Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA (Studi Deskriptif di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung)
Tahun 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh Faridah Rusdiani
0900390
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
(Studi Deskriptif di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung)
Tahun 2013
Oleh
Faridah Rusdiani
0900390
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Faridah Rusdiani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
FARIDAH RUSDIANI (0900390)
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA (Studi Deskriptif di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung)
Disetujui dan disahkan oleh Pembimbing : Pembimbing I
Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. NIP. 19570303 198803 1 001
Pembimbing II
Elan Sumarna, M.Ag. NIP. 19670828 200501 1 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Pembinaan Keagamaan Pada Narapidana Wanita
(Studi Deskriptif Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung) 2013
Oleh
Faridah Rusdiani (0900390)
Pembinaan keagamaan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depannya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pertimbangan penggunaan metode ini adalah untuk mendeskripsikan secara realitas mengenai proses keberhasilan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung.
ii
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Religious Development In Women Prisoners
( Descriptive Study of Women In Prison Class IIA Bandung ) 2013
by
Faridah Rusdiani (0900390)
Religious guidance is any activity performed by a person in order to provide assistance to others who are experiencing mental difficulties in the environment that the person is able to cope alone as the arising of consciousness or self-surrender to the power of Almighty God to arise in a personal light life expectancy present happiness and his future. In this study, the authors used a qualitative approach with descriptive methods. Consideration of the use of this method is to describe the reality of the success of the process of religious guidance on female inmates in Prison Class IIA Women Bandung.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Struktur Organisasi ... Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA Error!
Bookmark not defined.
A. TINJAUAN TENTANG PENDIDIKAN ISL MError! Bookmark not defined.
1. Pengertian Pendidikan Isl m ... Error! Bookmark not defined.
2. Tujuan Pendidikan Isl m ... Error! Bookmark not defined.
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. KONSEP PEMBINAAN KEAGAMAAN .... Error! Bookmark not defined.
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined.
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan ... Error! Bookmark not defined.
3. Aspek Pembinaan Keagamaan... Error! Bookmark not defined.
4. Metode Pembinaan Rasa Beragama ... Error! Bookmark not defined.
C. KAJIAN TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ... Error!
Bookmark not defined.
1. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan ... Error!
Bookmark not defined.
2. Sistem Lembaga Pemasyarakatan ... Error! Bookmark not defined.
3. Pembinaan Narapidana Wanita ... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN... Error! Bookmark not defined.
A. Lokasi Penelitian dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Pendekatan penelitian ... Error! Bookmark not defined.
D. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.
F. Teknik Pengumpulan ... Error! Bookmark not defined.
G. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not
defined.
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.
B. Saran ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP ... Error! Bookmark not defined.
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Manusia adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi
pembawaan dan lingkungan, adalah salah satu hakikat wujud manusia. Dalam
perkembangannya manusia cenderung menjadi orang yang baik dan
kecenderungan menjadi orang yang jahat. Tak terbantahkan, semua manusia tidak
akan luput dari kesalahan. Rasūlullāh sendiri, manusia paling mulia dan terbebas
dari dosa, tak luput dari melakukan kesalahan. Karena itulah kita melihat dalam
al-Qur`ān beberapa ayat yang merupakan teguran dari Allāh kepada Rasūl-Nya
yang terkasih. Semua orang, terlebih lagi seorang da’i, guru, atau pendidik, mesti
memahami fakta ini sebaik-baiknya (Al-Munajjid, 2010: 25). Dengan begitu,
menurut Al-Munajjid (2010: 25) ia tidak berharap bahwa seseorang harus menjadi
sempurna, bebas dari kesalahan. Ia akan sembarang menghakimi orang yang
melakukan kesalahan. Jika kita memahami bahwa manusia tak luput dari
kesalahan, kita tidak akan bertindak sekehendak hati dan mengharapkan seseorang
bertindak sesuai dengan keinginan kita. Selain itu, kita tidak akan mudah
memvonis bahwa seseorang telah gagal atau bodoh karena melakukan kesalahan.
Ketika menghadapi seseorang yang melakukan kesalahan, kita harus bersikap
realistis melihat latar belakang pribadinya dan menyadari bahwa manusia tak
luput dari kesalahan. Manusia adalah makhluk lemah, bodoh, lalai, suka
bertingkah, pelupa, dan cenderung mengikuti hawa nafsu.
Menurut Al-Munajjid (2010: 26) dengan pemahaman seperti itu, seorang
pendidik tidak akan terkejut ketika mendapati begitu beragam kesalahan yang
dilakukan orang-orang. Kesadaran itu akan mengendalikan dirinya untuk tidak
berbuat sekehendak hati atau menegur seseorang secara serampangan. Jika
seorang da’i atau pendidik memahami bahwa setiap orang mungkin melakukan
kesalahan, ia akan menghadapi seseorang dengan cara yang bijak dan santun. Ia
sadar, dirinya pun mungkin melakukan kesalahan. Ia tidak akan menyalahkan atau
merupakan kodrat alami manusia, tak berarti kita harus membiarkan seseorang
melakukan kesalahan, atau memaafkan orang yang berbuat dosa atas dasar bahwa
ia hanyalah manusia biasa. Meskipun manusia adalah tempatnya salah dan lupa,
kita tetap harus mencela keburukan atau kejahatan yang dilakukan seseorang, kita
harus menegur dan meluruskan kesalahan yang dilakukan seseorang. Namun, kita
tak bisa secara serampangan menuduh atau mengatakan seseorang melakukan
kesalahan. Pernyataan bahwa seseorang telah bersalah harus didasarkan atas
bukti-bukti syariat dan pemahaman yang benar bukan atas dasar ketidaktahuan
atau atas dasar pikiran bahwa sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan yang
dikehendaki.
Upaya mengoreksi kesalahan seseorang tentu saja dilakuan secara berbeda
sesuai dengan kepribadian orang itu dan tingkat kesalahan yang dilakukannya.
Kesalahan berat atau penyimpangan serius harus ditangani secara lebih serius.
