Teti Roheti, 2012
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Definisi Operasional ... 11
F. Hipotesis Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Problem Posing ... 15
B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 21
C. Self Esteem dalam Matematika ... 28
1. Hubungan Self Esteem dengan Prestasi Belajar Siswa ... 30
2. Meningkatkan Self Esteem Siswa ... 32
D. Pembelajaran Konvensional ... 33
E. Penelitian yang Relevan ... 35
Teti Roheti, 2012
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38
C. Variabel Penelitian ... 38
D. Instrumen Penelitian ... 39
1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 39
2. Skala Self Esteem Siswadalam Matematika ... 50
3. Pedoman Observasi ... 51
4. Pedoman Wawancara ... 52
E. Bahan Ajar ... 52
F. Teknik Analisis Data ... 53
1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 53
2. Analisis Data Angket Skala Self Esteem Siswa dalam Matematika ... 57
3. Data Hasil Observasi ... 61
4. Lembar Wawancara Siswa ... 61
G. Waktu Penelitian ... 62
H. Prosedur Penelitian ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing ... 65
B. Deskripsi Hasil Pengolahan Data ... 74
1. Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 77
2. Analisis Self Esteem dalam Matematika ... 92
3. Analisis Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 107
4. Analisis Lembar Wawancara Siswa ... 110
C. Pembahasan Penelitian ... 112
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 112
2. Peningkatan Self Esteem Siswadalam Matematika ... 116
3. Aktivitas Siswa ... 118
Teti Roheti, 2012
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 121
B. Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA ... 124
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
A. Instrumen Penelitian ... 128
B. Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis ... 227
C. Analisis Data Hasil Penelitian ... 234
Teti Roheti, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis ... 41
Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 44
Tabel 3.3 Rekapitulasi Uji Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 44
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 46
Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ... 47
Tabel 3.6 Daya Pembeda Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 48
Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 49
Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 49
Tabel 3.9 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 50
Tabel 3.10 Klasifikasi Gain (�) ... 54
Tabel 3.11 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 62
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 75
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Angket Skala Self Esteem ... 76
Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 78
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM) ... 79
Tabel 4.5 Uji Perbedaan Dua Rataan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM) ... 80
Teti Roheti, 2012
Matematis ... 81
Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Berpikir ...
Kreatif Matematis (KBKM) ... 82
Tabel 4.8 Uji Perbedaan Dua Rataan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis (KBKM) ... 83
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis (KBKM) berdasarkan Kelas dan Kemampuan
Awal Matematis (KAM) ... 85
Tabel 4.10 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis (KBKM) ... 86
Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis (KBKM) ... 87
Tabel 4.12 Uji ANOVA Dua Jalur Gain Ternormalisasi Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis menurut Pembelajaran dan Kategori
Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 88
Tabel 4.13 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis menurut Kategori Kemampuan Awal
Siswa ... 90
Tabel 4.14 Uji Normalitas Data Angket Awal Skala Self Esteem ... 93
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Varians Skor Angket Awal Skala
Self Esteem ... 94
Tabel 4.16 Uji Perbedaan Rataan Angket Awal Skala Self Esteem ... 95
Tabel 4.17 Uji Normalitas Data Angket Akhir Skala Self Esteem ... 97
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Varians Skor Angket Akhir Skala
Self Esteem ... 98
Tabel 4.19 Uji Perbedaan Rataan Angket Akhir Skala Self Esteem ... 99
Tabel 4.20 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Self Esteem berdasarkan
Kelas dan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 100
Teti Roheti, 2012
Tabel 4.22 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi Skala
Self Esteem ... 102
Tabel 4.23 Uji ANOVA Dua Jalur Gain Ternormalisasi Skala Self Esteem
menurut Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Awal
Matematis (KAM) ... 103
Tabel 4.24 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Self Esteem Siswa
menurut Kategori Kemampuan Awal Siswa ... 105
Tabel 4.25 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajarandengan
Teti Roheti, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Respon Siswa pada Pembelajaran dengan Pendekatan
Problem Posing ... 19
Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian ... 64
Gambar 4.1 Situasi Diskusi Kelompok dalam Pembelajaran dengan
Pendekatan Problem Posing ... 67
Gambar 4.2 Siswa Mempresentasikan dan Menuliskan Hasil
Diskusi Kelompok ... 71
Gambar 4.3 Salah Satu Hasil Pekerjaan Siswa dalam Menyelesaikan
Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
mengenai Elaborasi ... 73
Gambar 4.4 Salah Satu Hasil Pekerjaan Siswa dalam Menyelesaikan
Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
mengenai Flexibility ... 74
Gambar 4.5 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dengan Kategori
Kemampuan Awal Siswa terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis ... 92
Gambar 4.6 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dengan Kategori
Kemampuan Awal Siswa terhadap Self Esteem Siswa
dalam Matematika ... 107
Gambar 4.7 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran
Teti Roheti, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 128
A.1 RPP ... 129
A.2 LKS ... 165
A.3 Kisi-Kisi Soal dan Tes untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 209
A.4 Kisi-Kisi dan Skala Self Esteem Siswa dalam Matematika ... 218
A.5 Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Problem Posing ... 224
A.6 Lembar Wawancara Siswa ... 225
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS ... 227
B.1 Skor Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 228
B.2 Validitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 229
B.3 Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 230
B.4 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 233
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 234
C.1 Daftar Nilai Awal Siswa ... 235
C.2 Data Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 237
C.3 Data Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 239
C.4 Data Angket Awal dan Akhir Self Esteem Siswa sebelum Transformasi ... 241
C.5 Transformasi Data Angket ... 248
C.6 Data Angket Awal dan Akhir Self Esteem Siswa setelah Transformasi ... 251
C.7 Data N-Gain Ternormalisasi ... 267
C.8 Uji Statistik ... 273
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Melalui pendidikan, setiap orang dituntut melakukan proses berpikir agar
memiliki kemampuan untuk memperoleh, memilih, dan mengelola informasi.
Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif serta
memiliki kemauan untuk bekerjasama secara efektif. Dengan demikian,
pendidikan yang dikembangkan perlu dititikberatkan pada kemampuan berpikir
yang harus dimiliki oleh siswa. Pengembangan kemampuan berpikir ini dapat
dilakukan melalui pembelajaran matematika, karena dalam matematika terdapat
struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya.
PERMENDIKNAS nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
menyatakan, bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif. Tujuan pembelajaran matematika selain menekankan pada penguasaan
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik,
peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.
Salah satu masalah dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari
rendahnya rata-rata prestasi belajar. Nilai Ujian Nasional sebagai dasar untuk
kelulusan siswa SMA masih menetapkan nilai yang rendah, yaitu dengan nilai
rata-rata 5,5 dari enam mata pelajaran, dan matematika sebagai salah satu mata
pelajaran yang diujikan masih boleh nilai 4,0 (BSNP, 2011).
Setiap siswa memiliki potensi kreatif, tetapi masalahnya bagaimana cara
mengembangkan potensi tersebut melalui pembelajaran di kelas. Menurut
Ruseffendi (1991: 239) kreativitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan
eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan pemecahan masalah. Munandar (2002: 14)
mengemukakan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif
berhubungan erat dengan cara mengajar guru. Kemampuan berpikir kreatif akan
diberi kepercayaan untuk berpikir, dan berani mengemukakan ide baru. Fisher
(dalam Risnanosanti, 2010) menyatakan bahwa kreativitas siswa akan muncul
apabila siswa diberi stimulus.
Selanjutnya Munandar (2002) menjelaskan bahwa kreativitas siswa dapat
dikembangkan dengan menggunakan strategi atau pendekatan 4P, yaitu
pendekatan Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk. Pendekatan pribadi berarti
bahwa masing-masing siswa mempunyai potensi kreatif yang berbeda, sehingga
dalam memecahkan masalah siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan
dengan caranya sendiri. Pendekatan pendorong mempunyai arti bahwa untuk
mewujudkan potensi kreatif, siswa memerlukan dorongan atau dukungan dari
lingkungan. Pendekatan proses berarti siswa perlu diberi kesempatan untuk
terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah secara kreatif, sedangkan
pendekatan produk mengandung arti bahwa apabila siswa terlibat dalam ketiga
kegiatan sebelumnya, maka diharapkan siswa dapat menghasilkan suatu produk
yang kreatif.
Siswa membutuhkan dorongan untuk mewujudkan potensi kreatifnya dan
siswa harus diberi kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pemecahan
masalah secara kreatif. Dengan demikian, guru harus mampu memfasilitasi suatu
pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk berpikir kreatif. Sumarmo (2005:
33) menyarankan bahwa pembelajaran matematika untuk mendorong berpikir
kreatif dan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan melalui belajar dalam
kelompok kecil, menyajikan tugas non-rutin, dan tugas yang menuntut strategi
Berdasarkan teori situasi didaktis yang dikemukakan oleh Brousseau
(dalam Suryadi 2008: 8) bahwa aksi seorang guru dalam proses pembelajaran
akan menciptakan sebuah situasi yang dapat menjadi titik awal dari terjadinya
suatu proses belajar. Walaupun situasi yang tersedia tidak serta merta
menciptakan proses belajar, akan tetapi dengan suatu pengkondisian misalnya
dengan teknik scaffolding, proses tersebut sangat mungkin bisa terjadi. Dengan
membangun suatu situasi didaktis yang eksploratif diharapkan dapat menciptakan
suatu lintasan belajar matematika yang dapat membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematisnya.
Berpikir kreatif matematis merupakan suatu proses yang digunakan ketika
seseorang memunculkan suatu ide baru dalam melakukan keterampilan
matematika, dan merupakan penggabungan ide-ide yang sebelumnya belum
pernah dilakukan. Menurut Pehkonen (1997) berpikir kreatif matematis diartikan
sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan
pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir
kreatif dalam memecahkan masalah, maka pemikiran divergen menghasilkan
banyak ide yang berguna dalam menemukan penyelesaian.
Contoh soal yang dapat menunjukkan berpikir kreatif diberikan sebagai
berikut:
Diketahui gambar persegi panjang seperti tampak di bawah ini.
Buatlah bangun datar lain yang
luas daerahnya sama dengan
persegi panjang di samping!
10 cm
Jawaban yang mungkin muncul dari siswa di antaranya, siswa menggambar dua
buah persegi panjang lain yang mempunyai luas daerah yang sama dengan persegi
panjang pada soal. Hal itu dapat dikatakan bahwa siswa belum memenuhi unsur
berpikir kreatif, karena jawabannya masih terpaku pada bentuk persegi panjang
atau masih mengikuti pola yang ada. Tetapi apabila siswa menggambar sebuah
segitiga dan sebuah jajargenjang yang memenuhi unsur luas daerah yang sama
dengan persegi panjang pada soal, maka dapat disimpulkan bahwa siswa telah
memenuhi salah satu ciri berpikir kreatif yaitu komponen kelancaran.
Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih
didominasi oleh guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta
didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Seperti diungkapkan oleh
Seto (dalam Mulyana, 2008) bahwa proses-proses berpikir yang dilatih di
sekolah-sekolah terbatas pada kognisi, ingatan, dan berpikir konvergen, sementara
berpikir divergen dan evaluasi kurang begitu diperhatikan. Menurut penelitian
Risnanosanti (2010) guru jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain, sehingga interaksi
yang terjadi hanya antara guru-siswa. Siswa terlihat lebih pasif, kurang berusaha
untuk menemukan sendiri penyelesaian masalah yang diberikan guru, bahkan
hanya menyalin hasil pekerjaan temannya yang menyelesaikan masalah di papan
tulis.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dicari pembelajaran yang tidak
upaya guru untuk meningkatkan pembelajaran, masih perlu dicari pendekatan
yang bisa meningkatkan daya serap siswa. Peningkatan yang lebih difokuskan
pada kreativitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran matematika.
