• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektifitas

2.1.1 Pengertian Efektifitas

Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Sementara itu terdapat pengertian lain, yaitu “Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya(http://othenkplanet/pengertiantentangefektifitas/13november200

8/ diakses 20 Oktober 2009 pukul 11.00 WIB). Efektifitas menunjukan

keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya.

Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat, 1986.

http://blog.wordPress.com/defenisi dan pengertian efektifitas/28 Maret/2009/ diakses tanggal 21 Oktober 2009 pukul 12.33 WIB, yang

(2)

“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.

Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon, 1986.

http://othenkplanet/pengertian tentangefektifitas/13 november2008/

diakses tanggal 20 Oktober 2009 pukul 11.00 WIB adalah sebagai berikut:

“Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif ”.

Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1

a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar

atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas. b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang

daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai (http://blog.wordPress.com/defenisi dan pengertian efektifitas/28

Maret/2009/ diakses 21 Oktober 2009 pukul 12.33 WIB).

Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah sebagai berikut :

(3)

1. Keberhasilan program. 2. Keberhasilan sasaran. 3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989: 121).

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektifitas

Pendekatan efektifitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda dari lembaga damana lembaga mendapatkan input atau masukan berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam lembaga mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap efektifitas terdiri dari :

1. Pendekatan Sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam sasaran tersebut. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektifitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi

Official Goal dengan memperhatikan permasalahan yang

(4)

yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif.

Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai tinggi.

Dalam mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur efektifitas. Secara sederhana efektifitas seringkali diukur dengan jumlah atau kuantitas berbagai jenis sumber yang berhasil diperoleh dari lingkungan. Pengukuran efektifitas dengan pendekatan sumber ini mampu untuk memberikan alat ukur yang sama dalam mengukur

(5)

efektifitas berbagai lembaga yang jenis dan programnya berbeda dan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran.

3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap efektifitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara koordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh lembaga, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan lembaga (Curnningham, 1978: 635).

2.1.3 Masalah Dalam Pengukuran Efektifitas

Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktifitas dan laba. Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil daripada pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :

1. Adanya macam-macam output

Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektifitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektifitas yang tinggi

(6)

pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektifitas yang rendah pada sasaran lainnya. Selain itu, masalah juga muncul karena adanya bagian-bagian dalam suatu lembaga yang menjadi sasaran yang berbeda-beda secara keseluruhan, sehingga pengukuran efektifitas sering kali terpaksa dilakukan dengan memperhatikan bermacam-macam secara simultan.

Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektifitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektifitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektifitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah :

1. Adaptabilitas dan fleksibilitas 2. Produktifitas

3. Keberhasilan memperoleh sumber 4. Keterbukaan dalam komunikasi 5. Keberhasilan pencapaian program

6. Pengembangan program (Steers, 1985: 546).

2. Subjektifitas dalam adanya penilaian

Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya

(7)

dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas.

Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat R.M Steers yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifitas program yang terdapat pada lingkungan yang berbeda.

Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektifitas apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan (Steers, 1985: 558).

(8)

2.2 Warga Binaan Sosial

Warga binaan sosial adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang mendapat pelayanan dan pembinaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosialnya. Dalam penelitian ini, warga binaan sosial yang ada adalah para gelandangan dan pengemis dan orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang berasal dari berbagai tempat dan mereka datang dengan berbagai alasan untuk mendapat bimbingan dan pembinaan dalam bentuk keterampilan dari pihak Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai yang ditangani langsung oleh para pekerja sosial yang fungsional.

Terdapat tugas dan kewajiban warga binaan sosial di UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang harus dipatuhi yaitu sebagai berikut :

1. Setiap warga binaan sosial, baik laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa wajib mengikuti gotong royong kebersihan lingkungan mulai jam 08.00 – 09.00 WIB.

2. Setiap warga binaan sosial laki-laki yang dewasa wajib mengikuti jaga malam sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

3. Setiap warga binaan sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai dilarang mengemis atau meminta sedekah diluaran.

4. Setiap warga binaan sosial yang keluar dari lokasi UPTD Pungai Sejahtera Binjai harus meminta izin dari pimpinan atau petugas satpam.

(9)

5. Setipa warga binaan sosial yang laki-laki dewasa wajib mengikuti shalat Jumat.

6. Setiap warga binaan sosial yang perempuan wajib mengikuti pengajian pada hari Rabu.

7. Setiap warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai wajib mengikuti ceramah agama pada setiap hari Jumat.

