• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Padi Hibrida"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Padi Hibrida

Padi hibrida merupakan persilangan dari dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Hasil persilangan tersebut akan menghasilkan benih generasi pertama (F1). Satoto et al. (2010) mengatakan secara individu susunan genetik tanaman hibrida bersifat heterozigot pada semua atau sebagian lokus, tetapi secara fenotip satu populasi hibrida akan nampak seragam sehingga pertanaman hibrida bersifat heterozigot homogen. Karena tanaman hibrida secara genetik bersifat heterozigot maka jika hasil panen dari pertanaman F1 hibrida ditanam kembali pada generasi berikutnya, turunannya akan beragam akibat terjadinya heterosis.

Untuk memproduksi benih padi hibrida, diperlukan Galur Mandul Jantan (Galur A atau CMS line), Galur Pelestari (Galur B atau Maintainer Line), dan Tetua Jantan (Restorer). Galur Mandul Jantan adalah varietas padi tanpa serbuk sari yang berfungsi sebagai tetua betina dan menerima serbuk sari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida, Galur Pelestari adalah varietas atau galur yang berfungsi untuk memperbanyak atau melestarikan keberadaan galur mandul jantan, sedangkan Tetua jantan/ Restorer merupakan varietas padi dengan fungsi reproduksi normal yang dianggap sebagai tetua jantan untuk menyediakan serbuk sari bagi tetua betina. Benih padi hibrida dapat dihasilkan atau diproduksi dengan cara menyilangkan antara Galur Mandul Jantan dengan Restorer yang terpilih di lapang (BB PADI, 2006).

Produksi yang dihasilkan oleh padi hibrida mampu meningkatkan potensi hasil 15-20% (Deptan, 2007). Tetapi setiap daerah akan menghasilkan

Gambar 1. Padi hibrida

Sumber: http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/ gallery.htm

(2)

produktivitas yang berbeda-beda. Belum tentu satu varietas padi hibrida akan cocok ditanam di berbagai daerah karena setiap daerah mempunyai karakteristik lahan dan lingkungan yang berbeda-beda.

Morfologi benih padi terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji merupakan kariopsis yang terdiri atas embrio dan endosperma yang diselimuti lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut pericarp (Gambar 2)

Pada jenis padi indica, sekam dibentuk oleh palea, lemma mandul, dan rakhila. Lemma selalu lebih besar dari palea dan menutupi hampir 2/3 permukaan beras sedangkan sisi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma (Gambar 3) (Yoshida,1981).

Penyimpanan Benih

Penyimpan benih dilakukan untuk mengusahakan agar benih dapat dipertahankan mutu fisiologisnya yang sudah mencapai maksimum pada saat

Gambar 3. Struktur benih padi Sumber: Yoshida, 1981 1. Pericarp 2. Tegmen 3. Lapisan Aleuron 4. Scutellum 5. Epiblast 6. Plumula 7. Radikula 8. Endosperma Gambar 2. Struktur benih padi bagian dalam

Sumber: Yoshida, 1981 s

(3)

masak fisiologis dalam periode selama mungkin (Mugnisjah, 2007). Penyimpanan benih yang baik akan mempengaruhi viabilitasnya, sehingga didapat ketersediaan benih bervigor tinggi sebelum ditanam walaupun benih telah disimpan lama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama di tempat penyimpanan antara lain faktor internal dan eksternal benih. Faktor internal benih meliputi kadar air, sifat genetik dan viabilitas awal benih. Sedangkan faktor eksternal atau lingkungan antara lain suhu ruang simpan, kelembaban, oksigen, mikroorganisme dan manusia (Justice dan Bass, 2002). Mugnisjah (2007) menambahkan, faktor-faktor yang mempengaruhi daya simpan benih adalah sifat genetis benih, kondisi benih sebelum disimpan, dan lingkungan simpan benih. Faktor genetik yang mempengaruhi daya simpan benih adalah struktur dan komposisi kimia benih. Faktor kondisi benih prasimpan yang mempengaruhi daya simpan benih adalah kadar air benih, kematangan benih, kebersihan benih, dan kerusakan fisik benih. Faktor lingkungan yang mempengaruhi daya simpan benih adalah faktor abiotis (suhu dan kelembaban nisbi) dan faktor biotis seperti serangga, cendawan, dan mikroorganisme lainnya.

Benih yang akan disimpan harus bertitik tolak dari viabilitas awal yang semaksimum mungkin untuk dapat mencapai waktu simpan yang lama. Karena selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari viabilitas awal tersebut, dan laju kemundurannya tidak dapat dihentikan. Pemilihan benih serta cara penyimpanan yang baik merupakan cara untuk mengurangi kemunduran benih, sehingga laju kemunduran viabilitas benih dapat diatasi sekecil mungkin (Sutopo, 2002).

Pelapisan Benih

Pelapisan benih (seed coating) merupakan salah satu metode seed enhancement, yakni metode untuk memperbaiki mutu benih menjadi lebih baik dengan menambahkan suatu zat terhadap benih seperti insektisida, fungisida, hara mikro, dan komponen lainnya yang dapat membantu mengoptimumkan perkecambahan benih di semua kondisi lingkungan (Copeland dan McDonald, 2001). Menurut Ilyas (2003) penggunaan seed coating dalam industri benih sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan,

(4)

mengurangi tertular penyakit dari benih disekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya: antioksidan, antimikroba, repellent, mikroba antagonis dan zat pengatur tumbuh. Coating dilakukan untuk melindungi kualitas fisik benih serta melindungi benih dari pengaruh lingkungan saat proses penyimpanan.

