• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN FISIKA SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNIK BANGUNAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN FISIKA SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNIK BANGUNAN."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELA

BAB II PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN FISIKA SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN (SMK)

(2)

E. Program Pembelajaran Fisika untuk Menumbuhkan Kemahiran Generik ... F. Penelitian yang Relevan ...

56 59 BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain dan Langkah-Langkah Penelitian ... 1. Studi Pendahuluan ... 2. Pengembangan Program Pembelajaran Fisika SMK ... 3. Implementasi Program ... B. Lokasi dan Subyek Penelitian ... C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... D. Teknik Analisis Data ... E. Hasil Pengembangan dan Uji Coba Program Pembelajaran ... 1. Silabus Fisika SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengembangan Program Fisika Berbasis Teknik Bangunan dan Kemahiran Generik ... 1. Ruang Lingkup Teknik Bangunan ... 2. Konsep Fisika Berbasis Teknik Bangunan dan Kemahiran

Generik ... 3. Proses Pembelajaran Fisika SMK Berbasis Program Produktif dan

(3)

7. Kendala-Kendala Pelaksanaan Program Pembelajaran ... C. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Karakteristik Pembelajaran Fisika Berdasarkan Tuntutan Bidang Produktif dan Kemahiran Generik Fisika ... 2. Penguasaan Konsep/Prinsip Fisika ... 3. Penguasaan Kemahiran Generik Fisika ... 4. Hubungan Penguasaan Konsep dengan Kemahiran Generik Fisika 5. Kendala dan Alternatif Solusi Pelaksanaan Program Pembelajaran 6. Keunggulan dan Keterbatasan Program Pembelajaran ...

162 163 163 164 172 181 189 191 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

194 194 196

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Calhoun (dalam Djohar, 2003) menyatakan pendidikan kejuruan sebagai pendidikan khusus, direncanakan untuk menyiapkan peserta didik memasuki dunia kerja, serta sanggup mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi tenaga kerja produktif yang mampu menciptakan produk unggul yang dapat bersaing di pasar bebas. Dikmenjur (2004) menyatakan pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan pendidikan menengah kejuruan untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan perlu terus-menerus dilakukan, diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha/industri, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan IPTEK.

(6)

proses-proses sains memberikan konstribusi yang penting kepada kemampuan-kemampuan tersebut.

Hasil observasi empirik yang dilakukan Dikmenjur (2004) mengindikasikan, bahwa sebagian besar lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kurang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan IPTEK, sulit untuk bisa dilatih kembali, dan kurang bisa mengembangkan diri. Temuan tersebut tampaknya mengindikasikan bahwa pembelajaran di SMK belum banyak menyentuh atau mengembangkan kemampuan adaptasi peserta didik.

Tingkat keterkaitan dan kesesuain antara lulusan yang ada dengan kebutuhan tenaga kerja dalam masyarakat masih rendah. Hasil pendidikan saat ini belum menunjukkan relevansi yang signifikan dengan kebutuhan masyarakat. Sudarminta (2000) menyatakan hasil pendidikan yang semestinya segera dapat dinikmati oleh masyarakat, sering masih menjadi beban masyarakat. Hinduan (2003) menyatakan pendidikan sains/fisika di sekolah seakan-akan tidak berdampak dalam cara hidup dan cara berpikir masyarakat.

Sonhaji (2003) mengemukakan bahwa mutu produk pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pembelajaran yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: kurikulum, tenaga kependidikan, proses pembelajaran, sarana-prasarana, alat-bahan, manajemen sekolah, lingkungan (iklim) kerja dan kerjasama industri. Diantara faktor-faktor tersebut kurikulum berperan sebagai pemberi arah, tujuan dan landasan filosofi pendidikan. Berdasarkan hal tersebut kurikulum harus selalu dikembangkan sesuai dengan dinamika perkembangan IPTEK, tuntutan kebutuhan pasar kerja, serta dinamika perubahan sosial-masyarakat.

(7)

pengertian yang lebih sempit, sering kurikulum mengacu pada suatu dokumen yang memuat seperangkat aktivitas belajar-mengajar yang disusun oleh sekolah/lembaga pendidikan atau institusi tertentu. Dalam hal ini, kurikulum dapat mencakup struktur program, GBPP, pedoman evaluasi, bahan ajar, dan dokumen lainnya (Sonhadji, 2003).

Beberapa catatan pada pelaksanaan Kurikulum SMK Edisi 1999 di antaranya terdapat kendala akademik dalam pelaksanaan kurikulum broad based terutama dalam menentukan isi program adaptif untuk bidang keahlian yang sangat berbeda, walaupun dalam kelompok kejuruan yang sama (Sonhadji, 2003).

Struktur Kurikulum SMK edisi Tahun 2004 terdiri dari (1) Program Normatif, (2) Program Adaptif, dan (3) Program Produktif. Program normatif dan program adaptif harus dapat mendukung (menjadi dasar/fondasi) program produktif. Pelajaran fisika dalam struktur kurikulum tersebut termasuk pada kelompok program adaptif yang berfungsi mendukung dan memberikan fondasi pada program produktif (Dikmenjur, 2004).

Pelajaran fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains. Pelajaran fisika tidak diminati oleh siswa karena dianggap sulit dipahami. Penelitian Hassard (dalam Handayanto, 2005) menunjukkan hampir 33% dari siswa berusia 9 tahun, 60% siswa berusia 13 tahun, dan 75% dari siswa berusia 17 tahun menyatakan bahwa fisika itu pelajaran yang tidak menyenangkan.

(8)

tidak terkait dengan masalah kehidupan siswa. Selanjutnya Sidi (2000) mengemukakan pelajaran fisika di SMK yang seharusnya dikembangkan untuk membentuk logika siswa agar berpikir sistematis, obyektif dan kreatif melalui pendekatan keterampilan proses dan pemecahan masalah, ternyata lebih banyak diberikan dalam bentuk ceramah. Pembelajaran fisika di SMK berlangsung tanpa usaha mengaitkan pelajaran tersebut dengan bidang produktif. Sebagai akibatnya siswa tidak mampu menerapkan hasil pembelajarannya untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, termasuk masalah dalam pelajaran bidang produktif.

Berdasarkan kompetensi tamatan SMK yang diharapkan, maka secara umum kompetensi fisika yang diharapkan mendukung dan menjadi fondasi pada kompetensi kejuruan adalah mampu menerapkan konsep-konsep fisika pada bidang teknologi (pelajaran produktif). Kemampuan yang tidak kalah pentingnya yang dapat ditumbuhkan oleh pelajaran fisika adalah keterampilan berpikir fisika atau yang dikenal dengan kemahiran generik fisika.

(9)

dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; (5) Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi; (6) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.

Menurut Sutrisno (1990), pendidikan fisika di sekolah menengah (SMU/SMK) memegang kunci yang strategis untuk dikaji. Pendidikan fisika di sekolah menengah akan melibatkan berbagai unsur utama yang sama pentingnya untuk dikembangkan, yakni siswa, materi pelajaran, guru, metode mengajar dan faktor-faktor instrumental lainnya. Selanjutnya Parangtopo (1999a), menyatakan bahwa berhasil tidaknya pendidikan sains umumnya dan fisika khususnya sangat tergantung pada beberapa faktor yang sangat menentukan, yaitu: (a) sikap guru dalam tugasnya, (b) materi yang disajikan, dan (c) fasilitas yang tersedia.