8. Setiap warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang mempunyai tamu yang menginap, harus melaporkannya ke pimpinan atau security UPTD Pungai Sejahtera Binjai paling lambat 1x24 jam.

9. Bagi warga binaan sosial yang sudah berkeluarga yakni yang suami istri harus tetap tinggal bersama di dalam kompleks/ lokasi UPTD Pungai Sejahtera Binjai.

10. Bagi suami yang selama ini tidak menjadi warga binaan sosial tidak dibenarkan menitipkan istri dan anak-anaknya di UPTD Pungai Sejahtera Binjai.

11. Bagi setiap warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang tidak menaati tugas dan kewajiban tersebut diatas akan mendapat sanksi sesuai dengan pelanggaran yang diperbuatnya dari pimpinan UPTD Pungai Sejahtera Binjai.

12. Apabila ada warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang melanggar tugas dna kewajiban tersebut diatas, maka akan diberikan surat peringatan I, II dan III.

(10)

13. Apabila ada warga binaan sosial yang melaksanakan pelanggaran berat, maka sewaktu-waktu pimpinan UPTD Pungai Sejahtera Binjai dapat mengeluarkan warga binaan sosial tersebut dari lokasi/ kompleks UPTD Pungai Sejahtera Binjai tanpa melalui surat peringatan I, II, dan III (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2008).

Jumlah warga binaan sosial yang diberikan pelayanan, bimbingan dan rehabilitasi di UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah 215 orang. Tetapi dalam penelitian ini, warga binaan sosial yang mendapat Program Keterampilan Pertanian hanya berjumlah 38 orang, sedangkan bagi warga binaan sosial yang lainnya, mendapat bimbingan untuk program-program lain.

2.3 Pekerja Sosial

Pekerja sosial adalah aktifitas profesional, yang ditujukan untuk menolong orang, baik sebagai individu, kelompok, organisasi maupun masyarakat, dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki kemampuan berfungsi sosial mereka dan menciptakan kondisi atau lingkungan sosial yang memungkinkan orang tersebut mencapai tujuan hidupnya. Dengan demikian pekerja sosial berkepentingan menyediakan pelayanan sosial yang efektif dan manusiawi untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat agar dapat berfungsi dan meningkatkan kualitas hidupnya (Susantyo, 2008: 3).

(11)

2.3.1 Tujuan Pekerja Sosial

1. Membantu orang memperluas kompetensinya dan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi serta memecahkan permasalahannya.

2. Membantu orang lain dalam memperoleh sumber-sumber

3. Membuat organisasi-organisasi yang responsif dalam memberikan pelayanan sosial.

4. Memberikan fasilitas interaksi antara individu dengan individu lain dalam lingkungan mereka.

5. Mempengaruhi interaksi antara organisasi-organisasi dengan institusi-institusi.

6. Mempengaruhi kebijakan sosial maupun kebijakan lingkungan (Susantyo, 2008: 5).

2.3.2 Fungsi Pekerja Sosial

1. Membantu orang meningkatkan dan meggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami.

2. Mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber dengan mengidentifikasi dan memberikan informasi tentang sistem

(12)

sumber yang ada, serta membantu orang mengatasi masalah-masalah praktis dalam memanfaatkan sistem-sistem sumber.

3. Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber, yaitu dengan memberikan pelayanan konsultasi bagi sistem-sistem sumber kemasyarakatan dan bertindak sebagai advokat dari konsumen.

4. Memberikan fasilitas interaksi di dalam sistem-sistem sumber, yaitu dengan menyalurkan informasi dari satu bagian sistem kepada bagian sistem yang lain, serta membantu mengorganisasikan sub-sub sistem dan bertindak untuk merubah bagian-bagian sistem tersebut.

5. Mempengaruhi kebijakan sosial, yaitu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang permasalahan dan kondisi yang perlu diubah melalui perubahan kebijakan sosial.

6. Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material, yaitu dengan menentukan kebutuhan dan ketepatan sumber-sumber serta menetukan orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk memanfaatkan sumber tersebut.

7. Memberikan pelayanan sebagai pelaksana kontrol sosial, yaitu mensupervisi orang yang bertingkah laku menyimpang serta memberikan lisensi kepada sumber-sumber yang memberikan fasilitas untuk menjamin pelayanan yang memadai bagi orang-orang yang membutuhkan ( Susantyo, 2008: 6).