Siswa merasa tidak nyaman dan kurang berminat dengan pembelajaran
matematika yang menggunakan metode ceramah. Seperti dinyatakan oleh
Ruseffendi (2006) bahwa anak-anak menyenangi matematika hanya pada
permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi
tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan
semakin berkurang minatnya. Kemudian Begle (Hartanto, 2010) menyatakan
bahwa siswa yang hampir mendekati sekolah menengah mempunyai sikap positif
terhadap matematika yang secara perlahan menurun. Sebaliknya, siswa akan
merasa nyaman dengan pembelajaran yang sesuai dengan pribadi dan potensi
siswa saat ini.
Siswa yang telah tertarik dengan matematika akan lebih aktif dalam proses
pembelajaran matematika. Salah satu cara agar siswa belajar aktif terjadi, maka
dalam pengajaran itu cara mengevaluasinya harus lebih luas (Ruseffendi, 2006).
Karena pembelajaran matematika tidak hanya mengutamakan pada keberhasilan
siswa belajar (produk) tetapi juga pada keaktifan siswa belajar (proses), maka
diperlukan alat evaluasi yang mampu mengevaluasi kegiatan siswa belajar
langkah demi langkah, dan aspek demi aspek. Untuk membantu siswa dalam
memahami soal dapat dilakukan dengan menulis kembali soal tersebut dengan
kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk lain atau dalam bentuk yang
Menurut NCTM (1989) peserta didik harus mempunyai pengalaman
mengenal dan memformulasikan soal-soal mereka sendiri, yang merupakan
kegiatan utama dalam pembelajaran matematika. Kemudian dalam NCTM (1991)
disarankan pentingnya bagi guru-guru untuk memberikan kesempatan kepada
siswa mengajukan soal-soal (problem posing). Siswa seharusnya diberi
kesempatan untuk merumuskan soal-soal dari situasi yang diberikan dan membuat
soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari soal-soal yang
diberikan. Membentuk soal atau membuat pertanyaan merupakan bagian yang
penting dalam pengalaman matematis siswa dan perlu ditekankan dalam
pembelajaran matematika (Freudenthal dan Polya, dalam Silver, 1997).
Selain faktor kognitif, hal lain yang turut mempengaruhi hasil belajar
siswa adalah faktor non kognitif. Faktor kognitif adalah kemampuan otak dalam
berpikir, sedangkan faktor non kognitif adalah kemampuan di luar kemampuan
otak dalam berpikir, salah satunya adalah self esteem siswa dalam matematika.
Tobias (Christian, et al., 1999) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa siswa
yang memiliki sikap negatif terhadap matematika adalah siswa yang memiliki self
esteem yang lemah. Sejalan dengan hal itu, menurut Muijs dan Reynolds (dalam
Al Hadad, 2010) self esteem yang rendah memiliki efek yang merugikan terhadap
prestasi belajar siswa. Siswa yang telah merasa bahwa dirinya tidak akan pernah
bisa dalam matematika, maka akan putus asa atau tidak mau berusaha untuk
belajar matematika. Walaupun pada kenyataannya belum tentu mereka selalu
tidak bisa untuk memahami matematika, dan hal tersebut sudah tentu akan sangat
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa self esteem dan prestasi belajar
saling mempengaruhi, yang berarti meningkatnya prestasi belajar siswa dapat
meningkatkan self esteem siswa, dan sebaliknya meningkatnya self esteem siswa
juga meningkatkan prestasi belajar siswa. Menurut penelitian Hembree (Opachich
dan Kadijevich, 2000) ditemukan hubungan yang sangat signifikan antara tingkat
self esteem siswa dalam matematika dan kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Untuk menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang diharapkan, guru
harus berusaha mengembangkan self esteem siswa. Ketika self esteem yang tinggi
telah terbentuk dalam diri siswa, maka siswa tidak akan mudah putus asa dan
dapat berhasil dalam melakukan eksplorasi, sehingga mereka tidak selalu merasa
bahwa matematika itu sulit. Dengan tercapainya situasi seperti itu, diharapkan
prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika dapat meningkat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul “Pendekatan Problem Posing pada
Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis dan Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Atas”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah pendekatan problem posing pada
pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
Rumusan masalah di atas dapat diperinci sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan
rendah?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan
awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis?
4. Apakah self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung?
5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan self esteem siswa dalam matematika
dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah?
6. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan
awal siswa terhadap peningkatan self esteem siswa dalam matematika?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan problem posing dibandingkan dengan siswa yang
2. Perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dilihat
dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
3. Interaksi antara pembelajaran yang diberikan dengan kategori kemampuan
awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis.
4. Self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan problem posing dibandingkan dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.
5. Perbedaan peningkatan self esteem siswa dalam matematika dilihat dari
kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
6. Interaksi antara pembelajaran yang diberikan dengan kategori kemampuan
awal siswa terhadap peningkatan self esteem siswa dalam matematika.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi siswa
Penerapan pendekatan problem posing pada pembelajaran matematika dapat
dijadikan sebagai salah satu cara untuk melibatkan siswa secara aktif,
generatif, dan produktif selama proses pembelajaran.
2. Bagi guru
Pendekatan problem posing dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
pendekatan yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika
di sekolah menengah atas. Guru dapat memilih pendekatan ini untuk
siswa memiliki self esteem yang baik dalam matematika pada proses
pembelajarannya.
3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan pengayaan
pengetahuan, sehingga dapat mengembangkan penelitian-penelitian lanjut
yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa penjelasan sebagai
berikut:
1. Pembelajaran dengan pendekatan problem posing yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah suatu pembelajaran melalui pelatihan merumuskan atau
mengajukan masalah dari situasi yang tersedia dilanjutkan dengan
menyelesaikan pertanyaan tersebut.