(10)

kehidupan sehari-hari, pengetahuan fisika siswa merupakan bekal untuk bekerja dan melanjutkan studi. Selanjutnya mereka mengemukakan mata pelajaran fisika dikembangkan dengan mengacu pada pengembangan fisika yang ditujukan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berpikir taat asas. Hal ini didasari oleh tujuan fisika, yakni mengamati, mamahami, dan memanfaatkan gejala-gejala alam yang melibatkan zat (materi) dan energi. Kemampuan observasi dan eksperimentasi ini lebih ditekankan pada melatih kemampuan berpikir eksperimental, yang mencakup tata laksana percobaan dengan mengenal peralatan yang digunakan dalam pengukuran, baik di dalam laboratorium maupun di alam sekitar kehidupan siswa.

Sejalan dengan pendapat Muslim dan Suparwoto tersebut, Reif (1995) mengemukakan seseorang yang belajar fisika disamping memahami konsep-konsep penting dan mampu menerapkannya secara fleksibel, juga harus menguasai dasar-dasar proses berpikir fisika seperti menginterpretasikan konsep atau prinsip, memerikan pengetahuan fisika, dan mengorganisasikan pengetahuan fisika secara efektif.

(11)

Dasna dan Sutrisno (2004) mengemukakan pembelajaran konstruktivistik diharapkan menggeser pembelajaran sains konvensional yang salah satu cirinya berpusat pada guru (teacher centered), karena pada masa-masa mendatang pembelajaran sains secara konvensional akan menghadapi beberapa kendala sebagai akibat dari perkembangan IPTEK dengan akselerasi yang tinggi, sehingga menimbulkan perubahan yang sangat cepat pada berbagai bidang kehidupan. Perkembangan ini menuntut pergeseran fungsi guru dari mengajar menjadi fungsi membelajarkan (fasilitator) dan dari fungsi mengarahkan menjadi fungsi melayani siswa. Dengan kata lain, pada era yang akan datang dalam mengajar para guru bukan berfokus pada bagaimana mengajar (how to teach) tetapi lebih berorientasi pada bagaimana mendorong siswa belajar (how to stimulate learning), dan bagaimana belajar (how to learn).

Untuk mencapai hal itu, para guru sains perlu menyadari tiga wawasan berpikir tentang pembelajaran sains (Nachtigall, 1998), yaitu: to present subject matter is not teaching, (2) to store stuff away in the memory is not learning, dan (3)

to memorize what is stored away is not proof of understanding. Dalam hal ini,

(12)

karakteristik materi pelajaran dan karakteristik pebelajar, serta pemilihan strategi yang tepat dalam mengimplementasikan pembelajaran di kelas.

Disamping itu, pentingnya studi itu didasarkan pada hasil pengamatan dan wawancara dengan guru fisika SMK (2004), pengalaman penulis membimbing mahasiswa Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK, wawancara dengan guru bidang keahlian produktif, serta wawancara dengan wakil kepala sekolah urusan kurikulum. Sebagai hasil pengamatan dan wawancara terungkap hal-hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran fisika di SMK lebih didominasi oleh metode ceramah dengan alasan padatnya materi pelajaran fisika yang menjadi tuntutan kurikulum. Pelajaran fisika di SMK diberikan 2 jam pelajaran dalam seminggu, tetapi materi pelajaran hampir sama dengan materi pelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diberikan 5 jam dalam seminggu. Guru cenderung berusaha untuk mengajarkan semua topik sesuai dengan tuntutan kurikulum tanpa memperhatikan dan memilih topik-topik yang esensial.

2. Pembelajaran fisika di SMK cenderung berorientasi kepada buku teks. Guru memberikan materi yang terdapat dalam buku teks dan tidak ada upaya mengaitkan materi pelajaran fisika dengan tuntutan bidang produktif.

3. Belum ada upaya pembelajaran fisika di SMK untuk mengembangkan kemampuan berpikir fisika (kemahiran generik).

Permasalahan utama dalam pembelajaran fisika adalah “Bagaimana guru menyusun dan mengajarkan materi pelajaran agar peserta didik memperoleh pemahaman dan manfaat dari materi yang diajarkan?”. Mendesain mata pelajaran

(13)

sederhana. Untuk menghasilkan desain pembelajaran fisika SMK, seorang guru harus menguasai materi (content) dan metode pembelajaran (teaching method).

Upaya yang dilakukan dalam menyusun Program Pembelajaran Fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berdasarkan tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik tidak lepas dari keinginan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar, baik dari segi proses maupun hasil. Penyusunan program pembelajaran yang dimaksud juga mengacu pada pandangan konstruktivisme yang menjadi dasar teori perkembangan intelektual Piaget, yakni bahwa belajar merupakan proses pengaturan sendiri (self regulation) yang dilakukan oleh seseorang dalam mengatasi konflik kognitif (Suparno, 1997; Dahar, 1988). Agar siswa secara aktif belajar fisika dan sekaligus melatih pengembangan keterampilan berpikir fisika (kemahiran generik), maka perlu disusun suatu bentuk program pembelajaran fisika SMK yang penuh tantangan dan menarik perhatian.

B. Perumusan Masalah

Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimanakah

bentuk Program Pembelajaran Fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan

berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik?”

Agar program pembelajaran fisika SMK yang disusun sesuai dengan kebutuhan lapangan serta untuk menentukan langkah-langkah penelitian secara operasional, maka masalah tersebut dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(14)

2. Bagaimana dampak penerapan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan terhadap penguasaan konsep fisika berdasarkan tuntutan bidang produktif?

3. Bagaimana dampak penerapan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan terhadap penguasaan kemahiran generik siswa? 4. Apakah terdapat hubungan penguasaan kemahiran generik dengan penguasaan

konsep fisika berdasarkan tuntutan bidang produktif siswa SMK bidang keahlian Teknik Bangunan?

5. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan?

6. Apa keunggulan dan keterbatasan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan?

7. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan kendala implementasi program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan?

C. Tujuan Penelitian

(15)

Tujuan utama di atas dijabarkan dalam rumusan tujuan-tujuan khusus sebagai berikut:

1. Menghasilkan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan untuk topik besaran dan satuan dan kinematika partikel yang dapat meningkatkan motivasi belajar, mengoptimalkan pencapaian kompetensi kejuruan, dan meningkatkan kemampuan adaptasi dengan kemajuan IPTEK. 2. Menemukan kemahiran generik yang dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran

fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan untuk topik besaran dan satuan dan kinematika partikel.

3. Menemukan keunggulan dan keterbatasan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berdasarkan tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai dua manfaat yakni dalam bentuk manfaat praktis dan manfaat teoretik.

1. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik. Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

(16)

penguasaan konsep fisika; (2) Program pembelajaran berbasis kemahiran generik diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri lulusan SMK terhadap perkembangan IPTEK. b. Bagi guru, penerapan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik

Bangunan diharapkan dapat memperbaiki proses belajar mengajar fisika dan menjadi alternatif pelaksanaan pembelajaran fisika.

c. Bagi siswa, implementasi program pembelajaran fisika diharapkan membantu pencapaian kompetensi kejuruan dan peningkatan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perkembangan IPTEK.

d. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berdasarkan tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik merupakan sumbangan konseptual yang akan menambah nuansa baru dalam mempersiapkan calon tenaga pendidik fisika untuk SMK.

2. Manfaat Teoretik

(17)

E. Penjelelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman, pada kesempatan ini diberikan batasan-batasan terhadap beberapa istilah yang digunakan sebagai berikut:

1. Program Pembelajaran Fisika

Program pembelajaran fisika adalah dokumen tertulis yang terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, materi, metode, media, sumber, dan waktu belajar (Sonhaji, 2003; Mulyasa, 2006).

