• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR SISWA AUDITORI DALAM MEMECAHKAN MASALAH DENGAN DIIRINGI MUSIK DITINJAU DARI KECEMASAN MATEMATIKA SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR SISWA AUDITORI DALAM MEMECAHKAN MASALAH DENGAN DIIRINGI MUSIK DITINJAU DARI KECEMASAN MATEMATIKA SISWA."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR SISWA AUDITORI

DALAM MEMECAHKAN MASALAH DENGAN DIIRINGI

MUSIK DITINJAU DARI KECEMASAN MATEMATIKA

SISWA

SKRIPSI

Oleh :

SYAHDA UMROH MAHFUDHOH NIM. D34212062

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)
(3)
(4)
(5)

vii

KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR SISWA AUDITORI DALAM MEMECAHKAN MASALAH DENGAN DIIRINGI MUSIK DITINJAU

DARI KECEMASAN MATEMATIKA SISWA

Oleh: Syahda Umroh Mahfudhoh

ABSTRAK

Kemampuan berpikir aljabar merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa pada setiap tingkat pendidikan. Berpikir aljabar merupakan suatu aktivitas mental yang bergantung pada enam jenis berpikir matematis lainnya diantaranya generalisasi, abstraksi, berpikir dinamik, berpikir analitik, pemodelan, dan organisasi. Siswa sering mengalami kecemasan dalam memecahkan masalah aljabar. Salah satu cara untuk mengurangi kecemasan adalah dengan terapi musik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini menggunakan siswa kelas VII SMP N 1 Rengel yang memiliki gaya belajar auditori yang berjumlah 3 orang. Peneliti menggunakan angket gaya belajar, TPM 1, dan angket kecemasan matematika untuk memilih subjek. Adapun metode pengumpulan data dilakukan dengan memberi masalah matematika materi pola dan bilangan dengan diiringi musik kemudian mewawancarai subjek. Selanjutnya data tes dan wawancara setiap subjek penelitian dipaparkan, kemudian dianalisis berdasarkan indikator kemampuan berpikir aljabar yang diadaptasi dari jenis berpikir aljabar menurut Lew.

Dari analisis data tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa: 1) Kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika tinggi dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik yaitu kurang pada (generalisasi, pemodelan, dan berpikir analitik) dan kemampuan baik pada (abstraksi, beprikir dinamik, dan pengorganisasian). 2) Kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika sedang dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik yaitu baik pada (generalisasi, berpikir dinamik, abstraksi, pemodelan, dan berpikir analitik), sedangkan pada pengorganisasian memiliki kemampuan cukup. 3) Kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika rendah dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik yaitu baik pada semua jenis berpikir aljabar.

(6)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Penelitian ... 5

(7)

xi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir ... 8

B. Berpikir Aljabar ... 9

C. Masalah dan Pemecahan Masalah Matematika... 15

D. Berpikir Aljabar dalam Pemecahan Masalah Matematika .. 16

E. Gaya Belajar ... 19

F. Musik ... 21

G. Kecemasan ... 23

H. Hubungan Musik dengan Kecemasan Siswa dalam Berpikir Aljabar ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 27

B. Tempat dan Waktu Pengumpulan Data ... 27

C. Subjek Penelitian ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 30

F. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Perhitungan Batas Kelompok Subjek Penelitian ... 41

B. Paparan dan Analisis Data ... 46

BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa Auditori dengan Kecemasan Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 84

B. Persamaan dan Perbedaan Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa Auditori dengan Kecemasan Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 89

BAB VI PENUTUP A. Simpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(8)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Komponen Pertama Berpikir Aljabar Kriegler ... 10

2.2 Komponen Kedua Berfikir aljabar Kriegler ... 11

2.3 Jenis-jenis Berfikir Aljabar Menurut Lew ... 14

3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 28

3.2 Daftar Validator ... 31

3.3 Skor Pilihan Jawaban Angket Kecemasan Siswa ... 33

3.4 Kategori Jenis Berpikir Aljabar ... 39

4.1 Hasil Gaya Belajar Siswa ... 41

4.2 Hasil Skor Jawaban Angket Kecemasan Matematika Siswa .... 43

4.3 Batas Kelompok Subjek Penelitian ... 44

4.4 Hasil Penghitungan Angket Kecemasan Siswa dengan Kategori Kecemasan Siswa ... 45

4.5 Data Subjek Penelitian ... 45

4.6 Hasil Analisis Kemampuan Berfikir Aljabar Subjek S1 ... 57

4.7 Hasil Analisis Kemampuan Berfikir Aljabar Subjek S2 ... 69

4.8 Hasil Analisis Kemampuan Berfikir Aljabar Subjek S3 ... 81

(9)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Contoh Masalah Matematika dalam Pengembangan

Berpikir Aljabar Kriegler ... 18

2.2 Penyelesaian Siswa Berdasarkan Pendekatan Konseptual (Kriegler) ... 18

2.3 Penyelesaian Siswa Menggunakan Ekspresi Aljabar (Kriegler) ... 19

4.1 Jawaban Soal Poin a Subjek S1 ... 46

4.2 Hasil Gambar Subjek S1 ... 47

4.3 Jawaban Soal Poin B Subjek S1 ... 48

4.4 Jawaban Soal Poin C Subjek S1 ... 50

4.5 Jawaban Soal Poin D Subjek S1 ... 52

4.6 Jawaban Soal Poin E Subjek S1 ... 53

4.7 Jawaban Soal Poin F Subjek S1... 54

4.8 Jawaban Soal Poin A Subjek S2 ... 59

4.9 Hasil Gambar Subjek S2 ... 60

4.10 Jawaban Soal Poin B Subjek S2 ... 61

4.11 Jawaban Soal Poin B Cara Lain Subjek S2 ... 62

4.12 Jawaban Soal Poin C Subjek S2 ... 64

4.13 Jawaban Soal Poin D Subjek S2 ... 65

4.14 Jawaban Soal Poin E Subjek S2 ... 66

4.15 Jawaban Soal Poin F Subjek S2 ... 68

4.16 Jawaban Soal Poin A Subjek S3 ... 71

4.17 Hasil Gambar Subjek S3 ... 72

4.18 Jawaban Soal Poin B Subjek S3 ... 73

4.19 Jawaban Soal Poin B Cara Lain Subjek S3 ... 74

4.20 Jawaban Soal Poin C Subjek S3 ... 75

4.21 Jawaban Soal Poin D Subjek S3 ... 77

4.22 Jawaban Soal Poin E Subjek S3 ... 78

(10)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 (Instrumen Penelitian)

1.1 Angket Gaya Belajar ... 98

1.2 Tes Pemecahan Masalah 1 ... 103

1.3 Kunci Jawaban Tes Pemecahan Masalah 1 ... 104

1.4 Angket Kecemasan Matematika ... 106

1.5 Tes Pemecahan Masalah 2 ... 108

1.6 Alternatif Penyelesaian Tes Pemecahan Masalah 2 dan Indikator berpikir Aljabar ... 109

1.7 Pedoman Wawancara ... 113

Lampiran 2 (Lembar Validasi) 2.1 Lembar Validasi Angket Gaya Belajar ... 116

2.2 Lembar Validasi Instrumen Tes Pemecahan Masalah 1 120 2.3 Lembar Validasi Instrumen Tes Pemecahan Masalah 1 126 2.4 Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 132

2.5 Lembar Validasi Angket Kecemasan Matematika ... 138

Lampiran 3 (Lembar Siswa) 3.1 Angket Gaya Belajar Subjek S1 ... 140

3.2 Angket Gaya Belajar Subjek S2 ... 144

3.3 Angket Gaya Belajar Subjek S3 ... 148

3.4 Angket Kecemasan Subjek S1 ... 152

3.5 Angket Kecemasan Subjek S2 ... 154

3.6 Angket Kecemasan Subjek S3 ... 156

3.7 Lembar Jawaban Tes Pemecahan Masalah 2 Subjek S1 ... 158

3.8 Lembar Jawaban Tes Pemecahan Masalah 2 Subjek S2 ... 160

3.9 Lembar Jawaban Tes Pemecahan Masalah 2 Subjek S3 ... 162

3.10 Transkrip Wawancara Subjek S1 ... 164

3.11 Transkrip Wawancara Subjek S2 ... 168

(11)

xv

Lampiran 4 (Surat-surat dan Lainnya)

4.1 Biodata Peneliti ... 175

4.2 Surat Izin Penelitian ... 177

4.3 Surat Izin dari Sekolah ... 178

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan kurikulum 2013, khususnya pada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas VII terdapat beberapa kompetensi yang di dalamnya memuat konsep aljabar. Fakta ini jelas memberikan pengertian bahwa keterampilan siswa dalam berpikir aljabar harus diasah sejak dini, mengingat konsep aljabar dapat digunakan dalam semua area matematika.