Contohnya upaya meluruskan kesalahan akidah harus lebih serius dibanding
kesalahan etika (Al-Munajjid, 2010: 26).
Selain itu Al-Munajjid (2010: 34) mengemukakan ketika hendak menegur
atau meluruskan kesalahan yang dilakukan seseorang, kita harus
mempertimbangkan posisi atau kedudukan kita dan kedudukan orang itu. Sebab,
nasihat seseorang mungkin akan lebih diterima dari pada nasihat orang lain karena
perbedaan status sosial, perbedaan usia, kedudukan, atau perbedaan otoritas
terhadap orang yang ditegur atau diberi nasihat. Sebagai contoh, seseorang
mungkin akan lebih mendengar nasihat ayahnya, atau gurunya dibanding nasihat
orang lain yang tidak memiliki hubungan denngannya. Dengan memahami
perbedaan-perbedaan seperti itu, seorang dai atau pendidik bisa memilih cara-cara
atau ucapan yang lebih baik dan lebih efektif untuk menegur orang itu sehingga ia
tidak larut dalam kesalahannya atau melakukan kesalahan lain yang lebih berat.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat pasal 1
ayat (3) merumuskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” yang
maksud dari Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat pasal 1 ayat (3)
tersebut adalah bahwa negara Indonesia memiliki hukum yang mengatur dan
melindungi setiap rakyatnya.
Dalam hal ini bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana atau kejahatan
harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Hukum tersebut harus dijunjung
tinggi serta dilaksanakan secara konsekuen oleh seluruh warga negara. Setiap
warga negara harus bertanggung jawab terhadap hukum apabila dia melakukan
tindak pidana, maka dia bertanggung jawab untuk menerima dan melaksanakan
hukuman atau sanksi yang diberikan.
Dikemukakan oleh Hakim (2000: 59) bahwa Audah memberi definisi
hukuman sebagai berikut:
“Hukuman adalah pembalasan atas pelanggaran perintah syara’ yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat”.
Sedangkan pengertian hukum menurut Poerwadarminta (1987: 363) yaitu:
“Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku untuk orang banyak”.
Dari definisi tersebut, dapat kita kemukakan bahwa hukuman merupakan
balasan yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan yang mengakibatkan orang
lain menjadi korban akibat perbuatannya. Dalam ungkapan lain, hukuman
merupakan penimpaan derita dan kesengsaraan bagi pelaku kejahatan sebagai
balasan dari apa yang telah diperbuatnya kepada orang lain atau balasan yang
diterima si pelaku akibat pelanggaran perintah syara. (Hakim, 2000: 59)
Jumlah kriminalitas yang terjadi di Indonesia relatif tinggi sehingga
memerlukan tindakan penanggulangan yang serius dan efektif. Marlina (2009:
2-3) data statistik lima tahun (1999-2002-3) jumlah kriminalitas di Indonesia
berjumlah 945.491 kasus. Kejahatan yang terjadi di Indonesia sangat beragam.
Tingginya jumlah kejahatan di Indonesia memunculkan berbagai pertanyaan.
menyebabkannya, dan bagaimana cara menanggulanginya. Peningkatan jumlah
kejahatan yang dilakukan anggota masyarakat dipandang para ahli sebagai hal
yang alami. Beberapa sarjana hukum berpendapat “setiap orang mempunyai
peluang melakukan perbuatan menyimpang, karena kejahatan merupakan gejala
yang menyangkut setiap orang”. Oleh karena itu, kejahatan dipandang secara
multi dimensi dan multi disipliner oleh semua pihak yang terkait upaya
penanggulangan kejahatan. Kajiannya juga secara multi disipliner baik oleh ahli
hukum maupun ahli-ahli bidang ilmu sosial lainnya.
Lebih lanjut Soekanto (Marlina, 2009: 2) mengatakan bahwa manusia
memiliki hasrat untuk hidup secara teratur, serasi, selaras dengan masyarakat dan
hukum yang berlaku, akan tetapi karena alasan tertentu menyebabkan seseorang
melanggar hukum berlaku. Pelanggaran tersebut terjadi karena kesengajaan
ataupun kelalaian. Menurut Lunden dalam (Marlina, 2009: 3) di negara
berkembang kejahatan timbul disebabkan oleh:
1. Besarnya jumlah dan sukarnya melakukan pencegahan terhadap
gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota
2. Terjadinya konflik antar norma adat pedesaan (tradisional) dengan
norma baru yang tunbuh dalam proses dan perkembangan kehidupan
sosial yang cepat di kota besar
3. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada
pola kontrol sosialnya, sehingga anggota masyarakat mulai kehilangan
pola kepribadian atau samar pola menentukan perilakunya.
Kejahatan bukan hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja namun pada
kenyataannya banyak juga kaum wanita yang melakukan tindak kejahatan,
terbukti dengan adanya peningkatan tindak kejahatan yang dilakukan oleh kaum
wanita di Lembaga Permasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung pada tahun 2013.
Menurut Manshur (2012: 17) wanita adalah mitra laki-laki, laksana
seorang menteri dalam mengurus keluarga, wakil saat suami tiada, pendidik
perempuan layak mendapatkan hak istimewa. Bahkan, sudah seharusnya kaum
perempuan memiliki peran sekaligus pengakuan penting dalam pelbagai aspek
kehidupan. Hanya, aturan hak-hak untuk mereka tentunya tidak akan pernah bisa
sempurna kecuali diatur oleh Sang Pencipta langit dan bumi melalui risalah-rislah
suci-Nya. Laki-laki tidak sama dengan perempuan. Inilah salah satu tema besar
yang diangkat al-Qur`ān, baik kaitannya dengan kehidupan dunia maupun akhirat.
Penciptaan perempuan begitu unik dan berbeda dari penciptaan laki-laki, baik dari
segi fisik maupun karakter. Kebenaran ini tentu tidak bisa dimungkiri, terutama
bagi mereka yang mau membuka mata dan hati nurani. Mereka yang tidak mau
membuka mata dan hati nurani selalu berupaya memutar balikan fakta kebenaran
sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka, di mana permpuan dipandang
hanya sekedar budak dan tawanan yang bisa diperlakukan semena-mena.