2. Model Pembelajaran Fisika

Model pembelajaran fisika adalah rencana yang disusun untuk mengarahkan belajar yang dapat mempermudah pengusaan konsep fisika dan kemahiran generik yang mengacu pada pendekatan konstruktivisme. Pertimbangan penentuan model pembelajaran adalah hakikat kompetensi yang akan dipelajari, karakteristik siswa, aktivitas belajar yang memperlihatkan apa yang dilakukan siswa, dan kriteria tugas atau sesuatu yang dapat mengevaluasi tingkat belajar siswa (Joyce, et. al., 2000; Liliasari, 1997; Djohar, 2003).

3. Tuntutan Bidang Produktif

(18)

4. Kemahiran Generik

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (Educational Research and Development) yang selanjutnya disingkan R & D. Menurut Borg & Gall (2003) penelitian dan pengembangan pendidikan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan. Tujuan penelitian dan pengembangan pendidikan adalah tidak hanya untuk mengembangkan produk, namun lebih dari itu untuk menemukan pengetahuan baru (melalui penelitian dasar) atau untuk menjawab pertanyaan khusus mengenai masalah-masalah praktis (melalui penelitian terapan).

Produk pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik yang dapat ditumbuhkan pelajaran fisika.

Borg dan Gall (2003) mengemukakan pula bahwa model penelitian pengembangan dapat memberikan manfaat bagi perbaikan pendidikan sebab dalam penelitian pengembangan terdapat hubungan erat antara evaluasi program secara sistematis dengan pengembangan program.

(20)

STUDI

Draf Program Pemb. Fisika SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan Fisika SMK yang akan dicobakan

Ujicoba Program - Topik Terpilih

Revisi Program dan Instrumen

Implementasi Program dan Analisis Data

Program Pembelajaran Fisika SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan

Penyusunan Instrumen

(21)

Langkah-langkah penelitian secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan tahap awal atau persiapan untuk pengembangan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) studi kepustakaan, (2) survei lapangan, dan (3) penyusunan produk awal atau draf program (Sukmadinata, 2005).

Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mempelajari konsep-konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan program pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bidang keahlian Teknik Bangunan. Kegiatan yang dilakukan secara rinci adalah sebagai berikut :

a. Melakukan analisis Standar Kompetensi Nasional (SKN) bidang keahlian Teknik Bangunan. Dari kajian tersebut diperoleh gambaran karakteristik dan kemahiran yang dituntut suatu pekerjaan bagi alumni SMK bidang keahlian Teknik Bangunan. Berdasarkan hasil kajian itu diperoleh gambaran mengenai kompetensi fisika yang dapat mendukung kemampuan yang diperlukan oleh pekerjaan tersebut.

b. Analisis kurikulum SMK tahun 2004. Hasil analisis berupa gambaran kompetensi lulusan SMK bidang keahlian Teknik Bangunan. Berdasarkan hasil kajian itu diperoleh gambaran mengenai kompetensi fisika yang dapat mendukung kompetensi lulusan SMK bidang keahlian Teknik Bangunan.

(22)

Survei lapangan dilaksanakan untuk memperoleh gambaran kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar fisika. Melalui wawancara dengan guru fisika, guru bidang produktif, dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, diperoleh gambaran mengenai harapan yang dapat diberikan oleh pelajaran fisika dalam mendukung kompetensi lulusan SMK.

Berdasarkan hasil analisis SKN dan kurikulum SMK bidang keahlian Teknik Bangunan serta hasil wawancara dengan guru fisika, guru bidang produktif dan wakil kepala sekolah urusan kurikulum maka disusun draf awal Program Pembelajaran Fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik.

2. Pengembangan Program Pembelajaran Fisika SMK

Langkah-langkah pengembangan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik secara rinci adalah:

a. Pembahasan draf program pembelajaran fisika SMK

Pembahasan draf program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik dilakukan melalui pertemuan dengan guru fisika dan guru bidang produktif. Pembahasan dilaksanakan untuk mendapatkan masukan mengenai kesesuaian program yang dikembangkan dengan kompetensi lulusan SMK.

b. Penyempurnaan draf program pembelajaran fisika SMK

(23)

c. Pemilihan topik untuk ujicoba

Pemilihan topik tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa materi fisika tersebut diharapkan memberikan kontribusi pada kemampuan dasar siswa SMK. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka materi yang diujicobakan dalam pembelajaran adalah topik besaran dan satuan dan kinematika partikel. Topik dan subtopik yang dikembangkan tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Topik dan Subtopik yang Dikembangkan

No Topik/

Materi Standar

Subtopik Jumlah

Jam 1 Besaran dan Satuan a. Pengertian besaran

b. Sistem satuan SI dan satuan teknis c. Besaran pokok dan besaran turunan d. Dimensi

e. Ketelitian pengukuran (aturan angka penting)

f. Jenis-jenis kesalahan dalam pengukuran

g. Besaran vektor dan besaran skalar h. Penjumlahan vektor dengan metode

jajaran genjang/poligon

i. Penjumlahan vektor secara analitis

10 JP

2 Kinematika Partikel a. Jarak dan perpindahan b. Kelajuan dan kecepatan c. Percepatan

d. Gerak Lurus Beraturan (GLB) e. Grafik GLB

f. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

g. Grafik GLBB

10 JP

d. Penyusunan model pembelajaran

(24)

lebih diarahkan pada ceramah berbasis aktivitas yang dianggap cocok dengan kondisi SMK. Dalam kegiatan ini pengembangan konsep fisika dan kemahiran generik dilakukan melalui pemaparan materi oleh guru, tugas latihan, tugas-tugas yang dituangkan dalam LKS, percobaan terbimbing, penyusunan laporan hasil percobaan, diskusi terbimbing, dan tugas pekerjaan rumah. Metode pembelajaran yang dilakukan merupakan integrasi dari berbagai metode yakni ceramah interaktif, pengerjaan LKS, percobaan terbimbing, diskusi kelompok, dan penugasan.

Langkah-langkah ceramah berbasis aktivitas terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Di bawah ini adalah uraian singkat ketiga kegiatan tersebut.

1). Kegiatan Pendahuluan

Tujuan dari tahap ini menjelaskan kedudukan isi materi dan kompetensi yang harus dicapai pada setiap pembelajaran. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Memaparkan kompetensi yang harus dicapai dan materi pelajaran yang harus dikuasai

b) Melakukan tanya jawab sebagai kegiatan apersepsi untuk memasuki kegiatan berikutnya

2). Kegiatan Inti

Langkah-langkah dalam kegiatan inti adalah sebagai berikut:

a) Menentukan urutan pembahasan konsep-konsep atau prinsip-prinsip utama dari suatu topik

(25)

c) Memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun dan mengembangkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum melalui kegiatan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan diskusi kelompok. Pada kegiatan ini siswa berlatih mengembangkan kemahiran generik yang ditumbuhkan melalui pelajaran fisika pada topik-topik yang dipelajari.

d) Menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa yang langsung kepada guru atau pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan dalam diskusi kelompok. 3). Kegiatan Penutup

Kegiatan yang dilaksanakan pada bagian ini adalah sebagai berikut:

a) Bersama-sama siswa merangkum isi dari Kegiatan Belajar Mengajar yang telah dilaksanakan

b) Mengaitkan materi yang telah diajarkan dengan kompetensi yang harus dicapai. c) Memberi petunjuk persiapan-persiapan yang harus dilakukan untuk kegiatan pada

pertemuan berikutnya.

e. Pelatihan guru fisika yang akan melaksanakan kegiatan pembelajaran

Kegiatan pelatihan guru dilakukan melalui kegiatan pembahasan secara bersama-sama mengenai perangkat pembelajaran yang disusun. Dilakukan diskusi mengenai langkah-langkah pembelajaran yang tercantum dalam perangkat pembelajaran, melakukan simulasi pembelajaran yang disusun, diskusi mengenai materi fisika, dan diskusi mengenai perangkat evaluasi yang telah disusun.

f. Pelaksanaan ujicoba

(26)

g. Analisis data hasil ujicoba

Analisis data hasil ujicoba terdiri dari: (1) analisis hasil observasi mengenai keterlaksanaan rencana pembelajaran yang disusun dan (2) uji validitas dan reliabilitas instrumen.

h. Revisi program pembelajaran fisika SMK

Berdasarkan hasil analisis data ujicoba dilakukan revisi perangkat pembelajaran yang telah disusun. Hasil revisi ini berupa program pembelajaran fisika yang telah siap untuk diimplementasikan dan divalidasi. Program hasil revisi ini selanjutnya disebut sebagai Program Pembelajaran Fisika SMK (PPF-SMK).

