BELENGGU BUDAYA NIKAH DINI PADA PEREMPUAN (Pendampingan Perempuan Korban Nikah Dini
Di Dusun Gandu Desa Mlaras Kec. Sumobito Kab. Jombang)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.SOS.I)
Oleh :
MAHARDIKA ISTUNINGTIAS B52211035
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
viii ABSTRAK
Mahardika Istuningtias (2015): Belenggu Budaya Nikah Dini Pada Perempuan
“Pendampingan Perempuan Korban Nikah Dini Di Dusun Gandu Desa Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang”
Penelitian pendampingan ini menggambarkan situasi sosial perempuan nikah dini di Dusun Gandu Desa Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Penelitian ini membahas tentang kehidupan yang dialami perempuan korban nikah dini. Budaya yang selama ini terjadi pada anak perempuan yang menikah diusia dini. Alasan yang mendasari yaitu perekonomian keluarga, pendididikan, orang tua dan budaya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian
Participatory Action Risearch (PAR). Dengan langkah-langkah proses pemecahan masalah antara lain : Riset pendahuluan, inkulturasi, merumuskan masalah, merancang strategi, pengorganisasian masyarakat, melakukan aksi, evaluasi dan refleksi. Penelitian bertujuan supaya menurunnya tingkat perempuan korban nikah dini. Melihat aspek-aspek yang mendukung pengambilan fokus masalah. Oleh karena itu proses pendampingan pada perekonomian keluarga perempuan korban nikah dini yang minim, dan pemikiran orang tua tentang bahaya nikah dini. Fasilitator dan perempuan korban nikah dini membuat kelompok supaya mempermudah untuk pengorganisasian riset bersama dan menyusun kerangka solusi.
DAFTAR ISI
COVER DALAM ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Analisa Situasi Problematik ... 1
B. Fokus Pendampingan ... 10
C. Tujuan Pendampingan ... 14
D. Strategi Pendampingan ... 17
E. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KAJIAN TEORI ... 21
A. Problem Pernikahan Dini ... 21
B. Korban Nikah Dini bagi Perempuan ... 25
C. Perceraian Keluarga Nikah Dini ... 27
BAB III METODE RISET DAN PENDAMPINGAN ... 28
x
B. Ruang Lingkup Penelitian ... 38
C. Prosedur Penelitian ... 39
D. Subyek Penelitian ... 40
E. Teknik-Teknik Penelitian ... 41
F. Teknik Analisis Data ... 43
G. Teknik Validasi Data ... 44
H. Stakeholder dan Keterlibatannya ... 47
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 48
A. Sejarah Desa Mlaras ... 48
B. Kondisi Geografis Dusun Gandu ... 48
C. Kondisi Demografi Dusun Gandu ... 53
D. Kondisi Ekonomi dan Pendidikan ... 55
E. Potret Tradisi dan Keagamaan ... 57
BAB V POTRET PEREMPUAN KORBAN NIKAH DINI ... 60
A. Beban Ganda Perempuan yang tidak Terelakkan ... 60
B. Ekonomi Compang-Camping ... 64
C. Pendidikan tidak Dipedulikan ... 67
BAB VI MENYUSUN PERUBAHAN BERSAMA PEREMPUAN KORBAN NIKAH DINI ... 71
A. Diskusi dan Pengorganisasian Perempuan Korban Nikah Dini ... 71
B. Pembentukkan Kelompok Peduli Nikah Dini ... 76
C. Menjalin Komunikasi dengan Pihak yang Terkait ... 78
BAB VII BANGKIT DENGAN AKSI PEREMPUAN KORBAN NIKAH DINI ... 80
B. Memperkuat Kelompok Perempuan Peduli Nikah Dini
memalui Pelatihan Keterampilan ... 83
BAB VIII SEBUAH CATATAN REFLEKSI PENELITIAN ... 87
A. Nikah Dini : Problem yang Kompleks ... 87
B. Merubah Pola Pikir dan Membebaskan dari Belenggu Nikah Dini ... 91
C. Pendampingan Korban Nikah Dini sebagai Dakwah Bilhal ... 92
BAB IX PENUTUP ... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran-saran ... 98
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Konteks Problem
Perkawinan adalah ikatan lahir-batin antara seorang pria dan wanita
yang pada umumnya berasal dari lingkungan berbeda, terutama lingkungan
keluarga asalnya, kemudian mengikatnya diri dari mencapai tujuan keluarga
yang kekal dan bahagia. Pernikahan dini yang banyak terjadi pada kelompok
masyarakat miskin ditandai dengan pendapatan yang rendah, kurangnya
pendidikan, kesehatan dan aset. Menikah dini di Negara berkembang
termasuk di Indonesia berkaitan dengan aspek ekonomi, pendidikan,
kependudukan dan sosio kultural.1
Di masyarakat pedesaan, pernikahan usia dini terjadi terutama pada
golongan ekonomi menengah kebawah yang lebih merupakan tanggung
jawab dari keluarga perempuan pada suami. Di masyarakat perkotaan
pernikahan usia dini umumnya terjadi karena kecelakaan (hamil diluar nikah)
akibat salah pergaulan.2
Undang-Undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1
menjelaskan, “perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki
-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
1
http://bppkb.jombangkab.go.id/realita-pernikahan-usia-muda-di-kab-jombang/, diakses pada tanggal 02 Juli 2015
2
2
Yang Maha Esa”.3
Semua ketentuan tentang pernikahan sudah ditentukan
oleh Negara, tergantung sikap masyarakat mau menerapkannya atau hanya
menganggap sebagai wacana. Pihak-pihak yang menangani pernikahan
seharusnya mengetahui semua ketentuan-ketentuan Negara yang harus ditaati.
Supaya tidak ada penyelewengan tentang aturan yang sudah berlaku.
Suatu ikatan yang menyatukan dua manusia dengan kehendak Tuhan.
Manusia hanya berusaha, bagaimana cara mendapatkan pasangannya dan cara
membahagiakannya dalam suatu keluarga. Telepas dari itu semua manusia
terkadang merasa putus asa dengan ketidak sesuaian pasangan. Kurangnya
rasa bersyukur dan ikhlas untuk menerima kekurangan pasangan
mengakibatkan jalan perceraian yang diambil.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 7
bahwa “perkawinan di izinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan
berumur 16 tahun”. Dengan syarat mendapat izin dari orang tua yang ditunjuk
sebagai wali”.4 Sementara itu, Pelaksanaan Harian (PH) Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalimantan
Timur Yenrizal Makmur mengatakan pernikahan usia dini menimbulkan
banyak dampak negatif, diantaranya pernikahan dini rentan terhadap
perceraian karena tanggung jawab yang kurang dari kedua pasangan.
Sementara dampak bagi perempuan sendiri adalah berisiko tinggi terhadap
kematian saat melahirkan, karena perempuan usia 15-19 tahun memiliki
3
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1
4Ibid,
3
kemungkinan dua kali lebih besat meninggal saat melahirkan daripada yang
berusia 20-25 tahun.5
Perempuan korban nikah dini yang seharusnya duduk di bangku
sekolah, harus rela mengurus suami. Orang tua menikahkan anak di usia dini,
memaksakan pola berpikir mereka lebih dewasa dan semua itu tidak mudah.
Anak perempuan yang menikah dini masih ingin bersantai dan mementingkan
ego sendiri. Akhirnya, keluarga yang terjalin tidak sesuai dengan yang
diharapkan orang tua. Misalnya saja perempuan nikah dini hanya bersantai di
rumah, mereka tidak mau melakukan aktifitas seperti bersih-bersih rumah dan
memasak untuk suaminya.
Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana bahwa batasan usia muda adalah 10-21 tahun.6 Oleh
karena itu, pada masa peralihan kebanyakan anak mulai mencoba suatu hal
yang belum pernah mereka lakukan, seperti: keluar nongkrong bersama
teman dan pulang sampai larut. Berawal dari mencoba dan menjadi kebiasaan
apabila tidak ada yang mencegah mereka. Masyarakat kebanyakan melakukan
nikah dini terjadi di wilayah desa karena tradisi, selain alasan tersebut
menikah dini karena keterpaksaan. Dimana keterpaksaan tersebut karena
orang tua dan hamil diluar nikah.