Tahapan problem posing dalam penelitian ini adalah:
a) Menyediakan situasi yang mampu menstimulus siswa untuk mengajukan
pertanyaan.
b) Mengajukan pertanyaan matematika.
2. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan berpikir yang
meliputi kelancaran, keluwesan, kebaruan/keaslian, dan keterincian dalam
pembelajaran matematika pada suatu topik matematika.
a. Kelancaran dalam menyelesaikan masalah mengacu pada keberagaman
memberikan ide yang relevan dengan penyelesaian masalah.
b. Keluwesan dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan
siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda.
c. Keaslian dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan siswa
menemukan gagasan baru dalam menyelesaikan suatu masalah.
d. Keterincian dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan
mengembangkan suatu gagasan dalam menyelesaikan suatu masalah.
3. Self esteem siswa dalam matematika adalah penilaian siswa terhadap
kemampuan (capability), keberhasilan (successfullness), kemanfaatan
(significance), dan kebaikan (worthiness) diri mereka sendiri dalam
matematika.
a. Kemampuan menunjukkan rasa percaya diri dan keyakinan bahwa dirinya
mampu memecahkan masalah matematika.
b. Keberhasilan menunjukkan rasa bangga ketika berhasil dalam pelajaran
matematika.
c. Kemanfaatan menunjukkan rasa percaya diri bahwa dirinya bermanfaat
untuk orang lain dalam matematika.
d. Kebaikan menunjukkan sikap positif dan kesungguhan dalam belajar
4. Pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah merupakan pembelajaran yang lebih berpusat
pada guru.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut: awal pembelajaran
dimulai dengan pemberian informasi (ceramah) atau sajian masalah oleh
guru, kemudian guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi suatu konsep,
dan terakhir guru meminta siswa untuk melakukan latihan penyelesaian soal.
5. Kemampuan awal matematis siswa dalam penelitian ini dikategorikan dalam
kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan siswa
didasarkan pada kemampuan matematis sebelumnya, dengan ketentuan 27%
siswa yang memiliki skor rataan kemampuan awal tertinggi termasuk siswa
kemampuan tinggi, 27% siswa yang memiliki skor rataan kemampuan awal
terendah termasuk siswa kemampuan rendah, dan sisanya termasuk siswa
kemampuan sedang.
F. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal
siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis.
4. Self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.
5. Terdapat perbedaan peningkatan self esteem siswa dalam matematika
dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
6. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen, sehingga subjek tidak
dikelompokkan secara acak, tetapi keadaan subjek diterima sebagaimana adanya.
Pemilihan studi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas yang ada telah
terbentuk sebelumnya dan tidak mungkin dilakukan pengelompokkan siswa
secara acak.
Desain penelitian berbentuk Pretest-Posttest Control Group Design
(Ruseffendi, 2005: 52), pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Sugiyono (2011: 76). Pada penelitian ini ada dua kelas subjek penelitian, yaitu
kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan pendekatan problem
posing dan kelas kontrol yang melaksanakan pembelajaran secara konvensional.
Perlakuan yang diberikan berupa pembelajaran dengan pendekatan problem
posing untuk dilihat pengaruhnya terhadap aspek yang diukur, yaitu kemampuan
berpikir kreatif matematis dan self esteem siswa. Variabel bebas pada penelitian
ini adalah pembelajaran dengan pendekatan problem posing, variabel terikatnya
adalah kemampuan berpikir kreatif matematis dan self esteem siswa dalam
matematika.
Desain pada penelitian ini berbentuk:
Kelompok Eksperimen O X O
---
Keterangan:
X : Pembelajaran dengan pendekatan problem posing
O : Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
matematis dan self esteem siswa (pretes = postes).
--- : Subjek tidak dikelompokkan secara acak.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 17 Bandung. Pemilihan
sekolah ini didasari oleh beberapa pertimbangan, diantaranya yaitu karena sekolah
ini termasuk kategori kemampuan sedang, sehingga dimungkinkan untuk terus
ditingkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self esteem siswa dalam
matematika.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 17 Bandung,
dengan sampel penelitian terdiri dari dua kelompok siswa kelas X yang berasal
dari dua kelas yang dipilih secara purposif (sampling purposive) dari 8 kelas yang
ada. Pengambilan sampel secara purposif yang dimaksud adalah pengambilan
kelompok yang didasarkan kepada pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 85).
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini membahas tentang penerapan pembelajaran matematika di
kelas X SMA, yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing
untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif
posing dan pembelajaran konvensional/biasa. Variabel lain yang ada dalam
penelitian ini adalah kemampuan awal matematis siswa, yaitu kategori
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Berdasarkan uraian di atas, variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel
bebas, yaitu pembelajaran dengan pendekatan problem posing yang diberikan
kepada kelas eksperimen, dan pembelajaran konvensional/biasa yang diberikan
kepada kelas kontrol. Variabel terikat, yaitu kemampuan berpikir kreatif
matematis dan self esteem siswa dalam matematika. Selanjutnya variabel kontrol,
yaitu kemampuan awal matematis siswa dengan kategori kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan non-tes.
Instrumen tes berupa soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematis yang
berbentuk uraian, dan instrumen non-tes berupa skala self esteem dalam
matematika.
1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Tes kemampuan berpikir kreatif matematis dalam penelitian ini berfungsi
untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif matematis sebelum (pretes) dan sesudah
(postes) diberikan perlakuan. Pretes dilakukan untuk mengetahui kemampuan
awal kedua kelompok pada awal penelitian mengenai kemampuan berpikir kreatif
mengikuti pembelajaran. Soal yang diberikan dalam pretes sama dengan soal yang
diberikan pada postes, yakni berupa tes tertulis dalam bentuk uraian. Tes yang
diberikan terdiri dari 4 butir soal uraian yang mengukur kemampuan berpikir
kreatif matematis. Selengkapnya hasil pretes dan postes kemampuan berpikir
kreatif matematis dapat dilihat pada Lampiran C.2 dan C.3.