Kenyataan di lapangan sangat berbeda. Aljabar yang merupakan bagian terpenting itu justru merupakan masalah bagi siswa. Padahal pembelajaran aljabar pada kurikulum pendidikan nasional bertujuan untuk membekali siswa agar dapat berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

Menurut Windsor berpikir aljabar dapat meningkatkan cara khusus dalam mempresentasikan matematika.1 Berpikir aljabar dapat meningkatkan penafsiran dan pemahaman siswa tentang simbol dalam matematika. Perkembangan usia siswa dari usia SD ke SMP memengaruhi perkembangan kognitif siswa yakni dari number sense ke symbolic sense. Jadi berpikir aljabar merupakan cara untuk memahami aljabar melalui situasi yang berhubungan dengan kuantitas yang saling berelasi (kuantitas satu diperoleh atau dihasilkan dari kuantitas yang lain). Dalam Aljabar siswa harus menganalisis dan menggeneralisasi berbagai pola dengan tabel, grafik, dan kata-kata. Sedangkan dalam aritmatika siswa hanya mengoperasikan bilangan dalam matematika sampai mendapatkan hasil.

Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat Praktik Pengalaman Lapangan II (PPL II), siswa sering mengalami kecemasan dalam memecahkan masalah matematika sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Hal tersebut didukung oleh

penelitian dari Mutiatus yang berjudul “Pengaruh Kecemasan

Siswa pada Matematika dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi

1 W. Windsor, A problem Solving Approach . L. Sparrow, B. Kissane, & C. Hurst (Eds.), Shaping The Future of Mathematics Education: Proceedings of the 33rd annual conference

(13)

2

Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2

Dawarblandong Mojokerto.” Mutiatus menyimpulkan bahwa

terdapat pengaruh positif kecemasan terhadap prestasi belajar siswa. Seperti permasalahan yang terjadi pada siswa di SMP Al Hikmah Surabaya. Dari pengalaman peneliti tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa mengalami kecemasan dalam memecahkan masalah matematika. Adams menyatakan bahwa terdapat tiga komponen ciri-ciri siswa yang mengalami kecemasan yaitu komponen fisik, psikologis, dan sosial. Komponen fisik yaitu bernafas berlebihan, tubuh gemetar dan jantung berdetak kencang. Komponen psikologis yaitu daya konsentrasi yang menurun serta komponen sosial yaitu menghisap ibu jari tangan atau menggigit-gigit kuku jari tangan.2

Kecemasan matematika bisa muncul sedini mungkin seperti pada anak-anak kelas empat SD dan puncaknya berada di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.3 Menurut Syah, faktor-faktor yang memengaruhi kesulitan belajar yang dapat menimbulkan kecemasan salah satunya adalah faktor eksternal berupa lingkungan.4 Menurut Susanto, faktor lingkungan dapat berupa suara.5 Siswa dapat menerima pelajaran matematika dengan baik apabila tidak ada suara-suara berisik atau yang mengganggu. Siswa akan terganggu apabila terdengar suara-suara berisik sehingga merasa tidak nyaman di kelas dan dapat memengaruhi timbulnya kecemasan pada siswa. Ada pula suara yang dapat meningkatkan belajar siswa, seperti musik yang dapat memengaruhi kinerja otak dan musik yang menenangkan. Suara yang menenangkan atau memengaruhi kinerja otak dapat mencegah kesulitan belajar akibat kecemasan dalam proses pembelajaran matematika.6

Jika musik dapat melatih otak untuk melakukan pemikiran yang rumit, meningkatkan konsentrasi, dan menciptakan ketenangan, maka matematika memerlukan konsentrasi yang

2C. Adams, “Overcoming Math Anxiety”, Mathematically Bent, 23:1, (2001), 49. 3Devi Winja & Faridah, “Efektivitas Musik Klasik dalam Menurunkan Kecemasan

Matematika (Math Anxiety) pada Siswa Kelas XI”, 8:2, (Agustus, 2011), 132.

4Ibid, halaman 133 5Ibid, halaman 133 6

(14)

3

penuh untuk memecahkan masalah persoalan yang rumit. Berarti musik dapat membantu siswa meningkatkan konsentrasi dan kondisi tubuh yang lebih baik dalam mengerjakan matematika. Musik dapat meningkatkan keadaan seseorang menjadi santai. Matematika membutuhkan tubuh yang santai untuk dapat menyelesaikan masalah matematika.

Musik kini telah banyak berkembang dan semakin banyak genre. Masing-masing genre memiliki fungsi dan manfaatnya. Merrit menyebutkan manfaat musik, antara lain meningkatkan intelegensi seseorang (efek Mozart), menyegarkan pikiran kembali, memunculkan semangat, dapat memengaruhi kepribadian seseorang, dan digunakan untuk terapi yang dapat menawarkan stimulus.7

Dalam penelitian ini, peneliti memilih musik instrumental pop. Hal tersebut disebabkan musik instrumental pop memenuhi syarat musik dalam pembelajaran dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosadah dan Teguh menunjukkan bahwa 70% siswa menyukai musik instrumental pop, 20% siswa menyukai musik klasik, dan 10% siswa tidak suka belajar dengan menggunakan musik.8 Musik instrumental pop tidak mengandung lirik sehingga tidak mengganggu dalam proses pemecahan masalah matematika, musik instrumental pop memiliki frekuensi 8.000 Hz, frekuensi 8.000 Hz dapat mengisi dan mengaktifkan sel otak.9 Dengan memilih musik yang bertempo lambat sehingga bisa memberikan ketenangan, kedamaian, serta mampu memperbaiki konsentrasi ingatan siswa.

Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan suara lebih menonjol pada gaya belajar auditori.10 Menurut Gunawan, orang auditori mengekspresikan diri mereka melalui suara, baik itu melalui komunikasi internal dengan diri sendiri maupun

7Ibid, halaman 133.

8M. Rosadah & M. Teguh, “Profil Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Diiringi Musik Ditinjau dari Tingkat Kecemasan dan Kemampuan Matematika Siswa”, Jurnal FMIPA UNESA, 13:29, (Januari, 2013), 2.

9 Ibid, halaman 2.

(15)

4

eksternal dengan orang lain.11 Oleh karena itu, peneliti hanya memilih siswa dengan gaya belajar auditori karena siswa ini cenderung memanfaatkan indera pendengaran dalam menerima dan memahami informasi.

Peneliti akan memberikan masalah yang berhubungan dengan pola bilangan. Materi ini akan mengasah keterampilan siswa dalam berpikir aljabar. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Rengel dengan alasan bahwa peneliti sudah mengetahui lingkungan, mengenal guru-guru dan peneliti merupakan alumni dari sekolah tersebut. Dari uraian di atas, timbul pemikiran peneliti untuk meneliti tentang

Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa Auditori dalam Memecahkan Masalah dengan Diiringi Musik Ditinjau dari Kecemasan Matematika Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika tinggi dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik?

2. Bagaimana kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika sedang dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik? 3. Bagaimana kemampuan berpikir aljabar siswa auditori

yang memiliki tingkat kecemasan matematika rendah dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik?

11 Gunawan & Adi W, Genius Learning Strategy (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

(16)

5

C. Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah.

1. Mendeskripsikan kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika tinggi dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik. 2. Mendeskripsikan kemampuan berpikir aljabar siswa

auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika sedang dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik.

3. Mendeskripsikan kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika rendah dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi guru : (a) dapat mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir aljabar berdasarkan tingkat kecemasan matematika siswa; (b) sebagai bahan masukan dalam mengembangkan pembelajaran dan dalam meningkatkan kemampuan berpikir aljabar siswa.