5
Hasan, Ramadhan, http://www.jurnalperempuan.org/pernikahan-dini-yang-jadi-pilihan-mereka.html, di akses tanggal 02 Juli 2015
6
4
Informasi lain menyebutkan bahwa pada usia saat menikah berkaitan
erat dengan pola rumah tangga yang akan dijalankan oleh pasangan suami
istri. Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang usia belum matang atau
belum semestinya dari sisi usia dan mereka yang telah matang, tentu saja
berbeda. Kematangan usia secara umum secara umum berkait pula dengan
kematangan secara mental dan pengalaman. Kematangan usia biasanya juga
berkaitan dengan kemampuan mencari nafkah, khususnya bagi suami yang
memang memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga. Apa yang bisa
diharapkan dari pasangan pengantin yang dari segi pengalaman bekerja masih
minim dan belum terbiasa memikul tanggung jawab keluarga.7
Akan tetapi, fakta pernah terjadi kepada remaja di Dusun Gandu Desa
Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Di Dusun Gandu tersebut
tradisinya menjodohkan anak putrinya untuk menikah di usia muda. Orang
tua yang mempercayai bahwa pilihan orang tua lebih baik untuk kehidupan
anaknya. Sampai sekarang terdapat beberapa orang tua yang menekankan
anaknya sikap seperti itu. Walaupun terdapat pertentangan tapi mereka harus
mengikuti yang di inginkan orang tua. Dibawah ini adalah tabel nama
perempuan korban pernikahan dini.
7
5
Tabel 1.1
Perempuan Yang Menikah Dini di Dusun Gandu Desa Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang
6. Bidayah 17 Tahun Pilih roso’an Menikah karena orang tua 7. Mufarika 17 Tahun Buruh pabrik
Sumber: Diolah dari hasil penelitian pendahuluan oleh peneliti, tanggal 06-07 Maret 2015
Dari tabel di atas perempuan yang menikah dini dengan alasan orang
tua lebih banyak. Walaupun umur mereka 16 tahun ke atas, tetapi kalau
sekolah masih tingkatan SMP kelas VII dan VIII. Mereka memutus sekolah
6
mengharuskan mereka meninggalkan bangku pendidikan. Ada juga yang
sudah menikah tetapi umur pernikahannya tidak lama dikarenakan kurang
siap mental dan pemikiran.
Dampak yang terjadi menikah dini adalah kurang bisa menyelesaikan
masalah dalam rumah tangga yang disebabkan pemikiran belum dewasa.
Contoh: Yuni (16 tahun) yang menikah hanya bertahan 1 tahun karena suami
yang tidak menafkahi setelah menikah, sehingga mudah mengambil jalan
pintas yaitu perceraian. Perubahan fisik yang tidak semestinya, contohnya
wajah terlihat tua padahal usianya masih muda karena belum bisa merawat
diri. Menghasilkan keturunan yang kurang maksimal dalam berfikir karena
terlahir dari orang tua yang belum cukup umur. Kurangnya perhatian terhadap
anak karena setiap hari ditinggal untuk bekerja.
Dalam rumah tangga, setiap ada masalah sulit untuk menyelesaikan
karena kurangnya wawasan atau pengalaman. Sering terjadi pertengkaran dan
pulang ke rumah orang tua masing-masing, contohnya Sasa (16 tahun) sedang
hamil diluar nikah tetapi setelah menikah mereka tinggal pisah di rumah
orang tua masing-masing. Walaupun nantinya seorang suami yang menyusul
istri di rumah orang tuanya tetapi kejadian seperti ini tidak hanya sekali saja.
Orang tua menjadi pelarian setiap ada masalah yang dihadapi.
Adanya paradigma bahwa setinggi-setingginya anak gadis menuntut
ilmu, nantinya akan tetap dengan masalah dapur, kasur, dan sumur.8
Pernyataan seperti itu membuat para orang tua mengharuskan anaknya
8Hasil wawancara dengan Sumiatun (50 tahun), masyarakat Dusun Gandu, Jum’at 06 Maret
7
menikah di usia muda. Sikap pasrah dan putus asa anak dalam menggapai
pendidikan yang lebih tinggi. Seorang anak menyerahkan semua keputusan
keinginan kepada orang tua bukan darinya.
Pemikiran negatif terhadap status perawan tua. Mitos di desa bila
anaknya dilamar orang lalu ditolak maka anaknya akan menjadi perawan tua
karena sudah pernah menolak lamaran. Para orang tua takut apabila semua itu
berdampak pada anak gadis mereka. Padahal kalau diterapkan sekarang,
masyarakat Dusun Gandu sudah mulai menghilangkan mitos tersebut.
Kekhawatiran para orang tua yang takut anaknya terlibat pergaulan
menyimpang, sehingga mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
hamil di luar nikah. Oleh karena itu pengambilan tindakan untuk menikahkan
anaknya adalah keputusan yang terbaik bagi para orang tua. Anak yang masih
sekolah mengharuskan melepas semua cita-cita dan memilih menikah.
Adanya anggapan bahwa kenakalan anak perempuan akan berakhir
apabila sudah menikah. Apabila semua orang tua beranggapan seperti itu,
maka menambah permasalahan yang terjadi. Menikahkan anak perempuan
diusia dini dan mengharuskan anak siap menangani kehidupannya sendiri.
Apabila tidak mampu mereka akan memberontak karena emosi dan sikap
yang kurang dewasa kurang matang.
Penerapan masyarakat desa yang menganggap pendidikan hanya
sebatas pijakan dasar, setelah itu mereka menikah. Tetapi ini berlaku hanya
anak perempuannya, anak laki-laki kebanyakan bekerja. Para orang tua
8
sekolah SMA sudah jarang. Lebih baik mereka melamar pekerjaan di
pabrik-pabrik, kalau tidak dinikahkan orang tuanya.
Sebagai anak terkadang ingin melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi tetapi tidak mendapat dukungan dari orang tua. Orang tua berfikiran
walaupun sekolah yang lebih tinggi nantinya anak perempuan masak di
dapur.9 Anak perempuan tidak bisa melawan kodrat itu, tetapi dari orang tua
menekankan prinsip seperti itu sehingga anak tidak mempunyai semangat
untuk belajar. Sebagai anak juga tidak bisa melawan yang diputuskan orang
tua. Keinginan untuk belajar akan terpendam karena dari orang tua sendiri
tidak keinginan untuk menyekolahkan anaknya.
Kebiasaan menjodohkan dengan orang yang jauh umurnya dengan
anak mereka sudah tidak heran lagi. Asalkan orang laki-laki itu jauh lebih
kaya dari pada keluarganya. Mereka akan memutus sekolahnya dan
menikahkan dengan orang tersebut. Terkadang menikahnya juga dengan
seumuran, dengan syarat orang pria tersebut bisa menghidupi anak mereka.
Apabila anak perempuan mereka tidak mau menuruti yang di inginkan
orang tua, akan dilakukan berbagai cara. Seperti; anak mereka didukunkan,
mereka menyebutnya dengan cara halus dan tidak disadari tetapi pasti
merubah pola pikirannya.10 Padahal mereka mengerti cara seperti itu
memaksa kehendak anaknya tetapi hanya ini yang bisa dilakukan. Tindakan
seperti ini hanya sampai dia menikah saja.
9Hasil wawancara dengan Ijah (17 tahun), Jum’at 06 Maret 2015 10
Hasil wawancara dengan Sholikah (32 tahun), salah satu orang tua yang memaksakan
9
Pernikahan dini dilakukan karena alasan perekonomian,11 orang tua
yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Orang tua memaksa anaknya
untuk menikah supaya bisa mengurangi beban keluarganya. Padahal
pemikiran orang tua yang seperti itu bukan mengurangi malah menambah
beban keluarga karena seorang anak belum siap untuk menata rumah
tangganya. Kurangnya wawasan orang tua tentang pentingnya pendidikan
bagi anaknya yang menyebabkan pernikahan dini terjadi.
Tanpa disadari tindakan mereka merugikan pendidikan anaknya.