Wanita yang kita kenal memiliki sifat yang lemah lembut ternyata dapat
melakukan suatu tindakan kejahatan bahkan ada diantara mereka yang melakukan
tindak kejahatan kelas berat dengan pidana mati atau seumur hidup. Mereka yang
terbukti oleh pengadilan melakukan tindak kejahatan akan melewati hari-harinya
dalam lembaga permasyarakatan selama masa hukuman yang dijatuhkan padanya
(Manshur, 2012: 17).
Pidana penjara merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang paling
sering digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan.
Penggunaan pidana penjara sebagai sarana untuk menghukum para pelaku tindak
pidana baru dimulai pada akhir abad ke-18 yang bersumber pada paham
individualisme dan gerakan perikemanuisaan, maka pidana penjara ini semakin
memegang peranan penting dan menggeser kedudukan pidana mati dan pidana
badan yang dipandang kejam menurut Arief (Priyatno, 2009: 2).
Sistem permasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, diatur dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 1955 menurut penjelasan Priyatno (2009: 3) hal ini
merupakan pelaksanaan dari pidana penjara, yang merupakan perubahan ide
secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem permasyarakatan.
penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur-angsur dipandang sebagi suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep
rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak
lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga
masyarakat yang bertanggungjawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.
Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan
Permasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari
tiga puluh tahun yang dikenal dan dinamakan sistem permasyarakatan. Menurut
Priyatno (2009: 3) karena sistem permasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai
arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan permasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu anatara pembina, yang dibina, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan permasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindakan pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggungjawab.
Amin (2010: 349) Islām adalah agama rahmatan lil ‘alamīn, yakni sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Itulah misi utama yang dibawa
oleh ajaran Nabi Muḥammad. Kehadiran agama Islām adalah untuk menuntun
umat manusia kepada jalan kebenaran, sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang
hakiki. Salah satu aktualisasi kerahmatan atas diutusnya Nabi Muḥammad adalah
untuk menyempurnakan akhlak atau budi pekerti yang mulia. Maka sebagai
konsekuensinya, semua perbuatan yang tidak baik dan bertentangan dengan
nilai-nilai kebaikan harus dihindari.
Rahmat Hakim (2000: 59), berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Islām
dalam upaya menyelamatkan manusia baik perseorangan maupun masyarakat dari
berusaha mengamankan masyarakat dengan berbagai ketentuan, baik berdasarkan
al-Qur’ān, hadiṡ Nabi, maupun berbagai ketentuan dari ulil amri atau lembaga
legislatif yang mempunyai wewenang menetapkan hukuman. Semua itu pada
hakikatnya dalam upaya menyelamatkan umat manusia dari ancaman kejahatan.
Upaya mengoreksi kesalahan seseorang tentu saja dilakukan secara
berbeda sesuai dengan kepribadian orang itu dan tingkat kesalahan yang
dilakukannya. Kesalahan berat atau penyimpangan serius harus ditangani secara
lebih serius. Contohnya upaya meluruskan kesalahan akidah harus lebih serius
dibanding kesalahan etika.
Dalam kenyataan sekarang ini, banyak didapati individu-individu yang
berpengaruh negatif dalam segi kehidupan manusia yang pada akhirnya
melahirkan sikap-sikap yang cenderung lebih mengarah kepada melakukan tindak
kejahatan. Menurut Amin (2010: 25) sikap dan perilaku negatif demikian jelas
merupakan bentuk penyimpangan dari perkembangan fitrah beragama manusia
yang diberikan Allāh. Hal tersebut dapat terjadi karena kesalahan pendidikan dan
bimbingan yang diberikan sebelumnya, di samping godaan hawa nafsu yang
bersumber dari nafsu syetan.
Dilihat dari latar belakang yang ada maka secara realitasnya manusia yang
memiliki permasalahan dengan tindak pidana maka harus diberikan bimbingan
dan arahan agar dikemudian hari kesalahan yang telah diperbuatnya tidak lantas
dilakukannya kembali. Firman Allāh SWT dalam QS. An-Naḥl ayat 125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Naḥl: 125)1*
Selain itu, Allāh berfirman dalam Surat al-Isrā` ayat 82:
Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalimselain kerugian. (QS. Al-Isrā`: 82)
Menurut Arifin (Amin, 2010: 19) mengemukakan bahwa bimbingan
adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan
bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam
lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena
timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup
masa sekarang dan masa depannya.
Selain itu, menurut Amin (2010: 25) dalam kondisi penyimpangan yang
dilakukan oleh seseorang, individu akan menemukan dirinya terlepas
hubungannya dengan Allāh meskipun hubungan dengan sesama manusia tetap
berjalan dengan baik. Kondisi tersebut juga dapat pula mengakibatkan individu
terlepas hubungannya dengan manusia lain atau lingkungan, meskipun hubungan
dengan Allāh tetap terjalin. Ada juga individu yang sama sekali tidak mempunyai hubungan baik dengan Allāh. Mereka yang kehilangan pegangan keagamaan
1
* Seluruh teks dan terjemah al-Qur`ān dalam skripsi ini dikutip dari Ms. Word Menu Add-Ins
al-Qur`ān, disesuaikan dengan Al-Ḥikmah Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Departemen
adalah mereka yang memiliki masalah dalam kehidupan keagamaan khususnya.
Mereka inilah yang perlu memperoleh penanganan bimbingan atau pembinaan
keagamaan.
Demikian pula dalam hal keagamaan. Pada kenyataannya, dalam
kehidupan masyarakat secara luas, karena berbagai himpitan dan permasalahan
hidup mereka alami berbagai problematika kehidupan yang sangat kompleks.
