• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SKRIPSI"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DT ANANDA FARKHIE NIM : 140200225

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

DT ANANDA FARKHIE NIM : 140200225

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, MH NIP. 195703261986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Liza Erwina, SH, M.Hum Dr. Marlina, SH, M.Hum

NIP.1961102419899032002 NIP.197503072002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karaya ilmiah dengan judul “Implementasi Peerlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan” yang disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada orang tua penulis, Syaiful Azam SH, M.Hum dan Nurhayati S.Sos yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada penulis baik itu dukungan materi maupun dukungan moril yang tidak akan terbalaskan serta kasih sayang yang sangat tulus hingga saat ini. Penulis juga mendapatkan banyak dukungan dan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

ii

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekalitgus sebagai dosen pembimbing I penulis yang memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Marlina, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing II penulis yang memberikan masukan dam bimbingan dalam penyusunan skripsi ini sekaligus sebaga penasehat akademik penulis di Fakultas Hukum Univeristas Sumatera Utara.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Ibu Hadawiyah, SH, selaku Kaur Umum Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan yang telah mendampingi penulis selama pengambilan data berlangsung.

10. Kepada sahabat seperjuangan penulis selama masa kuliah yang telah menemani penulis hingga sampai penulisan skripsi ini selesai yaitu kepada WR RAJAWALI : Fajar, Hanif, Reno, Juli, Azir, Awi, Aris, Dias, Aldrian, Pras, Mahdi, Rahmad, Andika, Kibot, Sayid, Michael, Fachri.

11. Kepada sahabat penulis yang telah memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi ini ialah : Sayid Harris Firza, Desy Putri Dira, Avisa

(5)

iii

Novali Noor, Essy Dwi Rahma, Indira Halida Syafira, Reza Adha F Lubis, Febrian Rosadi.

12. Kepada adik-adik penulis, Dt. M Riski Pratama dan Wan Silvana Azzahra yang telah memerikan dukungan moril dalam proses penegerjaan skripsi ini.

13. Bapak Iskandar Nasution SH, MH, telah membantu penulis sampai penulisan skripsi ini selesai.

14. Kepada Teman saya yang telah banyak membantu atas penulisan skripsi ini Astari Armaya Nasution dan memotivasi saya hingga penulisan ini selesai.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf.

Penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan untuk kritik dan saran akan diterima. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, April 2018 Hormat Penulis,

Dt. Ananda Farkhie NIM 140200225

(6)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Tinjauan Kepustakaan ... 10

G. Metode Penelitian ... 17

H. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II : PENGATURAN HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN BERDASARAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN A. Hak-Hak Narapidana ... 24

B. Hak-Hak Narapidana Wanita... 34

C. Jenis-Jenis Narapidana ... 42

D. Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia ... 46

(7)

v

BAB III : PENERAPAN HAK-HAK NARAPIDANA WANITA

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PEREMPUAN KLAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN

A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan ... 58 B. Kejahatan Narapidana Wanita Di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta

Medan ... 69 C. Kegiatan Narapidana Wanita ... 71 D. Tahapan-Tahapan Pembinaan Di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta

Medan ... 75 BAB IV : HAMBATAN PEMBINAAN NARAPIDANA WANITA

DI LEMBAGA PEMASYARKATAN PEREMPUAN KLAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN SERTA UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI HAMBATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN

A. Faktor Penghambat Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Peamsyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta

Medan ... 85 B. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tanjung Gusta Medan……… ... 88

(8)

vi BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

vii ABSTRAK Dt. Ananda Farkhie*

Liza Ewina*

Marlina*

Lembaga Pemasyrakatanyang sering disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana. Wanita adalah sosok yang harus dilindungi serta harus di hormati dan harus diperhatikan dan dipertimbangkan untuk masa yang akan datang. Pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana sebuah upaya untuk menjadikan narapidana tersebut menjadi manusia seutuhnya demi. Sehubungan dengan proses pembinaan yang dilakukan, wanita sebagai yang dianggap lemah lembut, harus dilindungi serta dihormati sudah selayaknya mendapatkan sebuah pembinaan yang berbeda dengan narapidana pada umumnya dan mendapat perhatian khusus dari Pemerintah yang mempunyai kewenanngan dalam rangka perlindungan hukum terhadap narapidana wanita untuk mewujudkan sember daya manusia yang berpendidikan, berkarakter danberkualitas

Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan penelitian hukum empiris dengan menggunakan data primer, data sekunder dan data tersier yang berhubungan dengan skripsi seerta kemudian dianilisis secara deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan terhadap sumber data primer dan data sekunder yang berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku sehingga data primer dan data sekunder tersebut dapat menjadi tolak ukur atau menjadi sebuah patokan

Pelaksanaan pembinaan dengan sistem pemasyarakatan yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ialah dengan, Pengayoman, Persamaan perlakuan dan pelayanan, Pendidikan, Pembimbingan, Penghormatan harkat dan martabat manusia, Kehilnagan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur tentang hak narapidana yang dimana diatur dalam pasal 14. Dalam proses pelaksanaan hak-hak narapidana wanita yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan sudah dilaksanakan dalam hal proses pembinaan yang berlangsung, akan tetapi dalam prosesnya sudah dilakukan secara maksimal namun dalam pelaksanaanya ditemukan hal yang menjadi kendala sehingga proses yang dilakukan menjadi terhambat, dan ada juga hal yang mendukung terhadap pemenuhan hak-hak narapidana wanita dalam proses pembinaan narapidana yang berlangsung.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Faklutas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Faklutas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Susunan Organisasi Lembaga Pemasyrakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan ... 63 Tabel 2 : Jumlah Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan ... 70 Tabel 3 : Jenis Kejahatan Yang Dilakukan Narapidana Wanita Di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan... 70 Tabel 4 : Jumlah Narapidana Yang Memperoleh Pembinaan Kepribadian ... 81

Tabel 5 : Jumlah Narapidana Yang Memperoleh Pembinaan Kemandirian... 82 Tabel 6 : Jumlah Pegawai-PegawaiLembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tanjung Gusta Medan ... 87

(11)

1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur segala sesuatu didalamnya serta mengakui dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hak asasi adalah anugerah hak yang melekat kepada diri seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Hak Asasi Manusia (human right) merupakan hak manusia, yang melekat pada manusia, dimana manusia juga dikaruniai akal pikiran dan hati nurani.1

Alinea keempat menyatakan bahwa kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan mendasar kepada ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hak asasi diperoleh oleh setiap orang baik itu anak, orang dewasa, laki-laki dan Wanita.