Mereka hanya memikirkan uang akan merubah segalanya. Walaupun tidak
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi asalkan menikah dengan orang kaya
kehidupan anaknya berubah. Pemikiran seperti itu memang benar tetapi
mereka sudah merelakan pendidikan yang seharusnya didapatkan tetapi
dipaksa untuk menikah.
Beberapa faktor yang lebih dominan yang mendorong masyarakat
dalam mengambil keputusan untuk menikah di usia dini di Dusun Gandu
Desa Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang antara lain:
1. Faktor adat yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda karena
ketakutan orang tua terhadap gunjingan dari tetangga sekitar. Seperti
kasus pada keluarga Maria Ulfa (17 tahun), menikah karena kemauan
orang tua. Dia telah mempunyai anak satu berusia 2 tahun, suaminya
menjadi buruh tani. Pendapatan yang tidak tentu membuat dia bertempat
tinggal bersama orang tuanya.
11 Hasil wawancara dengan Mardiyah (42 tahun), masyarakat Dusun Gandu, Jum’at 06
10
2. Faktor ekonomi keluarga, keluarga yang masih hidup dalam keadaan
sosial ekonominya rendah tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari. Seperti keluarga Bidayah (17 tahun) telah memiliki anak satu
berusia 5 tahun, menikah karena orang tua. Keadaaan pekerjaan suami
yang kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga membuat dia bekerja
pilih roso’an.
3. Faktor hamil di luar nikah, karena pergaulan yang terlalu bebas sehingga
menyebabkan remaja hamil di luar nikah sehingga orang tua mengabil
keputusan menikahkan putrinya untuk menutupi aib keluarga. Misalnya
Sasa (16 tahun) sekarang masih hamil 6 bulan, suami yang masih
berumur 17 tahun dan belum bekerja, jadi Sasa dan suaminya masih ikut
orang tua masing-masing.
4. Faktor pendidikan, karena rendahnya tingkat pendidikan maupun
pengetahuan orang tua dan anak, tentang pentingnya pendidikan.
Contohnya, Lukah (17 tahun) menikah karena orang tua. Dia sudah tidak
sekolah dari tingkatan sekolah menengah pertama dan juga tidak bekerja,
makanya daripada tidak ada pekerjaan di rumah, dinikahkan saja.12
B. Fokus Pendampingan
Penelitian ini dilakukan di Dusun Gandu, fokus tentang tingginya
tingkat perempuan nikah dini. Inti permasalahan diperoleh dari hasil Focus
Group Discussion (FGD) bersama kelompok perempuan korban nikah dini
adalah, adapun inti masalah di uraiakan pada bagan berikut ini.
12
11
Bagan 1.1
Analisis Pohon Masalah Perempuan Korban Nikah Dini
Dari analisa pohon masalah di atas, fokus permasalahannya adalah
tingginya tingkat perempuan korban nikah dini. Untuk mengetahui kehidupan
yang selama ini mereka alami. Perempuan korban nikah dini, mengorbankan
waktu belajar untuk melangsungkan pernikahan. Mereka tidak bisa
Perekonomian keluarga
Tingginya Tingkat Perempuan Korban Nikah Dini
Keluarga yang tidak harmonis Keluarga yang mengalami
12
menolaknya karena pernikahan atas permintaan orang tua. Walaupun ada juga
yang menikah karena hamil duluan.
Oleh karena itu yang menjadi penyebabnya adalah:
1. Perekonomian Keluarga Perempuan Korban Nikah Dini Sangat Minim
Minimnya perekonomian keluarga perempuan korban nikah dini
tidak mampu hidup mandiri. Mereka masih tinggal bersama orang tuanya
untuk menutupi kebutuhannya. Apabila tinggal bersama orang tua
kebutuhan makan masih ikut orang tua, maka setelah gajian saja memberi
semampunya untuk dibelikan bahan pokok. Karena nenek yang menjaga
anaknya, mereka tidak khawatir lagi untuk meninggalkannya. Kalau
untuk membeli jajan anak, perempuan korban nikah dini hanya diberikan
semampunya, selebihnya apabila kurang neneknya yang membelikan13.
Perekonomian keluarga perempuan korban nikah dini yang minim
membuat mereka meninggalkan anaknya. Dari kelompok perempuan
korban nikah dini belum ada yang memiliki kemampuan cara untuk
menambah tingkat perekonomian keluarga tanpa harus meninggalkan
anaknya.
2. Perempuan Dan Orang Tua Belum Memiliki Kesadaran Tentang Bahaya
Nikah Dini
Seorang anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah, kemudian
harus mulai merawat keluarga barunya. Padahal sudah ada beberapa
contoh pernikahan dini yang tidak selalu sesuai dengan harapan orang
13
13
tua. Tetapi orang tua tetap saja melakukan pernikahan pada anak
perempuannya.
Oleh karena itu, orang tua dan perempuan korban nikah dini belum
memperoleh pendidikan dan kampanye tentang bahaya pernikahan dini.
Walaupun dampak akibat pernikahan dini yang sudah terjadi, tetapi
masyarakat tetap saja melakukannya kepada anak perempuannya. Adanya
kegiatan kesadaran masyarakat tentang bahaya nikah dini dapat
menurunkan tingkat pernikahan di usia dini yang selama ini terjadi.
3. Ketentuan Tentang Pernikahan Yang Kurang Diterapkan Oleh Perangkat
Desa
Mengutamakan kondisi yang dialami perempuan korban nikah
dini, misalnya saat mereka hamil diluar nikah dan dipaksa orang tua.
Perangkat desa hanya melakukan, asalkan orang tua mereka siap menjadi
wali anak perempuannya. Walaupun nantinya diwakilkan dengan
penghulu, tetapi para orang tua sudah memberi restu kepada anaknya.
Perangkat desa tidak bisa memberi ketegasan dalam peraturan yang
ada karena keadaan perempuan korban nikah dini sudah keadaan hamil,
jadi harus melangsungkan pernikahan sebelum perut perempuan semakin
membesar. Dengan syarat diumumkan oleh modin desa dihadapan
seluruh keluarga. Apabila yang didalam kandungan melahirkan seorang
anak perempuan, maka orang tua laki-laki tidak boleh menjadi wali,
karena pernikahan belum 6 bulan dan bayinya sudah lahir.14 Ketentuan itu
14
14
tidak berlaku kalau nantinya lahir anak laki-laki karena tidak
menggunakan wali.
C. Tujuan Pendampingan
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, menurunkan tingkat
pernikahan dini. Adapun uraian perencanaan sesuai pohon harapan
berikut ini:
Bagan 1.2
Analisis Pohon Harapan Perempuan Korban Nikah Dini
Perekonomian keluarga
Menurunnya Tingkat Perempuan Korban Nikah Dini
Keluarga yang harmonis Keluarga yang mengalami
kebahagiaan
Adanya pelatihan keterampilan Adanya pendidikan dan
15
Analisa pohon harapan di atas yang antinya dipakai sebagai acuan
peneliti untuk rencana pemecahan masalah. Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Perekonomian Keluarga Perempuan Korban Nikah Dini Mencukupi
Apabila kebutuhan keluarga sudah tercukupi, maka seorang istri
tidak harus ikut bekerja. Mereka bisa di rumah untuk menjaga anak.
Seorang istri tanpa meninggalkan anak yang akhirnya diasuh oleh nenek.
Perempuan korban nikah dini bisa melakukan kegiatan yang tetap
memperhatikan keluarganya. Supaya dapat mengurangi hambatan yang
terjadi diperlukan upaya-upaya pendampingan.
Dengan harapan pertama, nantinya akan memunculkan kreasi
untuk menambah pendapatan perekonomian keluarga perempuan korban
nikah dini. Dengan bekal pengetahuan dari kelompok perempuan
mempunyai kreasi mengetahui tentang keterampilan yang akan
dilakukan, sehingga mudah untuk untuk diterapkan. Pembuatan dan hasil
akan dilakukan perempuan korban nikah dini sendiri.
Harapan yang kedua, adanya pelatihan kreasi yang dilaksanakan
oleh kelompok perempuan membuat untuk menambah perekonomian
keluarga korban nikah dini. Dengan harapan nanti bisa berkembang dan
menghasilkan pendapatan keluarga.