Bahan pelapis yang akan digunakan untuk melapisi benih harus memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut: (1) dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, (2) dapat menghambat laju respirasi seminimal mungkin, (3) tidak bersifat toxic terhadap benih, (4) bersifat mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses imbibisi untuk perkecambahan, (5) bersifat porous sehingga benih masih dapat memperoleh oksigen untuk proses respirasi dan (6) tidak mudah mencair. Jenis bahan yang biasa digunakan dalam pelapisan benih antara lain adalah diatomae, charcoal, clay, vermiculite, methylethyl cellulose, gum Arabic, polyvinyl alcohol, dan gula (Kuswanto, 2003).

Methylobacterium spp

Bakteri dari genus Methylobacterium disebut juga pink pigmented facultative methylotroph (PPFM) dikarenakan pigmentasi khas berwarna merah muda (Lidstrom dan Chistoserdova, 2002). Bakteri ini secara umum berada pada filosfer di semua jenis tanaman. Bakteri ini juga ditemukan di dalam tanah, benih dan bagian tanaman lainnya (Ryu, 2006).

Bakteri ini dapat berkembang pada gugus karbon tunggal seperti metanol yang dimanfaatkan sebagai sumber energi (Green dalam Jourand et al. (2004)). Methylobaceterium spp berkembang biak pada permukaan daun di dekat stomata (Gambar 4) dengan memanfaatkan metanol yang dilepas oleh stomata.

Gambar 4. Koloni Methylobacterium spp di stomata tanaman bunga matahari Sumber: Kutschera, U. 2007

(5)

Klasifikasi bakteri Methylobacterium spp adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria

Divisi : Proteobacteria Sub Divisi : Alpha Proteobacteria Ordo : Rhizobiales

Family : Methylobacteriaceae Spesies : Methylobacterium sp.

Karakter dari bakteri ini antara lain bersifat aerob, merupakan Gram negatif dan berbentuk batang. Bersifat aerob artinya membutuhkan oksigen dalam perkembangannya. Perbedaan antara bakteri Gram negatif dengan bakteri Gram positif menurut Pelzar dan Chan (1986) adalah terletak pada kandungan lipid dan ketebalan dinding sel. Bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi dan dinding sel yang lebih lebih tipis dibandingkan bakteri Gram positif. Bakteri ini berukuran 1-8 µm dan setiap selnya mengandung poli β-hidroksibutirat Patt et al. (1976).

Keberadaan bakteri Methylobacterium dapat meningkatkan viabilitas benih dan menstimulasi perkecambahan benih serta pertumbuhan tanaman dengan cara memproduksi fitohormon. Fitohormon tersebut diantaranya adalah auksin (IAA), giberelin (GA3) dan sitokinnin (trans zeatin). Kandungan fitohormon

tersebut beragam tergantung dari strain PPFM itu sendiri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Widajati et al. (2008) mengemukakan bahwa Methylobacterium spp strain TD-TPB3 memiliki kandungan giberelin yang paling tinggi sekitar 129.83 ppm yang berguna untuk menstimulasi tanaman menghasilkan bunga sebelum waktunya (vernalisasi), sedangkan strain TD-J7 memiliki kandungan trans zeatin yang paling tinggi sekitar 74.37 ppm yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan daun lebih cepat.

Tepung Curcuma

Kunyit (Curcuma longa) merupakan salah satu jenis temu-temuan atau lebih dikenal dengan jahe-jahean. Berikut ini adalah klasifikasi dari kunyit:

Kelas : Monocotyledonae Divisi : Spermatophyta

(6)

Sub Divisi : Angiberales Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma longa

Kunyit mengandung senyawa kurkumin yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat menangkal radikal bebas yang dapat merusak benih dan menurunkan viabilitas benih. Menurut Justice dan Bass (2002) proses oksidasi yang terjadi selama benih disimpan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnya sehingga menyebabkan rusaknya struktur membran sel.

Senyawa kurkumin yang terkandung dalam kunyit ada dua jenis yaitu desmethoxycurcumin dan bis-desmethoxycurcumin (Akram et al., 2010). Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal radikal bebas dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Coating benih dengan menggunakan tepung curcuma dapat

mempertahankan viabilittas benih. Asih (2012) melaporkan perlakuan coating tepung curcuma 100 ppm mampu mempertahankan viabilitas benih hingga 13 MSS (Minggu Setelah Simpan) dengan nilai DB 85.3%.

Gambar

Gambar 4. Koloni Methylobacterium spp di stomata tanaman bunga matahari  Sumber: Kutschera, U

Referensi

Dokumen terkait

Cara yang dilakukan dengan merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar seperti menentukan tema pembelajaran yang akan diajarkan,

Faktor kondisi perawatan bangunan yang dilakukan oleh warga rusun 2,203% Kesebelas faktor dari variabel faktor pembentuk kinerja spasial rumah susun di atas signifikan

Algoritma CPAR menghasilkan Class Association Rules (CARs), selanjutnya CARs digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik laka lantas yang berhubungan dengan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tinjauan hukum Islam

Pada kesimpulan yang dapat penulis ambil penciptaan seluruh karakter yang ada pada film Rumah dan Musim Hujan memiliki banyak kontradiksi dengan pemahaman kejawen

“Persoalan Dalam Keluarga Sebagai Tema Penciptaan Seni Lukis” yang dimaksud adalah, tentang keluarga yang diulas dan dibahas dari berbagai permasalahannya,

Tingkat Pengetahuan tentang TB paru, Status Gizi, Riwayat Kontak Keluarga dan Riwayat Merokok Pasien yang Berobat ke UP4 dengan Kejadian TB Paru di UP4

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah konsumsi Junk food dan kebiasaan tidur siang sebagai faktor resiko kejadian obesitas di SMA Institut Indonesia