1Suryadi Radjab, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI, Jakarta, 2002, hal.7

(12)

Masa ini kejahatan sering terjadi seiring dengan berkembangnya zaman sehingga kejahatan dapat dengan mudah terjadi. Dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi dan informasi kita dapat melihat dan mengetahui melalui media sosial, televisi, surat kabar dan sebagainya mengenai kejahatan dalam berbagai bentuk.

Kejahatan dapat terjadi kapan saja tanpa melihat siapa pelaku dari kejahatan tersebut, tidak menutup kemungkinan seorang wanita dapat melakukan sebuah kejahatan. Dalam melakukan kejahatan tidak memandang laki-laki, wanita, atau anak-anak semuanya sama dimata hukum serta kejahatan dapat terjadi karena adnya peluang untuk melakukan sebuah tindak pidana.

Tindak pidana atau kejatahatan merupakan sebuah kegiatan yang merugikan diri orang lain secara khusus dan secara umum dapat merugikan negara. Kejahatan atau tindak pidana dapat dilakukan oleh siapa saja dengan alasan atau faktor-faktor yang berbeda, tidak menutup kemungkinan kejahatan dapat terjadi dikalangan manapun atau di kelompok usia manapun. Bisa dikatakan pelaku kejahatan bukanlah hanya seorang laki-laki tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh seorang perempuan.

Tanpa disadari mereka yang melakukan sebuah kejahatan tidak mengetahui apa akibat dari yang mereka lakukan sehingga mereka dihukum karena melakuakn kejahatan dan pada akhirnya menjadi penghuni “Lembaga Pemasyaraktan” yang dulu sering disebut dengan penjara.

Penjara atau lembaga pemasyarakatan adalah wahana untuk melaksanakan hukum pidana, yaitu suatu pidana pembebasan bergerak terhadap seorang

(13)

3

narapidana, yang tersebar di seluruh wilayah negara Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan sering disingkat dengan sebutan “LAPAS” adalah tempat yang digunakan sebagai tempat pembinaan narapidana selama menjalani hukuman.

Lembaga pemasyarakatan mempunyai fungsi utama sebagai tempat eksekusi atau pelaksanaan hukuman bagi terpidana penjara atas dasar keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap maka orang tersebut akan menjalani proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan.

Lembaga pemasyarakatan tempat narapidana dibina untuk menjalani masa hukumannya atas kejahatan yang telah dia lakukan berdasarkan putusan pengadilan. Narapidana dibina di lembaga pemasyarakatan merupakan sebuah proses atau tujuan dari pemidanaan dimana narapidana pidana yang telah berada didalam lembaga pemasyarakatan adalah sebuah proses dari pemidanaan tersebut.

Narapidana yang sedang menajalani hukuman atau sedang dibina didalam lembaga pemasyarakatan harus diperlakukan sebaik-baiknya. Narapidana di dalam lembaga pemasyaraktan dibina untuk kehidupan yang akan datang ketika narapidana kembali ke masyarakat bukan berorientasi ke belakang dengan melihat kejahatan yang telah dilakukan oleh narapidana. Lembaga pemasyarakatan harus memperhatikan hak-hak narapidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sehubungan dengan perlindungan hak-hak narapidana, di Indonesia hal itu pun dijamin di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU No. 39/1999) yang memberi jaminan akan perlindaungan ini seperti pada Pasal 29 ayat (a): “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

(14)

keluarga, keormatan, martabat dan hak miliknya”. Sedangkan ayat (a) menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada”. Memahami Pasal 29 UU No. 39/1999, jelas bahwa narapidana sebagai ciptaan Tuhan walaupun menjadi terpidana, hak- hak yang melekat pada dirinya harus dilindungi walaupun di dalam penjara.2

Konsep Lembaga Pemasyaraktan bukanlah hanya sebagai suatu sitem yang menampung para narapidana yang di kekang akan kebebasannya melainkan merpukana suatu proses pembinaan atau sistem pembinaan dengan metode melihat potensi potensi baik yang ada dalam diri individu maupun ditengah- tengah masyarakat. Narapidana adalah orang yang pada suatu waktu tertentu melakukan pidana, karena dicabut kemerdekaannya berdasarkan keputusan hakim.3

1. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Bab 1 ayat (6) dan (7), yaitu:

2. Dijelaskan pada ayat (7), Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat dilihat bahwa narapidana tetaplah manusia seutuhnya yang tetap memiliki hak-hak pribadi mereka dan bukan orang hukuman, melainkan orang yang diberi kesempatan untuk memperbaiki dirinya untuk menjadi yang lebih baik lagi dan mempunyai waktu untuk bertaubat. Taubat

2 Suwarto, Individualisasi Pemidanaan, Pustaka Bangsa Pres, Medan, 2012, hal.17

3Petrus Irawan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Peradilan Agama, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, hal. 38

(15)

5

itu tidak dapat dengan cara penyiksaan melainkan dengan bimbingan dan pembinaan yang dilakukan secara bertahap, serta ememnuhi hak-hak layaknya manusia pada umumnya.

Wanita sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapat jaminan perlindungan atas hak- hak yang dimilikinya secara asasi. Negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia

kelompok wanita sama seperti jaminan kepada kelompok lainnya.4

Seorang manusia tetaplah memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya tanpa melihat seorang narapidana atau tidak. Disinilah peran lembaga pemasyarakatan didalam membina narapidana sesuai dengan tujuan dari

Wanita yang dikenal memiliki lemah lembut dan memiliki fisik yang memiliki fisik yang relatif lemahdibandingkan dengan laki-laki, ternyata bisa juga melakukan sebuah tindakan pidana atau melakukan sebuah kejahatan. Wanita yang melakukan sutau perbuatan tindak kejahatan akan melalui sistem peradilan pidana dan akan melalui proses tahap tahap dari kepolisian sampai pada akhirnya yaitu Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana wanita jelas berbeda dengan narpaidana laki-laki, karena narapdina wanita mempunyai hak kodrati yang tidak dimiliki oleh narapidana laki-laki seperti hamil, menstruasi, melahirkan, dan menyusui anaknya. Perbedaan jenis kelamin ini jelas membedakan cara pembinaan antara narapidan laki-laki dengan narapdina wanita dan juga mempengaruhi pola sistem pelaksanaan pemenuhan hak narapidana wanita yang berbeda.

4Niken Savitri, HAM Perempuan, PT. Revita Aditama Cet. I, Bandung, 2008, hal. 2

(16)

pemasyarakatan tersebut, dengan memperhatikan hak-hak narapidana dengan tidak mengenyampingkan mereka yang sedang dalam proses pembinaan memperlakukan layaknya manusia pada umumnya di dalam Lembaga Pemasyarakatan, serta membingbing narapidana agar tidak mengulangi perbuatan yang sama, sehingga perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana perlindungan yang di berikan kepada narapidana wanita akan hak-hak narapidana wanita di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dari uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan judul “Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Narapidana Wanita Di Dalam Lemabaga Pemasyarakatan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah yang diangkat oleh penulis pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

2. Bagaimana Pelaksanaan Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Wanita Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

3. Apa Hambatan dan Upaya Yang Dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan Dalam Proses Pembinaan Narapidana Wanita

(17)

7

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai narapidana wanita di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

2. Untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan proses pembinaan terhadap narapidana wanitaLembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

3. Untuk mengetahui hambatan dan upaya Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan

D. Manfaat Penulisan

Di dalam penulisan ini sangat diharapkan adanya kegunaan mengenai Lembaga Pemasyarakatan karena nilai suatu penulisan ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini. Adapun manfaat yang dapat diharapkan penulis dari penulisan ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

1. Untuk memberikan gambaran bagaimana pengaturan narapidana wanita didalam Lembaga Pemasyarakatan

2. Untuk mengetahui proses pembinaan narapidana wanita didalam lembaga pemasyarakatan, upaya yang dilakukan serta hambatan yang dihadapi oleh lembaga pemasyarakatan dengan memperhatikan hak-hak narapidana dalam membina narapidana wanita

(18)

3. Diharapakan hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan atau refrensi bidang karya ilmiah serta bahan penelitian sejenis ini di masa yang akan datang

2. Manfaat Praktik

1. Dapat menjadi suatu pertimbangan bagi pemerintah yang berwenang di bidangnya, dan Lembaga Pemasyarakatan juga sebagai informasi bagi masyarakat, praktisi hukum tentang narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Hasil penerlitian ini diharapkan dapat meningkatkan serta mengembangkan kemapuan penulis dalam bidang hukum sebagai modal di masa depan dalam instansi penegak hukum atapun dalam penegakan hukum itu sendiri.

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan hak-hak narapidana wanita serta proses pembinaan narapidana wanita di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

E. Keaslian Penulisan

Dalam menyusun penelitian ini, penulis pada prinsipnya membuat dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik baik melalui literatur yang penulis temukan dari buku-buku, perpusatakaan dan media massa baik media cetak maupun media elektronik yang pada akhirnya penulis menuangkan dalam skripsi ini serta di tambah lagi dengan riset penulis ke lapangan dan langsung melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dan pihak yang berkompetensi.

(19)

9

Penelusuran yang dilakukan pada perpusatakaan Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utaratidak ditemukan judul yang sama. Skripsi yang ditulis oleh penulis ini adalah merupakan dari buah pikiran penulis sendiri dengan melihat dari beberapa sumber-sumber yang ada serta belum pernah dibahas oleh orang lain. Penulisan skripsi ini murni dikerjakan sendiri oleh penulis dengan judul yang penulis bahas dalam skripsi ini belum pernah dibahas oleh orang lain dan dapat dibuktikan berdasakan data yang ada di Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuwan.

F. Tinjauan Kepusatakaan

1. Pengertian Narapidana

Pengertian narapidana menrut kamus Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana)atauterhukum.Menurut Undang-UndangNo. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan,narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan diLembaga Pemasyarakatan. Selanjutnya Harsonomengatakan narapidana adalahseseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalanihukuman dan Wilsonmengatakan narapidana adalah manusia bermasalah yangdipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.Sedangkanmenurut Dirjosworo narapidana adalah manusia biasa seperti

(20)

manusia lainnyahanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakimuntuk menjalani hukuman.5

Berbicara tentang pengertian narapidana, maka dapat dilihat dari adanya penggabungan dua kata yakni pembinaan dan narapidana. Berdasarkan kamus umum Bahasa Indonesia, jadi pembinaanberasal dari kata “bina” yang artinya membangun atau pembaharuan. Jadi pembinaan adalah suatu pembaharuan. Maka dalam hal ini pembinaan merupakan suatau pembaharuan terhadap tingkah laku narapidana selama diadakan pembinaan di Lembaga pemasrakatan.6

Sedangkan narapidana mengandung perngertian seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan telah disidangkan oleh pengadilan serta telah mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan orang tersebut diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan.7

Narapidana adalah manusia yang melakukan suatu kejahatan dalam waktu tertentu yang mengakibatkan timbulnya korban atau timbulnya suatu kerugian bagi orang lain. Seseorang yang disebut narapidana berarti berada didalam Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani proses pembinaan agar tidak mengulangi perbuatannya kembali. Menurut pendapat Suhardjo, sewaktu menjadi menteri kehakiman dan pada saat penerimaan gelar Doktor Honoris Causa di Universitas Indonesia Tahun 1993, mengemukakan suatu gagasan tentang Sistem Pemasyarakatan sebagai tujuan dari sistem penjara yang didalamnya terdapat

5http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-narapidana.html tanggal 07 Febuari 2018 diakses pukul 21.17 WIB

6Parwadarminta, W.J.S,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 117

7Ibid, hal. 306

(21)

11

seorang narapidana. Pengertian narapidana adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat.8

Konsep HAM memiliki dua pengertian dasar, pertama merupakan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut.Hak ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin marrtabat setiap manusia. Kedua, hak menurut hukum, yang dibuat sesuai dengan proses pembuatan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Adapun dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan orang yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk pada pada hak-

Suatu proses pembinaan yang diberikan kepada penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang disebut sebagai narapidana merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya yang telah melakukan sebuah tindak kejahatan guna untuk membina narapidana agar tidak melakukan kejahatan lagi di masa yang akan datang.

Dengan demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan, telah divonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut penjara.

2. Pengertian Hak

8Petrus Dkk, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana,cet.

ke-1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal. 48.

(22)

hak itu dan tidak hanya tertib alamiah, yang merupakan dasar dari arti yang pertama tersebut di atas.9

Hak merupakan sesuatu yang dimiliki manusia yang tidak dapat ditawar lagi akan keberadaannya karena sudah diatur didalam aturan-aturan hukum atau undang-undang. Berbicara mengenai hak lebih mendalam, secara logika hak sudah ada sejak manusia tersebut ada didalam kandungan, bisa dikatakan hak merupakan anugerah Tuhan yang Maha Kuasa langsung diberikan kepada manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain mengenai hak yang telah Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan ileh undang—undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.

Suatu hal yang dianggap mendasar dari keehidupan disebuah negara dengan menjamin hak-hak warga negaranya serta menjamin kelangsungan pelaksanaan dari hak-hak tersebut. Menurut Bernard Winscheid, hak ialah suatu kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan dan yang diberikan oleh tertib hukum atau sistem hukum kepada yang bersangkutan. Dan Van Apeldoorm menjelaskan bahwa hak adalah sesuatu keaadaan yang di atur oleh hukum. Dengan ini negara yang dapat dikatakan sebagai wadah atau temat berkumpulnya warga negara harus memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki warga negaranya tanpa memandang status hukum dari warga negara tersebut.