Tes kemampuan berpikir kreatif matematis disusun oleh penulis, untuk
pengembangannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal yang di dalamnya mencakup sub pokok bahasan,
indikator soal, dan jumlah soal yang akan dibuat.
b. Menyusun soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis.
Kisi-kisi dan soal tes dapat dilihat dalam Lampiran A.3.
c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator, dan soal-soal tes untuk
mengetahui validitas isi dan validitas muka.
Kesesuaian tersebut diperoleh melalui dosen pembimbing dan pengajar
matematika senior di SMA Negeri 17 Bandung.
Soal tes diambil dari materi pelajaran matematika SMA kelas X semester
genap dengan mengacu pada Kurikulum 2006 pada materi Trigonometri. Validitas
soal yang dinilai oleh validator adalah meliputi validitas muka (face validity) dan
validitas isi (content validity). Validitas muka adalah validitas bentuk soal
(pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan
susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak
menimbulkan tafsiran lain (Suherman, 2003), termasuk juga kejelasan gambar
dari segi materi yang diajukan, yakni materi yang dipakai sebagai alat tes tersebut
merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai,
termasuk kesesuaian antara indikator dengan butir soal, kesesuaian soal dengan
tingkat kemampuan siswa kelas X, dan kesesuaian materi dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang terdiri
dari empat aspek, yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterincian pada
masing-masing soal, berpedoman pada kriteria penskoran dengan menggunakan
rubrik skor dari Bosch yang telah diadaptasi (dalam Ratnaningsih, 2007).
Pedoman penskoran tes kemampuan berpikir kreatif matematis disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Aspek yang
Diukur Skor Respon Siswa pada Masalah
Kemampuan relevan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.
Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.
Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.
Kemampuan
Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi semuanya salah.
Memberikan jawaban hanya dengan satu cara dan terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah.
Memberikan jawaban dengan satu cara, proses perhitungan dan hasilnya benar.
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan.
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses perhitungan dan hasilnya benar.
Kemampuan
Tidak memberikan jawaban atau memberikan yang jawaban salah
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi tidak dapat dipahami.
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan sudah terarah tetapi tidak selesai.
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, tetapi terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah.
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri dan proses perhitungan serta hasilnya benar.
Kemampuan
Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa disertai perincian.
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi dan disertai perincian yang kurang detil.
Memperluas situasi dengan benar dan merincinya kurang detil.
Selanjutnya soal-soal yang valid menurut validitas muka dan validitas isi
ini diujicobakan kepada siswa kelas XII IPA di SMA Negeri 17 Bandung.
Kemudian data yang diperoleh dari uji coba tes kemampuan berpikir kreatif
matematis ini dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda,
dan tingkat kesukaran alat tes tersebut dengan menggunakan microsoft excel 2007.
Seluruh hasil perhitungan dengan menggunakan program tersebut dapat dilihat
pada Lampiran B.
Secara lengkap, proses analisis data hasil uji coba meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Validitas
Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011: 121). Suatu instrumen dikatakan valid
bila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang
semestinya diukur; derajat ketepatan mengukurnya benar; validitasnya tinggi
(Ruseffendi, 2005: 148).
Untuk menguji validitas tiap butir soal, skor-skor yang ada pada item tes
dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan validitas butir soal uraian dilakukan
dengan menggunakan rumus korelasi Product Momen Pearson dengan angka
kasar (Arikunto, 2009: 78 ) yaitu:
X = skor setiap item soal yang diperoleh siswa
Y = skor total seluruh item soal yang diperoleh siswa
Untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi digunakan uji-t dengan rumus:
= �−2
1− 2
Koefisien korelasi menunjukkan korelasi antar skor-skor setiap butir soal dengan
skor total yang diperoleh siswa. Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi
menurut Arikunto (2009: 75) dinyatakan pada tabel berikut.
Tabel 3.2
Nilai hasil uji coba yang diperoleh kemudian dihitung nilai validitasnya
dengan bantuan microsoft excel 2007. Hasil uji validitas kemampuan berpikir
kreatif matematis disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3
Rekapitulasi Uji Validitas
Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Nomor
Soal � Interpretasi Validitas
1 0,72 Tinggi (Baik)
2 0,80 Tinggi (Baik)
3 0,83 Sangat Tinggi (Sangat Baik)
Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi butir-butir
soal dengan skor total secara keseluruhan berada pada rentang nilai 0,72 sampai
0,83. Dari empat butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan berpikir
kreatif matematis, berdasarkan interpretasi validitas tes diperoleh tiga soal
mempunyai validitas tinggi, dan satu soal mempunyai validitas sangat tinggi,
artinya semua soal mempunyai validitas yang baik. Perhitungan validitas hasil uji
coba tes soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematis dapat dilihat pada
Lampiran B.2.
b. Reliabilitas
Reliabilitas dihitung untuk mengetahui tingkat konsistensi suatu
instrumen. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang
sama (Sugiyono, 2011: 121). Untuk mengetahui apakah sebuah tes memiliki
reliabilitas tinggi, sedang, atau rendah dilihat dari nilai koefisien reliabilitasnya.