2. Perempuan Dan Orang Tua Sudah Memiliki Kesadaran Tentang Bahaya
Nikah Dini
Apabila anak perempuan dan orang tua sudah menyadari akan
16
pernikahan dini yang selama ini terjadi. Diawali dari anak keturunannya
supaya tidak melakukan pernikahan dini. Dengan akibat yang terjadi
karena pernikahan dini, supaya menjadi pengalaman untuk tidak sampai
terjadi lagi.
Adanya perempuan dan orang tua sudah memiliki pemahaman
tentang menikah dini. Memahami kehidupan keluarga perempuan korban
nikah dini yang terjadi. Orang tua akan memilih menyekolahkan anak
perempuannya ke jenjang lebih tinggi dengan biaya yang telah disediakan
pihak sekolah atau pemerintah.
Adanya pendidikan dan kampanye tentang pernikahan dini, dengan
dijelaskannya lebih rinci oleh kelompok perempuan Desa Mlaras tentang
akibat dan dampak yang telah terjadi pada kehidupan nikah dini. Harapan
kedepannya supaya tidak terjadi lagi pada anak perempuan Dusun Gandu.
3. Ketentuan tentang Pernikahan yang Diterapkan Oleh Perangkat Desa
Dengan kebijakan perangkat desa supaya lebih tegas lagi dalam
ketentuan tentang pernikahan dini. Mendiskusikan dan melaksanakan
rencana bersama perangkat desa, kelompok PKK, serta perwakilan dari
perempuan korban nikah dini untuk mengurangi pernikahan dini yang
selama ini terjadi. Apabila ada yang melakukan pernikahan dini
pemerintahan desa mengharapkan adanya keterlibatan pihak dari lembaga
perempuan desa seperti PKK untuk memberi pembekalan keahlian
sebagai bekal dalam menjalani kehidupan setelah mereka. Oleh karena
17
nikah dini, dan akhirnya bisa mendampingi serta memberi arahan tentang
dampak bahay pernikahan dini. Dari pihak bidan desa bisa menjelaskan
akibat kesehatan yang berdampak pada anak perempuan korban nikah
dini.
D. Strategi Pendampingan
Strategi pendampingan merupakan proses awal untuk menyiapakan
pendampingan kepada masyarakat agar proses pendampingan tersebut bisa
dilakukan secara terencana, terprogam, dan terlaksana bersama
masyarakat/komunitas. Berikut susunan strategi pendampingan dengan
menggunakan metode PAR. 15
1. Mengetahui kondisi masyarakat (To Know)
Pada tahap ini, peneliti tidak perlu menggunakan inkulturasi
dengan masyarakat Dusun Gandu Desa Mlaras kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang karena proses pnelitian dilakukan dilingkungan
peneliti telah dibesarkan. Jadi peneliti bisa langsung mengetahui keadaan
masyarakat yang terjadi selama ini. Bisa lebih mengetahui sebelum dan
sesudah keadaan yang telah terjadi didaerah tersebut.16
2. Memahami Masyarakat (To Understand)
To understand digunakan untuk mengetahui permasalahan yang
terjadi. Pemetaan secara partisipatif melalui Focus Group Discusion
(FGD). Para perempuan korban nikah dini dalam keadaan yang dialami
15
Agus Afandi Dkk, Panduan Penyelenggaraan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Transformatif Dengan Metodologi Participatory Action Research (PAR), (LPPM IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), hal. 51-59
16Ibid,
18
dapat didorong untuk berfikir kritis sehingga mampu mengungkapkan
segala permasalahan. Selain itu, berdiskusi dengan perempuan korban
nikah dini juga untuk merumuskan permasalahan dengan cara seperti,
diagram alur, diagram venn, belanja harian, kalender harian, dan
wawancara semi terstuktur, sehingga menemukan inti masalah yang
tergambar pada pohon masalah.17
3. Merencanakan dengan Masyarakat (To Plann)
Permasalahan yang terjadi pada perempuan korban nikah dini bisa
teratasi. Oleh karena itu, disusun rencana-rencana yang tepat untuk
memecahkannya dan telah ditemukan pada proses diskusi sebelumnya.
Rencananya digambarkan sebuah harapan dari mereka melalui kegiatan
yang dilakukan untuk menangani permasalahan yang dialami. Sehingga
mereka bisa mengungkapkan sendiri apa yang telah terjadi. Dari harapan
tersebut mereka menjadi sadar bagaimana mengubah keadaan.18
4. Melakukan Aksi (To Action)
Kegiatan yang direncanakan para perempuan korban nikah dini
dilakukan bersama-sama sebagi bentuk partisipasi. Aksi yang dilakukan
bukan karena kepentingan individu, melainkan hasil diskusi bersama.19
5. Refleksi/evaluasi (To Reflection)
Tahap akhir ini dilakukan sebuah evaluasi terhadap kegiatan yang
telah dilaksanakan. Proses yang telah dilakukan diharapkan mampu
menjadikan perubahan pola pikir perempuan korban nikah dini. Refleksi
17Ibid.
Hal 55
18Ibid.
Hal 57
19Ibid.
19
ini juga salah satu alat untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan itu bisa
berkelanjutan (sustainable) bagi masyarakat atau tidak.20
E. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan. Pada bab I menjelaskan tentang. Pertama, latar
belakang masalah yang di angkat. Kedua, fokus pendampingan yang menjadi
terungkapnya permasalahan yang terjadi. Ketiga, tujuan pendampingan,
tentang menjadi tujuan utama dari penelitian. Ke empat, strategi
pendampingan, merupakan awal untuk menyiapkan pendampingan supaya
kegiatan yang dilakukan bisa tersusun dengan baik. Kelima, sistematika
pembahasan, sebagai mana dalam sub pembahasan ini.
Bab II Kajian Pustaka. Pada bab II memaparkan teori yang berkaitan
dengan tema penelitian yang di angkat. Akhirnya akan berguna sebagai
bandingan dan analisis peneliti dalam melakukan penelitian.
Bab III Metode Penelitian. Pada bab III menjelaskan metode penelitian
yang menjadi pedoman dalam melakukan penelitian. Penjelasan secara detail
penelitian dengan metode yang terkait.
Bab IV Gambaran umum lokasi penelitian. Pada bab IV penjelasan
tentang keadaan umum yang berisikan geografi lokasi penelitian, demografi
masyarakat, kehidupan sosial sampai keagamaan dan keadaan perekonomian
subyek penelitian.
Bab V Analisis Permasalahan. Sebuah analisis data dari hasil
penelitian yang dilakukan menghasilakan permasalahan utama. Menjelaskan
20Ibid.
20
tentang masalah utama tentang tingginya tingkat perempuan korban nikah
dini di Dusun Gandu Desa Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang.
Bab VI Rencana Penyelesaian Masalah. Menjelaskan tentang rencana
proses aksi yang akan dilakukan peneliti sesuai tema yang telah diambil.
Rancangan yang nantinya dilakukan oleh peneliti dan subyek penelitian untuk
sebuah perubahan.
Bab VII Pelaksanaan Aksi. Pada bab ini menjelaskan sebuah pelaksaan
program yang berdasarkan permasalahan yang telah terjadi dalam pemecahan
masalah yang telah terjadi yaitu pendampingan kepada perempuan korban
nikah dini. Dengan cara mengadakan kampanye dampak pernikahan dini dan
pembentukan kelompok perempuan korban nikah dini sebagai
pengorganisasian dan mengurangi pernikahan dini yang selama ini terjadi di
Dusun Gandu.
Bab VIII Releksi. Bab ini berisikan tentang kajian hasil pendampingan
di lokasi penelitan. Tindakan penelitian ini yang nantinya akan menunjukkan
perubahan sebelum dan sesudahnya.