Pemecahan permasalahan kehidupan dengan berbagai latar belakangnya akan
dapat diselesaikan dengan pendekatan keagamaan. Tidak sedikit permasalahan
kehidupan justru akan dapat diatasi dengan pendekatan keagamaan. Karena
melalui pendekatan keagamaan ini akan terpancar religious insight yang dapat
membangkitkan semangat kehidupan seseorang yang mengalami problematika
kehidupan. Oleh karena itu, keberadaan bimbingan keagamaan mutlak diperlukan
untuk mengatasi problematika kehidupan di kalangan masyarakat luas (Amin,
2010: 36).
Berkenaan dengan banyaknya kasus kejahatan yang dilakukan oleh wanita
maka selain dengan tindakan pemidanaan yang dikenakan kepada tiap narapidana
tentu perlu pula adanya tingkat pembinaan keagamaan terhadap para warga binaan
lembaga permasyarakatan wanita guna meningkatkan kualitas pendidikan dan
keagamaan sehingga dengan adanya pembinaan keagamaan tersebut para warga
binaan dapat terus meningkatkan kualitas keimanannya dan tidak akan
mengulangi perbuatannya kembali. Oleh karena itu penulis sangat antusias
meneliti “Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita (Studi Deskriptif
di Lapas Wanita Klas IIA Bandung)”.
B.
Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut dapat peneliti rumuskan suatu masalah
pokoknya yaitu “Bagaimana pembinaan keagamaan yang diberikan kepada
narapidana wanita ?”
1. Bagaimana latar belakang diselenggarakannya pembinaan keagamaan
2. Apa tujuan dan manfaat diselenggarakannya pembinaan keagamaan
bagi para narapidana wanita?
3. Bagaimana proses dan materi pembinaan keagamaan yang diberikan
terhadap narapidana wanita?
4. Bagaimana hasil dari pembinaan keagamaan yang sudah dilakukan
kepada narapidana wanita?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui secara faktual
bagaimana pembinaan keagamaan yang diberikan kepada para narapidana
wanita selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Mengetahui latar belakang diselenggarakannya pembinaan
keagamaan bagi para narapidana wanita.
b. Mengetahui tujuan dan manfaat diselenggarakannya pembinaan
keagamaan bagi para narapidana wanita
c. proses dan materi pembinaan keagamaan yang diberikan terhadap
narapidana wanita
d. Mengetahui hasil dari pembinaan keagamaan yang sudah
dilakukan kepada narapidana wanita
D.
Manfaat PenelitianDari informasi yang ada diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara bersifat teoritis yaitu
sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan disiplin ilmu yang ditekuni
penulis dan dapat memperkaya khasanah tentang peran lembaga permasyarakatan
berikut dengan cara pembinaan keagamaan yang diberikan kepada warga binaan
wanita yang ada di LAPAS Wanita Klas IIA Bandung. Sedangkan kegunaan
bermakna untuk lebih meningkatkan pembinaan keagamaan agar narapidana
semakin taat dalam beribadah kepada Allāh.
E. Struktur Organisasi
Adapun sistematika dalam penulisan skripsi. Peneliti akan menyusun
dalam lima Bab. Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Teori, Bab III Metode
Penelitian, Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Bab V Kesimpulan dan
Saran
BAB I, Pendahuluan memaparkan beberapa alasan mengapa masalah
tersebut penting untuk diteliti. Pendahuluan meliputi Latar Belakang Penelitian,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur
Organisasi Penelitian.
BAB II, Kajian Teori peneliti memaparkan hal-hal mengenai tinjauan
tentang pembinaan keagamaan pada narapidana wanita, meliputi tinjauan tentang
pendidikan Islām, konsep pembinaan keagamaan, dan kajian tentang lembaga
pemasyarakatan
BAB III, metode penelitian yang berisi tentang Lokasi dan Sampel
Penelitian, Desain penelitian, Pendekatan dan Metode Penelitian, Definisi
Operasional, Teknik Pengumpulan Data , Analisis Data
BAB IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang peneliti
memaparkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan menganalisis hasil
penelitian dengan cara menghadirkan beberapa teori sesuai data yang diperoleh.
Bab IV, meliputi Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian, deskripsi hasil
penelitian tentang proses keberhasilan pembinaan keagamaan yang ada di Lapas
wanita Klas IIA Bandung, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V, Kesimpulan dan Saran. berisi tentang kesimpulan dengan
mengacu pada tujuan penelitian dan saran yang menunjang untuk pelaksanaan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat penting keberadaanya didalam proses penelitian
yang dilakukan secara terencana dan sistematis, metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.
A. Lokasi Penelitian dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di Lembaga Permasyarakatan
Wanita Klas IIA Bandung yang terletak di jalan Pacuan Kuda nomor 3 Bandung
40293 Jawa Barat. Telepon (022) 7233237
2. Sampel Penelitian
Sugiyono (2011: 215) mengemukakan dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan “social situation” atau situasi
sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.
Place/tempat
Actor/orang Activity/aktivitas
Gambar 3.1 Situasi Sosial
(Sugiyono, 2011: 216)
Pada penelitian kualitatif ini, peneliti memasuki situasi sosial tertentu,
malakukan observasi, wawancara, dan sebar angket kepada orang-orang yang
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang diwawancarai dan diberi angket dilakukan secara purposive, yaitu dipilih
dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. (Sugiyono, 2011: 216). Selaras dengan
Zuriah (2009: 124) bahwa pemilihan sekelompok subjek dalam purposive
sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut
pau yang erat dengan populasiyang diketahui sebelumnya. Dengan kata lain, unit
sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang
ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti mengambil
sampel dari pihak-pihak yang giat dan terlibat aktif dalam proses pembinaan
keagamaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung.
Adapun yang menjadi subjek penelitian untuk memperoleh data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. 2 orang Petugas Lembaga Permasyarakatan Wanita Klas IIA
Bandung
b. 3 orang koordinator keagamaan Islām dari narapidana/ warga binaan
pemasyarakatan
c. 20 orang peserta dari narapidana/warga binaan pemasyarakatan
Hal ini dilakukan supaya ada perbandingan antara pernyataan yang satu
dengan pernyataan yang lain. Selain itu juga penulis memperoleh informasi dari
informasi lain yang dapat menambah dan memperkuat data.