3. Implementasi Program Pembelajaran Fisika SMK

Implementasi program dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen-kuasi. Eksperimen kuasi dapat digunakan minimal kalau dapat mengontrol satu variabel saja meskipun dalam bentuk matching (memasangkan/menjodohkan) (Sukmadinata, 2005). Desain yang digunakan adalah Pretest – Posttest Control Group Design. Desain tersebut tertera pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Desain Implementasi Program

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen O X1 O

Kontrol O X2 O

Keterangan :

O : Tes materi pelajaran fisika dan kemahiran generik

X1 : Pembelajaran dengan Program Pembelajaran Fisika SMK (PPF-SMK)

X2 : Pembelajaran dengan program reguler

(27)

post-test. Test yang diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol menggunakan soal

yang sama. Perlakuan penelitian dilakukan pada kelas eksperimen menggunakan Program Pembelajaran Fisika SMK (PPF-SMK), sedang pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru fisika SMK (pembelajaran program reguler).

Kegiatan implementasi program ini adalah sebagai berikut :

a. Melaksanakan pre-test untuk mengetahui keadaan awal penguasaan materi dan kemahiran generik siswa SMK. Tes dilakukan sebelum pembelajaran topik besaran dan satuan dan kinematika paretikel.

b. Perlakuan pada kelas eksperimen dengan melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan program pembelajaran fisika SMK (PPF-SMK). Pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan program pembelajaran reguler.

c. Evaluasi proses pembelajaran dengan menggunakan pedoman observasi.

d. Melaksanakan post-test di akhir pembelajaran topik besaran dan satuan dan kinematika partikel. Tes ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penguasaan materi dan kemahiran generik siswa SMK.

e. Meminta pendapat siswa tentang pembelajaran fisika SMK yang dikembangkan dengan menggunakan kuesioner.

f. Melakukan analisis data yang diperoleh secara kuantitatif maupun kualitatif untuk mengetahui efektivitas program yang dikembangkan, menunjukkan kelebihan dan kelemahan program, kendala yang dialami selama pelaksanaan program dan kemungkinan menemukan solusi dari kendala tersebut.

(28)

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Kota Bandung. Proses uji coba yang dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Nopember 2005 yang melibatkan 35 siswa kelas X di SMKN tersebut. Tujuan ujicoba adalah untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrumen, dan mengukur keterlaksanaan program yang dikembangkan. Berdasarkan hasil uji coba kemudian dilakukan penyempurnaan terhadap seluruh perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam implementasi program.

Implementasi program pembelajaran dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Nopember 2006 pada kelas X SMKN di Kota Bandung. Pada tahap implementasi digunakan dua kelas yang terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol dengan subjek pada masing-masing kelas berjumlah 34 siswa. Kelas eksperimen memperoleh perlakukan dengan menerapkan program pembelajaran fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan berdasarkan tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik (PPF-SMK) dan kelas kontrol memperoleh perlakuan program pembelajaran reguler.

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

(29)

1. Guru fisika

Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen maupun kontrol dilakukan oleh guru fisika pada sekolah tersebut. Hal ini dilakukan agar program pembelajaran yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan untuk menjaga validitas eksternal penelitian ini. Pembelajaran dilaksanakan secara rutin guna menghindari perubahan sikap siswa pada saat diberi perlakuan.

2. Rencana pembelajaran

Sistematika rencana pembelajaran meliputi: (a) kompetensi dasar, (b) indikator pencapaian hasil belajar, (c) materi pokok, (d) kemahiran generik, (e) kegiatan belajar mengajar yang meliputi langkah-langkah pembelajaran, (f) alat dan sumber belajar, (g) evaluasi. Rencana pembelajaran disusun untuk setiap pertemuan.

3. Handout materi pelajaran

Handout ini merupakan uraian materi yang memuat konsep-konsep esensial yang mengacu kepada tuntutan kompetensi siswa SMK. Handout ini menjadi pegangan bagi guru dan siswa selama pelaksanaan program pembelajaran. Handout disusun untuk dua topik yang dipilih yaitu besaran dan satuan dan kinematika partikel.

4. Tes penguasaan konsep dan kemahiran generik fisika

(30)

kinematika partikel, yaitu: pengamatan langsung, kesadaran tentang skala besaran, kefasihan menggunakan bahasa simbolik, kemahiran melakukan inferensi logika secara berarti, kemahiran melakukan pemodelan matematika. Indikator kemahiran generik yang dapat ditumbuhkan pelajaran fisika untuk kedua topik tersebut tertera pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kemahiran Generik Fisika

No Kemahiran

Generik

Indikator 1. Pengamatan

langsung

a. Menggunakan sebanyak mungkin indera dalam mengamati percobaan/fenomena alam

b.Mengumpulkan data atau fakta hasil percobaan fisika atau fenomena alam

c. Mencari perbedaan dan persamaan d.Menggunakan alat ukur

2. Kesadaran tentang skala besaran (sense of scale)

Kepekaan yang tinggi terhadap skala numerik sebagai ukuran skala mikroskopik dan makroskopik

3. Kefasihan menggunakan bahasa simbolik

a. Memahami simbol, lambang, dan istilah ilmu fisika b.Menggunakan simbol untuk menjelaskan masalah

atau fenomena alam

c. Menyelesaikan masalah berdasarkan aturan-aturan d. Menarik kesimpulan berdasarkan aturan-aturan 5 Kemahiran

melakukan pemodelan matematika

a. Mengungkapkan fenomena/masalah dalam bentuk sketsa gambar atau grafik

b. Mengungkap fenomena dalam bentuk rumusan c. Mengajukan alternatif penyelesaian masalah

(31)

berdasarkan topik dan sub topik yang diujicobakan. Dari topik tersebut kemudian ditentukan kemahiran generik apa yang dapat dikembangkan. Jadi tes yang disusun diharapkan dapat mengukur penguasaan konsep fisika dan kemahiran generik yang dapat dikembangkan materi tersebut. Kisi-kisi tes penguasaan materi dan kemahiran generik untuk topik besaran dan satuan tertera pada Tabel 3.4 dan untuk topik kinematika partikel tertera pada Tabel 3.5.

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Penguasaan Konsep dan Kemahiran Generik Topik Besaran dan Satuan

Materi Indikator Kemahiran

(32)

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Penguasaan Konsep dan Kemahiran Generik Topik Besaran dan Satuan (Lanjutan)

Materi Indikator Kemahiran

Generik

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Penguasaan Konsep dan Kemahiran Generik Topik Kinematika Partikel

Materi Indikator Kemahiran

(33)
(34)

Cara pemberian skor terhadap jawaban siswa untuk setiap butir soal adalah sebagai berikut: (i) untuk siswa yang memberi jawaban benar diberi skor 1 dan (ii) untuk siswa yang menjawab salah atau tidak menjawab diberi skor 0.