Bab IX Penutup. Bab yang menjelaskan tentang kesimpulan dari
sebuah penelitian, serta berisikan saran-saran yang dituliskan peneliti untuk
21
BAB II KAJIAN TEORI
A. Problem Pernikahan Dini
Sebuah pilihan menikah di usia dini memiliki tanggung jawab untuk
pernikahan tersebut. Keharusan untuk melakukan kegiatan yang biasanya
belum dilakukan, seperti mengurus suami dan anak. Kegiatan yang biasanya
dilakukan anak perempuan seperti membersihkan rumah dan membantu
masak setiap hari. Kondisi setelah pernikahan dilangsungkan terjadi beberapa
dampak pernikahan dini, yaitu:
1. Dampak Psikologis
Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi
fisik maupun psikis. Dalam konteks beberapa budaya, pernikahan dini
bukanlah sebuah menjadi kebiasaan. Tetapi dalam konteks
perkembangan, pernikahan dini akan membawa masalah psikologis yang
besar dikemudian hari. Ada dampak negatif dan positif dari pernikahan
tersebut. Contoh dampak negatifnya yaitu remaja yang hamil akan lebih
mudah menderita anemia, adanya tindakan kekerasan terhadap istri yang
timbul karena tingkat berfikir yang belum matang, serta kesulitan
ekonomi dalam rumah tangga.21
Dampak lain juga pada depresi berat atau neuritis depresi akibat
pernikahan dini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada
21
Elsa, Edraa , http://www.kompasiana.com /, di akses pada tanggal 27 Juni 2015
22
pribadi introvert (tertutup) akan membuat remaja menarik diri dari
pergaulan. Dia akan menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan
menjadi seseorang yang schizophrenia atau dalam bahasa awam yang
dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert
(terbuka) sejak kecil, remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk
melampiaskan amarahnya.22
Oleh karena itu pernikahan dini dilangsungkan tanpa memikirkan
dampak yang akan dihasilkan nanti pada keluarganya. Perempuan korban
nikah dini memang menuruti semua keinginan orang tua tetapi nantinya
pada keluarga, mereka baru bisa merasakan dampaknya. Hasil dari
menahan semua yang seharusnya di inginkan perempuan korban nikah
dini akan terlihat ketika dia sudah tidak tahan dengan sikap pasangannya.
Mereka akan melampiaskan kemarahannya kepada keluarganya.
2. Dampak Kesehatan
Pada perempuan yang telah melakukan pernikahan usia dini,
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah sehubungan dengan
kemampuan yang dimiliki oleh individu perempuan dalam proses
kehamilan dan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan
kehamilan yang sehat. Tetapi pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi masih kurang dimana seorang ibu yang telah melangsungkan
22
23
pernikahan dini sebelum kurang memahami dampak dari pernikahan yang
berlangsung.23
Menurut konsultan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
dokter Julianto Witjaksono, rentang usia perkawinan paling aman bagi
seorang wanita adalah 20-35 tahun. Pada usia itu, seorang perempuan
masuk dalam kategori dewasa muda. Pernikahan wanita di bawah usia 20
tahun memiliki resiko tinggi akan kematian. Adapun resiko kehamilan
remaja lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada usia reproduksi sehat
(20-35 tahun), antara lain terjadi tiga sampai tujuh kali kematian dalam
kehamilan dan persalinan terutama akibat pendarahan dan infeksi. Selain
itu, satu sampai dua dari empat kehamilan remaja mengalami depresi
pasca persalinan.24
Perempuan korban nikah dini yang melakukan pernikahan atas
kemauan orang tua. Dia belum mengetahui sepenuhnya tentang akibat
pernikahan yang berlangsung. Dalam kesehatan pun mereka masih sedikit
banyak bertanya kepada orang tua, terlebih saat mereka hamil. Umur
yang baik untuk hamil, menjaga saat kesehatan saat hamil, semua itu
masih mendapat arahan dari orang tua.
3. Dampak Ekonomi
Menurut mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono, bayi
yang dilahirkan oleh ibu di bawah usia 20 tahun mempunyai resiko 50
23
Ibid, Landung Juspin, dkk. 2009. Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini pada Masyarakat Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja. Makassar. Jurnal MKMI Vol 5 No 4, Oktober. Hal 89-94. Di akses tanggal 25-03-2015
24
24
persen lebih tinggi untuk meninggal saat lahir. Selain itu, bayi yang
dilahirkan ibu remaja cenderung lahir dengan berat badan rendah dan
resiko kesehatan lainnya yang dapat berdampak jangka panjang.
Kehamilan remaja juga berdampak buruk bagi ekonomi dan sosial remaja
tersebut, keluarga, dan masyarakat. Remaja yang hamil biasanya putus
sekolahnya. Dengan pendidikan rendah dan keterampilan kurang juga
sulit mendapatkan pekerjaan sehingga secara nasional juga mengurangi
produktivitas Negara.25
Pernikahan usia muda yang disebabkan karena alasan membantu
pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Berhubungan dengan
rendahnya tingkat ekonomi keluarga dimana orang tua tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga orang tua
memilih untuk mempercepat pernikahan anaknya. Terlebih lagi bagi anak
perempuan, sehingga dapat membantu pemenuhan kebutuhan keluarga
seperti membantu adik-adiknya yang masih membutuhkan.26
Perekonomian keluarga yang menjadi salah satu alasan pernikahan
dini. Menikahkan anak perempuan mereka supaya perekonomian
keluarga berkurang. Padahal yang dihasilkan keluarga anak mereka masih
ikut bertempat tinggal bersama orang tua. Perekonomian anak mereka
juga belum mampu apabila membeli tempat tinggal sendiri.
25Ibid,
Kompasiana.com, di akses pada tanggal 27 Juni 2015
25
B. Korban Nikah Dini bagi Perempuan
Keluarga Perempuan korban nikah dini tidak semuanya bisa
membebankan masalah ekonomi keluarga kepada seorang suami.
Kemampuan pekerjaan yang didapatkan suami tidak cukup untuk kebutuhan
keluarganya. Oleh karena itu, seorang istri membantu bekerja untuk
menambah perekonomian keluarga.
1. Beban Ganda Perempuan Korban Nikah Dini
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat
memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepada rumah
tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak
kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga
kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihkan dan
mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga
memelihara anak. Di kalangan keluarga miskin beban sangat berat ini
oleh ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika si perempuan
tersebut harus bekerja, maka ia memikulbeban kerja ganda.27
Perempuan hanya dipandang sebelah mata, karena kebiasaannya
hanya bisa di dapur. Tetapi untuk hal ini seorang perempuan melakukan
pekerjaan yang sama hal nya dengan seorang laki-laki. Membantu bekerja
untuk menambah perekonomian keluarga tanpa harus meninggalkan
kewajiban pekerjaan seorang istri saat di rumah.
27
26
2. Keadilan Relasi Laki-laki dan perempuan
Keadilan harus ditegakkan atas upaya pencapaian rasa nyaman
menuju sebuah tujuan bersama yaitu kesejahteraan bagi seluruh manusia.
Namun kita juga tidak menisbikan realitas atas adanya keberbedaan
antara keadilan yang seharusnya ada. Beberapa orang bersepakat bahwa
keadilan adalah sebuah bentuk kesamaan yang jelas secara materiil antara
laki-laki dan perempuan. Sementara beberapa lainnya bersepakat bahwa
keadilan adalah adanya sebuah bentuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai
antara laki-laki dan perempuan. Berangkat dari konsepsi keadilan yang
masih berbeda inilah kemudian hadir sebuah kondisi dimana antara
laki-laki dan perempuan belum mendapatkan keadilan dalam konsepsi mereka
masing-masing.28
Kesetaraaan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas), serta kesamaan dalam menikamti hasil pembangunan
tersebut. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan keekrasan
terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
28
27
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi, dan control atas pembangunan serta
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.29
C. Perceraian Keluarga Nikah Dini
Dampak dari pernikahan usia muda adalah rentannya perceraian.
Secara umum memang tidak seorang pun ada yang menginginkan
perkawinannya berakhir dengan perceraian, namun demikian seringkali
lingkungan yang berbeda, serta perbedaan-perbedaan yang lain sifatnya
pribadi akan mengakibatkan perkawinan tidak bisa dipertahankan
keutuhannya. 30
Dalam membina kelangsungan suatu perkawinan diperlukan kasih
sayang, penyesuaian pendapat dan pendangan hidup, bersatu dalam tujuan,
sehingga perbedaan-perbedaan pendapat lainnya sering menimbulkan
kerenggangan-kerenggangan, kejenuhan, kebosanan bahkan ketegangan.