Perhitungan reliabilitas tes bentuk uraian dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus Cronbach’s Alpha atau Koefisien Alpha yaitu:
11
=
−11
−
� 2� 2
Keterangan :
11 = reliabilitas instrumen
= banyak butir soal
Interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes didasarkan pada klasifikasi Guilford
(Ruseffendi, 2005: 160) sebagai berikut:
Tabel 3.4
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Nilai ��� Interpretasi
0,00 ≤ 11 <0,20 Sangat Rendah
0,20 ≤ 11 <0,40 Rendah
0,40 ≤ 11 <0,60 Sedang
0,60 ≤ 11 <0,80 Tinggi
0,80 ≤ 11 ≤1,00 Sangat tinggi
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan
diperoleh nilai 11 = 0,77. Instrumen penelitian dengan koefisien reliabilitas 0,77
diinterpretasikan memiliki reliabilitas yang tinggi, sehingga instrumen
kemampuan berpikir kreatif matematis tersebut reliabel untuk digunakan sebagai
alat ukur. Lebih lengkapnya seluruh perhitungan reliabilitas dengan bantuan
program microsoft excel 2007 dapat dilihat pada Lampiran B.3.
c. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda atau indeks diskriminasi suatu butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Jika suatu
soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi maupun siswa
berkemampuan rendah, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya
dan siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menjawab dengan benar, maka
soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda (Arikunto,
2009: 211).
Penentuan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah dilakukan
dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga
terendah. Suherman (2003: 162) menyatakan bahwa ambil sebanyak 27% siswa
yang skornya tertinggi dan 27% siswa yang skornya terendah. Selanjutnya
masing-masing disebut kelompok atas dan kelompok bawah. Rumus yang
digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian (Suherman, 2003: 160)
adalah sebagai berikut:
��= − atau ��= −
Keterangan:
DP = daya pembeda
JBA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar kelompok atas
JBB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar kelompok bawah
JSA = jumlah skor ideal kelompok atas
JSB = jumlah skor ideal kelompok bawah
Daya pembeda uji coba soal kemampuan berpikir kreatif matematis
didasarkan pada klasifikasi berikut ini (Suherman, 2003: 161).
Tabel 3.5
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal
DP < 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP < 0,20 Jelek
0,20 < DP < 0,40 Cukup
0,40 < DP < 0,70 Baik
Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes kemampuan berpikir kreatif
matematis disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.6
Daya Pembeda Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Nomor
Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
1 0,43 Baik
2 0,41 Baik
3 0,45 Baik
4 0,32 Cukup
Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa tiga soal tes kemampuan berpikir kreatif
matematis tersebut mempunyai daya pembeda yang baik, dan satu soal
mempunyai daya pembeda yang cukup. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat
digunakan untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan
siswa yang berkemampuan rendah. Lebih lengkapnya seluruh perhitungan daya
pembeda dengan bantuan program microsoft excel 2007, dapat dilihat pada
Lampiran B.4.
d. Analisis Tingkat Kesukaran/Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada
tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau
persentase. Arikunto (2009) menyatakan bahwa soal yang baik adalah soal yang
tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Tingkat kesukaran pada masing-masing
= +
2 atau =
+
2
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan
kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Suherman (2003: 170)
seperti pada tabel berikut:
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan microsoft excel 2007,
diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes berpikir kreatif matematis disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 3.8
Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,72 Mudah
2 0.68 Sedang
3 0,64 Sedang
4 0,64 Sedang
Pada tabel di atas, soal nomor 1 termasuk ke dalam kriteria mudah,
komposisi tingkat kesukaran butir soal kemampuan berpikir kreatif matematis
secara keseluruhan, soal tersebut sudah baik sehingga butir-butir soalnya tidak
perlu direvisi. Lebih rincinya seluruh perhitungan tingkat kesukaran dengan
bantuan program microsoft excel 2007 dapat dilihat pada Lampiran B.4.
e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis
Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes
kemampuan berpikir kreatif matematis disajikan secara lengkap dalam tabel
berikut.
Tabel 3.9
Rekapitulasi AnalisisHasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Nomor
Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil uji coba tes
kemampuan berpikir kreatif matematis yang dilaksanakan di SMA Negeri 17
Bandung pada kelas XII IPA, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes tersebut
layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa SMA Negeri 17 Bandung kelas X.
2. Skala Self Esteem Siswa dalam Matematika
Skala self esteem siswa dalam matematika digunakan untuk mengetahui
skala yang disusun Reyna dan Cristian (dalam Fadillah, 2010) dengan modifikasi
seperlunya. Skala ini memuat empat komponen, yaitu penilaian siswa mengenai:
1) kemampuan (capability) dirinya dalam matematika, 2) keberhasilan
(successfullness) dirinya dalam matematika, 3) kemanfaatan (significance) dirinya
dalam matematika, dan 4) kebaikan (worthiness) dirinya dalam matematika. Skala
self esteem dalam matematika terdiri dari 30 item pertanyaan yang dilengkapi
dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Untuk menguji validitas skala self esteem siswa digunakan uji validitas isi
(content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan
antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2011: 121). Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self esteem dilakukan
oleh dosen pembimbing. Sebelum skala ini digunakan dalam penelitian, dilakukan
uji coba terbatas pada pada sepuluh orang siswa SMA untuk mengetahui
keterbacaan bahasa skala tersebut pada kalangan siswa SMA, sehingga akan
diperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat pada skala self
esteem siswa dalam matematika dapat dipahami siswa SMA dengan baik.
Kisi-kisi dan instrumen skala self esteem siswa dalam matematika selengkapnya
terdapat pada lampiran A.4.
3. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan untuk mengamati situasi didaktis dan
pedagogis yang terjadi selama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
siswa berkaitan dengan situasi/masalah yang diberikan guru ketika pembelajaran
dengan pendekatan problem posing.
Pada dasarnya observasi yang dilakukan adalah observasi tentang situasi
kelas pada saat pembelajaran dengan pendekatan problem posing dilaksanakan.
Hal ini dipandang perlu untuk dideskripsikan secara rinci, untuk memperkuat
pembahasan hasil penelitian yang akan diperoleh. Pengumpulan data aktivitas
pembelajaran dilakukan dengan cara membubuhkan tanda ceklist () pada setiap
kolom lembar observasi untuk setiap aspek yang dilakukan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Skor hasil observasi aktivitas siswa selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran A.5.
4. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk melakukan wawancara terkait
dengan respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan problem posing
yang dilakukan oleh peneliti. Siswa yang diwawancarai berasal dari kelas
eksperimen sebanyak sepuluh orang. Lembar wawancara selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran A.6.
