P
ENGANGKATAN
DPRGR
YANG
M
ENGGANGGU
Dengan dibubarkannya Konstituante dan Kembali ke UUD 45, maka Presiden kemudian membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana yang dikehendaki UUD 45 yang dinamainya dengan DPR Gotong Royong (DPRGR). Salah satu yang diangkat menjadi anggota adalah Ketua PP Muhammadiyah HM Yunus Anis berdasarkan usulan dari KSAD AH Nasution. Pengangkatan ini menimbulkan kontraversial dalam Muhammadiyah.
Di masa Nasakom itu terpaksa pula KSAD memberikan tugas politik kepada imam-imam tentara, termasuk juga Letkol HM Yunus Anis. Waktu itu Presiden mengeluarkan orang-orang Masyumi dari DPR. Dalam hal ini pimpinan Angkatan Darat melihat adanya bahaya verlinksir (bergeser ke kiri). Setelah Presiden siap dengan susunan DPRGRnya, maka AH Nasution secara mendadak minta menghadap. Setelah diadakan pembicaraan dengan AH Nasution dan menyampaikan hal-hal yang dianggap membahayakan, maka Presiden dapat menanggapi maksud AH Nasution tersebut dengan baik.
Dalam soal DPRGR sebagaimana disebutkan di atas, AH Nasution memperoleh cukup banyak kursi tambahan; terutama untuk pembawa aspirasi umat Islam yang telah banyak tergusur dalam DPR. Mengingat waktu itu sangat terbatas, maka AH Nasution sebagai KSAD terpaksa mengambil porsi yang cukup berarti dari Korp Imam Tentara, sehingga Letkol HM Yunus Anis diperintahkan menjadi anggota DPRGR bersama tokoh-tokoh lain yang dapat diperoleh dengan bantuan Menteri Sosial Muljadi Djojomartono. Namun kemudian Letkol HM Yunus Anis terjepit, karena ada tokoh-tokoh umat yang berpendirian bahwa tindakan Presiden tentang DPR membawakan kerugian bagi perjuangan umat. Apalagi bagi Muhammadiyah yang selama itu anggota-anggotanya masuk fraksi Masyumi yang dibuburkan.
Dengan duduknya Letkol HM Yunus Anis menjadi anggota DPRGR juga menjadi persoalan bagi tokoh-tokoh Muhammadiyah. Pada tanggal 28 Dzulhijjah 1379 (23 Juni 1960) tokoh-tokoh Muhammadiyah mengirim surat kepada Letkol HM Yunus Anis, Marzuki Jatim, M Saleh Ibrahim dan Idham di Jakarta. Surat dari tokoh-tokoh Muhammadiyah tersebut ditandatangai 10 orang: AR Fachruddin, M Daris Tamimy, Djarnawi Hadikusuma, H Zaini Dahlan, Wasthon Sudja’, Moch Djaldan Badawi, M Fachrurrazi, Azan Sjarbini, Moch Isa Jr dan Hanan Munctarom. Surat tersebut dikirim tanggal 28 Dzulhijjah 1379 H/23 Juni 1960 M ditujukan kepada empat orang yang duduk dalam DPRGR ialah HM Yunus Anis, Marzuki Yatim, M Saleh Ibrahim dan Idham.
Dalam suratnya itu diharapkan agar Letkol HM Yunus Anis merenungkan dan mempertimbangkan terlebih dahulu untung ruginya pengangkatan dirinya di DPRGR untuk keutuhan Muhammadiyah. Menurut tokoh-tokoh Muhammadiyah terbentuknya DPRGR dan adanya beberapa tokoh Islam yang diangkat menjadi anggota di dalamnya, waktu itu dikatakan belum menampakkan akan adanya jaminan bahwa DPRGR memberi kemanfaatan bagi perjuangan umat Islam. Pengangkatan itu antara lain menimbulkan saran dan pendapat dari tokoh-tokoh Muhammadiyah itu. Hal ini diminta benar-benar dipertimbangkan supaya tidak menimbulkan keretakan dalam kalangan Muhammadiyah, baik di pusat maupun di daerah-daerah.
Setelah surat dari tokoh-tokoh Muhammadiyah itu dipelajari secara cermat, selanjutnya ia mengirim surat secara rahasia kepada Menteri Sosial RI Muljadi Djojomartono. Surat Letkol HM Yunus Anis itu ditanggapi secara baik, selanjutnya dengan suratnya yang bersifat rahasia/pribadi juga dikirim kepada HM Yunus Anis dari Jakarta tanggal 11 Januari 1961. Surat Muljadi Djojomartono tersebut sebagai berikut:
1. Duduk Sdr dalam DPRGR atas usulan dari Sdr Djenderal Nasution, KSAD, pilihan sekian banyak Imam Tentara.
2. Waktu itu telah kami sampaikan kepadanya bahwa Muhammadijah keberatan lalu beliau mengajukan kandidat lain.
3. PJM Presiden tetap memilih Sdr sebagai anggota DPRGR karena perlu sekali pemuka Muhammadijah diikutsertakan.
4. Djadi masalahnya sekarang, kami tidak ingin kedudukan Muhammadijah dalam masa pembangunan semesta ini digoncangkan lagi dengan keluarnya Sdr. Tetaplah sabar dan waspada demi kepentingan Agama.
Akhirnya HM Yunus Anis tetap menjadi anggota DPRGR dan bahkan dalam era Orde Baru menjadi anggota MPRS. (eff).
Sumber:
Suara Muhammadiyah