2. Bagi peneliti dan peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar atau acuan dalam penelitian selanjutnya.

E. Batasan Penelitian

Agar dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan, maka perlu dicantumkan batasan masalah dengan harapan hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikehendaki peneliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Penelitian ini dilakukan pada kelas VII G dan VII H SMP Negeri 1 Rengel.

2. Penelitian ini hanya berfokus pada kemampuan berpikir aljabar siswa auditori berdasarkan tingkat kecemasan matematika sesuai dengan indikator jenis berpikir aljabar. 3. Materi dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pola

(17)

6

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap maksud dari penelitian ini, maka peneliti memberikan penjelasan sebagai berikut.

1. Kemampuan adalah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau mental yang diperoleh sejak lahir, belajar, dan dari pengalaman. 2. Berpikir adalah suatu aktivitas mental yang terjadi dalam

diri manusia yang melibatkan fungsi otak dan menggunakan akal untuk memproses suatu pemahaman berdasarkan informasi yang diterima, membentuk pendapat dan menarik kesimpulan serta mengambil keputusan untuk memecahkan suatu masalah.

3. Aljabar adalah suatu cabang ilmu matematika yang mempelajari konsep atau prinsip penyederhanaan serta pemecahan masalah dengan menggunakan simbol atau huruf tertentu.

4. Berpikir aljabar adalah kegiatan mental yang terjadi dalam diri siswa dalam membuat representasi hubungan antar variabel-variabel dalam aljabar.

5. Masalah matematika adalah soal matematika yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur atau cara rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Masalah matematika yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan pola. 6. Memecahkan masalah matematika adalah suatu proses

rangkaian kegiatan dalam menemukan jawaban atau solusi dari masalah matematika yang diberikan.

7. Berpikir aljabar dalam pemecahan masalah matematika adalah aktivitas mental yang melibatkan fungsi otak dalam memproses dan memecahkan suatu masalah yang terdiri dari enam bentuk berpikir di antaranya generalisasi, abstraksi, berpikir dinamik, berpikir analitik, pemodelan, dan organisasi yang dilakukan berdasarkan rangkaian kegiatan dalam pemecahan masalah.

(18)

7

9. Musik adalah suara teratur dengan beberapa unsur di dalamnya melodi, ritme, dinamika, tempo, dan warna suara.

10. Kecemasan matematika adalah perasaan tertekan, gelisah,

bahkan ketakutan dalam memecahkan masalah

matematika, kadang-kadang dialami oleh seseorang dalam tingkatan yang berbeda-beda..

11. Tingkat kecemasan yaitu derajat kecemasan siswa dalam memecahkan masalah matematika yang diukur dengan skala likert. Tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu tingkat kecemasan tinggi dengan kriteria skor angket � �� , tingkat kecemasan sedang dengan kriteria � − �� < skor angket < � �� , dan tingkat kecemasan rendah dengan criteria skor angket

(19)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir

Berpikir adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia, untuk membedakan manusia dengan makhluk lain. Radfood mendefinisikan bahwa berpikir adalah sebuah kesatuan dinamis dari materi dan komponen yang ideal.1 Zainab berpendapat bahwa manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki.2 Berpikir biasanya dimulai dengan adanya pertanyaan atau masalah yang perlu untuk diselesaikan atau dijawab. Pertanyaan tersebut bisa berupa apa, mengapa, di mana, kapan, dan lain sebagainya.

Pendapat Santrock yang mengungkapkan bahwa berpikir adalah manipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori.3 Menurut Marpaung, berpikir atau proses kognitif adalah proses yang terdiri atas penerimaan informasi (baik dari luar atau dari dalam peserta didik), pengolahan, penyimpanan, dan pengambilan kembali informasi itu dari ingatan peserta didik.4

Jadi, berdasarkan pendapat para ahli pengertian berpikir adalah suatu aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia yang melibatkan fungsi otak dan menggunakan akal budi untuk memproses suatu pemahaman berdasarkan informasi yang diterima, membentuk pendapat dan menarik kesimpulan serta mengambil keputusan untuk memecahkan suatu masalah.

1 L. Radfood, “Algebraic Thinking and The Generalization of Patterns” : A SemioticPerspective. Universite Laurentienne. PME-NA 2006 Proceedings. 1:.2, 2006, 9.

2

Zainab, “Matematika sebagai Alat Berpikir pada Aljabar” , 2012. Diakses dari

http://blog.unsri.ac.id/zainab2011/filsafat-pendidikan/matematika-sebagai-alat-berpikir-pada-aljabar/mrdetail/101949/, pada tanggal 9 April 2016. 24.

3 Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 357.

4

Masluhah Firdah, Skripsi: “Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas III

SDN Duko Timur I Pamekasan dalam Menyelesaikan Masalah pada Model Pembelajaran

(20)

9

B. Berpikir Aljabar

Berpikir aljabar merupakan elemen penting dan mendasar dari berpikir matematika. Driscall dalam Patton dan Santos, menyatakan: “Berpikir aljabar bisa dianggap sebagai kemampuan untuk mewakili solusi kuantitatif sehingga hubungan antar variabel menjadi jelas.”5 Jadi, berpikir aljabar memiliki kaitan erat dengan kemampuan membuat berbagai bentuk representasi untuk mewakili hubungan antara variabel-variabel dalam situasi kuantitatif.

Menurut Kieran, berpikir aljabar dapat diartikan sebagai suatu pendekatan untuk situasi kuantitatif yang menekankan aspek relasional umum dengan alat-alat yang tidak tentu atau surat-simbolik, tetapi yang akhirnya dapat digunakan sebagai

kognitif dukungan untuk memperkenalkan dan

mempertahankan wacana yang lebih tradisional dari sekolah aljabar.6

Untuk memperjelas apakah berpikir aljabar itu, Kriegler menunjukkan bahwa terdapat dua komponen dalam berpikir aljabar, yaitu (1) pengembangan alat berpikir matematik dan (2) studi mengenai ide dasar aljabar.7 Alat berpikir matematik yang dimaksud oleh Kriegler terdiri dari tiga kategori, alat untuk kemampuan memecahkan masalah, kemampuan representasi, dan kemampuan quantitative reasoning.8 Sedangkan ide dasar aljabar yang dimaksud adalah aljabar sebagai bentuk generalisasi aritmatik, aljabar sebagai bahasa matematika, dan aljabar sebagai alat untuk fungsi dan memodelkan matematika.9 Komponen berpikir aljabar tersebut akan diperjelas dalam tabel sebagai berikut:

5Patton & Santos, “Analyzing algebraic thinking using „Guess my Number‟ problems”. International Journal of Instruction , Diakses dari www.e-ji.net, pada tanggal 9 April 2016, 9.

6Zainab, Loc. Cit, 26.

7

Shelley Kriegler, “Just What is Algebraic Thinking?”, Algebraic Concepts in the Middle School A Special Edition of Mathematics Teaching in the Middle School, diakses dari http://www.mathandteaching.org/mathlinks/downloads/articles-01-kriegler.pdf pada tanggal 27 April 2016, 4.

8 Ibid, halaman 4. 9

(21)

10

Tabel 2.1

Komponen Pertama Berpikir Aljabar Kriegler Komponen Alat Berpikir

Matematik

Indikator

Kemampuan Memecahkan

Masalah

Menggunakan strategi

memecahkan masalah.

Mencari berbagai

pendekatan/berbagai solusi. Kemampuan Representasi Menampilkan hubungan secara

visual (gambar), simbol, secara numerik dan secara verbal. Mengartikan berbagai bentuk representasi.

Menafsirkan informasi dalam representasi.

Kemampuan Quantitative Reasoning

Menganalisis masalah untuk menggali dan mengukur hal penting.