9Syahruddin, Pemenuhan Hak Asasi Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam Melakukan Hubungan Biologis Suami Istri, Disertasi, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar, 2010, hal. 11

(23)

13

diberikan tersebut. Penjabaran hak-hak sebagai suatu pengantar untuk memahami makna dari hak tentang perempuan.

3. Pengertian Pembinaan

Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat.

Lembaga Pemasyarakatan berperan dalam pembinaan narapidana, yang memperlakukan narapidana agar menjadi lebih baik, yang perlu dibina adalah pribadi narapidana, membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi dan bermoral tinggi.

Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualoitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani, dan rohani narapidana dan anak didik narapidana. 10

1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri

Pembinaan narapidana tidak hanya ditujukan ditujukan kepada pembinaan spiritual saja, akan tetapi juga dengan memberikan pmebinaan dalam bidang keterampilan kepada narapidana, dan juga pembinaan narapidana juga dikaitkan dengan memberikan pekerjaan selama menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Karena didalam membina narapidana memiliki spesifikasi tertentu maka dengan itu tidak bisa disamakan didalam membina narapidana.

Membina narapidana harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana.

Ada empat komponen penting dalam pembinaan narapidana, antara lain:

2. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat

10Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 Angka 1

(24)

3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada saat masih berada diluar Lembaga Pemasyarakatan/ Rutan, dapat masyarakat biasa, pemuda masyarakat, atau penjahat setempat

4. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keamanan, petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, Rutan, Balai Pemasyarakatan, Balai Pispa, Hakim Wasmat dan lain sebagainya. Keempat komponen pembinaan narapidana ini, harus tahu akan tujuan pembinaan narapidana, perkembangan pembinaan narapidana, kesulitan yang dihadapi dan berbagai program serta pemecahan masalah.11

Narapidana sebagai manusia, adanya pembinaan yang telah diterangkan tersebut, maka narapidana diharapkan akan menemukan kembali jati dirinya dalam artian menjadi manusia yang lebih baik sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang baik dan hidup dengan mempunyai tujuan hidup yang lebih baik serta diharapkan dapat dirinya sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain dan mempunyai keterampilan dalam menjalani hidupnya. Serta ketika narapidana yang sudah selesai menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyaraktan dan kembali ke dalam lingkungan masyarakat diharap tidak mengulangi kejatan yang telah ia perbuat.

4. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan atau disingkat LAPAS ataupun Penjara merupakan tempat melakukan pembinaan terhadap narapidana. Dulu sebelum adanya Lembaga Pemasyarakatan tempat tersebut dikenal dengan istilah penjara.

R.A Koesnan berpendapat, berdasarkan asal-usul (etimologi) kata penjara berasal dari kata penjoro (bahasa jawa) yang artinya tobat, atau jera di penjara dibuat tobat atau dibuat jera.12

11 Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta, 1995, Hal. 51

12P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 32.

(25)

15

Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasayarakatan adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah atau tempat untuk menampung pembinaan narapidana, baik pembinaan secara fisik, rohani, dan mental agar dapat kembali hidup berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat setelah menajalani masa hukumannya.

Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para narapidana, dimana melalui program yang dijalankan yang dijalankan diharapkan narapidana yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berguna di lingkungannya. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana. Dengan kata lain yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah suatau badan hukum yang menjadi wadah/menampung kegiatan pembinaan narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat hidup normal kembali ditengah-tengah masyrakat.

Istilah atau konsep kemasyarakatan untuk pertama kali digagas atau diperkenalkan oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tanggal 5 Juli 1953 dalam pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia.

Pemasyarakatan oleh Sahardjo dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara.

Dalam konferensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah Kemasyarakatan dibakukan sebagai pengganti Kepenjaraan. Dimana disebutkan tuga jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang

(26)

dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pemasyarakatan dalam konfrensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terh adap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk reintegrasi social atau pulihnya kesatuanhubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan didalam masyarakat.

Pemasyarakatan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tataperadilan pidana adalah bagian integral dari tata peradilan terpadu (integrated criminal justice system). Dengan demikian, pemasyarakatan baik

ditinjau dari sistem, kelembagaan, cara pembinaan, dan petugas pemayarakatan, merupakan bagian yangtak terpisahkan dari suatu rangkaian proses penegakan hukum.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penulis sangat memerlukan data dan keterangan yang nanti akan dijadikan bahan analisis dalam menyelesaikan penulisan skripsi atau dalam pemecahan masalah. Metode yuridis normative yaitu dalam menjawab permasalahan digunakan sudut pandang hukum berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, untuk selanjutnya dihubungkan dengan kenyataan di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas. Serta mencari bahan dan informasi yang berhubungan dengan materi penelitian ini melalui berbagai peraturan perundang-undangan, karya tulis ilimiah yang berupa makalah, skripsi buku-buku, majalah, situs internet yang menjikan informasi dengan masalah yang teliti.13

13Zainul Bhari, Struktur dalam Metode Penelitian Hukum, Angkasa, Jakarta, 1996, Hal.

68

(27)

17

Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum dan efektivitasnya hukum di lingkungan masyarakat. Oleh karena dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian empirisdapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.14

2. Sumber Data

Penggunaan dari jenis penelitian yang bersifat yuridis normatif dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data melalui studi kepustakaan, serta informasi melalui studi lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian skripsi ini.

Data dalam penelitian ilmiah yang penulis lakukan terdiri dari:

1) Data Primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan pihak yang terkait di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan.

2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh penulis melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan mempelajari bahan-bahan yang ada.

3) Data Tersier, yaitu adalah bahan-bahan memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan data sekunder, adapun

14http://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ tanggal 28 Februari 2018 diakses pukul 22.05 WIB

(28)

seperti ensiklopedia, bahan bacaan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan buku teks.

3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan dan pengambilan menggunakan sumber data berdasarkan metode penelitian lapangan ( field research ) dan penelitian kepustakaan ( library research ). Dimana penelitian

lapangan ( field research ) yaitu penelitian yang lansung ke lapangan yakni dengan pengambilan data secara langsung ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan dan penelitian kepustakaan ( library research ) yaitu penelitian dengan memperoleh data sekunder yang berhubungan dengan penelitian penulis.