Sebelum instrumen ini digunakan maka diteliti dulu kualitasnya melalui uji coba. Kualitas instrumen ditunjukkan oleh kesahihan (validitas) dan keterandalannya (reliabilitas) dalam mengungkapkan apa yang akan dikukur. Validitas tes adalah ketepatan alat ukur dengan apa yang hendak dikukur (Sutrisno Hadi, 1991). Sumarna (2005) mengemukakan tujuan validitas soal adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal tersebut membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Validitas soal adalah indeks diskriminasi dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal dengan fungsi tes secara keseluruhan.

(35)

q p S

M

t t

 p

bis

M

r (Sumarna, 2005)

rbis = Koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor pada tes dari peserta tes yang memiliki jawaban benar

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi skor total

p = proporsi peserta tes yang jawabannya benar q = 1 - p

Ada batas-batas tertentu untuk menentukan seberapa jauh validitas suatu butir tes. Butir tes yang memiliki korelasi tinggi dan positif dengan total menunjukkan validitas yang tinggi pula dan sebaliknya. Korelasi di atas 0,30 dipandang sebagai butir tes yang baik. Karena korelasi rata-rata butir dengan butir lainnya berhubungan dengan korelasi butir dengan skor total, maka yang memiliki korelasi tinggi dengan total adalah yang terbaik (Sumarna, 2005).

Reliabilitas tes adalah kemampuan mempertahankan kesetabilan/kemantapan, kepercayaan dan ketepatan dari suatu ramalan (Kerlinger, 1973). Pengujian reliabilitas tes dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), ekuivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal, reliabilitas tes dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada tes dengan teknik tertentu (Sugiyono, 1999). Pengujian reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah internal konsistensi. Pengujian reliabilitas dengan internal konsistensi dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian dianalisis dengan teknik Kuder-Richardson-20.

(36)

(Guilford, 1973). KR-20 = reliabilitas menggunakan persamaan KR-20 p = proporsi peserta tes menjawab benar

q = proporsi peserta tes menjawab salah (q = 1 – p) k = banyaknya soal

SDt = standar deviasi total

Penafsiran reliabilitas tes didasarkan pada koefisien korelasi yang dihasilkan. Jika korelasi rerata antar butir soal tinggi maka reliabilitasnya juga tinggi dan sebaliknya jika korelasi rendah maka reliabilitasnya juga rendah. Reliabilitas yang baik atau memuaskan bergantung kepada tujuan atau kegunaan tes. Koefisien reliabilitas sebesar 0,5 sudah menunjukkan bahwa tes itu memiliki reliabilitas yang kurang baik (Sumarna, 2005). Kaplan dan Saccuzo (1989) (dalam Sumarna, 2005) mengemukakan koefisien reliabilitas 0,7 sampai 0,8 cukup tinggi untuk suatu penelitian dasar.

5. Pedoman observasi

(37)

6. Kuesioner

Kuesioner adalah alat pengumpul data melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan kepada responden (siswa SMK) yang telah mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan program pembelajaran fisika yang disusun oleh peneliti. Kuesioner ini bertujuan untuk menjaring data tentang respons siswa terhadap program pembelajaran fisika yang diterapkan. Kuesioner ini berisi pernyataan-pernyataan yang meminta pendapat siswa tentang pelaksanaan program pembelajaran fisika. Kuesioner yang disusun menggunakan skala Likert. Kuesioner tersebut juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka yang bertujuan untuk menjaring data mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam mengikuti pelajaran fisika dan harapan-harapan mereka mengenai pembelajaran fisika.

D. Teknik Analisis Data

1. Pengembangan Program Pembelajaran Fisika

Pada tahap pengembangan program pembelajaran fisika, analisis dilaksanakan berdasarkan hasil uji coba lapangan. Analisis draf program dilaksanakan dengan menyempurnakan keterbacaan, kebenaran konsep, dan penentuan waktu. Analisis data uji coba dilakukan untuk menentukan validitas dan reliabilitas instrumen, penyempurnaan draf program berdasarkan catatan observasi yang dilakukan observer terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Penguasaan Konsep dan Kemahiran Generik Fisika

(38)

kemahiran generik fisika dinyatakan dengan kategori penilaian yang ditetapkan sesuai Pedoman Penilaian untuk SMK. Pedoman tersebut tertera pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Pedoman Konversi Penilaian

Angka Kategori

Peningkatan penguasaan konsep dan kemahiran generik fisika sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran dihitung dengan skor gain yang dinormalisasi .

max

<g> adalah skor gain yang dinormalisasi Sf adalah skor rerata post-test

Si adalah skor rerata pre-test

Sm adalah skor maksimum

(39)

Gain-tinggi : (<g>) > 0,7 Gain-sedang : 0,7 ≥ (<g>) ≥ 0,3

Gain-rendah : (<g>) < 0,3 (Hake, 1998)

Hasil perbandingan kelompok kontrol dan eksperimen dihitung dengan uji-t untuk data berdistribusi normal dan uji Mann Whitney untuk data tidak berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengolahan data statistik menggunakan SPSS Versi 13.0.

3. Respons Siswa Terhadap Program Pembelajaran Fisika

Respons siswa terhadap program pembelajaran fisika yang dikembangkan dijaring melalui kuesioner yang berisi pertanyaan atau pernyataan dengan 4 alternatif jawaban. Kuesioner yang dikembangkan bertujuan untuk menjaring data yang berkenaan dengan cakupan materi yang disampaikan, metode pembelajaran, waktu yang disediakan untuk penyampaian materi, urutan materi, tugas yang diberikan, sistem evaluasi, dan kegiatan belajar mengajar secara umum.

Analisis data untuk kuesioner tertutup dilakukan dengan dua tahap, yaitu: (1) menghitung skor rata-rata respons siswa terhadap program pembelajaran yang dikembangkan, dan (2) membanding skor rata-rata dengan skor kategori atau dengan skor ideal yang ditetapkan. Kategori respons siswa tersebut tertera pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Kategori Respons Siswa Terhadap Model Pembelajaran

Skor Rata-rata Kategori

> 3,5 2,51 – 3,50 1,51 – 2,50

< 1,5

Sangat Setuju (Sangat Baik) Setuju (Baik)

(40)

Untuk kuesioner terbuka analisis dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban siswa ke dalam beberapa kelompok berdasarkan esensi dari respons siswa terhadap pertanyaan yang diajukan.

E. Hasil Pengembangan dan Uji Coba Program Pembelajaran

Kegiatan pengembangan program pembelajaran telah berhasil mengembangkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari: (1) silabus fisika SMK bidang keahlian Teknik Bangunan, (2) Rencana pembelajaran, (3) Lembar Kerja Siswa (LKS), (4) Handout/Materi Ajar, dan (5) Perangkat Evaluasi.

Proses pengembangan program pembelajaran diawali dengan studi kepustakaan, analisis kurikulum SMK bidang keahlian Teknik Bangunan, analisis Standar Kompetensi Nasional (SKN) bidang keahlian Teknik Bangunan, analisis kemahiran generik yang dapat ditumbuhkan pelajaran fisika, diskusi dengan pakar, guru fisika SMK, dan guru bidang produktif. Kegiatan selanjutnya adalah uji coba program pembelajaran. Program pembelajaran fisika SMK berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik yang berhasil dikembangkan adalah untuk dua topik pelajaran yaitu Besaran dan Satuan dan Kinematika Partikel.

