing within Formal and Informal
Contexts‖. Journal for Research in Mathematics Education . 29, (1), 83 –
107.
Fatimah, Lilis. (2005). Kemampuan Koneksi Matematika Siswa melalui
Pembelajaran Kontekstual pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial. Skripsi
Jurusan Tadris Prodi. Matematika IAIN SGD Bandung.
Gordah, Eka K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan
Masalah Matematis melalui Pendekatan Open Ended(Studi Eksperimen
pada SMU “X” Di Bandung). Tesis UPI Jurusan Pendidikan Matematika
UPI Bandung.
Hake, R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Area-D-American Educational
Reseach Assosiation’s Division D, Measurement and Research Methology.
[Online]. Tersedia:
http:/list.asu.edu/cgibin/wa?A2=ind9903&:=aera-d&p=R6855. [22 Oktober 2010]
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Hamzah. (2003). Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika
Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Bandung Melalui Pendekatan
Problem Posing. Desertasi pada PPS UPI Bandung.
Hardjana, A.M. (1994. Kiat-kiat Sukses Studi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Kanisius.
Create and Share (SSCS) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Mahasiswa Matematika (Suatu Kajian Eksperimen
pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang (UNP). Jurnal
Penelitian Pendidikan. 12, (1).
Kadir. (2003). Panduan Pengajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika untuk Guru Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah. Jakarta: CV. Irfandi Putra.
Kanginan, Marten. (2007). Belajar Cerdas Matematika untuk Kelas X Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Grafindo Media Utama
Kariadinata, R. (2006). Aplikasi Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran
Matematika sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Matematis
Tingkat Tinggi Siswa SMA. Desertasi pada PPS UPI Bandung.
Kartono, Kartini. (1995). Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju
Kusumah, Y. (2004). Studi Tentang Penerapan Model Pembelajaran Matematika
Berbasis Komputer Tipe Interaksi Tutorial dalam Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. Makalah pada Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UPI Bandung.
Lavy, Ilana dan Irina Bershadsky (2003). ―Problem posing via ―what if not?‖
strategy in solid geometry — a case study”. Journal of Mathematical
Behavior. 22, (2003), 369–387.
Meltzer, DE. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physics: ―Hidden Variabel‖ in Diagnostics
www.physisceducation.net/does/Addendum_on_normalized_gain.pdf. [21
Mei 2011]
Muhfida.(2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia:
http://www.muhfida.com/pendekatanproblemposing.html.
[21 Februari 2011]
Mulia, Ajeng. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi UPI Jurusan
Pendidikan Matematika UPI.
Mulyati, Yanti dkk. (2008). Matematika untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta:
Piranti Darma Kalokatama
National Council of Teacher Of Mathematics. (2000). Principles and Standards
for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standart for School Matematics.
Virginia: Reston.
Nugroho, Bhouno A. (2005). Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS.
Semarang: Andi Yogyakarta
Pasmep.(1989). Solve It, Problem Solving in Mathematics III. Perth: Curtin
University of Technology.
Polya, G. (1973). How to Solve It (2nd Ed). Princeton University Press.
Ramdani, Y. (2004). Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan
Koneksi Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum melalui Penyusunan
Riyanto, Agus. (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Cimahi: Mulia
Medika
Rohaeni, Siti. (2004). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended
untuk Mengembangkan Kemampuan Penalaran Siswa SLTP. Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Ruseffendi, E.T. (1993). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Ruseffendi, ET. 1(991). Pengantar kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.
Ruspiani. (2000). Kemampuan untuk Melakukakn Koneksi. Tesis Jurusan
Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Sari,Virgania. (2007). Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing
Dibanding Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading And
Compotition) Pada Kemampuan Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 16
Semarang Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Pokok Himpunan
Tahun Pelajaran 2006/2007. [Online]. Tersedia: http: //digilib.
unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHe58a.dir/doc.pdf. [11 Maret
2011].
Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online].
Schoenfeld, A H. (1992). Learning to Think Mathematically: Problem
Solving, Meta cognition, and Sense Making in Mathematics. Handbook of
Research on Mathematics Teaching and Learning. New York: Macmillan.
Silver, E.A. (1994). ―On Mathematical Problem Posing‖. For the Learning of
Mathematics. (1), 19-28.
Silver, E.A. & Cai, S.. (1996). An Analysis of Arithmetic Problem Posing by
Middle School Students, Journal for Research in Mathematics Education. 2,
521-539.
Siswono, Y.T.E. (2000). Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran
Matematika di Sekolah (Implementasi dari Hasil Penelitian).Makalah
disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah
Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Sobel, Max A. dan Maletsky, Evan M. (2003). Mengajar Matematika. Bandung:
Erlangga.
Slameto. (1995). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta
Sudarmoyo. (2007). Keefektivan Pembelajaran Kooperatif Tipe Turnamen
Berbantuanan CD Pembelajaran. Tesis Jurusan Pendidikan Matematika
Unnes Semarang.
Sudjana, S. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.
Suharta, I.G.P. (2000). Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi
Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah yang dilaksanakan oleh
Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika.
Bandung: Wijayakusumah.
Suherman, E. dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Individual Text
Book. Bandung: Jurusan FMIPA UPI Bandung
Sumarmo, U. (2008). Berfikir Matematika: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Cara
Memvisualisasinya. Makalah disampaikan pada seminar di Universitas
Indonesia Bandung.
Sumarmo, U., dkk. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika
untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah
Dasar. Laporan Hibah Bersaing Tahap I, Tahap II, Tahap M: Tidak di
terbitkan.
Sumarmo. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Hibah Bersaing Tahap I, Tahap II, Tahap III: tidak diterbitkan.
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suriasumantri, J. (1997). Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Surya¸ Mohamad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung:
Pustaka Bani Quraisi
Suryanto, (1998). Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah
Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP
Malang, 4 April 1998.
Sutiarso, S. (1999). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing
Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak
diterbitkan. Program Pascasarjana UM.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Tampubolon, Ginomgom dan Arya Mattina Sofham. (2011). Matematika untuk
SMA/MA Kelas X. Jakarta: Piranti Darma Kalokatama
The Liang Gie. (1998). Cara Belajar Efisien. Yogyakarta: PUBIB
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA-UPI.
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM). (2002) Meningkatkan Kemampuan
Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem
Posing Secara Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta.
Direktorat Pendidikan.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Jurusan Pendidikan
Matematika UPI Bandung.
Whidiarso, W. (2008). Uji Hipotesis Komparatif. [Online]. Tersedia:
http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf.
Wirodikromo, Sartono. (1996). Matematika untuk SMU Kelas 3-Program IPA
Caturwulan 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Yaniawati, R. Poppy. (2001). Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended
dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa (Studi
Eksperimen pada SMU “X” Di Bandung). Tesis UPI Jurusan Pendidikan
Matematika UPI Bandung.
Yonandi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Matematis Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan
Komputer Pada Siswa SMA. Desertasi UPI Jurusan Pendidikan Matematika
UPI Bandung.
Yuliastuti, Liliek. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa
melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pokok Bahasan Peluang.
Skripsi UPI Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Zulkarnaen, Rafiq. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematik Siswa SMA Melalui Pendekatan Open-ended
dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Coop-coop. Tesis UPI Jurusan