Untuk mempertahankan suatu perkawinan agar perkawinnan tersebut bisa
kekal dan bahagia diperlukan persiapan-persiapan yang sangat matang dari
calon mempelai baik fisik, maupun mental, sehingga mereka menjadi
pasangan suami istri dengan mudah mendapatkan suatu bentuk
persesuaian-persesuaian pendapat dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan dalam
sebuah perkawinan.31
29
Afrikasan.http:// blogspot.com//2013/09/kesetaraan-dan-keadilan-gender-dalam.html?=1, di akses tanggal 27 Juni 2015
30 Ibid
. http://bppkb.jombangkab.go.id/realita-pernikahan-usia-muda-di-kab-jombang/, di akses tanggal 27 Juni 2015
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian untuk Pendampingan
Dalam proses pendampingan yang dilakukan di Dusun Gandu Desa
Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang, secara umum memakai
pendekatan PAR (Participatory Action Riset). Metode PAR merupakan
penelitian yang melibatkan secara langsung pihak-pihak yang terkait dalam
persoalan yang terjadi. Untuk itu, harus ada refleksi kritis terhadap sejarah,
politik, budaya, ekonomi, geografis dan konteks yang lain-lain terkait. Yang
mendasari diakukannya PAR adalah kebutuhan kita untuk mendapatkan
perubahan yang diinginkan. 32
PAR memiliki tiga kata yang selalu berhubungan satu sama lain, yaitu
partisipasi, riset dan aksi. Semua riset harus diimplementasikan dalam aksi.
Segala sesuatu yang berubah sebagai akibat dari riset. Situasi baru yang di
akibatkan riset bisa berbeda dengan situasi sebelumnya. Semuaitu adanya
riset dan menjadi perbahan yang lebih baik.33
Yang menjadikan landasan dalam cara kerja Participatory Action
Research (PAR) terutama adalah gagasan – gagasan yang datang dari rakyat.
Lebih hematnya dapat dirancang dengan suatu daur gerakan social sebagai
berikut:34
32
Agus Afandi Dkk, Modul PAR, (LPPM UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014)
33Ibid.
Hal 91
34Ibid.
29
1. Pemetaan awal (preliminary mapping)
Pemetaan awal sebagai alat untuk memahami komunitas sehingga
peneliti akan mudah memahami realitaas problem dan relasi social yang
terjadi. Dengan demikian akan memudahkan masuk kalam komunitas
baik melalui key people (kunci masyarakat) maupun komunitas akar
rumput yang sudah terbagun, seperti kelompok keagamaan, kelompok
kebudayaan, maupun kelompok ekonomi.35
Untuk memudahkan memahami komunitas yang ada, peneliti
mengharuskan melakukan inkulturasi. Dalam inkulturasi kepada
masyarakat Dusun Gandu adalah hal pertama untuk mengetahui key
people dan pihak-pihak yang membantu penelitian peneliti. Keberhasilan
inkulturasi yang dilakukan peneliti supaya tidak ada sekat antara peneliti
dengan masyarakat. Apabila masih ada pembatas antara peneliti dengan
subyek berdampak pada data yang didapat akan tidak mendalam.
Dalam penelitian ini subyek yang dikaji adalah perempuan korban
nikah dini. Dimana peneliti harus lebih memfokuskan pencarian data-data
yang terkait tentang pernikahan dini, perempuan yang nikah dini,orang
tua dan masyarakat sekitar. Dengan lembaga prempuan juga yang
nantinya membantu untuk kelangsungan penelitian. Supaya data yang
dihasilkan lebih terfokus pada tema yang telah diambil.
30
2. Membangun hubungan kemanusiaan
Peneliti melakukan inkulturasi dan membangun kepercayaan (trust
building) dengan masyarakat, sehingga terjalin hubungan yang setara dan
saling mendukung. Peneliti dan masyarakat bisa menyatu menjadi sebuah
simbiosis mutualisme untuk melakukan riset, belajar memahami
masalahnya, dan memecahkan persoalanya secara bersama sama
(partisipatif). Oleh karena itu, inkulturasi lebih diutamakan supaya
peneliti dengan masyarakat saling percaya dengan masyarakat Dusun
Gandu.36
Dalam meningkatkan rasa saling percaya antara peneliti dengan
masyarakat, peneliti ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang ada. Seperti
mengikuti diba’an, dan acara sosial yang ada di Dusun Gandu. Supaya
peneliti mendapatkan kepercayaan dan dapat menggali masalah secara
mendalam berkaitan tentang perempuan korban nikah dini.
3. Penentuan agenda riset
Bersama masyarakat dan perempuan korban nikah dini, peneliti
mengagendakan program riset melalui teknik Partisipatory Rural
Aprasial (PRA) untuk memahami persoalan masyarakat yang selanjutnya
menjadi alat perubahan sosial. Sambil merintis membangun kelompok
kelompok komunitas, sesuai dengan potensi dan keragaman yang ada.37
Dengan adanya kelompok perempuan korban nikah dini supaya
berkurang kebiasaan yang selama ini terjadi di Dusun Gandu yaitu
36 Ibid.
Hal 105
31
menikah diusia dini. Mengagendakan pemecahan yang terjadi pada
perempuan korban nikah dini. Supaya bisa memahami dan menyadarkan
mereka apa yang selama ini terjadi.
4. Pemetaan partisipatif (partisipatory mapping)
Bersama komunitas melakukan pemetaan wilayah, maupun
persoalan yang dialami masyarakat.38 Dengan perempuan korban nikah
dini dan masyarakat Dusun Gandu melakukan pemetaan wilayah,
maupun persoalan yang dialami masyarakat.
5. Merumuskan masalah kemanusiaan
Komunitas merumuskan masalah mendasar hajat hidup
kemanusiaan yang dialaminya.39 Perumusan masalah ini tentang
perempuan korban nikah dini, dampak yang dialami setelah menikah, dan
penyebab terjadinya korban nikah dini.
6. Menyusun strategi gerakan
Perempuan korban nikah dini dan masyarakat menyusun strategi
gerakan untuk memecahkan problem kemanusiaan yang telah
dirumuskan. Menentukan langkah sistematik pihak yang terlibat
(stakeholders), dan merumuskan kemungkinan keberhasilan dan
kegagalan program yang direncanakan serta mencari jalan keluar apabila
terdapat kendala yang menghalangi keberhasilan program.40
Dalam tahap ini kegiatan riset mencari dan menggali sampai akar
penyebab dasar masalah yang terjadi. Peneliti dan perempuan korban
38Ibid. Hal 105
39Ibid.
Hal 105
40Ibid.
32
nikah dini Dusun Gandu terlibat langsung dalam pencarian beberapa
masalah, kemudian didiskusikan bersama-sama. Mengajak berkumpul,
berunding untuk menentukan masalah yang paling kuat.
7. Perorganisasian Perempuan Korban Nikah Dini Sebagai Pendampingan
Korban Nikah Dini
Perempuan korban nikah dini didampingi peneliti membangun
pranata pranata sosial. Baik dalam bentuk kelompok kelompok kerja,
maupun lembaga lembaga masyarakat secara nyata bergerak
memacahkan problem sosial secara simultan. Demikian pula membentuk
jaringan jaringan antar kelompok kerja dengan lembaga-lembaga lain
yang terkait dengan program aksi yang direncanakan.41
8. Melancarkan Aksi Perubahan Sebagai Pendampiangan Perempuan Nikah
Dini
Aksi memecahkan problem dilakukan secara simultan dan
parsitipatif. Program pemecahan persoalan social bukan sekedar untuk
menyelesaikan persoalan itu sendiri, tetapi merupakan proses
pembelajaran masyarakat sehingga terbangun pranata baru dalam
komunitas dan sekaligus memunculkan community organizer
(pengorganisisr dari masyarakat) dan akhirnya akan muncul local leader
(pemimpin lokal) yang menjadi pelaku dan pemimpin perubahan.42
41 Ibid
. Hal 106
42 Ibid
33
9. Membangun Pusat-Pusat Belajar Untuk Perempuan Korban Nikah Dini
Pusat pusat belajar dibangun atas dasar kebutuhan
kelompok-kelompok komunitas yang sudah bergerak melakukan aksi perubahan.