1. Silabus Fisika SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan

(41)

Berdasarkan masukan dari hasil diskusi yaitu mengenai materi-materi fisika yang penting untuk diberikan di SMK harus mengacu pada kompetensi lulusan SMK bidang keahlian Teknik Bangunan. Materi fisika juga perlu dikembangkan untuk melatih keterampilan berpikir, karena mereka menemukan lulusan SMK kurang mampu untuk beradaptasi setelah mereka memasuki dunia kerja. Masukan lain dari diskusi tersebut yaitu mengenai format silabus. Format silabus yang telah dikembangkan perlu disempurnakan agar lebih operasional serta mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan SMK bidang keahlian Teknik Bangunan adalah keterampilan melakukan pengukuran. Berdasarkan hal tersebut, pada pokok bahasan besaran dan satuan keterampilan pengukuran perlu mendapat perhatian dengan menambah waktu untuk melatih siswa menggunakan alat ukur seperti penggaris, jangka sorong, mikrometer sekrup, dan neraca. Spesifikasi, ketelitian, dan fungsi alat-alat ukur tersebut juga perlu mendapatkan penekanan. Untuk meyakinkan siswa mengenai kegunaan alat ukur tersebut, maka benda-benda ukur harus menggunakan benda-benda yang sering mereka jumpai dalam pelajaran program produktif, seperti besi beton, pipa PVC, kaca, seng, dan lain-lain.

(42)

2. Rencana Pembelajaran

Rencana Pembelajaran merupakan pedoman yang dirancang secara sistematis untuk menggambarkan penyajian materi pelajaran sesuai dengan sintaks model pembelajaran yang dikembangkan. Penelitian ini telah mengembangkan dua Rencana Pembelajaran untuk topik besaran dan satuan serta kinematika partikel. Masing-masing rencana pembelajaran dibagi menjadi beberapa sub rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat keluasan materi dan jumlah jam pelajaran untuk satu kali pertemuan pada sekolah tempat penelitian.

Rencana pembelajaran yang dikembangkan memuat: (1) kompetensi dasar, (2) indikator, (3) kemahiran generik, dan (4) kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari (i) pendahuluan, (ii) kegiatan inti, (iii) penutup, dan (iv) penilaian.

Sebelum digunakan dalam pembelajaran nyata (implementasi program) sebagai tahap kedua dalam penelitian ini, Rencana Pembelajaran telah direvisi melalui serangkaian kegiatan, yaitu diskusi dengan guru-guru, kegiatan pelatihan guru, dan kegiatan uji coba.

(43)

3. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan bagian yang terintegrasi dengan skenario pembelajaran yang dikembangkan. Susunan LKS terdiri dari: (1) uraian kegiatan, (2) pertanyaan dan diskusi, dan (3) kesimpulan.

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru-guru, kegiatan pelatihan guru, dan kegiatan uji coba terungkap beberapa hal yang perlu disempurnakan dari LKS tersebut. Penyempurnaan tersebut secara umum dapat dikelompokkan menjadi: (1) hendaknya ditambahkan secara singkat materi pokok sebagai pengantar untuk mengarahkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan; (2) materi pelajaran hendaknya dikaitkan dengan materi dari program produktif, sebagai contoh pada saat melakukan pengukuran benda-benda ukur terkait langsung dengan benda-benda yang mereka akan jumpai dalam praktik bidang produktif seperti besi beton, batu bata, kayu, lempengan seng dan lain-lain; (3) pertanyaan-pertanyaan lebih difokuskan (diarahkan) supaya siswa mendapatkan kesimpulan sesuai dengan yang diharapkan.

4. Handout/Materi Ajar

Handout atau Materi Ajar merupakan bahan pegangan guru dan siswa sebagai panduan dalam proses pembelajaran fisika pokok bahasan Besaran dan Satuan serta Kinematika Partikel. Materi Ajar dikembangkan dengan mengacu pada buku-buku pelajaran fisika tingkat sekolah menengah atas dan buku-buku fisika dasar.

(44)

fisika dikaitkan secara langsung dengan materi bidang produktif supaya siswa lebih merasakan manfaat langsung dari pelajaran fisika.

Hasil uji coba menguatkan hasil diskusi dengan guru fisika tersebut, terungkap guru kesulitan untuk dapat menyampaikan materi pelajaran secara utuh karena alasan waktu yang tersedia tidak mencukupi. Guru masih mementingkan jumlah pokok bahasan yang harus diajarkan daripada kedalaman materi yang diajarkan. Mereka beralasan bahwa dalam kurikulum yang dipakai sudah ditetapkan materi yang harus disampaikan dan jumlah jam pelajaran yang disediakan untuk menyampaikan materi tersebut.

5. Perangkat Evaluasi

Instrumen evaluasi hasil belajar digunakan untuk menentukan kualitas hasil belajar siswa, yaitu tingkat penguasaan konsep dan kemahiran generik yang ditumbuhkan pelajaran fisika. Instrumen evaluasi hasil belajar berupa perangkat soal tes berbentuk pilihan ganda. Sebelum digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah berlangsungnya proses belajar mengajar dengan menerapkan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti, instrumen tes hasil belajar telah direvisi melalui kegiatan uji coba.

(45)

lainnya berhubungan dengan korelasi butir dengan skor total, maka yang memiliki korelasi tinggi dengan total adalah yang terbaik

Hasil uji validitas tes penguasaan konsep dan kemahiran generik fisika secara lengkap tertera pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Tes Penguasaan Konsep dan Kemahiran Generik Fisika

No Topik Jumlah Item Tes Keterangan

Total Valid Tidak Valid

1 Besaran dan Satuan 20 18 2 Revisi 2 item

2 Kinematika Partikel 20 17 3 Revisi 3 item

Pengujian reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah internal konsistensi. Pengujian reliabilitas dengan internal konsistensi dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian dianalisis dengan teknik Kuder-Richardson-20. Hasil uji reliabilitas tes penguasaan konsep dan kemahiran generik fisika tertera pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Koefisien Reliabilitas Tes Penguasaan Konsep dan Kemahiran Generik Fisika

No Topik Koefisien

Reliabilitas

Keterangan 1 Besaran dan Satuan 0,87 Reliabilitas Tinggi 2 Kinematika Partikel 0,81 Reliabilitas Tinggi

(46)

konsep/prinsip fisika dan kemahiran generik yang ditumbuhkan pelajaran fisika pada tahap implementasi program.

6. Kuesioner

Kuesioner yang dikembangkan bertujuan untuk menjaring data tentang respons siswa terhadap program pembelajaran fisika yang dikembangkan. Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang meminta pendapat siswa tentang pelaksanaan program pembelajaran fisika. Pada akhir uji coba program pembelajaran yang dikembangkan dilakukan uji coba kuesioner ini. Tujuan uji coba kuesioner ini adalah untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas kuesioner tersebut sebagai alat pengumpul data.

Hasil uji validitas keusioner menunjukkan bahwa dari 15 item pertanyaan, satu item tidak valid dan 14 item valid. Untuk item yang tidak valid dilakukan revisi. Sedangkan koefisien reliabilitas kuesioner sebesar 0,82 yang dapat dikategorikan reliabilitas tinggi.

7. Analisis Hasil Uji Coba

(47)

Tabel 3.10 Deskripsi Skor Penguasaan Konsep Fisika Hasil Uji Coba

Keterangan: Siswa yang tuntas belajar jika skor ≥ 60.

Dari Tabel 3.10 terlihat bahwa penguasaan konsep fisika untuk kedua topik yang dicapai siswa yang mengikuti uji coba berada pada kategori cukup (berada pada rentang 60 – 75). Siswa yang telah tuntas belajar untuk topik Besaran dan Satuan sebesar 68,6% dan topik Kinematika Partikel sebesar 71,4%.

Deskripsi skor kemahiran generik yang dapat ditumbuhkan pelajaran fisika untuk topik Besaran dan Satuan, Kinematika Partikel, dan keseluruhan tertera pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11 Deskripsi Skor Kemahiran Generik Hasil Uji Coba No

(48)
(49)
(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kemahiran generik yang dikembangkan pada pelajaran fisika SMK topik besaran dan satuan serta kinematika partikel adalah teknik pengamatan langsung, kesadaran skala besaran objek-objek alam, kefasihan menggunakan bahasa simbolik, kemahiran melakukan inferensi logika, dan kemahiran membuat pemodelan matematika.

2. Program pembelajaran fisika SMK berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik memberikan dampak yang lebih baik dalam meningkatkan penguasaan konsep fisika bidang keahlian Teknik Bangunan.

3. Program pembelajaran fisika SMK berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik memberikan dampak lebih baik dalam meningkatkan kemahiran generik.

4. Penguasaan kemahiran generik mempunyai hubungan yang signifikan dengan penguasaan konsep fisika bidang keahlian Teknik Bangunan dalam mendukung kompetensi kejuruan.

(51)

6. Keunggulan program pembelajaran fisika SMK adalah mengantarkan siswa mengetahui manfaat fisika secara langsung dalam mendukung kompetensi bidang produktif dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri siswa. Keterbatasan program diantaranya siswa dan guru memerlukan persiapan dan waktu yang lebih banyak, serta menuntut tersedianya peralatan praktik fisika yang memadai.

7. Faktor pendukung implementasi program pembelajaran fisika SMK yaitu keinginan guru untuk melaksanakan inovasi pembelajaran, dimasukkan fisika dalam ujian nasional/ujian sekolah, dan adanya uji kompetensi praktik pelajaran fisika. Kendala yang dialami adalah kurangnya perhatian siswa, guru dan sekolah terhadap program adaptif dibandingkan dengan program produktif di SMK.

B. Saran

1. Sebaiknya pembelajaran fisika SMK berbasis kemahiran generik dan tuntutan bidang produktif untuk dapat meningkatkan motivasi belajar, kemampuan adaptasi terhadap perkembangan IPTEK, dan peningkatan penguasaan konsep fisika.

2. Sekolah supaya memberikan perhatian yang sama kepada mata diklat produktif dan adaptif, karena sinergi keduanya dapat meningkatkan kompetensi siswa dan mengatasi kelemahan lulusan SMK yang memiliki kecenderungan sulit adaptasi dalam pekerjaan.

(52)

pembekalan kepada calon guru tentang fisika SMK yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan sekolah umum.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abruscato, J. (1996). Teaching Children Science : A Discovery Aproach. Boston : Allyn and Bacon.

American Association for the Advancement of Science. (1993). Benchmarks for Science Literacy. Oxford : Oxford University Press.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Bell, B.F. (1993). Children’s Science, Construtivism and Learning in Science. Victoria, Australia : Deakin University.

Borg, W.R. & Gall, M.D. (2003). Educational Research an Introduction. Seventh Edition. New York : Longman.

BSNP (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : BSNP

Brotosiswojo, B.S. (2001). Hakekat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. Jakarta : Universitas Terbuka.

Carrind, AA. and Sund, R.B. (1989). Teaching Science Through Discovery (6th edition). Ohio : Meril Publishing Company.

Creswell, Jhon W. (1994). Research Design : Qualitative and Quantitative Aproach. London : Sage Publication.

Christie, Cheryl. (2002). The learning cycle an inquiry-based teaching model [Online]. Tersedia : http://www.nmm.maine.edu.300/education/students/ curriculum design/christie.htm. [5 Februari 2005]

Conner, T. (2003). GENSIP : The generic skills integration project, student counseling staff development office tribity college Dublin-Australia. [Online]. Tersedia : www.tcd.re//studentounseling [8 Maret 2005]

CURVE. (2001). Generic skills in VET. [Online]. Tersedia : www.never.edu.au [8 Maret 2005]

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga..

_________. (1995). Berbagai saran untuk meningkatkan mutu penelitian pendidikan MIPA. Makalah disajikan pada ceramah wawasan MIPA, tanggal 26 Agustus 1995. Yogyakarta : UGM.

(54)

Depdikbud. (1999). Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan : Pedoman Pelaksanaan. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi : Ketentuan Umum. Jakarta : Depdiknas.

________ (2003). UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sekjen Depdiknas.

Departemen Pekerjaan Umum. (1999) UU No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.

Dikmenjur. (2006). Pedoman Penilaian Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta : Dikemnjur, Depdiknas.

Dikmenjur. (2004). Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Edisi 2004. Jakarta : Dikemnjur, Depdiknas.

Dipohusodo, Istimawan (1996). Manajemen Proyek dan Konstruksi. Yogyakarta: Kanisius.

Djohar, A. (2003). Pengembangan model kurikulum bebasis kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi Tidak Diterbitkan. Bandung : PPS UPI.

Druxes, H. Born, G. & Siamsen, F. (1983). Kompedium Didaktik Fisika (terjemahan Soeparmo). Bandung : CV Remadja Karya.

Dunlap, J.C., Grabinger, R. S. (1996). Rich environments for active learning in the higher education classroom. Dalam Wilson, B. G. (Ed): Constructivist learning environment: Case studies in instructional design, pp. 65-82. New Jersey: Educational Technology Publications Engelwood Clifs.

Elby, A. (1999). What students’ learning representations tells us about contructivism. [Online] Tersedia : www.physics.umd.edu [25 september 2005]

Falmer, W.A. & Farrel, M.A. (1980). Systematic Instruction in Science for the Middle and High School Years. Masschusetts : Addison Wesley Publishing Company.

Fransisco, J.S. & Nicoll, G. (1998). Integrating multiple teaching methodes into a general chemistry classroom. Journal of Chemical Education. 75(2), 210-213. Fratt, L. (2003). Less is More : Trimming the Overstuffed Curriculum. New York :

AAAS Project 2061.

Gagne, E.D. (1975). The Cognitive Psycology of School Learning. Boston : Little Brown.

(55)

Hake, R.R. (2002). Relationship of individual student normalized gains in mechanics with gender, high school, and pretest scores on mathematics and spasial visualization.[Online].Tersedia: www.physcs.indiana.edu/~hake [12 Agustus 2004]

Hake, RR. (1999). Analyzing change/gain scores. AERA-D-American Educational

Research Association’s Division, Measurment and Research Methodology.

[Online]. Tersedia : http://lists.asu.edu/cgibin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855. [14 September 2004]

Hake, R.R (1998) Interactive-engagement versus traditional methods : a six-thousand-student survey of mechanics test data for introductary physics courses. American Journal of Physics, 66(1), pp. 64-74

Handayanto, S.K. (2005). Perlunya perubahan perilaku guru dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan kompetensi siswa. Makalah, disampaikan pada Seminar Jurusan Fisika FPMIPA Universitas Negeri Malang. Malang, 23 Maret 2005.

Hardhy, ed. (2002). Broad Based Education Life Skills dengan Model Pelaksanaan Pembelajaran Kecakapan Hidup di Sekolah. Bandung : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Hartono. (2006). Pembelajaran fisika modern bagi mahasiswa calon guru. Disertasi, Tidak Dipublikasikan. Bandung : PPS UPI.

Haryanto, Z. (2006). Tahap perkembangan intelektual siswa SMP dan SMA dalam kaitannya dengan pembelajaran fisika dan kemampuan pemecahan masalah. Disertasi, Tidak Dipublikasikan. Bandung : PPS UPI.

Hinduan, A.A. (2003). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan IPA. Makalah, dipresentasikan dalam Seminar Himpunan Sarjana dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia II di Universitas Pendidikan Indonesia.