Penalaran induktif dan deduktif. 10

Sumber : Jurnal yang ditulis oleh Shelley Kriegler yang berjudul “Just What is Algebraic Thinking”

10
(22)

11

Tabel 2.2

Komponen Kedua Berpikir Aljabar Kriegler Komponen Ide Dasar

Aljabar

Indikator

Aljabar sebagai bentuk generalisasi aritmatik

Secara konseptual berdasarkan strategi penghitungan

Rasio dan proporsi Estimasi

Aljabar sebagai bahasa matematika

Arti dari variabel dan ekspresi variable

Arti dari solusi

Memahami dan menggunakan sifat sistem bilangan

Membaca, menulis,

memanipulasi angka dan simbol menggunakan kaidah aljabar Menggunakan representasi simbolik untuk manipulasi rumus, ekspresi, persamaan, dan pertidaksamaan

Aljabar sebagai alat untuk fungsi dan pemodelan matematika

Mencari, mengungkapkan,

menggeneralisasi pola dan aturan dalam konteks dunia nyata

Merepresentasikan ide

matematika dengan persamaan, tabel, grafik, atau kata-kata Bekerja dengan pola input dan output

Mengembangkan keterampilan menggambar koordinat

11

Sumber : Jurnal yang ditulis oleh Shelley Kriegler yang berjudul “Just What is Algebraic Thinking”

11
(23)

12

Selain definisi dan komponen berpikir aljabar, karakteristik berpikir aljabar menggambarkan ciri khusus yang membedakan berpikir jenis ini dengan cara-cara berpikir lain. Radford memformulasikan karakteristik dari berpikir aljabar sebagai berikut:12

1. Seseorang berurusan dengan sesuatu yang tidak pasti sesuai dengan obyek dasar aljabar seperti yang tidak diketahui, variabel, dan parameter.

2. Obyek yang pasti ditangani secara analitis.

3. Penggunaan simbol tertentu untuk mendisain obyek tersebut.

Berdasarkan pendapat Radford tersebut, berpikir aljabar terjadi dengan diawali kepekaan seseorang tentang sesuatu / obyek yang tidak dapat ditentukan secara pasti kemudian dilanjutkan dengan dilakukannya analisis terhadap obyek tersebut dan terakhir adalah memodelkan obyek yang sudah dianalisis dalam simbol.

Dalam sebuah studi kasus di Korea, Lew menjelaskan bahwa keberhasilan siswa dalam berpikir aljabar bergantung pada enam jenis berpikir matematis di antaranya.13

1. Generalisasi

Suatu proses untuk menemukan pola atau bentuk. 2. Abstraksi

Proses untuk mengekstraksi objek matematika dan hubungan matematik berdasarkan generalisasi.

3. Berpikir Analitik

Berpikir yang berkaitan dengan proses menemukan suatu nilai yang tidak diketahui. Contohnya menyelesaikan persamaan

4. Berpikir dinamik

Berpikir yang berkaitan dengan manipulasi yang dinamis dari objek matematika. Berpikir dinamis dapat dikembangkan dengan dedukasi hipotesis dan strategi coba dan salah, untuk memantau dan mengendalikan tindakan untuk setiap perubahan variabel.

12 L. Radford, Loc. Cit, 11.
(24)

13

5. Pemodelan

Proses untuk mempresentasikan situasi kompleks dengan menggunakan bentuk matematik untuk menginvestigasi situasi dengan model dan menarik beberapa kesimpulan dari kegiatan.

6. Organisasi

Organisasi mendorong pemikiran kombinatorial untuk menemukan semua variabel independen, yang sangat penting bagi banyak kegiatan memecahkan masalah dengan menyortir dan mengorganisir data dengan membuat tabel yang menggambarkan situasi dari masalah dan hubungan antara kondisi dari masalah secara keseluruhan, dan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang sesuai dapat dikontrol dengan mudah.

(25)

14

Tabel 2.3

Jenis-jenis Berpikir Aljabar Menurut Lew

Jenis Berpikir Indikator

Generalisasi Siswa mampu menentukan suku

selanjutnya dari pola yang diberikan

Siswa mampu menemukan suku tertentu dari pola yang diberikan

Abstraksi Siswa mampu menganalisis

hubungan antara bilangan dalam pola

Siswa mampu memformalisasikan keumuman secara simbolis

Berpikir analitik Siswa mampu menyelesaikan

persamaan untuk menemukan nilai yang tidak diketahui

Berpikir Dinamik Siswa mampu melakukan

manipulasi dinamis dari objek matematika

Pemodelan Siswa mampu memodelkan dan

merepresentasikan masalah menggunakan bentuk aljabar

Organisasi Siswa mampu mengatur dan

menyusun data ke dalam bentuk table

Siswa mampu menjelaskan

hubungan antara kondisi dari situasi yang ada

14

Sumber : Jurnal yang ditulis oleh H. C Lew yang berjudul “Developing Algebraic Thinking in Early Grades: Case Study of Korean Elementary School Mathematics”,

Berdasarkan definisi dan indikator tentang berpikir aljabar yang telah dikaji, maka berpikir aljabar dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kegiatan mental yang terjadi dalam diri

14
(26)

15

siswa dalam membuat representasi hubungan antar variabel-variabel dalam aljabar.

C. Masalah dan Pemecahan Masalah Matematika

Dalam kehidupan sehari-hari tak dapat dipungkiri bahwa kita sering berhadapan dengan suatu permasalahan. Masalah timbul ketika terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Setiap permasalahan selalu membutuhkan penyelesaian. Hudojo mengungkapkan bahwa menyelesaikan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia.15 Berbagai cara dilakukan seseorang untuk menyelesaikan permasalahan, jika gagal dengan satu cara maka harus dicoba cara lain hingga masalah tersebut terselesaikan. Menurut Susanto, penyelesaian masalah didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu dalam menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk menghadapi situasi baru. Untuk menyelesaikan masalah matematika, siswa harus menguasai hal-hal yang dipelajari sebelumnya, dalam hal ini siswa dapat menggunakannya dalam situasi baru.16

Pemecahan masalah sering dianggap sebagai proses kognitif tingkat tinggi di mana memerlukan lebih dari sekedar keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Solso mendefinisikan memecahkan masalah adalah berpikir yang diarahkan pada memecahkan masalah tertentu yang melibatkan kedua pembentukan tanggapan dan pemilihan antara kemungkinan dari respon.

Polya merupakan tokoh utama dalam memecahkan masalah seperti yang diungkapkan oleh Suherman bahwa “berbicara memecahkan masalah tidak bisa lepas dari tokoh utamanya yaitu George Polya.”17

15 Susanto, Tesis : “Proses Berpikir Siswa Tunanetra dalam Menyelesaikan Masalah Matematika”. (Surabaya: UNESA, 2011), 45.

16

Ibid, halaman 46.

17 Suherman, Strategi Pembelajaran Kontemporer (Bandung : JICA-Universitas

(27)

16

Empat langkah dalam memecahkan masalah yang diungkapkan Polya yaitu18:

1. memahami masalah, meliputi aktivitas mengidentifikasi yang diketahui, mengidentifikasi data yang relevan, mengidentifikasi apa yang ditanyakan,

2. membuat rencana penyelesaian, meliputi aktivitas pemilihan strategi yang akan digunakan dalam memecahkan masalah, 3. pelaksanaan rencana, meliputi pengaplikasian strategi untuk

menyelesaikan masalah,

4. memeriksa kembali, meliputi kegiatan melihat kembali apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diketahui dan ditanyakan.

Jadi dapat disimpulkan memecahkan masalah matematika adalah segala upaya siswa dalam menemukan jawaban dari masalah yang ada, namun bukan berdasarkan pada prosedur rutin yang telah diketahui siswa melainkan lebih kepada proses mental dan penalaran yang lebih kompleks dengan menyatukan konsep dan ide-ide dalam matematika berdasarkan langkah-langkah dalam memecahkan masalah.

D. Berpikir Aljabar dalam Pemecahan Masalah Matematika Menurut beberapa penelitian, cara yang paling tepat untuk menerapkan berpikir aljabar di kalangan siswa adalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dibandingkan dengan hanya memperkenalkan simbol dan penyelesaian soal-soal rutin dan mengabaikan makna dari berpikir aljabar itu sendiri. Bednarz dkk menyebutkan bahwa pemecahan masalah memainkan peranan yang penting untuk perkembangan aljabar. Pemecahan masalah adalah medan ganda yang menarik untuk memeriksa munculnya model berpikir aljabar dan karakteristiknya.19

Sementara itu Lee dalam Windsor mengamati siswa dalam menganalisis masalah dari prespektif berpikir aljabar. Ketika siswa menganalisis masalah dan perspektif berpikir

18

Ibid, halaman 99.

19

(28)

17

aljabar mereka mempertimbangkan : (1) melakukan penalaran terhadap pola (dalam grafik, pola bilangan, bentuk, dsb), menekankan dan mengabaikan, mendeteksi kesamaan dan perbedaan, hal yang penuh dan urutan; (2) menggeneralisasikan atau berpikir secara umum, melihat keumuman dalam hal tertentu; (3) secara mental menangani sesuatu yang belum diketahui membalik dan melakukan operasi secara terbalik; (4) berpikir tentang hubungan matematika dari pada objek-objek matematika.20

Bagi Norton dan Windsor dengan mengembangkan pemikiran Aljabar menggunakan pendekatan pemecahan masalah, siswa mengembangkan cara berpikir yang dibangun dari pemahaman matematika mereka sendiri dan menyediakan jalur masuk ke matematika yang lebih canggih.21

Jadi sangat jelas diketahui, bahwa pendekatan yang paling tepat dalam rangka membangun dan mengembangkan cara berpikir aljabar pada siswa adalah pendekatan pemecahan masalah.

Heid dalam Kieran mengatakan bahwa, untuk memunculkan kemampuan berpikir aljabar, siswa disarankan untuk belajar mengenai aljabar yang berpusat untuk membangun pengalaman dengan fungsi dan sejenisnya melalui konteks dunia nyata di mana hubungan kuantitatif dapat dideskripsikan dengan model tersebut (fungsi).22

Kriegler menjelaskan beberapa model masalah matematika yang dapat membangun pemikiran aljabar, yang dituangkan dalam gambar berikut23:

20

Ibid, halaman 25.

21

Ibid, halaman 26.

22 Hee-Chan Lew, Loc. Cit.143.

23

(29)

18

Gambar 2.1

Contoh masalah matematika dalam pengembangan berpikir aljabar Kriegler

Gambar 2.2

(30)

[image:30.420.69.362.65.462.2]

19

Gambar 2.3

Penyelesaian siswa meggunakan ekspresi aljabar (Kriegler)

Contoh gambar yang ditunjukkan oleh Kriegler di atas, menunjukkan bahwa materi pola merupakan salah satu materi yang dapat melihat kemampuan berpikir aljabar siswa. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan materi pola untuk melihat kemampuan berpikir aljabar siswa.

E. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.24 Sedangkan menurut DePorter dan Hernacki, gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.25

Gaya belajar yang dimiliki individu merupakan modal yang dapat digunakan pada saat belajar. Perbedaan gaya belajar tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan dalam pembentukan dan pemahaman terhadap suatu informasi.

24 Gunawan, Adi W, Genius Learning Strategy (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004),

139.

25

(31)

20

Berdasarkan pada Neuro-Linguistik Programming yang dikembangkan oleh Bandler dan Ginder, menggunakan visual (penglihatan), auditori (pendengaran), dan kinestetik (sentuhan dan gerakan). Kebanyakan orang memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun hampir semua orang cenderung pada salah satu gaya belajar yang ada. Pemilihan gaya belajar yang dianggap lebih baik tergantung dari gaya belajar yang cocok dengan masing-masing individu.26

Penelitian ini difokuskan pada gaya belajar auditori. Gaya Belajar Auditori adalah gaya belajar yang lebih banyak memanfaatkan “pendengaran”. Gaya belajar ini mengakses segala jenis bunyi dan kata diciptakan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan suara yang menonjol. Menurut Gunawan orang auditori mengekspresikan diri mereka melalui suara, baik itu melalui komunikasi internal dengan diri sendiri maupun eksternal dengan orang lain. Bila hendak menuliskan sesuatu, orang ini akan mendengar suara dari apa yang akan ia tulis.27 Berikut ciri-ciri individu dengan gaya belajar auditori menurut DePorter dan Hernacki:28

a. berbicara kepada diri sendiri saat bekerja, b. mudah terganggu oleh keributan,

c. menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca,

d. senang membaca dengan keras dan mendengarkan,

e. dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara,

f. merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam berbicara,

g. belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada dilihat,

h. suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar,

i. lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.

26 Ibid, Halaman 143.

27 Gunawan, Adi W, Op. Cit. Halaman 145. 28

(32)

21

Jadi yang dimaksud gaya belajar auditori adalah gaya belajar yang cenderung memanfaatkan indera pendengaran dalam menerima dan memahami informasi yang ada.

F. Musik

1. Pengertian Musik

Secara estimologis, kata musik berasal dari bahasa Yunani “mousike” yang berarti sebagai gejala jenis seni.

Musik merupakan media yang efektif untuk

menyampaikan pesan. Menurut Djohan musik adalah produk pikiran, elemen vibrasi atas frekuensi, bentuk, amplitudo, dan durasi belum menjadi musik bagi manusia sampai semua itu ditransformasi secara neurologis dan diinterprestasikan melalui otak.29

Musik merupakan seni pengungkapan gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni, dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat, dan warna bunyi. Dalam penyajiannya sering masih berpadu dengan unsur-unsur yang lain, seperti bahasa, gerak, maupun warna.30 Menurut Prier, irama adalah suatu tatanan dalam gerakan melodi dan harmoni adalah suatu tatanan dalam tinggi rendahnya nada-nada.31

DePorter menegaskan musik juga sangat berpengaruh pada guru dan siswa.32 Musik dapat digunakan untuk: a. menata suasana hati,

b. mengubah keadaan mental siswa, c. mendukung lingkungan belajar, d. membantu siswa mengingat lebih baik, e. merangsang dan memperkuat belajar,

f. membantu siswa masuk ke dalam kondisi yang optimal.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa musik adalah suara yang memiliki unsur-unsur berupa irama, ritme, dan harmoni

29 Djohan, Psikologi Musik (Yogyakarta:Buku Baik, 2003), 107.

30 Muhammad Syafiq, Ensiklopedia Musik Klasik (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,

2003), 203.

31 Karl Prier SJ, Sejarah Musik (Yogyakarta: Pusat Musik, 1993), 187.

32

(33)

22

yang diatur menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk didengar sampai memengaruhi jiwa dan mampu menyampaikan pesan dengan cara berbeda.

2. Musik untuk memecahkan masalah matematika dalam pembelajaran

Ketika pelajaran matematika, banyak siswa yang merasa bosan saat guru menerangkan. Karena pengajaran matematika lebih mengaktifkan belahan otak kirinya. Otak kiri siswa dipacu untuk kerjanya, sementara otak kanannya tidak dipacu untuk beraktivitas, hampir 90% pembelajaran matematika di sekolah dominan pada belahan otak kiri.

Berdasarkan ahli neurologi belahan otak terdiri dari otak kiri dan otak kanan. Otak kiri berfungsi untuk akademik, sedangkan otak kanan berfungsi untuk intuitif. Jika digabungkan kedua pola belahan otak kanan dan otak kiri akan membuat seseorang menjadi cerdas dan cerdik.33

Menurut Gunawan, terdapat syarat musik yang digunakan dalam proses pembelajaran dan menghilangkan kecemasan siswa.34 Syarat-syarat tersebut yaitu:

a. tidak diperbolehkan menggunakan jenis musik yang mengandung kata-kata,

b. menggunakan tape atau CD player yang berkualitas baik,

c. musik dengan tempo 55-70 bit per menit untuk pemasukan informasi sedangkan untuk memecahkan masalah yang menuntut output kreatif menggunakan musik lebih aktif yaitu 100-140 bit per menit,

d. tidak memiliki beat yang terus menerus, e. volume musik lirih.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa musik dapat menurunkan kecemasan dan dapat digunakan sebagai pengiring siswa dalam memecahkan masalah matematika.

33As‟adi Muhammad, Dahsyatnya Senam Otak (Jogjakarta: Diva Press, 2011), 34

(34)

23

G. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Berbicara mengenai kecemasan, beberapa ahli telah mencoba untuk memberi pengertian tentang konsep kecemasan. Umumnya, mereka menemukan kesulitan untuk mendapatkan definisi-definisi secara tepat tentang istilah tersebut. Meskipun hampir semua orang pernah mengalami kecemasan, tetapi pemberian pengertian tentang kecemasan oleh masing-masing ahli belum ada kesepakatan.