E. Bahan Ajar
Bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kegiatan siswa (LKS) yang memuat langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan problem posing, dan menyajikan permasalahan matematika yang
berkaitan dengan kemampuan siswa yang ingin dicapai yaitu kemampuan berpikir
F. Teknik Analisis Data
1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Tes kemampuan berpikir kreatif matematis dilakukan sebelum (pretes) dan
sesudah (postes) pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal itu
bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
problem posing dan siswa kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran
konvensional dengan pendekatan langsung.
Setelah diperoleh data, kemudian dibuatlah tabel pretes dan postes untuk
dihitung rataan dan simpangan bakunya. Apabila skor pretes tidak berbeda secara
signifikan maka untuk pengujian perbedaan rataan dapat digunakan data postes.
Selanjutnya, (Meltzer, 2002) menyatakan bahwa apabila skor pretes berbeda
secara signifikan maka pengujian perbedaan rataan dilakukan terhadap gain
ternormalisasi dengan rumus:
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
Tabel 3.10
Klasifikasi Gain (�)
Besarnya � Interpretasi
� > 0,7 Tinggi
0,3 <� ≤0,7 Sedang
� ≤0,3 Rendah
(Hake, 1999)
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang
digunakan pada analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Perhitungan selengkapnya dengan menggunakan SPSS 16.0 melalui uji
Shapiro-Wilk. Kriteria uji: tolak H0 jika nilai ��. − � < �= 0,05, untuk
kondisi lainnya H0 diterima.
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau
berbeda. Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Kedua data bervariansi homogen
Uji statistik yang digunakan, yaitu uji Levene melalui software SPSS 16.0
for windows dengan kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika nilai ��. −
� <� = 0,05, untuk kondisi lainnya H0 diterima.
c. Uji Perbedaan Dua Rataan
Uji perbedaan dua rataan pada data pretes kedua kelompok eksperimen
dan kontrol dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : �1 = �2 : rataan pretes kelompok eksperimen sama dengan rataan pretes
kelompok kontrol
H1 : �1 ≠ �2 : rataan pretes kelompok eksperimen tidak sama dengan rataan
pretes kelompok kontrol
Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rataan untuk data postes pada
kedua kelompok tersebut. Pengujian uji perbedaan dua rataan perhitungan
selengkapnya dengan menggunakan software SPSS 16.0 for windows. Rumusan
hipotesisnya adalah:
HIPOTESIS 1:
“Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.”
H0 : �1 = �2 : rataan postes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas eksperimen sama dengan rataan postes kemampuan
H1 : �1 > �2 : rataan postes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas eksperimen lebih baik daripada rataan postes
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol
Apabila kedua rataan skor berdistribusi normal dan homogen maka uji
statistik yang digunakan adalah Uji-t dengan kriteria pengujian adalah: tolak H0
jika Sig.(1-tailed) < �= 0,05, untuk kondisi lainnya H0 diterima. Menurut
Widhiarso (2007) hubungan nilai signifikansi uji satu arah dan lainnya dua arah
dari output ialah Sig.(1-tailed) = ½ Sig.(2-tailed).
Jika data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan
adalah dengan pengujian nonparametrik, yaitu Uji Mann-Whitney dengan kriteria
pengujian adalahtolak H0 jika Sig.(2-tailed) < �= 0,05, untuk kondisi lainnya H0
diterima. Apabila data berdistribusi normal tetapi varians tidak homogen, maka
digunakan uji t’. Adapun perhitungan selengkapnya pada penelitian ini dengan
menggunakan software SPSS 16.0 for windows.
Pada penelitian ini yang dilihat adalah peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa menurut model pembelajaran dan berdasarkan kategori
kemampuan awal siswa, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan
ANOVA Dua Jalur melalui software SPSS 16.0 for windows. Tetapi apabila data
termasuk kategori tidak normal atau tidak homogen, akan menggunakan statistik
nonparametrik yaitu Uji Kruskal-Wallis, karena dua sampel yang diuji saling
HIPOTESIS 2:
“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah”.
HIPOTESIS 3:
“Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal siswa
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis”.
2. Analisis Data Angket Skala Self Esteem Siswa dalam Matematika
Data angket self esteem ini diberikan sebelum pembelajaran (angket awal)
dan setelah pembelajaran (angket akhir) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Data angket awal dianalisis untuk mengetahui self esteem awal siswa dalam
matematika. Selanjutnya, data angket akhir dianalisis untuk mengetahui
peningkatan self esteem siswa, dan N-gain untuk mengetahui besarnya mutu
peningkatan self esteem siswa berdasarkan kriteria indeks gain (Hake, 1999).
Data dari angket skala self esteem merupakan data ordinal, sehingga data
angket tersebut ditransformasi terlebih dahulu menjadi data interval dengan
menggunakan Method of Successive Interval (MSI) menurut Al-Rasyid
(Sundayana, 2010: 233), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan frekuensi responden yang mendapat skor 1, 2, 3, dan 4.
2. Membuat proporsi dari setiap jumlah frekuensi, dengan cara membagi nilai
frekuensi dengan skor kumulatif.
3. Menentukan nilai proporsi kumulatif, dengan cara menjumlahkan nilai
4. Menentukan luas Z tabel, dengan cara menentukan nilai z tabel dari proporsi
yang ada.
5. Menentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai z, dengan cara melihat
tabel ordinal kurva normal z; nilai zi negatif dan positif bernilai sama.
6. Menentukan scale value (SV) dengan menggunakan rumus:
=
�� � � � � −�� � � � �� � � � � − � � � � �
7. Menentukan nilai transformasi dengan rumus:
�
=
+
1 +
�Sehingga nilai terkecil menjadi 1 dan mentransformasikan masing-masing
skala menurut perubahan skala terkecil, sehingga diperoleh transformed scale
value (TSV).