B. Desain Penelitian
Pengumpulan data merupakan hal pokok dalam suatu penelitian. Untuk
memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka
terdapat beberapa tahap dalam penelitian agar memudahkan proses penelitian.
Tahapan tersebut antara lain:
1. Persiapan penelitian
Dalam tahapan ini peneliti mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian. Hal yang pertama kali dilakukan yaitu menentukan fokus permasalah,
judul, dan objek penelitian. Kemudian, peneliti mengajukan judul dan proposal
pembimbing skripsi maka peneliti melakukan pra penelitian sebagai upaya
menggali gambaran awal tentang subjek yang akan diteliti.
2. Perizinan Penelitian
Perizinan dilakukan agar peneliti dengan mudah melakukan penelitian
yang sesuai dengan subjek serta objek penelitian. Adapun prosedur perizinan yang
akan ditempuh diantaranya:
a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian yang ditandatangani
oleh ketua jurusan IPAI, untuk melakukan penelitian ke instansi yang
terkait dengan penelitian Skripsi.
b. Mengajukan surat izin penelitian ke Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial UPI dengan melampirkan foto copy proposal
skripsi yang telah disetujui oleh pembimbing 1 (satu) dan 2 (dua),
surat permohonan izin penelitian yang ditandatangi oleh ketua
jurusan, serta foto copy KTM.
c. Setelah mendapatkan izin dari pembantu Dekan 1 FPIPS UPI penulis
meminta rekonendasi penelitian kepada Rektor UPI Bandung
d. Pembantu Rektor 1 atas nama Rektor mengeluarkan surat permohonan
izin penelitian untuk disampaikan ke Kepala Kementerian Hukum dan
HAM Provinsi Jawa Barat guna meminta perijinan untuk penelitian ke
LAPAS wanita Sukamiskin Kelas 2A Bandung
e. Peneliti berusaha memasuki LAPAS Wanita Klas IIA Bandung
melalui surat izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan
HAM Provinsi Jawa Barat
f. Peneliti memasuki LAPAS dengan melakukan hubungan baik secara
formal maupun non formal
g. Mengidentifikasi responden yang terdiri dari petugas pembina LAPAS
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
h. Pengumpulan data yang mencatat segala sesuatu yang terjadi di lokasi
penelitian baik diperoleh melalui dokumentasi, pengamatan, maupun
wawancara.
3. Pelaksanaan Penelitian
Tahap ini merupakan inti dari penelitian yang peneliti lakukan, dimana
peneliti mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah
disusun untuk memecahkan inti masalah. Adapun langkah-langkah yang ditempuh
peneliti yaitu sebagai berikut:
a. Mendatangi Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat
untuk mengurus perizinan.
b. Mendatangi Lembaga Permasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung
guna menyerahkan surat perizinan penelitian.
c. Berkas penelitian kemudian diserahkan pada bagian Humas Lembaga
Permasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung.
d. Mengikuti kegiatan pembinaan keagamaan yang diberikan kepada
para warga binaan Wanita Klas IIA Bandung.
e. Mewawancarai tiga orang narapidana wanita yang bertugas sebagai
koordinator pembinaan keagamaan.
f. Mewawancarai petugas Lembaga Permasyarakatan Wanita Klas IIA
Bandung
g. Menyebarkan angket kepada 20 orang narapidana/warga binaan yang
dianggap mengalami perbaikan oleh koordinator pembinaan
Membuat catatan yang diperlukan dan dianggap penting yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti.
C. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
penelitian secara mendalam. Oleh karena itu, pendekatan yang peneliti gunakan
adalah pendekatan kualitatif. Nasution (1996: 5) berpendapat tentang kualitatif
bahwa “pendekatan kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha untuk memahami
bahasa tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.” Selain itu Moleong (2010: 3)
mengemukakan bahwa: Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
manusia pada kawasannya sendiri berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan istilahnya. Berdasarkan dua definisi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bergantung
pada pengamatan manusia, secara langsung mengamati hubungan manusia dengan
lingkungannya serta berinteraksi untuk memahami tingkah lakunya.
Selain dua definisi diatas ada juga pendapat Sugiyono (2011: 7) yang
menyebutkan bahwa: metode penelitian kualitatif dinamakan metode
postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini
disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni
(kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil
penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan.
Menurut Sugiyono (2011: 8) filsafat postpositivisme sering juga disebut
sebagai paradigma interfentif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial
sebagai sesuatu yang holistik/ utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan
hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian dilakukan pada obyek
yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya,
tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi
dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitastif instrumennya adalah
orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi
instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas
sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkontruksi situasi
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pemahaman yang lebih luas dan mendalam tergadap situasi sosial yang diteliti,
maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai
teknik pengumpulan data secara gabungan. Analisis data yang dilakukan bersifat
induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian
dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Metode kualitatif digunakan untuk
mendapatkandata yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna
adalah data yang sebenarnya. Data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik
data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif lebih menekankan
pada makna. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrument kunci, tekhnik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Sugiyono (2011: 13) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen
kunci
b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang tekumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada
angka
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk
outcome
d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif
e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
Penelitian kualitatif digunakan untuk kepentingan yang berbeda bila
dibandingkan dengan penelitian kuantitatif. Sugiyono (2011: 24) mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif dilakukan ketika:
a. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau
mungkin malah masih gelap. Melalui penelitian model ini, peneliti
akan melakukan eksplorasi terhadap suatu obyek.
b. Untuk memahami makna di balik data yang tampak. Hanya cocok
diteliti dengan metode kualitatif, dengan teknik wawancara
mendalam, dan observasi berperan serta, dan dokumentasi.
c. Untuk memahami interaksi sosial. Dilakukan dengan cara ikut
berperan serta, wawancara mendalam terhadap interaksi sosial
tersebut. Dengan demikian akan dapat ditemukan pola-pola hubungan
yang jelas.
d. Memahami perasaan orang. Dengan tekhnik pengumpulan data
wawancara mendalam, dan observasi berperan serta untuk ikut
merasakan apa yang dirasakan orang tersebut.
e. Untuk mengembangkan teori. Metode kualitatif paling cocok
digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data
yang diperoleh melalui lapangan.
f. Untuk memastikan kebenaran data. Dengan metode kualitatif data
yang diperoleh diuji kredibilitasnya dan penelitian berakhir setelah
data jenuh maka kepastian data akan dapat diperoleh
g. Meneliti sejarah perkembangan. Dengan menggunakan data
dokumentasi, wawancara mendalam kepada pelaku atau orang yang
dipandang tahu.
Dengan berbagai pendapat para ahli di atas, penulis memandang bahwa
penelitian kualitatif sangat tepat untuk digunakan dalam penelitian yang penulis
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu D. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan
data sesuai dengan kebutuhan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono
(2011: 2) mengemukakan bawa “metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” Demikian pula
dengan yang diungkapkan oleh Arikunto (2006: 160) bahwa metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya.” Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu studi deskriptif.
Menurut Zuriah (2009: 47) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat,mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Adapun menurut Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2010: 4) bahwa :
“Mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati”.
E. Definisi Operasional
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa istilah yang menjadi variabel
penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dari Proses
keberhasilan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lapas, dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pembinaan Keagamaan
Pembinaan keagamaan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami
kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut
mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri
terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga timbul pada diri pribadinya
suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depannya
(Arifin: 1996)
Narapidana Wanita adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan. (Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan). Maksud dari hilangnya
kemerdekaan yaitu Warga Binaan Lembaga Permasyarakatan harus berada dalam
LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh
untuk memperbaikinya. Selama di LAPAS narapidana tetap memperoleh hak-hak
yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap
dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian,
tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga, atau rekreasi (Priyatno, 2009: 111).
3. Lembaga Permasyarakatan
Lembaga Permasyarakatan selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan kepada narapidana sesuai dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang permasyarakatan.
Sistem permasyarakatan merupakan salah satu pilihan pelaksanaan pidana penjara
yang mengandung upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara
baru terhadap narapidana yang belandaskan asas kemanusiaan (Priyatno, 2009:
180).
Tujuan tersebut menekankan pada pembinaan dan bimbingan kepada
narapidana agar mereka dapat menyadari kesalahannya dan dapat berdaya guna
bagi masyarakat, agama, bangsa dan negara ketika mereka telah keluar dari
Lembaga Permasyarakatan (Priyatno, 2009: 180).
F. Teknik Pengumpulan
Data merupakan bahan yang sangat penting dalam penelitian untuk
selanjutnya dianalisis guna mendapatkan suatu hasil penelitian. Seperti yang
diungkapkan oleh Sugiyono (2011: 308) bahwa: Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan Adapun teknik pengumpulan data yang akan peneliti lakukan yaitu:
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nasution (Sugiyono, 2011: 310) menyatakan bahwa “observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan”. Para peneliti hanya dapat bekerja berdasarkan
data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
Adapun observasi menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2011: 145) mengemukakan
bahwa, “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis." Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Berdasarkan dua definisi di atas maka penulis dapat simpulkan bahwa
observasi yaitu pengamatan yang dilakukan oleh orang dengan sengaja yaitu
peneliti hanya bekerja berdasarkan data dan fakta yang selanjutnya akan di proses
untuk kebutuhan penelitian penulis. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh
Nasution (2003: 106) bahwa observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan
kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian
mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah buaknlah
pekerjaan yang mudah.
Dalam penelitian ini, peneliti mengamati bagaimana proses pembinaan
keagamaan yang diberikan kepada narapidana atau warga binaan wanita di lapas
wanita Klas IIA Bandung. Observasi digunakan agar peneliti memperolah data
dan fakta yang menunjang untuk mengetahui proses keberhasilan pembinaan
keagamaan yang diberikan kepada narapidana atau warga binaan wanita di lapas
wanita Klas IIA Bandung.
2. Wawancara
Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan, maka peneliti melakukan wawancara pada subjek penelitian. Menurut
pendapat Sugiyono (2011: 137) mengungkapkan bahwa wawancara digunakan
sebagai tekhnik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Tekhnik
pengumpulan data ini mendasaran diri pada laporan tentang diri sendiri atau
self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
atau pernyataan yang dilakukan antara dua orang atau lebih oleh pewawancara
dengan bertatap muka dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang actual,
untuk menaksir dan menilai kepribadian individu atau untuk tujuan-tujuan
konseling/penyuluhan dari terwawancara. Selain itu wawancara menurut
Sedangkan menurut Fathoni (2006: 105) mengungkapkan bahwa “wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang
berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai
dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.”
Menurut Esterberg (Sugiyono, 2011: 231) mendefinisikan interview
sebagai berikut: “a meeting of two persons to exchange information and idea
through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara
yang dimaksud adalah pertanyaan langsung kepada responden dengan jawaban
terbuka dalam rangka mencari informasi penelitian, khususnya mengenai hal-hal
yang tidak dapat penulis ketahuidalam observasi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
wawancara itu merupakan dialog berupa tanya jawab antara dua orang atau lebih
dengan tujuan mendapatkan data yang aktual. Adapun menurut Moleong (2010:
186) mengungkapkan bahwa: Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu percakapan itu dilakukan dengan dua belah pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Dapat disimpulkan bahwa wawancara itu sangat penting dilakukan dalam
sebuah penelitian karena wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan peneliti untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sistematis
kepada responden. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada bagian
Humas Lembaga Permasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung, Staff Lembaga
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sebagai koordinator kegiatan pembinaan keagamaan Lembaga Permasyarakatan
Klas IIA Bandung.
3. Angket
Angket atau yang disebut juga kuisoner menurut Sugiyono (2011: 142)
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Kuisioner/angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan
tertutup atau terbuka.
Lembar angket diberikan kepada narapidana wanita yang mengikuti
pembinaan keagamaan di Lapas Wanita Klas IIA Bandung, kemudian narapidana
mengisi pernyataaan pada angket tersebut dengan tanda checklist dengan kriteria
“Ya” jika setuju pada pernyataan dan “Tidak” jika tidak setuju pada pernyataan. Kriteria “Ya” mendapatkan skor dua (2) dan jika “Tidak” mendapatkan skor satu
(1). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kategorisasi yaitu rendah, sedang,
dan tinggi sesuai rumus kategorisasi jenjang menurut Azwar (2003: 109).
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan skor minimum berdasarkan bobot terendah = 10 (jumlah
pointer) x 1 (bobot terendah) = 10
2) Menentukan skor maksimum berdasarkan bobot tertinggi = 10 (jumlah
pointer) x 2 (bobot tertinggi) = 20
3) Mencari luas jarak sebaran 20 – 10 = 10
4) Menentukan standar deviasi () = 10/6 = 1,67 = 2 (pembulatan)
5) Mean teoritis () = 10 x 1,5 = 15
Setelah data skor siswa diperoleh, maka langkah selanjutnya yaitu
Tabel 3.0.1 Interpretasi Data Angket Keberhasilan Pembinaan Keagamaan
Rumus Rumus Kategorisasi Interpretasi
X < ( - 1) X < (15 – 2) X < 13 Rendah
( - 1) < X < ( + 1) (15 - 2) < X < (15 + 2) 13 < X < 17 Sedang
( + 1) < X (15 + 2) < X 17 < X Tinggi
Interpretasi data angket di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut.
13 17
Rendah Sedang Tinggi
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dimaksudkan untuk menunjang perolehan data dan
informasi dari lapangan sesuai dengan tujuan penelitian. Tekhnik ini merupakan
telaahan atau pengkajian atas dokumen-dokumen yang terdiri antara lain
surat-surat dan dokumen-dokumen resmi.
Dokumen merupakan catatan peristiwa masa yang telah lalu. Teknik ini
merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan
fokus permasalahan penelitian. Margono (2009: 181) mendefinisikan studi
dokumentasi sebagai berikut: “cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori,
dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian”. Studi dokumentasi menurut Fathoni (2006: 112) ialah “teknik
pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi
responden, seperti yang dilakukan oleh psikolog dalam meneliti perkembangan
seorang klien melalui catatan pribadinya.” Teknik ini digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena banyak dokumen yang dapat dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan dan bahkan untuk meramalkan suatu objek maupun
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menurut Danial dan Wasriah (2009: 79) mengemukakan: Studi dokumentasi
adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data
informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan
nama pegawai, data siswa, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, foto, akte,
dan sebagainya”. Dokumentasi yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini
yaitu proses pembinaan keagamaan yang diberikan kepada narapidana wanita
pada tahun 2013 di Lapas wanita Klas IIA Bandung.
5. Studi Literatur
Studi literatur yang mempelajari dan mengkaji sumber-sumber bacaan
yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Studi literatur merupakan alat
pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Studi
literatur menurut Danial dan Wasriah (2009: 80) adalah: teknik penelitian dengan
mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, artikel, dan lain-lain yang
berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian. Teknik ini penulis gunakan
dalam penelitian yang penulis lakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang
dihadapi/diteliti sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian.
Teknik ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari buku-buku yang ada
hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh data teoritis yang dapat mendukung kebenaran data yang diperoleh
melalui penelitian serta menunjang pada kenyataan yang berlaku pada penelitian.
G. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian karena
dapat memberi makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Analisis
data akan dilakukan melalui suatu proses yaitu penyusunan, mengakategorikan
data, mencari kaitan isi dari berbagi data yang diperoleh dengan maksud untuk
Menurut Sugiyono (2011: 244) analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Selain itu menurut Nasution dalam (Sugiyono, 2011: 245) mengemukakan
bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum memasuki
lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
“Analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil
penelitian.”
1. Reduksi Data
Langkah pertama dalam menganalisis hasil penelitian ini adalah dengan
mereduksi data. Data tersebut direduksi dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok
sesuai dengan permasalahan. Sebagaimana yang dinyatakan Sugiyono (2011: 247)
mengemukakan bahwa :
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
Adapun yang peneliti lakukan dalam mereduksi data dari hasil penelitian
melalui dokumen, wawancara, angket dan observasi, peneliti mengklasifikasikan
data yang diperoleh berdasarkan kategori-kategori yang diambil dari rumusan
masalahnya yaitu tentang latar belakang para narapidana, proses pembinaan
keagamaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Bandung, dan dampak pembinaan keagamaan yang telah diberikan.
2. Display data
Setelah dan informasi diperoleh dari lapangan direduksi, kemudian langkah
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
singkat, yang bertujuan agar dapat melihat gambaran keseluruhan dari hasil
penelitian tersebut. Penyajian data dilakukan secara bertahap dengan
dikategorisasikan, kemudian dalam bentuk tabulasi. Selanjutnya disajikan dalam
bentuk deskripsi dan interpretasi dengan harapan menggambarkan perspektif
sesuai data yang diperoleh di lapangan.
3. Conclusion drawing (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi)
Langkah akhir proses analisis data adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi, hal ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan.
Agar mencapai suatu kesimpulan yang akurat kesimpulan tersebut senantiasa
harus diverifikasi selama penelitian berlangsung, dengan cara mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya dan menggali informasi yang lebih mendalam agar lebih
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dipaparkan
pada bab sebelumnya, serta hasil analisis pembahasan hasil penelitian, dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan yang dapat diambil mengenai Pembinaan
keagamaan terhadap narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas
IIA Bandung.
Narapidana wanita adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan. Manusia tidak pernah luput dari
permasalahan. Hanya saja narapidana terlibat dalam kasus pidana sehingga
menyebabkan dirinya harus mempertangungjawabkan perbuatan pidananya
dengan pemberian hukuman. Hukuman yang diberikan kepada seseorang yang
terjerat pidana bukan dengan sistem pemenjaraan yang erat kaitannya dengan
hukuman yang membatasi ruang gerak kehidupan seseorang. Sebagai gantinya
sistem kepenjaraan di ubah menjadi sistem pemasyarakatan yang menjadi ujung
tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai
pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Tujuan diselenggarakannya sistem
pemasyarakatan yaitu dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan
agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995).