Sebenarnya kecemasan merupakan bagian dari emosi yang ditandai oleh perasaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh setiap individu. Menurut Mouly, emosi merupakan aspek dinamis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.35 Sedangkan menurut pendapat James dalam Saleh, emosi adalah hasil presepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Artinya emosi itu merupakan pengalaman seseorang yang disadari sehingga menimbulkan rangsangan terhadap dirinya atau psikologis serta memberikan pengaruh pada aktivitas-aktivitas tubuh.36

Emosi pada seseorang memberikan dampak positif dan negatif, pada persoalan ini salah satu emosi yang dialami seseorang yakni kecemasan. Kecemasan sebenarnya bermanfaat bila masih dalam intensitas yang rendah. Kecemasan dengan intensitas rendah bermanfaat bila hal tersebut mendorong seseorang untuk melakukan pemeriksaan medis regular atau memotivasi untuk menjelang ujian.37

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan matematika merupakan suatu perasaan tertekan, gelisah, bahkan

35 Angga Hidayat, Tesis Magister: “Konsep Diri dan Kecemasan Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent” (Surabaya: UNESA, 2015), 28.

36 Ibid. Halaman 14. 37

(35)

24

ketakutan dalam memecahkan masalah matematika dan kadang-kadang dialami oleh seseorang dalam tingkatan yang berbeda-beda.

2. Ciri-ciri Siswa yang Mengalami Kecemasan Matematika

Kecemasan matematika timbul karena siswa menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dalam menghadapi pelajaran matematika, sehingga siswa cenderung menghindari matematika.

Menurut Dacey dalam mutiatus, untuk mengenali gejala kecemasan dapat ditinjau melalui tiga komponen38, yaitu:

a. komponen Psikologis: berupa kegelisahan, gugup, tegang, panik, takut, dan ragu;

b. komponen Fisiologis: berupa jantung berdebar, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi (mudah emosi), sentuhan dari luar berkurang, gerakan peristaltik bertambah, gejala fisik (otot), gejala sensorik, gejala respiratori, gejala gastrointertinal, dan gejala urogenital;

c. komponen Sosial: sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh individu di lingkungannya. Perilaku itu dapat berupa: tingkah laku (sikap) dan gangguan tidur. Menurut Stuart dan Laraia, ada tingkatan-tingkatan kecemasan kecemasan sebagai berikut.39

a. Kecemasan rendah

Kecemasan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan siswa menjadi waspada serta meningkatkan daerah persepsinya.

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan siswa untuk memusatkan pada hal yang penting dan

38Mutiatus Solikah, “Pengaruh Kecemasan Siswa pada Matematika dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika”, Jurnal UNESA.1.

(36)

25

mengesampingkan yang lain, sehingga remaja mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan tinggi

Kecemasan tinggi sangat mengurangi daerah persepsi siswa. Siswa cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Siswa memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada hal lain.

H. Hubungan Musik dengan Kecemasan Siswa dalam Berpikir Aljabar

Pentingnya kompetensi atau pengetahuan pada aspek aljabar untuk dimiliki oleh siswa berpengaruh terhadap pentingnya model berpikir aljabar untuk dikembangkan dalam pengajaran dan pembelajaran aljabar. Kemampuan siswa dalam berpikir aljabar akan mengantarkan siswa pada kesuksesan dalam belajar aljabar dan materi matematika yang lain.

Berpikir aljabar dapat dikembangkan dalam memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Bednarz, dkk mengungkapkan bahwa memecahkan masalah memainkan peranan yang penting untuk memeriksa munculnya model berpikir aljabar dan karakteristiknya.40

Dalam menyelesaikan masalah matematika siswa memiliki proses pemikiran yang berbeda dan cara tersendiri dalam menyelesaikannya, dan banyak di antara mereka merasa cemas ketika menghadapi soal aljabar. DePorter menegaskan musik berpengaruh kuat terhadap lingkungan belajar misalnya dalam memecahkan masalah matematika.41

Banyak peneliti mengkaji tentang pengaruh musik sebagai media penyembuhan dan peningkatan kualitas individu atau kelompok. Hal ini dapat memberikan gambaran adanya hubungan antara musik dengan respon seseorang yang sebenarnya tidak jauh dari hubungan emosi antar musik dan

40 N. Berdnarz, “Arithmetical and Algebraic Thinking in Problem Solving CIRADE: Universite du Quebec a Montreal” (1992),1.

41

(37)

26

pendengar.42 Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh peneliti di atas, maka terdapat hubungan positif musik dengan kecemasan siswa dalam berpikir aljabar, yaitu musik dapat menghilangkan kecemasan siswa dalam memecahkan masalah aljabar.

42

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini disebabkan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam dan terperinci mengenai kemampuan berpikir aljabar siswa auditori dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik ditinjau dari tingkat kecemasan matematika siswa. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan kejadian saat ini.1 Sedangkan untuk penelitian kualitatif itu sendiri adalah penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.2

B. Tempat dan Waktu Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 dan 9 juni 2016, semester genap tahun ajaran 2015/2016 dan bertempat di SMP Negeri 1 Rengel. Agar penelitian terarah, berikut adalah jadwal pelaksanaan penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 1 Rengel.

1 Siswono, Penelitian Pendidikan Matematika, (Surabaya: Unesa University Press,2008),

31.

2 Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling

(39)

Tabel 3.1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan Tanggal Tempat

1. Observasi sekolah 28 Mei 2016 SMP N 1

Rengel 2. Angket gaya belajar,

Tes Pemecahan Masalah 1 (TPM 1), Angket Kecemasan Matematika

2 Juni 2016 VII H

3. Tes Pemecahan Masalah 2 (TPM 2), Wawancara untuk subjek S1, S2, dan S3

9 Juni 2016 VII F

4. Surat Keterangan Penelitian

20 Juni 2016 Ruang TU

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini diambil dari siswa kelas VII yang terdiri dari 3 orang siswa. Alasan pemilihan subjek penelitian pada kelas VII karena pada kelas VII siswa mulai diperkenalkan dengan konsep-konsep tentang aljabar, maka dirasa tepat untuk dapat mengetahui kemampuan berpikir aljabar siswa.

Untuk menentukan subjek penelitian dilakukan dengan memberikan angket gaya belajar. Angket gaya belajar diberikan kepada 40 siswa yang terdiri dari 29 siswa kelas 7 H dan 11 siswa kelas 7G. Setelah siswa mengisi angket, peneliti hanya memilih siswa dengan gaya belajar auditori yang merasa nyaman mengerjakan soal dengan musik bervolume pelan. Dari 40 siswa, siswa yang memiliki gaya belajar auditori sebanyak 13 siswa. Kemudian 13 siswa tersebut diberikan Tes Pemecahan Masalah 1 (TPM 1). Setelah siswa selesai mengerjakan TPM1, 13 siswa tersebut diberi angket kecemasan matematika untuk mengetahui tingkat kecemasan matematika siswa.

[image:39.420.74.354.68.492.2]
(40)

29

memiliki tingkat kecemasan matematika sedang, dan 3 siswa memiliki tingkat kecemasan matematika rendah. Peneliti dengan bantuan guru matematika kelas tersebut memilih 1 siswa yang mewakili dari masing-masing tingkat kecemasan. Peneliti hanya memilih 1 dari masing-masing tingkat kecemasan, karena 1 siswa dari masing-masing tingkat kecemasan sudah bisa mewakili untuk diteliti kemampuan berpikir aljabarnya. Siswa yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa yang komunikatif yaitu siswa yang mampu menyampaikan informasi, gagasan melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka, diagram, atau skema. Sehingga terpilihlah 1 orang siswa auditori dengan tingkat kecemasan tinggi, 1 orang siswa auditori dengan tingkat kecemasan sedang, dan 1 orang siswa auditori dengan tingkat kecemasan rendah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Angket

Angket digunakan untuk memperoleh siswa dengan gaya belajar auditori, dan untuk memperoleh tingkat kecemasan matematika siswa.