Tahap pengujian selanjutnya adalah:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang
digunakan pada analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Perhitungan selengkapnya dengan menggunakan software SPSS 16.0 for
windows melalui uji Shapiro-Wilk. Kriteria uji: tolak H0 jika nilai ��. −
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas sama atau berbeda.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Kedua data bervariansi homogen
H1 : Kedua data tidak bervariansi homogen
Uji statistik yang digunakan, yaitu uji Levene melalui software SPSS 16.0
for windows dengan kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika nilai ��. −
� <� = 0,05, untuk kondisi lainnya H0 diterima.
c. Uji Perbedaan Dua Rataan
Uji perbedaan dua rataan pada data pretes kedua kelompok eksperimen
dan kontrol dilakukan untuk mengetahui self esteem siswa dalam matematika.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : �1 = �2 : rataan angket awal kelas eksperimen sama dengan rataan
angket awal kelas kontrol
H1 : �1 ≠ �2 : rataan angket awal kelas eksperimen tidak sama dengan rataan
angket awal kelas kontrol
Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rataan untuk data angket akhir
pada kedua kelompok tersebut. Pengujian uji perbedaan dua rataan perhitungan
selengkapnya dengan menggunakan software SPSS 16.0 for windows.
HIPOTESIS 4:
“Self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.”
H0 : �1 = �2 : rataan self esteem siswa dalam matematika kelas eksperimen
sama dengan rataan self esteem siswa dalam matematika kelas
kontrol
H1 : �1 > �2 : rataan self esteem siswa dalam matematika kelas eksperimen
lebih baik daripada rataan self esteem siswa dalam matematika
kelas kontrol
Apabila kedua rataan skor berdistribusi normal dan homogen maka uji
statistik yang digunakan adalah Uji-t dengan kriteria pengujian adalah: tolak H0
jika Sig.(1-tailed) < �= 0,05, untuk kondisi lainnya H0 diterima. Menurut
Widhiarso (2007) hubungan nilai signifikansi uji satu arah dan lainnya dua arah
dari output ialah Sig.(1-tailed) = ½ Sig.(2-tailed).
Jika data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan
adalah dengan pengujian nonparametrik, yaitu Uji Mann-Whitney dengan kriteria
pengujian adalah tolak H0 jika nilai ��. − � <� = 0,05, untuk kondisi
lainnya H0 diterima. Apabila data berdistribusi normal tetapi varians tidak
homogen, maka digunakan uji t’. Adapun perhitungan selengkapnya pada
penelitian ini dengan menggunakan software SPSS 16.0 for windows.
Pada penelitian ini yang dilihat adalah peningkatan self esteem siswa
kemampuan awal siswa, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan
ANOVA Dua Jalur melalui software SPSS 16.0 for windows. Tetapi apabila data
termasuk kategori tidak normal atau tidak homogen, akan menggunakan statistik
nonparametrik yaitu Uji Kruskal-Wallis, karena dua sampel yang diuji saling
bebas/independen.
HIPOTESIS 5:
“Terdapat perbedaan peningkatan self esteem siswa dalam matematika dilihat dari
kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah”.
HIPOTESIS 6:
“Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal siswa
terhadap peningkatan self esteemsiswa dalam matematika”.
3. Data Hasil Observasi
Data hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran
berlangsung pengolahannya dilakukan dengan menghitung persentase rataan
penilaian dari observer. Hal ini dapat dijadikan refleksi terhadap proses
pembelajaran agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari
pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
4. Lembar Wawancara Siswa
Lembar wawancara siswa diisi oleh sepuluh siswa pada kelas eksperimen
sebagai responden penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk memberikan
tanggapan terhadap pembelajaran dengan pendekatan problem posing yang
G. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2012 sampai dengan bulan
Juli 2012. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.11
Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
1. Penyusunan Proposal
2. Seminar Proposal
3. Penyusunan Instrumen Penelitian
4. Pelaksanaan Penelitian
5. Pengumpulan Data
6. Pengolahan Data
7. Penulisan Tesis
H. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini dikelompokan dalam tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Ketiga tahapan tersebut
diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini adalah:
a. Merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian (seperti: RPP,
soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis, skala self esteem, LKS,
b. Melakukan uji coba instrumen penelitian serta analisis daya pembeda, tingkat
kesukaran, validitas, dan reliabilitas instrumen tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan ini adalah:
a. Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dari sampel yang ada.
b. Membagi masing-masing kelas menjadi tiga kelompok menurut kategori
kemampuan awal matematis siswa.
c. Melaksanakan pretes dan angket awal pada kedua kelas.
d. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk
masing-masing kelas.
e. Melaksanakan postes dan angket akhir pada kedua kelas.
f. Melakukan wawancara kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui
lebih jelas tentang pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
g. Melakukan observasi terhadap aktivitas pembelajaran siswa.
3. Tahap Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data ini adalah:
a. Melakukan analisis data dan melakukan pengujian hipotesis.
b. Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang meliputi analisis data,
uji hipotesis, hasil observasi, dan hasil wawancara.
c. Menyimpulkan hasil penelitian.
Secara keseluruhan prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1
berikut:
Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian
Studi Pustaka
Penyusunan Proposal
Penyusunan Instrumen
Uji Coba Instrumen
Analisis dan Revisi Instrumen
Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing pada Kelas Eksperimen Pretes dan Angket Awal Self Esteem
Postes dan Angket Akhir Self Esteem
Analisis dan Interpretasi Data Hasil Penelitian
Penyusunan Laporan Pembelajaran Konvensional
pada Kelas Kontrol
Penentuan Subjek Penelitian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis data yang telah dipaparkan,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal
siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis. Artinya,
antara pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis secara
bersama-sama memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis.
4. Self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional dengan pendekatan langsung.
5. Terdapat perbedaan peningkatan self esteem siswa dalam matematika dilihat
dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
6. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal