• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DI WISMA LANSIA J. S. NASUTION BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DI WISMA LANSIA J. S. NASUTION BANDUNG."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN DI WISMA LANSIA J. S.

NASUTION BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

Mutia Kharisma Riantika 0901813

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Model Pembinaan Keagamaan di Wisma

Lansia J. S. Nasution Bandung

Oleh

Mutia Kharisma Riantika

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Mutia Kharisma 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Pembinaan keagamaan merupakan suatu usaha untuk memberikan bimbingan, pengertian, pengembangan dan peningkatan perasaan beragama dan pengalaman keagamaan dari pengalaman hidup pribadi maupun orang lain yang sesuai dengan norma-norma agama islam yang bertujuan untuk terbentuknya jiwa seorang muslim yang bertaqwa, berakhlakul karimah dan yamg mempunyai perilaku soleh. Pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung ini untuk memberikan kenyamaan kepada lansia agar menjadi manusia yang khusnul khotimah. Dengan memperoleh bimbingan agama peneliti ingin mengetahui sejauh mana pembinaan keagamaan dapat berpengaruh terhadap kehidupan keberagamaan lansia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pertimbangan penggunaan metode ini adalah untuk mengungkap realitas dan aktualitas mengenai pembinaan keagamaan Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung. Sumber penelitian ini adalah lansia dan pengurus, pembina di Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dokumentasi. Berdasarkan analisis data, maka diperoleh hasil kegiatan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung dilaksanakan setiap minggu ketiga pada hari rabu pukul 09.00 sampai 11.00 di ruang tamu dengan diikuti seluruh penghuni Wisma Lansia yang beragama Islam. Materi yang disampaikan tentang aqidah, akhlak, dan ibadah. Perilaku keagamaan yang dalam penelitian ini adalah ibadah sehari-hari dari penghuni Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung yang telah dipengaruhi oleh kegiatan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung. Semua yang disampaikan pembina agama sudah tertanam kuat dalam diri lansia, sebagai doktrin yang mempengaruhi setiap perilaku kehidupan.

(6)

ABSTRACT

Religious guidance is an attempt to provide guidance, understanding, development and improvement of religious feelings and religious experiences of personal life experiences and others in accordance with Islamic religious norms aimed at the formation of the soul of a pious Muslim, and yamg karimah akhlakul behave pious. Religious guidance in Elderly Pensions J.S. Nasution Bandung is to give to the elderly in order to be kenyamaan human khotimah khusnul. With the assistance of religion researchers wanted to know the extent to which religious guidance may affect the religious life of the elderly. The purpose of this study was to determine the model of religious guidance at Wisma Elderly JS Nasution Bandung. This study used a qualitative approach with descriptive methods. Consideration of the use of this method is to uncover the reality and actuality of the religious guidance Elderly Pensions JS Nasution Bandung. Source of this research is elderly and administrators, supervisors at Wisma Elderly JS Nasution Bandung. Researchers in data collection using interviews, observation, documentation. Based on data analysis, the obtained results of religious activity in the guesthouse coaching Elderly JS Nasution Bandung held every third week on Wednesday at 09.00 to 11.00 in the living room followed by all the inhabitants of Muslim Seniors' Pensions. The material presented on aqidah, morals, and worship. Religious behavior in this study is the daily worship of the inhabitants of Elderly Pensions JS Nasution Bandung who have been affected by the activities of religious guidance at Wisma Elderly JS Nasution Bandung. All religions are delivered builder already firmly entrenched in the elderly themselves, as any behavior that affects the doctrine of life.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR………. iii

UCAPAN TERIMAKASIH……… iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR………... x

PEDOMAN TRANSLITERASI………. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………. 3

C. Tujuan Penelitian……….. 4

D. Manfaat Penelitian……… 4

E. Struktur Organisasi………... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Tentang Model……… 6

1. Pengertian Model……….. 6

2. Karakteristik Sebuah Model……….. 7

3. Macam-macam Model………... 7

B. Konsep Pembinaan………... 10

1. Pengertian Pembinaan……… 10

2. Ruang Lingkup Pembinaan……… 11

3. Pendekatan Pembinaan………... 13

4. Prosedur Pembinaan………... 15

(8)

1. Pengertian Dasar………. 17

2. Agama Islam………... 18

E. Tujuan Pembinaan Agama Islam……….. 20

F. Metode Pembinaan Agama Islam………. 21

1. Metode Interview……… 21

2. Metode Kelompok……….. 22

3. Client-centered Method... 22

4. Directive Counseling……… 23

5. Metode Eductive………... 23

6. Metode Psyhoanalistis………. 24

G. Lembaga Sosial……… 24

1. Pengertian Lembaga Sosial………. 24

2. Ciri-ciri Lembaga Kemasyarakatan……… 25

3. Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan……….. 26

4. Kehadiran Lembaga Menjadi Masalah Dalam Keluarga………... 27

H. Pesantren Lansia………... 33

I. Konsep Dasar Lanjut Usia……… 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian………... 41

B. Pendekatan dan Metode Penelitian………... 42

C. Definisi Operasional………. 46

D. Instrumen Penelitian………. 48

E. Teknik Pengumpulan Data……… 48

F. Analisis Data………... 52

G. Tahapan Penelitian………... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian………... 58

(9)

2. Visi dan Misi Yayasan……… 58

3. Kelembagaan dan Kepengurusan………... 59

4. Sejarah Singkat Wisma Lansia………... 59

5. Fasilitas Wisma Lansia J. S. Nasution……… 60

6. Sumber Dana……….. 61

7. Program Kegiatan Lansia………... 62

8. Persyaratan Masuk Wisma Lansia………. 64

9. Daftar Menu Makanan Wisma Lansia……… 65

10. Gambaran Umum Penghuni……….. 65

B. Hasil Penelitian 1. Konsep Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung……… 75

2. Program Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung……… 76

3. Evaluasi dan Tingkat Keberhasilan Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung……… 83

C. Pembahasan Penelitian 1. Konsep Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung……… 86

2. Program Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung……….. 88

3. Evaluasi dan Tingkat Keberhasilan Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung……….. 92

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……….. 93

B. Rekomendasi……… 94

(10)

DAFTAR TABEL

Hal

4.1 Data Sarana Prasarana Wisma Lansia J.S. Nasution 61

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

3.1 Gambar Peta Lokasi Penelitian 41

4.1 Model Pembinaan Keagamaan Wisma Lansia J. S. Nasution 87

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Azizah, 2011: 1).

Menurut Reimer, Stanley dan Beare dalam Azizah (2011: 2) mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan

hilangnya gigi. Adapun menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit sampai tidak memerlukan tugasnya sehari-hari lagi hingga bagi kebanyakan orang masa tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan.

(13)

2

menimbulkan beberapa perubahan meliputi fisik, mental, spritual, psikososial

adaptasi terhadap stres mulai menurun (Azizah, 2011: 65).

Menurut Hurlock (1990), usia lanjut merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

Setelah manusia bertambah tua, keluarga dan teman-temannya menjadi sibuk dengan masalahnya sendiri, pindah perkerjaan, pindah rumah, menjadi sakit dan meninggal. Ini yang menyebabkan psikologis lansia terguncang,banyak kasus-kasus yang ditemui sekarang ini, anak-anak yang sibuk berkerja dan mempunyai orang tua lanjut usia tidak mempunyai cukup banyak waktu untuk mengurus orang tuanya. Sehingga menitipkan orang tua mereka di panti jompo.

Di Indonesia, hal tentang pemeliharaan orang tua ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 5 yang berbunyi: “Tiap- tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” Dan pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak- anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Panti jompo merupakan lembaga sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada orangtua atau lanjut usia yang terlantar yang memungkinkan adanya pemenuhan kebutuhan lanjut usia untuk memenuhi kebutuhan hidup para lanjut usia/jompo terlantar sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi rasa ketentraman lahir dan batin, panti jompo ini juga mencegah timbulnya atau berkembangnya permasalahan kesejahteraan sosial dalam masyarakat.

(14)

3

Dari beberapa sumber yang penulis dapat banyak lansia merasa tidak diperhatikan ketika mereka tinggal bersama anak-anaknya. Hal ini menyebabkan secara mental jiwa lansia tersebut tergoncang, putus asa, emosi, mudah marah, sedih, dan tertekan. Keadaan tersebut hanya dapat ditangani melalui pembinaan keagamaan agar dapat merasakan ketentraman dan kebahagiaan.

Menurut Azizah (2011: 16) lansia yang telah mempelajari cara menghadapi

perubahan hidup melaluli mekanisme keimanan akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan hidup sampai kematian.

Satu hal perbedaan antara lansia dari orang yang lebih muda adalah sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian. Karena pada tahap perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian (Azizah, 2011)

Berdasarkan hasil pra survei dari sekian panti jompo yang telah dikunjungi terdapat panti jompo yang menarik perhatian peneliti. Terdapat keunikan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung karena lansia lebih nyaman tinggal di panti jompo tersebut dibandingkan tinggal bersama keluarganya.

Berdasarkan hal tersebut penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti NasutionBandung. Dengan judul Model Pembinaan Keagamaan Di Wisma

Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Model Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J.S. Nasution Bandung”.

(15)

4

1. Bagaimana konsep pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung?

2. Bagaimana program pembinaan kegamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung?

3. Bagaimana evaluasi dan tingkat keberhasilan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan pokok dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum:

Untuk mengetahui model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

2. Tujuan Khusus:

1) Untuk mengetahui konsep pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung

2) Untuk mengetahui program pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung

3) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara Teoretis

Secara Teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama tentang teori Model Pembinaan Keagamaan untuk panti jompo. 2. Secara Praktis

(16)

5

E. STRUKTUR ORGANISASI

Dalam penulisan penelitian deskriptif kualitatif tentang Model Pembinaan Keagamaan di Panti Jompo ini terdiri dari lima Bab dengan penulisan sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, indetifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Dalam Bab II diuraikan tentang teori pengembangan dari berbagai variabel penelitian yang diteliti dengan sub bab sebagai berikut: A. Konsep model, B. Konsep Pembinaan, C. Pembinaan Agama Islam, D. Dasar Pembinaan Agama

Islam, E. Tujuan Pembinaan Agama Islam, F. Metode Pembinaan Agama Islam, G. Lembagaa Sosial H. Konsep lansia. Dengan penjelasan yang rinci.

Bab III berisikan tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan susunan penulisannya meliputi metode dan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, tahap penelitian, dan teknik analisis data.

Dalam Bab IV berisikan tentang hasil penelitian dan pembahasan. Berisi uraian tentang pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

Bab terakhir tentang kesimpulan dan saran. Bab kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis penelitian.

(17)

43

BAB III

METODE PENELITIAN

A. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

GAMBAR 3.1 PETA LOKASI PENELITIAN

Lokasi dalam penelitian ini ialah tempat berlangsungnya penelitian, yaitu tempat kegiatan pembinaan keagamaan, dalam hal ini Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung yang beralamat Jl. Pak Gatot 1 No. 20 KPAD.

(18)

44

atas tersebut yang menjadi satu alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian pada panti jompo tesebut.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber yang memberikan informasi kepada peneliti. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini sebagai berikut:

a. Pemimpin Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

b. Pembina/pengurus Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

c. Para lansia yang tinggal di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung

B. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam sebuah penelitian ada tiga macam yaitu pendekatan kualitatif, pendekatan kuantitatif, dan pendekatan campuran atau mix. Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sugiyono (2012) menjelaskan bahwa:

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif menekankan makda dari pada generalisasi.

Moleong (2012: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif.

(19)

45

a. Pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefinisikan secara baik dan kurang dipahami.

b. Pada upaya pemahaman penelitian perilaku dan penelitian motivasional.

c. Untuk penelitian konsultatif.

d. Memahami isu-isu rumit sesuatu proses.

e. Memahami isu-isu rinci tentang situasi dan kenyataan yang dihadapi seseorang.

f. Untuk memahami isu-isu yang sensitif. g. Untuk keperluan evaluasi.

h. Untuk meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian kuantitatif.

i. Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subjek penelitian.

j. Digunakan untuk lebih dapat memahami setiap fenomena yang sampai sekarang belum banyak diketahui.

k. Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah banyak diketahui.

l. Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam.

m. Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan persepsi.

n. Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk menggunakan hal-hal yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan.

o. Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik tertentu, seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba dalam buku Moleong (2010: 4) sebagai berikut: latar alamiah, manusia sebagai alat atau instrumen, menggunakan metode kualitatif, teori berasal dari dasar, penelitian bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, pembatasan penelitian berdasarkan fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, desain yang bersifat sementara, dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

(20)

46

1) Kajian naturalistik: melihat situasi nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, tidak ada rekayasa pengontrolan variabel.

2) Analisis induktif: mengungkapkan data khusus, detil, untuk menemukan kategori, dimensi, hubungan penting dan asli, dengan pertanyaan terbuka. 3) Holistik: totalitas fenomena dipahami sebagai sistem yang kompleks,

keterkaitan menyeluruh tak dipotong padahal terpisah, sebab-akibat.

4) Data kualitatif: deskripsi rinci-dalam, persepsi- pengalaman orang.

5) Hubungan dan persepsi pribadi: hubungan akrab peneliti- informan, persepsi dan pengalaman pribadi peneliti penting untuk pemahaman fenomena-fenomena.

6) Dinamis: perubahan terjadi terus, lihat proses desain fleksibel.

7) Orientasi keunikan: tiap situasi khas, pahami sifat khusus dan dalam konteks sosial-historis, analisis silang kasus, hubungan waktu-tempat. 8) Empati netral: subjektif murni, tidak dibuat-buat.

Adapun ciri-ciri penelitian kualitatif menurut Nasution (2006: 9) yaitu sebagai berikut:

a. Sumber data, ialah situasi yang wajar atau “natural setting”

b. Peneliti sebagai instrumen penelitian

i. Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti j. Mengutamakan perspektif emic

k. Verifikasi

l. Sampling yang purposive m.Menggunakan audit trail n. Partisipasi tanpa mengganggu

(21)

47

Berdasarkan karakteristik dan ciri-ciri tersebut diatas peneliti dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Data yang sesuai dengan masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data

tersebut akan ditarik suatu kesimpulan.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitiannya. Sesuai dengan tujuannya, penelitian

merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa atau suatu pengetahuan dengan

memakai metode-metode ilmiah.

Metode penelitian pada dasarnya harus disesuaikan dengan tujuan penelitian dan masalah yang akan diteliti. Karena itu dalam setiap penelitian yang dilakukan dapat menggunakan metode yang berbeda, sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2012:2), metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode yang mencari data empiris saat melakukan penelitian. Peneliti hanya memaparkan data yang ada di lapangan tentunya disesuaikan dengan teori yang ada. Menurut Silalahi (2010: 27) menjelaskan:

(22)

48

kehidupan sosial sehari-hari dapat dideskripsikan yang tidak muncul dalam suatu penelitian eksplanasi. Penelitian deskriptif menyajikan satu gambar yang terperinci tentang situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.

Adapun menurut Moleong (2012: 11) mengatakan “metode deskriptif akan menghasilkan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data (berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka) untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut”. Sedangkan menurut Sukmadinata (2011: 72),

penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar. Ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.

Dengan menggunakan metode deskriptif penulis mengharapkan hasil penelitiannya bisa bermanfaat bagi orang banyak, karena dengan menggunakan metode deskriptif dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya (Sukmadinata, 2011: 73).

C. DEFINISI OPERASIONAL 1. Model

Model menurut Millis (Suprijono, 2009:45) adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau kelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Maksud model dalam penelitian ini adalah suatu yang menjadi acuan dalam kegiatan pembinaan keagamaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sekarang ataupun untuk

selanjutnya.

2. Pembinaan Keagamaan

(23)

49

orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan ruhaniyah dalam lingkungan hidupnya agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depannya (Arifin, 1985: 25).

Pembinaan keagamaan dalam penelitian ini adalah suatu usaha untuk

memberikan bimbingan, pengertian, pengembangan dan peningkatan perasaan beragama dan pengalaman beragama. Sesuai dengan norma-norma agama Islām yang bertujuan agar terbentuknya jiwa seorang muslim yang bertaqwa, berakhlakul karimah dan yang mempunyai perilaku terpuji.

3. Lembaga Sosial

Menurut Soekanto (2002: 197) lembaga kemasyarakatan merupakan terjemah langsung dari istilah asing social-institution. Akan tetapi hingga kini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia apa yang dengan tepat dapat menggambarkan istilah social-institution tersebut. Ada yang mempergunakan istilah pranta-social, tetapi social-institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Koentjaraningrat mengatakan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.

Istilah lain yang diusulkan adalah bangunan-sosial yang mungkin merupakan terjemahan dari istilah Soziale-Gebilde (bahasa Jerman), yang

lebih jelas menggambarkan bentuk dan susunan social institution tersebut. Tepat tidaknya istilah-istilah tersebut di atas, tidak dipersoalkan di sini. Disini

(24)

50

yang menjadi ciri lembaga tersebut. Namun di samping itu kadang-kadang juga dipakai istilah lembaga sosial.

Lembaga social dalam penelitian ini adalah objek penelitian yaitu Wisma Lansia J. S. Nasution Bandungsebagai lembaga kemasyarakatan.

4. Lanjut usia/lansia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah, 2011: 1).

D. INSTRUMEN PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2009: 305) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kulaitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, manilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Instrumen penelitian yang penelitian gunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan lembar observasi dan peneliti juga terjun langsung ke lapangan melihat bagaimana proses kegiatan penelitian berlangsung.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Observasi

(25)

51

Adapun menurut Kartono (1980: 142) pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan”.

Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti ciri-ciri dan

luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”.

Sedangkan menurut Nasution dalam buku yang ditulis oleh Sugiyono (2009: 310) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuawan hanya dapat berkerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angksa) dapat diobservasi dengan jelas.

Dengan menggunakan teknik observasi ini peneliti bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang benar-benar nyata dari kegiatan yang berlangsung di lokasi penelitian. Informasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai Model Pembinaan Keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti NasutionBandung.

2. Wawancara

Moleong (2012: 186) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu .

(26)

52

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Sedangkan menurut Sukmadinata (2011: 216) menyatakan bahwa sebelum

melaksanakan wawancara para peneliti menyiapkan instrumen wawancara yang disebut pedoman wawancara (interview guide). Pedoman ini berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang meminta untuk dijawab atau direspon oleh responden. Isi pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah atau variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian.

Menurut Fontana .et al.,dalam Sarosa (2012: 46), ada tiga tipe wawancara dapat digolongkan berdasarkan seberapa tingkat formalitasnya dan terstukturnya wawancara tersebut, yaitu:

Wawancara terstruktur menggunakan kuesinor yang sudah disusun sebelumnya sehingga memiliki standar yang sama. Jenis wawancara terstruktur sering juga disebut kuesioner yang ditanyakan oleh pewawancara. Wawancara terstruktur dilakukan dengan menanyakan daftar pertanyaan dalam sebuah kuesioner (bahkan biasanya sudah ada pilihan jawabannya). Dalam menanyakan dan mencatat jawaban responden, pewawancara harus menggunakan nada suara yang sama dan mencatat dengan standar yang sama demi menghindari bias. Dengan demikian wawancara terstruktur biasanya tidak cocok untuk mengumpulkan data penelitian yang bersifat kualitatif.

(27)

53

terkadang sangat kaya akan detail dan mampu mengungkapkan informasi yang baru. Wawancara tidak terstruktur dapat terlihat seperti dua orang yang sedang mendoskusikan hal tertentu.

Wawancara semi terstruktur, wawancara ini adalah kompromi antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu wawancara sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan. Tidak seperti wawancara terstruktur yang kaku atau wawancara tidak terstruktur yang bebas, daftar topik dan pertanyaan pemandu biasanya berfungsi untuk memulai wawancara. Pewawancara perlu menelusuri lebih jauh suatu topik berdasarkan jawaban yang diberikan partisipan. Urutan pertanyaan dan pembahasan tidak harus sama seperti pada panduan, semua tergantung pada jalannya wawancara.

Wawancara yang dilakukan peneliti merupakan tipe wawancara tidak terstruktur. Jadi pewawancara harus memiliki tujuan dan topik wawancara yang jelas sehingga isi wawancara tidak teralalu menyimpang. Interaksi antara pewawancara dan partisipan bersifat bebas, sehingga melalui

wawancara ini dapat digali data dan informasi yang lebih lengkap dan mendalam.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

mempelajari dokumen untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dengan menggunakan teknik dokumentasi peneliti

akan memperoleh data tertulis yang dibutuhkan untuk melengkapi data penelitian. Menurut Moleong (2012: 217), dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.

(28)

54

a. Berdasarkan sumbernya dokumen dapat diklasifikasikan sebagai dokumen bersifat personal, privat, atau publik.

b. Dokumen tertulis dan catatan (records). Linclon dan Guba membedakan dokumen tertulis dan catatan. Catatan adalah bukti tertulis formal mengenai suatu peristiwa. Dokumen tertulis dibuat untuk kepentingan yang lebih informal.

c. Dokumen historis atau catatan sejarah. d. Foto, video, dan film dari suatu peristiwa.

e. Dokumen elektronik adalah segala sesuatu dokumen yang disimpan dalam format digital. Dengan makin intensifnya penggunaan alat pengolah data dan komunikasi elektronik, jenis dokumen ini semakin banyak ditemui. Dalam beberapa situasi, menggunakan dokumen elektronik sangat memudahkan. Peneliti lebih mudah menemukan dan menganalisis dokumen elektronik dengan bantuan software dibandingkan dokumen non elektronik.

f. Dokumen di internet merujuk ke dokumen elektronik yang tersedia secara bebas di internet. Permasalahan yang harus diperhatikan oleh peneliti adalah mengenai kredibilitas dan reabilitas dokumen. Siapa saja dapat membuat dan mempublikasikan materi di internet. Pengguna dokumen di internet harus sangat berhati-hati dan teliti dalam melakukan verifikasi dan validasi informasi.

Studi dokumentasi digunakan peneliti untuk mempelajari dan mendalami berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data dan informasi untuk melengkapi data yang

diperlukan.

F. ANALISIS DATA

(29)

memilah-55

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Di pihak lain, Seiddel dalam buku Moleong (2012: 248) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode

agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan data, memilah-milah data, mengklasifikasikan data, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.

c. Berpikir, dengan jalan membuat agar ketegori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Selanjutnya Nasution (Sugiyono, 2012: 334) menyatakan bahwa:

Melakukan analisis adalah perkerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitinya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.

Teknik analisis data yang peneliti gunakan ialah menggunakan analisis data

(30)

56

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Pada tahap ini peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang penting. Sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya kembali apabila diperlukan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data yang

diperoleh sesuai dengan pertanyaan penelitian yang disusun dalam pendoman wawancara penelitian dan diperiksa kembali keabsahannya. Dalam penelitian ini aspek-aspek yang direduksi berkaitan dengan model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung, kemudian diuraikan dalam pokok pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung?

b. Bagaimana program dan lamgkah-langkah pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung?

c. Bagaimana evaluasi dan tingkat keberhasilan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung?

2. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data merupakan tahapan penting kedua dalam analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif dengan demikian data yang didapat, dalam penyajian datanya dituangkan dalam bentuk laporan uraian. Dalam hal ini pembuatan display data meliputi: latar belakang masalah, tujuan penelitian, pertanyaan

penelitian, deskripsi penelitian,deskripsi hasil wawancara di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung, analisis data yang diperoleh, kesimpulan dari hasil

penelitian serta saran.

(31)

57

melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif akan menjawab masalah dan rumusan masalah dalam penelitian, atau juga tidak, karena data masih bersifat sementara dan akan mengalami perubahan di lapangan. Seperti yang dikatakan Miles dan Huberman, apabila tidak ditemukan bukti- bukti yang kuat dan mendukung pada tahapan berikutnya maka data tersebut akan berubah. Sebaliknya, apabila terdapat

bukti- bukti valid dan konsisten yang bisa mendukung, maka tersebut kredibel. Proses verifikasi data dilakukan dengan cara peneliti terjun kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data kembali yang dimungkinkan akan memperoleh bukti-bukti kuat lain yang dapat merubah hasil kesimpulan sementara yang diambil. Jika data yang diperoleh memiliki keajegan (sama dengan data yang telah diperoleh) maka dapat diambil kesimpulan yang baku dan selanjutnya dimuat dalam laporan hasil penelitian. Adapun kesimpulan akhir dalam penelitian ini menyimpulkan model pembinaan keagamaan yang terjadi di Wisma lansia J. S. Nasution Bandung.

G. TAHAPAN PENELITIAN

Tahapan penelitian kualitatif secara umum terdiri atas dua tahapan, yaitu: 1. Tahap Pra-Lapangan

Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini, ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan sebagai berikut ini.

a. Menyusun Rancangan Penelitian

(32)

pra-58

b. Memilih Lapangan Penelitian

Menurut Moleong (2012: 128) menyebutkan bahwa cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian. Untuk itu dalam melakukan penelitian kualitatif, peneliti harus menjajaki terlebih dahulu

lapangan yang akan diteliti untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan. Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.

c. Mengurus Perizinan

Pertama yang harus diketahui oleh peneliti ialah siapa yang berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. Peneliti jangan mengabaikan izin dari yang berwenang untuk melaksanakan penelitian. Mengurus perizinan merupakan satu persoalan yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena kegiatan penelitian melibatkan banyak orang dalam lingkungan penelitian. Maka peneliti diwajibkan mengurus surat perizinan kepada pihak-pihak yang berwenang ketika akan melakukan sebuah penelitian.

d. Menjajaki dan Menilai Lapangan Penelitian

Tahap ini belum sampai pada titik yang menyingkap bagaimana penelitian masuk lapangan maksudnya mulai mengumpulkan data yang sebenarnya. Tahap ini baru melihat keadaan lapangan, tetapi juga peneliti sudah menilai keadaan lapangan. Menurut Moleong (2012: 130) maksud

dan tujuan penjajakan lapangan adalah mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam.

e. Memilih dan Memanfaatkan Informan

(33)

59

informan berfungsi sebagai sesorang yang membantu peneliti dalam melngsungkan penelitian untuk mendaptkan data dari objek penelitian.

Disamping itu menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2012: 132), mengatakan pemanfaatan informan bagi peneliti ialah agar dalam waktu yang relatif sungkat banyak informasi yang terjaring. Jadi sebagai sampling internal, karena informan dimanfaatkan untuk berbicara,

bertukar pikiran, atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya.

f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Peneliti tidak hanya menyipakan perlengkapan fisik saja, tetapi segala macam perlengkapan penelitian yang diperlukan. Perlengkapan yang diperlukan antara lain: surat izin penelitian, pengaturan perjalanan seperti biaya dalam melakukan penelitian, alat-alat tulis, perekam, dan kamera untuk merekam percakapan dan memfoto data-data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan a. Memahami Latar Penelitian

Untuk memasuki perkerjaan di lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti juga perlu mempersiapkan dirinya, baik secara fisik maupun secara mental di lapangan. Peneliti juga harus mampu dalam membatasi objek penelitian. Pembatasan objek penelitian ini didasarkan pada pembatasan permasalahan yang akan diteliti.

b. Memasuki Lapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan penggalian informasi data secara mendalam, dengan mengenal lebih dekat kepada subjek penelitian,

(34)

60

narasumber perlu dijalin guna mempermudah proses dalam penelitian. Selain menjalin keakraban dengan narasumber, peneliti juga harus mempelajari bahasa yang digunakan oleh narasumber.Hal tersebut dilakukan agar peneliti semakin mudah mendapatkan data yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Ketika memasuki lapangan penelitian, mau tidak mau peneliti harus

terjun langsung dan akan berperan serta dalam proses penelitian tersebut. Jadi, peneliti tidak bisa lepas tangan begitu saja ketika melakukan penelitian.

c. Berperan serta Sambil Mengumpulkan Data

Pada waktu menyusun usulan penelitian, batasan masalah telah ditetapkan bersama masalah dan tujuan penelitian.Jadwal penelitian hendaknya telah disusun pula secara berhati-hati walaupun luwes karena situasi lapangan yang sukar diramalkan. Penelitian juga harus memperhitungkan pula keterbatasan waktu, tenaga, dan mungkin biaya sehingga proses penelitian dapat dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.

(35)

99

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung dapat ditarik satu kesimpulan bahwa:

Pembinaaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution merupakan suatu usaha untuk memberikan bimbingan, pengertian, dan peningkatan perasaan beragama dan pengalaman keagamaan dari pengalaman hidup pribadi maupun orang lain yang sesuai dengan norma-norma agama Islām yang bertujuan untuk terbentuknya jiwa seorang muslim yang bertaqwa, berakhlakul karimah dan yamg

mempunyai perilaku soleh.

Konsep pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung

tersebut muncul dari landasan dibuatnya Wisma Lansia, konsep tersebut direncanakan dengan baik agar membentuk kegiatan pembinaan keagamaan yang cocok untuk lanjut usia. Lanjut usia membutuhkan suatu kegiatan pembinaan keagamaan dengan konsep yang khusus sehingga pembinaan tersebut dapat bermanfaat bagi lansia nantinya. Konsep pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution lebih menekankan pada kegiatan ceramah agama, di dalamnya terdapat motivasi-motivasi membangun agar lansia lebih dekat dengan Tuhan sehingga menjadi manusia yang berakhlakul karimah.

Program pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung, yaitu pengajian rutin dan ceramah agama yang jadwalnya setiap satu bulan sekali, selain itu kegiatan keagamaan di Wisma Lansia tersebut bukan hanya pengajian rutin ataupun ceramah agama tetapi peringatan hari besar Islām pun menjadi suatu program pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. S. Nasution Bandung.

(36)

100

pembinaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan setelah dilakukan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

Namun secara keseluruhan apa yang disampaikan oleh Pembina sudah tertanam dalam diri lansia, sebagai doktrin yang mempengaruhi setiap perilaku kehidupannya. Model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung sudah memenuhi syarat dari sebuah model. Dengan demikian

kegiatan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung dapat dijadikan suatu model dan contoh untuk Panti Jompo yang lainnya.

B. REKOMENDASI

Dari kesimpulan yang telah dijelaskan oleh penulis, maka penulis mengajukan beberapa saran yang hendaknya bisa dijadikan masukan dalam upaya pembinaan keagamaan yang dilakukan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk Pengurus dan Pembina Agama Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung

a. Model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung sudak cukup baik, tetapi hanya saja pembina agama sebaiknya konsisten menggunakan bahasa Indonesia dalam menyampaikan materi. b. Model pembinaan keagamaan yang sudah ada sebaiknya mengacu pada

teori metode pendidikan dalam Al-Quran sehingga model pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung mempunyai acuan sebagi sebuah model.

c. Dalam evaluasi pembinaan keagamaan sebaikanya terkonsep sehingga

pembina bisa melihat secara terperinci perubahan lansia setelah mengikuti pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

(37)

101

a. Para lansia pasif harus lebih bersemangat lagi dan aktif dalam mengikuti setiap kegiatan pembinaan keagamaan di Wisma Lansia J. Soenarti Nasution Bandung.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

(2008). Al-Hikmah: Al-Qur`ān Terjemahnya. Terjemahan Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro. Arifin, M. (1985).Pokok-pokok pikiran tentang bimbingan dan penyuluhan

agama.Jakarta:PT. Bulan Bintang

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta:Graha Ilmu Emzir.(2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data.Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada

Fahham, M. A. et al. (2006). Berbakti Kepada Orang Tua.Bandung: Irsyad Baitus Salam

Fatma, R. S. et al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Gazalba, S. et al. (1971). Masjid Pusat Pembinaan Umat. Jakarta: Pustaka Karya Hurlock, E. (1990). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Idayu, Y. (1994). MANULA (Manusia Lanjut Usia). Jakarta: CV. Haji Masagung Majid, A, et al. (2008). Islam tuntunan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value

Press

Moleong, L. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Muhaimin et al. (2008). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Musnamar, T. (2000). Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami. Yogyakarta: UII Pres

Nasution, M.A. (2004). Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara

Ramayulis.(2010). Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Kalam Mulia

(39)

Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT. Indeks

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi Dalam Keluarga. Bandung: PT. Genesindo

Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sudjana, D. (2010). Manajemen Program Pendidikan.Bandung: Falah Prodution

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif KUalitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, N.S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Suparto.(2000). Seks Untuk Lansia.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suryabarta, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Syahidin.(2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an. Bandung:

Alfabeta.

Tim Visimedia. (2008). UUD 1945. Jakarta: Visimedia.

Abdullah. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua. [Online]. Tersedia. http://abdullah-syauqi.abatasa.com [4 Maret 2013]

Wedhiastuty, A.(2013). Pdf BAB 2 Landasan Teori.[Online]. Tersedia. http://www.damandiri.or.id/file/anywedhiastutynairbab2pdf. [13 April 2013]

http:/ppdarusdzikir.blogspot.com [13 Mei 2013] Dokumen:

(40)

Gambar

GAMBAR 3.1 PETA LOKASI PENELITIAN
gambar yang terperinci tentang situasi khusus, hubungan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang (1) profil umum Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung (2) program dan

POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI TUNANETRA (Studi Deskriptif di Panti Sosial Bina Netra Wyta Guna Bandung.

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan program studi Ilmu Pendidikan Agama Islam