2. Tes Pemecahan Masalah

Pada penelitian ini menggunakan 2 tes pemecahan masalah matematika.

a. Tes Pemecahan Masalah 1

Tes pemecahan masalah 1 hanya digunakan sebagai batasan untuk mengetahui kecemasan siswa ketika menjawab pernyataan dalam angket kecemasan. Tidak ada penskoran pada tes ini. Tes ini hanya diujikan kepada siswa dengan gaya belajar auditori yang sudah terpilih.

b. Tes Pemecahan Masalah 2

(41)

diujikan kepada tiga orang siswa yang telah terpilih sesuai tingkat kecemasan matematika.

3. Wawancara

Wawancara dilaksanakan setelah siswa selesai mengerjakan tes pemecahan masalah 2. Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk mendalami jawaban yang diberikan siswa pada saat mengerjakan tes pemecahan masalah 2. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur yaitu gabungan dari teknik wawancara struktur dan bebas sehingga peneliti memperoleh informasi semaksimal mungkin.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. siswa diberi tugas dalam bentuk tes pemecahan masalah, b. memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengerjakan,

c. siswa diwawancarai berdasarkan kemampuan berpikir aljabar,

d. peneliti mencatat hal-hal penting untuk data tentang kemampuan berpikir aljabar siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah. 1. Tes Pemecahan Masalah

Instrumen tes pemecahan masalah matematika berupa masalah dengan materi pola bilangan. Ada dua tes pemecahan masalah matematika yang digunakan.

a. Tes Pemecahan Masalah 1

(42)

31

Tabel 3.2 Daftar Validator

Kode Nama Validator Jabatan

V1 Agus Prasetyo K, M. Pd

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan

Ampel Surabaya V2 Imam Rofiki, M.

Pd

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan

Ampel Surabaya V3 Samsul Basori, S.

Pd

Guru Mata Pelajaran Matematika SMP N 1

Rengel

V4 Lucky A, M. Psi Dosen Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya

b. Tes Pemecahan Masalah 2

Tes ini digunakan untuk meneliti kemampuan berpikir aljabar dengan melihat cara memecahkan masalah pada masing-masing siswa. Soal tes ini berupa soal pemecahan masalah terbuka, di dalamnya memungkinkan siswa menjawab sesuai dengan indikator kemampuan berpikir aljabar yang terdiri dari enam jenis berpikir yaitu generalisasi, abstraksi, berpikir dinamik, berpikir analitik, pemodelan, dan pengorganisasian.

Terdapat satu nomor soal yang terdiri dari beberapa poin: (a) poin a merupakan masalah untuk mengetahui kemampuan generalisasi siswa; (2) poin b merupakan masalah untuk mengetahui kemampuan berpikir dinamik siswa; (3) poin c merupakan masalah untuk mengetahui kemampuan abstraksi dan berpikir dinamik siswa; (4) poin d merupakan masalah untuk mengetahui kemampuan pengorganisasian siswa; (5) poin e merupakan masalah untuk mengetahui kemampuan generalisasi, abstraksi, dan pemodelan siswa; (6) poin f merupakan masalah untuk mengetahui kemampuan berpikir analitik siswa.

[image:42.420.70.370.66.512.2]
(43)

Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”. Sebelum digunakan, materi tes terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen dan guru matematika. Tes ini juga telah melalui proses revisi sesuai pendapat dan pertimbangan dari validator tersebut. Soal divalidasi untuk mengetahui layak atau tidaknya instrumen tersebut. Soal beserta alternatif penyelesaian yang digunakan peneliti sebagai acuan, terdapat pada (lampiran 1.5) dan (lampiran 1.6).

Instrumen tersebut divalidasi oleh tiga validator yang terdiri dari dua dosen pendidikan matematika (V1 dan V2) serta satu guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Rengel (V3).

Lembar validasi dirancang peneliti dan validator memberi komentar maupun saran pada lembar tesebut. Hal-hal yang mencakup validasi tersebut terlampir pada (lampiran 3.3).

2. Angket Gaya Belajar

Angket gaya belajar digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa yang diadaptasi dari daftar pertanyaan gaya belajar yang dikembangkan oleh Chislett. Angket ini memuat 30 pertanyaan dengan 3 alternatif jawaban. Alternatif jawaban tidak ada yang benar atau salah. Pemilihan alternatif jawaban tersebut akan menentukan kecenderungan jenis gaya belajar siswa.

Dalam pemilihan subjek penelitian, peneliti hanya memilih siswa dengan gaya belajar auditori yang merasa lebih nyaman mengerjakan soal dengan musik bervolume pelan. Selanjutnya angket dikonsultasikan kepada validator (V1 dan V2). Dari hasil konsultasi diperoleh saran untuk memperbaiki dan menyesuaikan kalimat sesuai jenjang SMP. Angket gaya belajar yang sudah divalidasi, sebagaimana terlampir pada (lampiran 1.1).

3. Angket kecemasan matematika

(44)

33

[image:44.420.71.369.125.487.2]

pilihan jawaban angket kecemasan siswa matematika yaitu sebagai berikut3:

Tabel 3.3

Skor Pilihan Jawaban Angket Kecemasan Siswa

Skor Pilihan Favorable

(positif)

Unfavorable (negatif)

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS)

1 4

Selanjutnya angket dikonsultasikan kepada dosen psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya (V4). Dari hasil konsultasi diperoleh saran untuk memperbaiki dan menyesuaikan kalimat pada pernyataan, sesuai indikator kecemasan yang ada pada BAB II. Berdasarkan hasil konsultasi terhadap psikolog diperoleh bahwa angket kecemasan matematika layak digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan matematika siswa. Angket kecemasan yang sudah divalidasi bisa dilihat pada (lampiran 1.4)

4. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada subjek pada saat wawancara (lampiran 1.7). Pedoman wawancara ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan mengetahui lebih dalam kemampuan berpikir aljabar siswa sesuai indikator jenis berpikir aljabar menurut Lew. Pedoman wawancara ini disusun oleh peneliti yang dikonsultasikan pada dosen pembimbing dan telah divalidasi oleh validator (V1, V2, dan V3). Dari hasil konsultasi diperoleh saran untuk memperbanyak pertanyaan dengan menggunakan kata tanya bagaimana atau mengapa, dengan tujuan mengeksplor jawaban siswa. Berdasarkan hasil konsultasi

(45)

dari dosen pembimbing dan validator diperoleh bahwa pedoman wawancara layak digunakan untuk mengungkap kemampuan berpikir aljabar siswa auditori.

F. Teknik Analisi Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan menganalisis data angket gaya belajar, angket kecemasan, tes pemecahan masalah 2, dan pedoman wawancara. Uraian singkat tentang teknik analisis beserta kriteria yang menjadi acuan hasil analisis masing-masing jenis sebagai berikut. 1. Analisis Angket Gaya Belajar

Peneliti mengklasifikasikan gaya belajar berdasarkan hasil angket jawaban siswa. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis angket gaya belajar yaitu:

a. angket terdiri dari 30 soal yang dibagikan kepada 40 siswa kelas VII,

b. jika siswa menjawab lebih dari 11 pilihan jawaban A, maka dominasi gaya belajar siswa tersebut adalah visual. Jika siswa menjawab lebih dari 11 pilihan jawaban B, maka dominasi gaya belajar siswa tersebut adalah auditori. Jika siswa menjawab lebih dari 11 pilihan jawaban C, maka dominasi gaya belajar siswa tersebut adalah kinestetik,

c. dari hasil klasifikasi tersebut dipilih siswa dengan gaya belajar auditori yang merasa nyaman mengerjakan soal dengan musik bervolume pelan,

2. Analisis Angket Kecemasan Matematika

Menurut Miftachul Rosadah dan Mega Teguh Budiarto dalam jurnal yang berjudul “Profil Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Diiringi Musik Ditijau dari Tingkat Kecemasan dan Kemampuan Matematika

Siswa”, pengkategorian kecemasan siswa dalam

(46)

35

dan sedang. Hasil pengkategorian diperoleh dari perhitungan yang berdasarkan kepada:4

a. kategori kecemasan tinggi: skor angket � +�� , b. kategori kecemasan sedang: � − �� < skor angket

< � +�� ,

c. kategori kecemasan rendah: skor angket � − �� . Adapun langkah-langkah pengelompokan tingkat kecemasan siswa yaitu:

1. menjumlah skor angket kecemasan siswa,

2. mencari rata-rata / mean dan simpangan baku / standar deviasi.