(13)

2.3.3 Metode Pekerja Sosial

1. Metode Social Case Work (Bimbingan Perseorangan)

merupakan suatu metode pokok yang dipergunakan untuk menolong individu-individu atau keluarga-keluarga yang mengalami kesukaran dalam fungsi sosialnya. Dalam pemberian pelayanan dengan menggunakan meode ini, hubungan pribadi ataupun relasi pekerja sosial dengan klien sangatlah mempengaruhi hasil yang dicapai.

2. Metode Social Group Work (Bimbingan Kelompok)

merupakan metode pekerjaan sosial untuk membantu atau melayani individu dalam suatu kesatuan kelompok atau untuk membantu individu-individu melalui kelompok. Metode ini menggunakan pendekatan yang beranekaragam untuk pencapaian sekumpulan tujuan antara lain perubahan tingkah laku, kesadaran diri sendiri dan pertumbuhan pribadi serta keterampilan untuk menciptakan hubungan dengan orang-orang lain.

3. Metode Community Organization and Community Developmnet (CO-CD)

merupakan metode dalam usaha kesejahteraan sosial yang menitikberatkan objek pembahasannya pada pemberian bantuan sosial bagi masyarakat. Fokus usaha tersebut dapat berupa lapangan-lapangan tertentu dalam bidang kesejahteraan sosial,

(14)

seperti aktifitas waktu luang, rekreasi dan daerah rukun tetangga desa, kota dan sebagainya (Muhidin, 1992: 10).

Dalam pelaksanaan pemberian pelayanan dan bimbingan, pekerja sosial yang merupakan pihak lembaga yang mempunyai tugas, fungsi dan dengan menggunakan metode sesuai dengan penjelasan diatas adalah berjumlah 4 orang, tetapi dalam pelaksanaan program keterampilan pertanian dilapangan, hanya ada 1 orang yang juga berperan sebagai instruktur pertanian di UPTD Pungai Sejahtera Binjai, dibantu dengan instruktur pertanian yang ada di Dinas Pertanian Kabupaten Langkat. Karena pihak lembaga tersebut sudah bersifat fungsional, yang telah memenuhi kriteria sebagai seorang pekerja sosial yang fungsional.

2.4 Program Keterampilan Pertanian

Pemberian keterampilan adalah usaha pengarahan pada penyesuaian diri, integritas pribadi dan pengembangan pribadi secara wajar dan bertanggung jawab, sedangkan pelayanan dan pembinaan keterampilan adalah pelayanan sosial dalam bidang peningkatan keterampilan, misalnya : bidang pertukangan, penjahitan, kerajinan tangan, peternakan dan pertanian (Suparlan, 1983: 91). Begitu juga dengan Program Keterampilan Pertanian adalah salah satu bentuk pelayanan dalam pembinaan untuk mengarahkan seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk menambah dan meningkatkan keterampilan dalam bidang pertanian.

Program Keterampilan Pertanian merupakan salah satu program pembangunan pertanian yang berasal dari pemerintah, yang dalam hal ini adalah

(15)

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara melalui UPTD Pungai Sejahtera Binjai sebagai Pelaksana. Dalam Program Keterampilan Pertanian ini selain harus mampu menguasai bagaimana cara menanam, memupuk, mengolah dan memanen, diharapkan juga para warga binaan sosial dapat mengikuti perkembangan alat dan mesin pertanian yang sudah modern dengan proses pengoperasiannya yang sedemikian teraturnya. Mesin-mesin pertanian harus dapat menggantikan pekerjaan tangan dengan standar hasil dan harus mendapatkan hasil maksimal yang dicapai dengan menggunakan tenaga manusia.

Program Keterampilan Pertanian adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan sikap dan keterampilan dalam bidang pertanian yang sasarannya adalah segenap warga binaan sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Metode yang diterapkan dalam program keterampilan pertanian ini adalah belajar sambil bekerja dan mengajarkan pada warga binaan sosial untuk lebih giat dalam mempelajari dan menguasai keterampilan pertanian tersebut. Sedangkan pola komunikasi yang dikembangkan adalah komunikasi dua arah, yaitu melalui teori yang disampaikan secara lisan dan praktik secara langsung dilapangan serta dalam bentuk kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Program keterampilan pertanian ini harus mampu menumbuhkan cita-cita yang dilandasi untuk selalu berpikir kreatif dan dinamis yang mengacu pada kegiatan-kegiatan yang ada dan dapat ditemui di lapangan atau harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi oleh para warga binaan sosial.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Program keterampilan pertanian adalah salah satu program keterampilan yang menjadi program sasaran kemandirian sosial yang ditujukan bagi para

(16)

gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang akan menjadi warga binaan sosial di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Program ini langsung didampingi oleh instruktur pertanian yang ada di UPTD Pungai Sejahtera. Selain itu, pemberian program keterampilan kepada para warga binaan sosial bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Langkat.

Program Keterampilan Pertanian ini terdiri dari beberapa varietas yaitu:

a. Keterampilan Pertanian Jagung, yang terdiri dari jagung yang diproduksi untuk makanan ternak dan jagung manis untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

b. Keterampilan Pertanian Semangka.

c. Keterampilan Pertanian sayur mayur, seperti : bayam dan kangkung.

Sedangkan Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian di UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari 2 tahap yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Awal

Pada tahap ini warga binaan sosial diberikan lahan binaan seluas 2 hektar. Disini mereka diberikan bimbingan awal dalam bidang pertanian, yang terdiri dari :

a. Memotong batang jagung sisa panen, dikarenan lahan pada tanaman jagung merupakan lahan pertanian yang paling luas yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Kemudian rumput dan sampah yang telah dibersihkan dibakar, tujuannya untuk membuka lahan baru untuk proses tanam selanjutnya. Dalam

(17)

kegiatan ini, warga binaan sosial diberikan upah layak sebesar Rp. 20.000,- per harinya dari pukul 09.00 – 16.00 WIB untuk memicu semangat mereka.

b. Melalui instruktur pertanian diberikan penjelasan dalam bentuk teori dan praktek mengenai tahap-tahap bagaimana cara mengolah lahan, menanam, mengurus tanaman, memupuk, membibit, sampai tahap memanen. Proses ini dapat berlangsung lama, karena para warga binaan sosial yang sebelumnya tidak mempunyai keterampilan dalam bidang pertanian harus benar-benar menguasainya.

c. Selain itu, diberikan bimbingan dalam keterampilan menggunakan alat-alat dan mesin pertanian. Tujuannya untuk mempermudah kinerja dari para warga binaan sosial dalam mengolah lahan mereka. Pada tahap ini diberikan juga penjelasan dalam menggunakan teknologi mesin pertanian, yang nantinya dapat berguna jika para warga binaan sosial membuka lahan di tengah-tengah masyarakat. Tetapi dalam proses ini, para warga binaan sosial yang baru saja mendapat keterampilan dibantu oleh warga binaan sosial yang telah mendapat keterampilan sebelumnya (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2008).

(18)

2. Tahap Lanjut

Pada tahap ini warga binaan sosial yang telah mendapatkan keterampilan pada tahap awal yang dinyatakan telah lulus dan mampu dalam bidang pertanian, akan diberikan lahan seluas 14 hektar untuk diolah sebagaimana mestinya. Lahan tersebut harus mampu dipergunakan dalam mengolah tanaman jagung, semangka dan sayur-mayur. Pada tahap lanjut ini juga, para warga binaan sosial lebih mendapat pengawasan dari instruktur pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Langkat.

Dalam lahan tersebut, para warga binaan sosial akan dituntut lebih kreatif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari varietas yang ditanamnya. Karena pada saat inilah para warga binaan sosial mendapatkan hasil tanaman yang akan dijual ke pasar ataupun perusahaan. Hasil tersebut akan menjadi simpanan para WBS untuk tabungan kedepan sebagai modal untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakat (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2009).

2.5 Kesejahteraan Sosial

Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu program yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan suatu konsep yang relatif baru berkembang (Muhidin, 1992: 1). Di dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan kesejahteraan sosial adalah merupakan keadaan yang sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial

(19)

tertentu saja. Kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam mengembangkan kepribadiannya secara sempurna (Suparlan, 1983: 53).

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kesejahteraan sosial adalah sebagai suatu kondisi atau keadaan sejahtera, baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyakit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian tersebut disempurnakan menjadi suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka (Nurdin, 1989: 28).

Dalam UU No.11 Tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial Pasal 1, dijelaskan bahwa :

“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan materil, spiritual, dan sosial warga negara agar dapt hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya“.

Terdapat pula beberapa pengertian kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu :

Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan (Friedlander dalam Rukninto, 1994: 5). Kesejahteraan sosial termasuk didalamnya adalah peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketenteraman dalam masyarakat (Wickenden dalam Rukminto, 1994: 5).