Pusat belajar merupakan media komunikasi, riset, diskusi dan segala
aspek untuk merencanakan, mengorganisisr, dan memecahkan
problem-problem sosial. Hal ini karena terbangunnya pusat-pusat belajar
merupakan asalah satu bukti munculnya pranata baru sebagai awal
perubahan dalam komunitas masyarakat.43
10.Refleksi Program (teorisasi perubahan sosial)
Peneliti bersama perempuan korban nikah dini merumuskan
teoritisasi perubahan sosial. Berdasarkan atas hasil riset, proses
pembelajaran masyarakat dan program program aksi yang sudah
terlaksana, peneliti dan komunitas merefleksikan semua proses dan hasil
yang diperolehnya (dari awal sampai ahir). Refleksi teoritis dirumuskan
secara bersama, sehingga menjadi sebuah teori akademik yang dapat
dipresentasikan ke halayak publik sebagai pertangung jawaban
akademik.44
11.Meluaskan Skala Gerakan Dan Dukungan Untuk Pendampingan
Perempuan Korban Nikah Dini
Keberhasilan program PAR tidak hanya diukur dari hasil kegiatan
selama proses, tetapi juga diukur dari tingkat keberlajutan program
(sustainabillity) yang sudah berjalan dan munculnya perorganisir
43Ibid
. Hal 107
44Ibid
34
masyarakat serta pemimpin lokal yang menlajutkan program untuk
melakukan aksi perubahan. Oleh sebab itu, bersama komunitas peneliti
memperluas skala gerakan dan kegiatan. Mereka membangun kelompok
komunitas baru di wilayah wilayah baru yang dimotori oleh kelompok
dan pengorganisir yang sudah ada. Bahkan diharapkan komunitas
komunitas baru tersebut dibangun berdasarkan masyarkat secara mandiri
tanpa harus difasilitasi oleh peneliti. Dengan demikian masyarakat akan
bisa belajar sendiri, melkukan riset, dan memecahkan problem sosialnya
secara merata mandiri.45
Pendekatan ini juga berguna untuk mengungkap kondisi
perempuan korban nikah dini secara nyata tanpa adanya rekayasa yang
bertujuan untuk penilaian pihak-pihak terkait. Yang terjadi keadaan
lapangan sesuai dengan aslinya. Pengumpulan informasi secara langsung
didapat, sehingga menggambarkan keadaan yang telah terjadi. Peneliti
berusaha membaur dengan para perempuan korban nikah dini dan tidak
menjelaskan identitas yang secara detail.
Mengenai cara kerja PAR segala tindakan pembelajaran bersama
komunitas, dengan mengagendakan program riset melalui teknik Participatory
Rural Aprasial (PRA) untuk mememahami persoalan masyarakat yang
selanjutnya menjadi alat perubahan sosial. Sambil membangun
kelompok-kelompok komunitas sesuai dengan potensi dan keragaman yang ada46:
45Ibid
. Hal 108
46
35
1. Mapping (pemetaan)
Mapping merupakan teknik dalam PRA untuk menggali informasi
yang meliputi sarana fisik dan kondisi sosial dengan menggambar kondisi
wilayah secara umum Dusun Gandu. Pada teknik ini melahirkan
tematik-tematik yang bisa dikaji secara lebih detail dan mendalam. Dari teknik ini
diharapkan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas muncul atas
kesadaran komunitas tersebut. Bahwa komunitas tersebut sedang pada
belenggu yang hidup berdampingan dengan mereka tanpa disadari.
Teknik ini dilakukan secara bertahap, bukan hanya itu mapping juga bisa
dilakukan berkali-kali selama pada prosesnya belum mendapatkan
gambaran kondisi sosial Dusun Gandu secara keseluruhan maupun secara
signifikan yang relevan dengan tema pembahasan riset pendampingan
yang diangkat.47
Setiap prosesnya mapping bisa dilakukan oleh peneliti,
stakeholder, dan komunitas sasaran, dalam hal ini perempuan korban
nikah dini di Dusun Gandu. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
peneliti, stakeholder, dan perempuan korban nikah dini untuk
mengindeifikasi kondisi sosial yang sedang berjalan di Dusun Gandu.
2. Transect
Transect merupakan teknik untuk menfasilitasi masyarakat dalam
pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumberdaya-sumberdaya
dengan cara berjalan menelusuri wilayah Dusun Gandu di tempat-tempat
36
yang dianggap cukup memiliki informasi yang dibutuhkan mengikuti
suatu lintasan tertentu yang disepakati.48
Teknik ini juga membantu peneliti untuk mengetahui hal-hal yang
belum terpaparkan secara mendetail pada tahapan mapping atau
tahapan-tahapan teknik yang lainnya. Pada teknik ini peneliti dan perempuan
korban nikah dini mengamati serta mencatat aset dan akses apa saja yang
dimiliki pada umunya.
Tahap pengamatan dan pencatatan hasil transect peneliti dan
perempuan korban nikah dini juga dapat mendiskusikan kegunaan,
potensi, serta kelamahan aset dan akses yang ada di Dusun Gandu. Hal ini
bertujuan mempermudah perempuan pemulung untuk membaca peluang
serta ancaman yang bisa datang sewaktu-waktu bahkan tanpa disadari.
3. Survey Belanja Rumah Tangga
Teknik ini merupakan teknik PRA yang digunakan untuk
memperoleh gambaran masyarakat Gandu secarah utuh, sehingga dapat
diketahui tingkat kelayakan hidup, dilihat dari aspek kelayakan rumah,
kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Teknik bertujuan untuk
menfasilitasi perempuan korban nikah dini agar mengetahui konteks
kerentaan dan kondisi kehidupan mereka secara menyeluruh.49
4. Daily Routin (Kalender harian).
Kalender harian ini didasarkan pada perubahan analisis dan
monitoring dalam pola harian masyarakat. Hal tersebut sangat bermanfaat
48Ibid.
Hal 148
49Ibid
37
dalam rangka memahami kunci persoalan dalam tugas harian, juga
sebagai alat untuk kegiatan perempuan korban nikah dini Dusun Gandu
dalam kehidupan sehari–harinya.50
5. Wawancara Semi Terstruktur.
Wawancara semi tersetruktur ini merupakan alat penggalian
informasi berupa tanya jawab yang sistematis tentang pokok-pokok
tertentu. Wawancara ini bersifat semi terbuka, artinya alur pembicaraan
lebih santai. Wawancara ini bertujuan untuk keintiman antara peneliti dan
perempuan korban nikah dini. Hal ini menunjukkan bahwa riset
pendampingan ini tidak memiliki batasan antara peneliti dengan
komunitas sasaran. Selain itu dalam prosesnya teknik ini menumbuhkan
kepercayaan antara peneliti dan perempuan korban nikah dini.51
B. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam setiap penelitian, penentuan ruang lingkup adalah salah satu
langkah penting yang harus dilakukan. Bila hal ini tidak dilakukan maka
peneliti kemungkinan besar akan selalu tergoda untuk terus menggali
data-data yang sebenarnya kurang berkaitan dengan tujuan dan masalah inti
penelitiannya. Sering terjadi, peneliti demikian bersemangat untuk meneliti
dan menelusuri suatu persoalan yang terlalu umum, ia tidak sadar akan
kesukaran kesukaran yang pasti dihadapinya karena obyek penelitiannya
terlalu luas. Dengan menentukan ruang lingkup, kegiatan penelitian tak akan
50Ibid
. Hal., 168
51
38
melebar dan melantur kesana dan kemari tanpa kontrol, untuk kemudian
kehilangan fokus. 52
Akhirnya peneliti memutuskan untuk meneliti permasalahan belenggu
budaya pernikahan dini pada perempuan yang terjadi di Dusun Gandu Desa
Mlaras Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Masyarakat tidak sadar
akan dampak akan terjadi tentang pernikahan dini. Seharusnya perempuan
nikah dini mendapatkan pendidikan dibangku sekolah, akan tetapi perempuan
tersebut dipaksa untuk menikah dengan laki-laki pilihan orang tua. Peneliti
memberi batasan dalam penelitiannya, supaya lebih terfokus tentang inti
permasahan yang diteliti.