Untuk teknik pengumpulan data pada penelitian ini, Penulis menggunakan dua jenis teknik pengumpulan data, antara lain:

1. Wawancara

Studi lapangan yang dilakukan Penulis dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika sesorang, yakni pewawancara mmengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang responden dimana pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dalam masalah penelitian ini.

Pola wawancara yang dilakukan Penulis dalam penulisan penelitian ini ialah melalui wawancara berencana yaitu wawancara yang disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan atau disusun sebelumnya. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data atau informasi dari pihak yang mengetahui tentang bagaimana pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan.

(29)

19

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum, yakni kajian teoritis dengan mengumpulkan data-data atau informasi dengan bantuan berbagai macam refrensi dengan menelaah yang berkaitan dengan masalah yang akan di teliti atau masalah yang akan di pecahkan.

Dalam hal penelitian ini, penulis menggunakan studi Kepusatakaan dengan menelaah Perundangan-undangan, buku-buku, litelatur, catatan, pendapat, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Terhadap suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang di teliti. Data dianalisis dengan kualitatif dengan berpedoman kepada peraturan perundang- undangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis adalah dengan mengadakan penelitian dan mengumpulkan data dana informasi secara kepustakaan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghubungkannya dengan data dilapangan sesuai dengan permasalahan penelitian ini. Data yang diperoleh dilapangan diolaah dan dianalisis secara deskriptif, normatif logis dan sistemastis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.

Deskriptif artinya data yang diperoleh dari lapangan digambarkan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya sesuai dengan penglihatan penulis yang langsung melihat keadaan tempat penelitian serta apa yg diinforamsikan oleh respondenyang telah di wawancara. Normatif digambarkan untuk menganalisis

(30)

data dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia khusunya yang berhubungan dengan permasalahan logis yang artinya dalam melakukan analisis tidak boleh bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan.

Metode deduktif artinya peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berhubungan dengan permasalahan yang bersifat umum dan dijadikan sebagai acuan pada data yang diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan.

Metode induktif artinya data yang bersifat khusus yang diperoleh dari penelitian dan ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah ruang lingkup yang dibahas didalamnya, maka penulis terlebih dahuluakan membuat gambaran isi dari materi yang dibahas.

Gambaran ini dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar penulisan skripsi ini agar lebih terarah dan terkonsentrasi serta tersusun secara sistematis yang dapat memberikan gambaran singkat akan tetapi menyeluruh megenai isi dari pembahasannya.

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan ( pengertian narapidana, pengertian hak, pengertian pembinaan, pengertian Lembaga Pemasyarakatan ), metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II :PENGATURAN HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA TANJUNG

(31)

21

GUSTA MEDAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Dalam Bab II ini akan dibahas mengenai yang dimaksud dengan

Wanita, Hak-Hak Narapidana Wanita, jenis-jenis Narapidana dan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

BAB III :PENERAPAN HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA TANJUNG GUSTA MEDAN

Dalam Bab III ini akan dibahas mengenai sejarah singkat Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan, berbagai macam kejahatan yang dilakukan oleh Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan dan pola pembinaan, aktivitas sehari-hari Narapidana Wanita, tahapan-tahapan pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan, hambatan-hambatan dalam pembinaan Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan dan Hak-Hak yang harus diterima oleh Narapidana Wanita di Lemabaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan.

BAB IV :HAMBATAN PEMBINAAN NARAPIDANA WANITADI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN SERTA UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI HAMBATAN DI

(32)

LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS IIA TANJUNG GUSTA MEDAN

Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai Faktor Penghambata Dalam Pembinaan Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan, Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan di Lemabag Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

BAB V : PENUTUP

Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi yang dibuat dalam bentuk kesimpulan disertai dengan saran-saran penulis.

(33)

23 BAB II

PENGATURAN HAK-HAK NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA TANJUNG GUSTA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 A. Hak-Hak Narapidana

Setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan hak yang dimilikinya serta manusia tidak bisa dilepaskan dari hak-hak yang melekat didalam dirinya. Hak seorang manusia merupakan fitrah yang ada sejak mereka lahir.Ketika lahir, manusia secara hakiki telah mempunyai hak dan kewajiban.

Tiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada misalnya, jabatan atau kedudukan dalam masyarakat, K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika memaparkan bahwa dalam pemikiran Romawi Kuno, kata ius-iurus (Latin: hak) hanya menunjukkan hukum dalam arti objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan undang-undang, aturan-aturan dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam arti Law, bukan right). Pada akhir Abad Pertengahan ius dalam arti subjektif, bukan benda yang dimiliki seseorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu(right, bukan law).

Akhirnya hak pada saat itu merupakan hak yang subjektif merupakan pantulan dari hukum dalam arti objektif. Hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang sangat. Kewajiban dibagi atas dua macam, yaitu kewajiban sempurna yang selalu berkaitan dengan hak orang lain dan kewajiban tidak sempurna yang tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna mempunyai dasar keadilan,

(34)

sedangkan kewajiban tidak sempurna berdasarkan moral.hak merupakan sesuatu yang urgen dalam kehidupan ini. setiap orang berhak mendapatkan hak setelah memenuhi kewajiban.15

Negara Indonesia yang menjunjung tinggi hukum dan mengaku sebagai negara hukum sudah seharusnya melindungi, menjamin serta mengayomi hak-hak narapidana walaupun telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Sering terjadi dengan adanya ketidakadilan perilaku terhadap narapidana, tidak mendapat kehidupan yang layak di dalam lembaga pemasyarakatan, adanya penyiksaan

Manusia sebagai mahluk hidup ciptaan Tuhan memberikan hak-hak yang melekat pada diri manusia masing masing. Sebagai seseorang yang menjalani pidana karena melakukan sebuah kejahatan, bukan berarti narapidana kehilangan semua hak-haknya sebagai manusia atau bahkan tidak mempunyai hak apapun yang dimilikinya. Di dalam menjalani masa hukumannya atau pidananya, hak narapidana sudah diatur dalam sistem pemasyarakatan, dimana sistem ini adalah sistem baru yang menggantikan dari sistem yang lama yaitu sistem kepenjaraan.

Secara Etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narapidana adalah orang tahanan, orang bui, atau orang yang menjalani hukuman karena tindak pidana. Sementara itu, menurut kamus induk istilah ilmiah menyatakan narapidana adalah orang hukuman, orang buian. Selanjutnya berdasarkan kamus hukum dijelaskan bahwa narapidana adalah orang yang menjalani pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.

15https://id.wikipedia.org/wiki/Hak#Pengertian_Haktanggal 22 Maret 2018 diakses pukul 13.42 WIB

(35)

25

yang terjadi terhadap narapidana, serta tidak mendapat fasilitas yang terdapat di dalam lembaga pemasyarakatan.