Rata-rata skor angket kecemasan siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Mean : � = �

Keterangan: � = nilai rata-rata skor angket kecemasan siswa

� = skor angket kecemasan siswa

� = jumlah skor angket kecemasan siswa N = banyaknya siswa

Sedangkan untuk mencari Standar Deviasi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Standar Deviasi : SD = � 2

� − �

� 2

Keterangan : SD = Standar Deviasi

� = skor siswa

�2 = kuadrat setiap skor � = jumlah skor siswa

�2

= jumlah kuadrat setiap skor ( �)2 = kuadrat jumlah semua skor

N = banyaknya siswa

4Michael Rosadah dan Mega Teguh Budiarto, “Profil Siswa dalam Memecahkan Masalah

Matematika Diiringi Musik Ditijau dari Tingkat Kecemasan dan Kemampuan Matematika

(47)

3. Menentukan batas kelompok, sebagaimana kriteria berikut:

a. kategori kecemasan tinggi: skor angket � +�� , b. kategori kecemasan sedang: � − �� < skor angket

< � +�� ,

c. kategori kecemasan rendah: skor angket � −

��.

Keterangan : � = nilai skor angket kecemasan siswa

� = nilai rata-rata skor angket kecemasan siswa

SD = Standar Deviasi 3. Analisis Kemampuan Berpikir Aljabar.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tahapan analisis menurut Sugiyono yaitu.5

a. Mereduksi Data

Reduksi data dilakukan setelah membaca, mempelajari, dan menelaah hasil wawancara. Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan yang mengacu pada proses pemilihan, pemusatan perhatian, dan penyederhanaan data mentah di lapangan tentang kemampuan berpikir aljabar siswa. Peneliti mereduksi data dari hasil tes pemecahan masalah 2 dan wawancara.

1) Tes Pemecahan Masalah 2

Tes pemecahan masalah 2 diambil tiap poin soal kemudian dianalisis sesuai dengan alternatif penyelesaian masalah dan indikator berpikir aljabar yang terdapat pada (lampiran 1.6).

2) Hasil Wawancara

Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara sebagai berikut :

a) memutar hasil rekaman beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat jawaban yang diucapkan subjek penelitian,

5 Sugiyono, Memahami Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

(48)

37

b) mentranskrip hasil wawancara dengan subjek wawancara yang telah diberi kode yang berbeda tiap subjeknya, Adapun cara pengkodean dalam tes hasil wawancara telah peneliti susun sebagai berikut.

Keterangan :P : Peneliti

S : Siswa

P/Sa.b.c : a : Subjek ke-n b : Soal tes poin ke-n

c : Pertanyaan wawancara ke-n c) memeriksa kembali hasil transkrip tersebut

dengan mendengarkan kembali ucapan-ucapan saat wawancara berlangsung, untuk mengurangi kesalahan peneliti pada transkrip.

b. Pemaparan Data

Pemaparan data yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan setiap subjek, dicantumkan hasil tes pemecahan masalah 2 tiap poin soal dan transkrip wawancara, kemudian dianalisis. Analisis data mengenai kemampuan berpikir aljabar pada materi pola bilangan dengan beberapa indikator yang sudah tercantum pada BAB II.

c. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan berdasarkan pada hasil terhadap data yang telah terkumpul. Hasil tersebut digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir aljabar siswa auditori dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik ditinjau dari kecemasan matematika siswa. Penarikan kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut:

(49)

pemodelan (baik, cukup, atau kurang); dan organisasi (baik, cukup, atau kurang),

b. kemampuan berpikir aljabar siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika sedang dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik yaitu mampu memenuhi Jenis berpikir generalisasi (baik, cukup, atau kurang); abstraksi (baik, cukup, atau kurang); berpikir dinamik (baik, cukup, atau kurang); berpikir analitik (baik, cukup, atau kurang); pemodelan (baik, cukup, atau kurang); dan organisasi (baik, cukup, atau kurang),

(50)

39

[image:50.420.66.362.120.528.2]

Untuk menunjukkan kategori pada setiap jenis berpikir aljabar, peneliti menjelaskan penarikan kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kategori jenis berpikir aljabar

No. Jenis

Berpikir

Kategori

Baik Cukup Kurang

1`. Generalisasi Siswa mampu menentukan suku selanjutnya dan suku tertentu. Siswa mampu menentukan suku selanjutnya tapi tidak mampu menentukan suku tertentu. Siswa tidak mampu menentukan suku selanjutnya dan tidak mampu menentukan suku tertentu.

2. Abstraksi Siswa

mampu menganalisis hubungan antara bilangan dalam pola dan mampu memformali sasi-kan keumuman secara simbolis Siswa mampu menganalisis hubungan antara bilangan dalam pola dan tidak mampu memformali sasikan keumuman secara simbolik. Siswa tidak mampu menganalisis hubungan antara bilangan dalam pola dan tidak mampu memformalisasi kan keumuman secara simbolik.

(51)

nilai yang tidak diketahui nilai yang tidak diketahui diketahui

4. Berpikir dinamik Siswa mampu melakukan manipulasi dinamis dari objek matematika Siswa cukup mampu melakukan manipulasi dinamis dari objek matematika Siswa tidak mampu melakukan manipulasi dinamis dari objek matematika

5. Pemodelan Siswa

mampu memodelkan dan merepresent asikan masalah menggunaka n bentuk aljabar Siswa mampu memodelkan tetapi tidak merepresent asikan masalah menggunaka n bentuk aljabar Siswa tidak mampu memodelkan dan merepresentasik an masalah menggunakan bentuk aljabar

6. Organisasi Siswa

[image:51.420.50.351.68.465.2]
(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab IV ini, peneliti akan menunjukkan hasil penghitungan untuk menentukan batas kelompok subjek penelitian dan mendeskripsikan data tentang kemampuan berpikir aljabar siswa auditori dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik ditinjau dari kecemasan matematika siswa.

Data dalam penelitian ini berupa angket gaya belajar, angket kecemasan matematika, tes pemecahan masalah 2, dan hasil wawancara terhadap 3 subjek dari 3 kelompok, yakni 1 subjek dari kelompok kecemasan tinggi, 1 subjek dari kelompok kecemasan sedang, dan 1 subjek dari kelompok kecemasan rendah. Berikut hasil penjelasan untuk hasil penelitian kemampuan berpikir aljabar siswa auditori dalam memecahkan masalah dengan diiringi musik ditinjau dar

Gambar

Gambar 2.3 Penyelesaian siswa meggunakan ekspresi aljabar (Kriegler)
Tabel 3.1
  Tabel 3.2 Daftar Validator
Tabel 3.3 Skor Pilihan Jawaban Angket Kecemasan Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, berpikir aljabar mahasiswa berkemampuan matematika sedang dalam menyelesaikan masalah berdasarkan taksonomi SOLO yaitu pada komponen pola mencapai level

Hasil yang diperoleh bahwa kelompok siswa dengan gaya belajar visual menunjukkan kemampuan berpikir aljabar yang meliputi aktivitas generasional dan transformasional,

Pada tingkat kemampuan tinggi, yang diwakilkan oleh ST 1 menunjukkan kemampuan pemecahan masalah berbentuk soal cerita aljabar berdasarkan tahapan analisis Newman

Subjek Berkecerdasan Intrapersonal Sedang dalam memecahkan masalah matematika menunjukkan bahwa subjek dapat memenuhi indikator kemampuan berpikir kreatif yaitu

Rohmah, Hurrotu Aini” Identifikasi Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Ditinjau Dari Gaya Berpikir Pada Pokok Bahasan Operasi Aljabar Kelas VIII MTs Mamba’ul Ma’arif

Kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah (BKPM) matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk menghadapi tantangan dunia kerja abad 21..

Dari hasil analisis data, secara umum terlihat bahwa tingkat berpikir subjek penelitian berada pada tingkat 1 (analisis) dan hanya satu siswa yang berada di tingkat berpikir

Untuk melibatkan kemampuan berpikir reflektif siswa, maka peneliti membuat kegiatan memecahkan masalah matematika dengan setiap siswa memiliki kemampuan berbeda-beda dalam gaya kognitif