C. Prosedur Penelitian
Kampanye tentang pernikahan dini dan dampaknya, supaya perempuan
korban nikah dini kelak tidak menerapkan pada anaknya. Peneliti berhadap
adanaya kampanye ini bisa mengurangi pernikahan dini yang selama ini
terjadi. Kapanye yang direncanakan oleh peneliti memberi pemahaman dan
kesadaran tentang bahaya pernikahan dini. Kampanye ini melibatkan lembaga
perempuan yang ada di desa untuk ikut serta dalam acara tersebut. Berikut
adalah prosedur pendampingan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan.
52
39
Bagan 3.1
Siklus pendampingan perempuan korban nikah dini
Dari siklus di atas dapat disimpulkan bahwa dari observasi ke rencana
aksi dalam kampanye bahaya nikah dini, dan aksi, setelah itu refleksi
dilanjutkan lagi observasi dan perencanaan memperkuaat kelompok peduli
nikah dini melalui pelatihan keterampilan, aksi, dan evaluasi. Hal ini sampai
40
D. Subyek Penelitian
Melakukan pendampingan secara langsung terhadap perempuan
korban nikah dini di Dusun Gandu Desa Mlaras Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang. Para perempuan korban nikah dini yang mendapatkan
tekanan dari orang tua sehingga mengharuskan pernikahan itu dilakukan.
Selain mendapat tekanan dari orang tua, pernikahan dini dilakukan karena
hamil diluar nikah. Oleh sebab itu, mengharuskan mereka menikah sebelum
kandungan semakin membesar. Tanpa disadari pernikahan terjadi akibat
tindakan mereka yang merugikan dirinya sendiri.
Perempuan korban nikah dini hanya bisa menjalani kehidupan yang
dialaminya sekarang. Perilaku yang menyimpang menyebabkan mereka putus
sekolah. Orang tua sudah menjaga dan memperingati dalam pergaulan
mereka, tetapi tetap saja semua sudah terjadi. Tinggal mereka menjalaninya
dengan keluarga barunya.
E. Teknik-Teknik Penelitian
Dalam mewujudkan semua itu peneliti menggunakan cara
pendampingan dengan metode PAR (Participatory Action Riset) untuk
pengorganisasian perempuan korban nikah dini. 54 Metode ini memiliki tiga
kata dan selalu berhubungan satu sama lain, yaitu partisipasi, riset, dan aksi. 55
Pendekatan partisipatoris dimulai dengan orang-orang yang paling
54
Agus Afandi Dkk, Modul PAR, (LPPM UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014)
55Ibid
41
mengetahui tentang sistem kehidupan, yakni mereka sendiri.56 Semua riset
harus di implementasikan dalam aksi. Bagaimanapun juga, riset mempunyai
akibat-akibat yang ditimbulkannya. Segala sesuatu hal berubah sebagai akibat
dari riset.
Landasan dalam cara kerja PAR, terutama yang gagasan-gagasan yang
datang dari masyarakat. Oleh karena itu, pendampingan PAR harus
melakukan cara kerja sebagai berikut.57
1. Perhatikan sungguh-sungguh yang datang dari masyarakat yang masih
terpenggal dan belum sistematis. Pernyataan permasalahan yang
dijelaskan oleh para perempuan korban nikah dini, peneliti mendengarkan
semua ungkapan mereka secara langsung dan melihat kondisi mereka
yang di alami.
2. Pelajari gagasan tersebut secara bersama-sama dengan mereka sehingga
menjadi gagasan yang sistematis. Dari pernyataan yang di ungkapkan
perempuan korban nikah dini, kita bersama-sama menyelesaikan dengan
musyawarah apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi permasalahan
yang terjadi.
3. Menyatulah dengan masyarakat. Walaupun peneliti berasal dari daerah
tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa masih terjadi batasan, data
yang disampaikan informan tidak bisa mendalam. Maka dari itu peneliti
membaur dengan masyarakat dan perempuan korban nikah dini, supaya
data yang diperoleh bisa mendalam.
56
Britha Mikkelsen. 2011. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya Pemberdayaan (Panduan Bagi Praktisi Lapangan). Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal.56
57Ibid,
42
4. Kaji kembali gagasan yang datang dari mereka, sehingga mereka sadar
dan memahami bahwa gagasan itu milik mereka sendiri. Setelah
mengetahui permasalahn yang terjadi pada perempuan korban nikah dini,
di analisis permasalahan dan disampaikan saat melakaukan perkumpulan
yang natinya membuahkan jalan keluar dari permaslaahan yang selama
ini terjadi. Sehingga mereka menyadari bahwa permasalahan tersebut
terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat Dusun Gandu.
5. Terjemahkan gagasan tersebut dalam bentuk aksi. Menerapkan gagasan
yang telah disepakati dalam bentuk aksi. Mengajak perempuan korban
nikah dini untuk mengurangi permasalahan yang selama ini menjadi
belenggu pada anak perempuan. Dengan cara kampanye tentang bahaya
pernikahan dini, menjelaskan dampak dan akibat yang terjadi dalam
keluarga mereka, sehingga tidak menerapkan kepada anaknya nanti.
6. Uji kebenaran gagasan melalui aksi. Menganalisis setelah aksi, apakah
memang para perempuan korban nikah ini akan menjalankan semua
gagasan mereka ungkapkan saat diskusi.
7. Seterusnya secara berulang-ulang sehingga gagasan tersebut menjadi
lebih benar, lebih penting dan lebih bernilai sepanjang masa. Membentuk
kelompok perempuan korban nikah dini untuk memudahkan kalau
mengorgansir, nantinya memang diterapakan atau tidak gagasan yang
43
F. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis permasalahan perempuan korban nikah dini ini
peneliti menggunakan cara:
1. Analisis Pohon Masalah
Teknik analisa pohon masalah karena melalui teknik ini, dapat
dilihat „akar’ dari suatu masalah, hasil dari teknik ini kadang-kadang
mirip pohon dengan akar yang banyak. Analisa Pohon Masalah sering
dipakai dalam masyarakat sebab sangat visual dan dapat melibatkan
banyak orang dengan waktu yang sama.58 Teknik ini dilakukan bersama
perempuan korban nikah dini, supaya mereka sadar dengan keadaan yang
mereka alami. Nantinya tidak dilakukan lagi untuk anak mereka. Dengan
hasil FGD (Focus Group Discusssion) bersama perempuan korban nikah
dini yang dituliskan di pohon masalah dan inti dari permasalahan. Setelah
di analisis dari pohon masalah nantinya bersama-bersama melakukan
aksi.
2. Analisis Pohon Harapan
Teknik ini adalah tujuan dari pohon masalah, digunakan untuk
mewujudkan keinginan atau harapan yang ingin dicapai. Teknik ini dapat
dipakai dalam situasi yang lebih penting dari itu, dapat digunakan
terutama untuk menelusuri penyebab suatu masalah. Melalui teknik ini,
orang yang terlibat dalam memecahkan masalah dapat melihat penyebab
sebenarnya, yang mungkin belum bisa dilihat secara sepintas. Teknik
58Ibid.
44
analisa pohon masalah harus melibatkan orang setempat yang mengetahui
secara mendalam masalah yang ada.59
G. Teknik Validasi Data
Dalam validasi data menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah suatu
system cros check dalam pelaksanaan PRA agar diperoleh informasi yang
akurat. Triangulasi meliputi:
1. Triangulasi Komposisi Tim
Tim dalam PRA terdiri dari berbagai multidisiplin, laki-laki dan
perempuan serta masyarakat (insiders) dan tim dari luar (outsider).
Multidisiplin maksudnya mencakup berbagai orang dengan keahlian yang
berbeda-beda seperti petani, pedagang, pekerja sector informal,
masyarakat, aparat desa, dsb. Tim juga melibatkan masyarakat kelas
bawah/miskin, perempuan, janda dan berpendidikan rendah. 60
Multidisiplin
Insiders/ Outsiders
Laki-laki
Perempuan
59Ibid.
Hal 185
60Ibid,