Narapidana sebagai manusia yang kodratnya sebagai makhluk tuhan harus dihormati hak-hak dan kewajibannya disamping memikul tanggung jawab dalam masyarakat yang hendak kita bangkitkan selama masa pembinaaannya.

Narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan harus diperhatikan secara bertahap mengenai hak-hak mereka sebagai manusia pada umumnya ini guna menjadi membantu didalam proses pembinaan narapidana tersebut.

Konsep hakmemiliki dua pengertian dasar, pertama merupakan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut.Hal ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabak setiap manusia. Kedua, hak menurut hukum yang dibuat sesuai proses pembuatan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Adapun dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan orang yang diperintah yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk pada hak-hak itu dan tidak hanya tertib alamiah, yang merupakan dasar dari arti yang pertama tersebut di atas.16

Pada umumnya, Hak-hak narapidana yang tidak dapat diingkari, dicabut oleh negara sekalipun dan dalam kondisi apapun, adalah seperti yang tercantum dalam Deklarasi HAM PBB 1948, yaitu: hak atas penghidupan dan keselamatan pribadi (pasal 3). Larangan tentangpenghambaan, perbudakan dan perdagangan budak (pasal 4). Larangan menjatuhkan perlakuan atau pidana yang aniaya dan

16Syahruddin, Hak Asasi Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Melakukan Hubungan Biologis Suami Istri, Disertasi, Makassar, 2010, hal. 11

(36)

kejam (pasal 5). Hak atas pengakuan hukum (pasal 6). Hak atas persamaan di hadapan hukum dan atas non-diskriminasi dalam pemberlakuannya (pasal 7). Hak atas pemulihan(pasal 8). Larangan terhadap penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9). Hak atas pengadilan yang adil (pasal 10). Praduga tak bersalahdan larangan terhadap hukum ex post facto(pasal 11). Hak memiliki kewarganegaraan (pasal 16). Hak untuk memiliki kekayaan (pasal 17). Kebebasan berfikir, berhati nurani danberagama (pasal 18).

Beberapa hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi HAM PBB ini, juga telah dirumuskan secara singkat dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang berbunyi sebagai berikut:

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,hak kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.

Mengenai hak narapidana menjadi perbincangan yang sangat mudah ditemui dikalangan masyarakat manapun. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatan sudah mengatur dan menjamin hak-hak narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Antara lain hak-hak narapidana adalah:

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya 2. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani 3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak 5. Menyampaikan keluhan

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang

(37)

27

7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

8. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga

11. Mendapatkan pembebasan bersyarat 12. Mendapatkan cuti menjelang bebas

13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan pertundang-undangan yang berlaku17

Hak narapidana pada umumnya adalah berhak untuk tidak diperlakukan sebagai orang sakit yang diasingkan, narapidana juga berhak atas pendidikan sebagai bekal hidup mereka setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan nantinya, sebaliknya narapidana memiliki hak asasi manusia yang harus dipertahankan selama ia tinggal di Lembaga Pemasyarakatan seperti telah diatur dalam undang-undang. Begitu juga halnya warga binaan yang ada di Lemabaga Pemasyarakatan juga memperoleh hak dan hak asasi manusia di Lembaga Pemasyarakatan di mana ia ditempatkan. Hak setiap manusia akan keselamatan.

Hak ini tidak berkurang sebagai akibat pemenjaraan.

Hak asasi manusia dimiliki oleh setiap orang tidak terkcuali bagi narapidana yang telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Kesadaran mengenai hak asasi manusia bermula dengan adanya nilai harga diri harkat dan

17Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2013, hal. 111

(38)

martabat kemanusiaannya. Pemerintah Indonesia yang batinnya menghormati dan mengikuti HAM, komitmen terhadap perlindungandan pemenuhanHAM pada tahap pelaksanaan putusan. Wujud komitmen tersebut adalah institusi Hakim Pengawas dan Pengamat (WASMAT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 283 KUHAP, serta diundangkannya UUPemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.18

Suatu hal harus menjadi perhatian dalam pembinaan narapidana yaitu dengan menjamin narapidana tersebut terhindar dari perlakuan yang tidak adil.

Jaminan dalam proses perkara pidana yang diatur dalam Internasional Covenant on Civil and Political Rights(ICCPR) 1996(Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik), Declaration on Protection From Torture 1975(Deklarasi Perlindungan dan Penyiksaan dan Perlakuan atau Pidana lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia)Pasal 7 KUHAP hak untuk tidakdisiksa, diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia termasuk tidak diculik atau dihilangkan secara paksaatau diperkosa, Standar Minimun Rules For The Treatmen of Prisoner 1957(Peraturan Standar Minimum untukperlakuan Napi yang menjalani pidana).19

Memperhatikan hak narapidana dalam lembaga pemasyarakatan merupakan sebuah keharusan demi berhasilnya proses pembinaan yang dilakukan.

Hak-hak narapidana adalah hal yang paling kunci sebab dengan terpenuhinya hak-

18Aswanto, Jaminan Perlindungan HAM dalam KUHAP dan Bantuan Hukum Terhadap Penegakan HAM di Indonesia, Disertasi, Makassar, 1999, hal. 149

19Ibid, hal. 149

(39)

29

hak narapidana menjadi tolak ukur keberhasilan didalam membina narapidana.

Selain itu hak asasi narapidana didalam lembaga pemasyarakatan haruslah terjamin karena narapidana adalah manusia yang pada utuhnya sedang dalam proses pembinaan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Materi HAM Napi yang terdapat pada pedoman PBB mengenai Standard Minimum Rules untuk perlakuan Napi yang menjalani hukuman (Standard Minimum Rules For Treatment of Prisoner, 31 Juli 1995), yang meliputi :

1. Buku register;

2. Pemisahan kategori Napi;

3. Fasilitas akomodasi yang harus memiliki ventilasi;

4. Fasilitas sanitasi yang memadai;

5. Mendapatkan air serta perlengkapan toilet;

6. Pakaian dan tempat tidur yang layak;

7. Makanan yang sehat;

8. Hak untuk berolahraga diudara terbuka;

9. Hak untuk mendapatkan pelayanan dokter umum dan doketr gigi;

10. .Hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan membela diri apabila dianggap indisipliner;

11. Tidak diperkenankan pengurungan pada sel gelap dan hukuman badan;

12. Borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana;

13. Berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmi untuk mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan;

14. Hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar;

(40)

15. Hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku-buku yang bersifat mendidik;

16. Hak untuk mendapatkan pelayanan agama;

17. Hak untuk mendapatkan jaminan penyimpanan barang-barang berharga;

18. Pemberitahuan kematian, sakit, dari anggota keluarga.20

Delapan belas materi Hak asasi manusia terbut, dapat dilihat banyak aturan yang disepakati oleh masyarakat internasional yang dikeluarkan oleh PBB mengenai tentang perlindungan hak asasi manusi narapidana. Dari uraian diatas masih sangat mungkin aturan-aturan yang telah disepakati tersbut dapat diadopsi kedalam hukum nasional di Indonesia terkait dengan perlindungan hak-hak narapidana secara lebih rinci.