Ikepitra, P.E. (2003). Implementasi model pembelajaran konstruktivis dalam pembelajaran fisika untuk mengubah miskonsepsi ditinjau dari penalaran formal siswa. Tesis, Tidak Diterbitkan. Singaraja : IKIP Singaraja.

Indrawati. (1999). Model-Model Pembelajaran IPA. Bandung : P3GIPA.

Jonasen, D. (1994). Characteristics of constructivist and learning. [Online]. Tersedia : http://www.stemnet.nf.ca [25 September 2005]

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2000). Models of Teaching. London : Allyn and Bacon.

(56)

Klausner, RD. (1996). National Science Education Standards. Washington DC : National Academy Press.

Laws, P.W. (1999). Woman’s sesponses to an activity-based introductory physics program. American Journal of Physics. Suplement. 67(7), S32-S37.

Lawson, A.D. (1978). The development and validation of a classroom test of formal reasoning. J. Res. Sci. Teach. 15(1), 11-24.

Lawson, A.W. (1995). Science Teaching and the Development of Thingking. Belmont California : Wadsworth Publishing Company.

Liliasari. (1997). Pengembangan model pembelajaran materi subyek untuk meningkatkan keterampilan berpikir konseptual tingkat tinggi mahasiswa calon guru IPA. Laporan Penelitian. Bandung : FPMIPA.

Meier, D. (2000). The Accelerated Learning Handbook (terjemahan Rahmani Astuti). Bandung : Kaifa.

Meyers, C. (1986). Teaching Student to Think Critically. A Guide for Faculty in All Dicipline. San Fransisco : Jossey-Bass.

Miller, P. & Seller, W. (1985). Curriculum Perspective and Practice. New York : Longman.

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum yang Disempurnakan : Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remadja Rosdakarya.

_________ (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remadja Rosdakarya.

Muslim dan Suparwoto. (2002). Pola Induk Pengembangan Silabus Berbasis Kemampuan Dasar Sekolah Menengah Umum : Pedoman Khusus Model Fisika 3. Jakarta : Dikmenum Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Parangtopo. (1999a). Pendidikan fisika dan teknologi. Dalam (ed) Hebert Simajuntak, Gagasan Berharga Parangtopo : Bepikir Jernih Membangun Fondasi Ilmu dan Teknologi. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Parangtopo. (1999b). School of hhysics. Dalam (ed) Hebert Simajuntak, Gagasan Berharga Parangtopo : Bepikir Jernih Membangun Fondasi Ilmu dan Teknologi. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Paulson, D.R. (1999). Active learning and cooperative learning in organic chemistry lecture class. Journal of Chemical Education, 76(8), 1136-1141.

(57)

Redish, E.F. (1994). Implication of cognitive studies for teaching physics. American Journal of Physics. 62(9), 796-803.

Reif, F. (1995). Understanding and teaching important scientific thought processes. American Journal of Physics. 63(1), 17-32.

Rutherford, F & Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans. Oxford : Oxford University Press.

Sadia, I. N. (1996). Pengembangan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran IPA di SMP. Disertasi, Tidak Diterbitkan. Bandung : PPS IKIP Bandung. Schodek, Daniel L. (1999). Struktur (Alih Bahasa) edisi kedua. Jakarta : Erlangga. Sia, A.P. (1996). Metacognitive strategy for teaching science concept. Journal of

Science and Mathematics Education in South East Asia, XVIII (1), 16-23.

Sidi, I. (2000). Pendidikan ilmu pengetahuan alam di lingkungan pendidikan dasar dan menengah : tantangan dan pengembangan. Makalah, disampaikan pada seminar dan lokakarya Pendidikan MIPA di Indonesia. Diselenggarakan oleh ITB dan UPI, Bandung : 31 Juli – 2 Agustus 2000.

Slamet, PH. (1995). Hasil pendidikan kejuruan: visi dan strategi masa mendatang. Makalah, disampaikan pada Penataran dan Lokakarya Peningkatan SDM bagi Pengelola SMK tanggal 24 Juli 1995 di SMT Negeri Grafika Semarang. Sokoloff, D.R. and R.K. Thornton. (1997). Using interactive lecture demonstration to

create an active learning environment. The Physics Teacher 35(10), 340-347. Sonhadji, A. (2003). Alternatif penyempurnaan pembaharuan penyelenggaraan

pendidikan di sekolah menengah kejuruan. [Online]. Tersedia dalam http://www.depdiknas.go.id/sikep/Issue/SENTRA1/F18.html [14 September 2004]

Stasz, C., et al (Eds). (2001). Classroom that works : teaching generic skills in academic and vocational setting MDS-263. [Online]. Tersedia : ncrve/Berkeley.edu [12 Agustus 2004]

Sudarmin. (2007). Pengembangan model pembelajaran kimia organik dan keterampilan generik sains (MPKOKG) bagi calon guru kimia. Disertasi. Bandung : SPS UPI.

Sudarminta, J. (2000). Tantangan dan Permasalahan Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium Ketiga. Yogyakarta : Kanisius.

Suderajat, H. (2003). Pendidikan Berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi pada Kecakapan Hidup. Bandung : CV Cipta Cekas Grafika.

(58)

Sujana, N. (1995). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sujana, N & Suwarsih, W.I. (1991). Model-Model Mengajar CBSA. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sukmadinata, NS. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remadja Rosdakarya.

Suma, K. (2003). Pembekalan kemampuan-kemampuan fisika bagi calon guru melalui mata kuliah fisika dasar. Disertasi, Tidak Diterbitkan. Bandung : PPS UPI.

Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. (Second Edition). Columbus : Charles E. Merrill Publishing.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Suprapto, B. (2000). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta : Universitas Terbuka.

Suriapranata, S. (2005). Analisis Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Kurikulum 2004. Bandung : Remadja Rosdakarya.

Suriasumantri, JS. (1982). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Sutrisno. (1990). Pendidikan fisika untuk SMTA. Makalah disajikan pada Seminar

Pendidikan Fisika Se-Jawa dan Bali. Bandung : 11-13 Nopember 1990. Sutrisno, H. (1991). Metodologi Research. Yogyakarta : UGM.

The Houw Liong & Suprapto. (2000). Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta : Universitas Terbuka.

Tipler, PA (1998). Fisika untuk Sains dan Teknik (terjemahan Lea Prasetio), Erlangga Jakarta.

Gambar

Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Topik dan Subtopik yang Dikembangkan
Tabel 3.2  Desain Implementasi Program
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kemahiran Generik Fisika
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Perkembangan kasus campak di Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun dapat digambarkan dengan IR kasus campak. Tingkat sosial ekonomi yang digambarkan dengan

[r]

sehingga penulis dapat menyelesaik an skripsi yang berjudul “ Analisis Spesialisasi dan Daya Saing Sektor-Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-.

___________, Sejarah Perjuangan Pers di Sumatera Utara , Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2001. Universitas

Untuk mengukur daya saing industri pariwisata dapat menggunakan variabel daya saing dengan menggunakan kedelapan indikator diantaranya Human Tourism Indicator (HTI),

PENERAPAN PEND EKATAN INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PAD A PEMBELAJARAN IPA KONSEP PENGGOLONGAN D AN D AUR HID UP HEWAN.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Untuk mengukur daya saing industri pariwisata dapat menggunakan variabel daya saing dengan menggunakan kedelapan indikator diantaranya Human Tourism Indicator (HTI),

PENERAPAN PEND EKATAN INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PAD A PEMBELAJARAN IPA KONSEP PENGGOLONGAN D AN D AUR HID UP HEWAN.. Universitas Pendidikan Indonesia |