Pembinaan keagamaan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami
kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut
mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri
terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga timbul pada diri pribadinya
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Proses kegiatan pembinaan keagamaan yang di berikan kepada narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung dirasa sudah memenuhi
hak dan kebutuhan narapidana dan dapat dinyataan proses pembinaan
keagamaannya berhasil. Hal ini diantaranya narapidana dapat melakukan ibadah
sesuai dengan agama atau kepercayaannya; mendapat perawatan, baik perawatan
rohani maupun jasmani; mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Dalam
pelaksanaan pembinaan keagamaan di Lapas Wanita Klas IIA Bandung, petugas
Lapas bekerja sama dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan instansi
keagamaan terkait dalam memberikan bimbingan atau pembinaan keagamaan
kepada para narapidana/ warga binaan
Adapun dampak atau hasil dari pembinaan keagamaan yang diberikan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung yang berupa bimbingan atau
pembinaan keagamaan dimaksudkan untuk membantu narapidana wanita supaya
memiliki sumber pegangan keagamaan dalam memecahkan problem yang sedang
mereka hadapi. Bimbingan atau pembinaan keagamaan ditujukan kepada
membantu narapidana wanita agar dengan kesadaran serta kemampuannya
bersedia mengamalkan ajaran agamanya serta selalu taat dan beribadah kepada
Allāh.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka penulis mengajukan
beberapa saran yang kiranya bisa dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan
kualitas pembinaan keagamaan yang di berikan kepada narapidana wanita di
LAPAS Wanita Klas IIA Bandung. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai
berikut :
1. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung
Hasil penelitian ini dianjurkan untuk dipelajari sebagai informasi untuk
tindak lanjut dalam melaksanakan peningkatan kualitas pelaksanaan pembinaan
keagamaan di Lapas Wanita Klas IIA Bandung
a. Hendaknya dalam memberikan materi kepada para narapidana perlu
dipersiapkan secara matang konsep materi dan metode yang akan
disampaikan
b. Bila berhalangan hadir untuk memenuhi jadwal pembinaan keagamaan
yang telah ditentukan hendaknya dikomunikasikan terlebih dahulu
dengan pihak LAPAS
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dalam kegiatan pembinaan keagamaan yang berada di LAPAS wanita
Klas IIA Bandung masih perlu diteliti dan diamati dalam pemberian materi yang
diberikan kepada narapidana untuk meningkatkan kualitas pembinaan keagamaan
Faridah Rusdiani,2013
PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
... (2009). Al-Hikmah Al-Qur'an dan Terjemahnya. Penerjemah: Tim Penerjemah Departemen Agama RI, Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an. Bandung: Diponegoro.
Amin, S.M. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.
Arifin. (2008). Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka cipta.
Al-Jauhari, M dan Hakim, K. (2005). Membangun Keluarga Qur`ani: Panduan
Untuk Wanita Muslimah. Jakarta: Amzah.
Al-Munajjid, M.S. (2010). Cara Cerdas Nabi Mengoreksi Kesalahan Orang Lain. Jakarta: Zaman.
Al-Qaradhawi, Y. (2004). Konsep Islam Solusi Utama Bagi Umat. Jakarta: Senayan Abadi Publishing.
Azwar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Danial dan Wasriah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.
Departemen Agama RI. (2009). Al-Hikmah Al-Qur`an dan Terjemahnya. Bandung: Dipenogoro.
Djumhana, H. Mujilan, dkk. (2003). Islam Untuk Disiplin Ilmu Psikologi.. Jakarta: Departemen agama RI direktorat jenderal kelembagaan agama islam.
Fadlan, H. (2011). Pengaruh Pembinaan Keagamaan Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Dalam Mata Pelajaran PAI (Studi Deskriptif analisis di DKM Al-Mujtahid SMAN 22 Bandung). Skripsi Sarjana pada FPIPS UPI. Bandung:
Tidak Diterbitkan.
Fathoni, A. (2006). Metodologi Penelitian & Teknik Menyusun Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
Hakim, R. (2000). Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). Bandung: CV Pustaka Setia.
Humas Lapas. Struktur Organisasi Lapas Wanita Klas IIA . [Online]. Tersedia: Lapaswanitabandung. com.
Kartono, K. (2009). Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Majid, A. Dian, A. (2006). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mangunhardjana, A. (1991). Pembinaan: Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius.
Manshūr, A.Q. (2012). Buku Pintar Fiqh Wanita: segala hal yang ingin anda
ketahui tentang perempuan dalam hukum islam. Jakarta: Zaman.
Margono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Pustaka Umum.
Marlina. (2009). Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pengembangan Konsep
Diversi dan Restorative Justice. Bandung: PT Refika Aditama.
Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Muchsin, B, dkk. (2010). Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan
Pembebasan Anak. Bandung: PT Refika Aditama.
Mujib, A. Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidkan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mustofa, HA. (1995). Akhlak Tasawwuf. Bandung : Pustaka Setia.
Nata, A. (2010). Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pasya, H.S. (2006). Bimbingan Mendidik Anak Sejak Kecil Hingga Dewasa. Cicalengka: Raksa Dinika Pustaka.
Poerwadarminta, W.J.S. (2002). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Priyatno, D. (2009). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Program software Qur`ān in Word.ms.word menu Add-Ins Al-Qur`an.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunarti, E. (2012). Model Pembinaan Keagamaan di Masyarakat Melalui Majlis
Ta’lim (Studi Kasus di Majlis Ta’lim Miftahussa’adah Cianjur). Skripsi
Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an. Bandung: Alfabeta.
Soetodjo, W. (2010). Hukum Pidana Anak. Bandung: PT Refika Aditama
Tafsir, A. (2011). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen PAI UPI. (2008). Islam Tuntunan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value Press.
UPI. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah. Bandung: UPI.
Ya’qub, H. (1983). Etika Islam Pembinaan akhlaqulkarimah (suatu pengantar). Bandung: CV. Diponegoro.