Manusia yang berada didalam lembaga Pemasyarakatan disebut narapidana yang sedang dalam proses menuju menjadi manusia yang lebih baik

lagi. Narapidanaadalahmanusiabermasalah yang

dipisahkandarimasyarakatuntukbelajarbermasyarakatdengan baik, danahlihukum lain

mengatakanNarapidanaadalahmanusiabiasasepertimanusialainnyahanyakarenamel

anggarnormahukum yang ada, makadipisahkanoleh hakim untukmenjalanihukuman.21

20Petrus Dkk, Op.Cit, hal 74

21Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 59

Bisa dikatakan bahwa narapidana ialah manusia yang membutuhkan bimbingan dalam artian butuh sesutau yang dapat merubah dirinya karena disebabkan perilaku yang melanggar aturan-aturan hukum serta dapat merubah sifatnya agar menjadi manusia yang seutuhnya.

(41)

31

Narapidana yang sedang dalam proses pembinaaan didalam lembaga pemasyarakatan harus merasa tidak diasingkan dari kehidupan manusia pada normalnya. Selama berada dalam lembaga pemasyarakatan hak-hak narapidana harus terpenuhi layak manusia pada umumnya, ini guna untuk memberikan motivasi kepada narapidana untuk memberikan pembinaan bahwa apa yang telah dilakukan adalah sebuah kesalahan sehingga narapidana yang telah melakukan kejahatan akan sadar dengan yang diperbuat dengan harapan tidak mengulangi perbuatannya kembali. Lembaga pemasyarakatan harus memperhatikan hak narapidana dengan tidak mengasingkan narapidana dari kehidupan pada umumnya seperti tidak menjauhkan dari keluaganya ataupun dengan informasi-informasi yang penting bagi narapidana tersebut.

Hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang- orang tertentu merupakan sebuah kebutuhan bagi narapidana dalam sebuah proses pembinaan.

Terjaminnyahakuntuktetapberhubungandengankeluargadan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di Lembaga Pemasyarakatan, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyrakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dari anggota masyrakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.22

22Dwidja Priyatno, Op.Cit, hal. 107

SelanjutnyadalampenjelasanPasal 5 Undang-UndangNomor12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatandijelaskan :

(42)

1. Asas Pengayoman, yaitu perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalamrangka melindungi masyarakat dan kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaanpemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat.

2. Asas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan, yaitu perlakuan dan pelayanan kepadawarga binaan pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.

3. Pendidikan dan pembimbingan, yaitu bahwa penyelenggara pendidikan dan pembimbingan berdasarkan pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan keroganian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

4. Penghormatan harkat dan martabat manusia, yaitu sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

5. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, yaitu warga binaan pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS dalam jangka waktu tertentu, sehingga Negara mempunyai kesempatanuntuk memperbaikinya. Jadi warga binaan pemasyarakatan tetap memperoleh haknya yang lain seperti hak atas perawatan kesehatan, makan, minum, latihan keterampilan, olah raga dan rekreasi.

6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang- orang tertentu, yaitu walaupun warga binaan pemasyarakatan berada di LAPAS, harus tetapdidekatkan dan dikenalkan dalam masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan kedalam LAPAS dari anggota masyarakat yang

(43)

33

bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga (CMK).

B. Hak-Hak Narapidana Wanita

Dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tercantum persamaan kedudukan di depan hukum, aturan ini menimbulkan suatu konsekuensi bahwa Negaradi dalam memenuhi hak-hak warga Negara dan tidak boleh adanya perlakuan diskriminatif terhadap pelaksanaannya. Bukan perlakuan yang sama dalam artian benar-benar memperlakukan sama, tapi bagaimana terhadap pemenuhan hak-hak warga negara, negara tetap memperhatikan kekhususan serta proporsionalitas didalamnya, apa yang menjadi hal-hal yang fundamental dibutuhkan menjadi faktor yang haruslah ditonjolkan.

Wanita adalah singkatan dari bahasa Jawa (wani ditoto) sebutan yang digunakan untuk homo sapiensberjenis kelamin wanita dan mempunyai alat reproduksi. Lawan jenis dari wanita adalah pria atau laki-laki. Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antar umur 16 hingga 21 tahun disebutjuga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak bisa dilakukakan oleh pria, ini yg disebut dengan tugas wanita. Wanita berdasarkan asal bahasanya tidak mengacu pada wanita yang ditata atau diatur oleh laki-laki, atau suami pada umumnya terjadi pada kaum patriarki. Arti kata wanita sama dengan perempuan.23

23https://id.wikipedia.org/wiki/Wanitatanggal 23 Maret 2018 diakses pukul 15.40 WIB

(44)

Hak asasi manusia secara umum dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia, yang bila tidak ada msutahil kita akan dapat hidup sebagai manusia. Hak wanita adalah hak-hak yang melekat pada diri wanita yang dikodratkan sebagai manusia sama halnya dengan pria diutamakan dalam hal ini adalah hak untuk mendapatkan kesempatan dan tanggung jawab sama dengan pria di segala bidang kehidupan, termasuk didalamnya adalah hak untuk memperoleh kedudukan dan perlakuan yang sama dengan pria sebagaimana yang dimaksud dalam pengertian hak asasi manusia yang termasuk didalamnya hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hak-hak sipil dan politik.24

1. Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Narapidana seperti halnya warganegara lainnya, sudah tentumempunyai hak hukum yang harus dilindungi oleh negara, sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia hasilamandemen, yang menyatakan :

2. Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Melihat ketentuan pasal di atas, bahwa perlindungan dan hak narapidana harus konsisten dijalankan oleh pembuat, pelakudan pelaksanakebijakan tanpa membedakan jenis dan lama hukuman yang didapat olehnarapidana tersebut. Sebab dalam ketentuan pasal diatas menjelaskan dengan kata-kata tiap warga negara, berarti semua warga negara Indonesia

24Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto, Archie Sudiarti Luhulima, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, P.T Alumni, Bandung, 2006, hal. 238

(45)

35

tanpa melihat status atau jenis kelamin dari warga negara tersebut baik wanita ataupun pria.

Narapidana wanita merupakan bagian dari komunitas masyarakat suatu bangsa. Selaku manusia memilki hak yang wajib untuk dihormati dan dijunjung tinggi oleh negara, pemerintah, hukum, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana wanita, harus dibedakan dengan pembinaan terhadap laki-laki karena narapidana wanita mempunyai perbedaaan baik secara fisik maupun secara psikologis dengan narapidana laki-laki.

Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaedah, tetapi merupakan pertimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individu di satu pihak yang tercermin pada kejiwaan pada pihak lain.25

1. Hak untuk hidup

Hal ini sebagai sebuah keharusan yang harus dimiliki setiap narapidana wanita agar mendapat hak-haknya secara pribadi.

Indonesia sudah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights ( ICCPR ) menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Hak- hak sipil dan politik yang termuat didalam Pasal 4 ayat 2 ICCPR, hak tersebut antara lain sebagai berikut :

2. Hak untuk tidak disiksa 3. Hak untuk tidak diperbudak

4. Hak untuk tidak dipenjara hanya karena melakukan wanprestasi

25Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Edisi 2 Cetakan ke 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 82

(46)

5. Hak untuk tidak dituntut atau dihukum berdasarkan hukum yang berlaku surut

6. Hak untuk diakui peribadi dihadapan hukum

7. Hak untuk kemerdekaan pikiran, hati nurani, dan agama.

Pasal 28I ayat 1 Undang-Undanga Dasar Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa hak-hak tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Hak untuk hidup 2. Hak untuk tidak disiksa

3. Hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani 4. Hak beragama

5. Hak untuk tidak diperbudak

6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum

7. Hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku surut

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tertanggal 19 Mei 1999 dijelaskan mengenai hak narapidana, yaitu:

1. Ibadah

Setiap narapidana berhak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Ibadah tersebut dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan atau di luar Lembaga Pemasyarakatan, sesuai dengan program pembinaan.

2. Perawatan Rohani dan Perawatan Jasmani

Setiap narapidana berhak mendapat perawatan rohani dan jasmani.

Perawatan rohani tersebut diberikan melalui bimbingan rohani dan

(47)

37

pendidikan budi pekerti dan perawatan jasmani berupa: pemberian kesempatan melakukan olah raga, pemberian perlengkapan pakaian, dan pemberian perlengkapan tidur dan mandi.

3. Pendidikan dan Pengajaran

Setiap Lembaga Pemasyarakatan wajib melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran bagi narapidana. Pendidikan dan pengajaran tersebut dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Apabila narapidana membutuhkan pendidikan dan pengajaran lebih lanjut yang tidak tersedia di dalam Lembaga Pemasyarakatan, maka dapat dilaksanakan di luar Lembaga Pemasyarakatan.

4. Pelayanan Kesehatan dan Makanan

Setiap narapidana berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

Pada setiap Lembaga Pemasyarakatan disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan disediakan sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang tenaga kesehatan lainnya. Dan setiap narapidana juga berhak mendapatkan makanan dan minuman dengan jumlah kalori yang memenuhi syarat kesehatan.

5. Keluhan

Setiap narapidana berhak menyampaikan keluhan kepada kepala Lembaga Pemasyarakatan atas perlakuan petugas atau sesama penghuni terhadap dirinya.

6. Bahan Bacaan dan Siaran Media Massa

Setiap Lembaga Pemasyarakatan menyediakan bahan bacaan, media massa yang berupa media cetak dan media elektronik. Bahan bacaan dan

(48)

media massa tersebut harus menunjang program pembinaan kepribadian dan kemandirian narapidana, dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Upah dan Premi

Upah adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang bekerja menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan, sedangkan premi adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang mengikuti latihan kerja sambil berproduksi.

8. Kunjungan

Setiap narapidana berhak menerima kunjungan dari keluarga, penasehat hukum atau orang-orang tertentu lainnya. Kunjungan tersebut dicatat dalam buku daftar kunjungan. Dan setiap Lembaga Pemasyarakatan wajib menyediakan sekurang-kurangnya 1 (satu) ruang khusus untuk menerima kunjungan.

9. Remisi

Setiap narapidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik berhak mendapatkan remisi. Pada tahun 1950 berdasarkan Kepres No. 156 Tahun 1950 remisi diberikan setiap ulang tahun Republik Indonesia, sebab pada setiap ulang tahun RI banyak yang mendapatkan remisi. Sekarang Kepres No. 156 Tahun 1950 tidak berlaku lagi diganti dengan Kepres No.

174 Tahun 1999.

Dalam pasal 1 ditentukan Narapidana yang berhak mendapat remisi:

(49)

39

1. Pasal 1 Ayat (1), Setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana.

2. Pasal 2 Ayat (2), Remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan Perundang- undangan RI.

3. Pasal 1 Ayat (3), Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan.

Setiap Narapidana dapat diberikan cuti berupa cuti mengunjungi keluarga yaitu Narapidana kesempatan berkumpul bersama di tempat kediaman keluarganya selama jangka waktu 2 (dua) hari atau 2 X 24 jam diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.03- PK.04.02 Tahun 1991. Adapun yang dimaksud keluarga disisni adalah sedarah sampai derajat kedua baik melalui jalur hubungan horizontal dan vertikal maupun hubungan yuridis yaitu:

1. Isteri/suami

2. Anak kandung/angkat/tiri

3. Orang tua kandung/angkat/tiri/mertua 4. Saudara kandung/angkat/tiri/ipar

5. Keluarga dekat lainnya sampai dengan derajat kedua.

Wanita harus diperhatikan haknya sekalipun seorang narapidana, sebab narapidana laki-laki dan wanita itu sama dalam proses pemenuhan haknya sebaga narapidana. Menurut J.B. Daliyo mengatakan, hak adalah kewenangan yang diberikan oleh objek hukum objektif kepada subjek hukum, dan kewajiban adalah

Referensi

Dokumen terkait

Untuk para pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II Tanjung Gusta Medan, dalam upaya pemenuhan hak-hak reproduksi yang harus diterima oleh setiap napi, para pegawai

Maka tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi narapidana wanita ibu rumah tangga yang menjadi narapidana di kelas IIA Lembaga Pemasyarakatan

Untuk itu permasalahan yang diajukan dalam tesis ini adalah (1) Bagaimanakah pola pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

Para petugas pembina narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta telah memberikan pembinaan dan pelayanan yang profesional bagi para

KEMENKUMHAM KANWIL Sumatera Utara yang telah membantu saya memberikan izin penelitian tugas akhir ( S1 ) di LAPAS Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan sehingga dapat

PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Upaya-upaya yang dilakukan petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai dalam mengatasi hambatan pembinaan narapidana narkotika. Upaya mengatasi Hambatan Faktor Internal

Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.. Penelitian