(20)

Melalui beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan pengertian kesejahteraan sosial adalah pemenuhan kebutuhan materil maupun spiritual yang meliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia dengan Pancasila.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, program keterampilan pertanian yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai ini dapat dijadikan sebagai program kesejahteraan sosial bagi para gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, agar dapat berfungsi secara sosial sebagaimana mestinya. Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi maupun kehidupan spiritual.

2.6 Kerangka Pemikiran

Program rehabilitasi tuna sosial gelandangan dan pengemis, seperti yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah merupakan program pembangunan bidang kesejahteraan sosial dan merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Berbagai upaya telah dilakukan instansi teknis bersama masyarakat melalui kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik dengan sistem penampungan

(21)

dalam panti maupun luar panti, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain; besarnya permasalahan gelandangan dan pengemis yang tidak seimbang dengan jangkauan pelayanan, keterbatasan SDM, dana, sarana dan prasarana. Selain itu, masyarakat masih simpati dengan memberikan sebagian rezekinya kepada mereka yang meminta-minta di persimpangan jalan dan di bawah lampu merah.

Menyikapi persoalan itu, Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara menetapkan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai sebagai salah satu lembaga pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan, bimbingan dan rehabilitasi kepada para gelandangan dan pengemis agar mereka dapat memperoleh keterampilan yang nantinya dapat digunakan untuk kembali ketengah-tengah masyarakat.

UPTD Pungai Sejahtera Binjai telah menetapkan salah satu program yang dapat membantu para gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan yang tidak memiliki keterampilan dan pendidikan sebelumnya. Program keterampilan pertanian ditetapkan sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang dan dianggap telah membuat suatu perubahan bagi para gelandangan dan pengemis sebagai warga binaan sosial untuk dapat lebih mandiri dan berfungsi secara sosial, sehingga dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.

Program Keterampilan Pertanian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu : Tahap Awal, yaitu tahap dimana warga binaan sosial mendapat bimbingan awal yang berupa memotong batang jagung dan rumput yang ada disekitar lahan kemudian dibakar, tujuannya untuk membuka lahan baru ke proses tanam selanjutnya.

(22)

Melalui instruktur pertanian diberikan penjelasan bagaimana cara mengolah lahan, menanam, mengurus tanaman, memupuk, membibit, sampai tahap memanen. Selain itu, diberikan bimbingan dalam keterampilan menggunakan alat-alat dan mesin pertanian. Setelah melalui tahap awal dengan hasil yang baik, maka para warga binaan sosial yang bisa mengikuti tahap berikutnya, yaitu Tahap Lanjut. Pada tahap ini para warga binaan sosial akan diberikan lahan seluas 14 hektar untuk diolah sebagaimana mestinya. Dalam lahan tersebut, para warga binaan sosial akan dituntut lebih kreatif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari varietas yang ditanamnya.

Keberhasilan Program Keterampilan Pertanian oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai bagi warga binaan sosial dapat dilihat dari warga binaan sosial yang telah mandiri dan kembali ketengah-tengah masyarakat dengan menggunakan segala keterampilan yang telah diperoleh yaitu sebagai berikut :

1. Telah memiliki tabungan yang sebelumnya disimpan di Koperasi UPTD Pungai Sejahtera Binjai sebesar 5 juta - 10 juta rupiah dalam jangka waktu 2 tahun.

2. Memiliki keterampilan dalam bidang pertanian yang telah diperoleh selama berada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai, yaitu pada pertanian jagung, semangka, dan sayur mayur.

3. Mampu membuka lahan sendiri sebagai sistem sumber yang kemudian dikembangkan, yang bertujuan sebagai mata pencaharian mereka dikemudian hari.

(23)

4. Terpenuhinya kebutuhan dasar mereka sehari-hari dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Berdasarkan indikator tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa efektifitas pelaksanaan program keterampilan pertanian dapat dilihat dari 3 indikator yang sesuai untuk mencapai keberhasilan dalam pencapaian sasaran dan tujuaan program dengan teori efektifitas adalah sebagai berikut:

1. Kualitas, merupakan mutu dari pelaksanaan program keterampilan pertanian, yaitu tingkat keberhasilan program yang dilihat dari perubahan struktur kehidupan dan kebiasaan sehari-hari, berupa kegiatan yang dilakukan oleh warga binaan sosial. Selain itu, dapat dilihat juga dari tingkat keterampilan yang telah dikuasai oleh warga binaan sosial selama mengikuti program keterampilan pertanian tersebut.

2. Kuantitas, merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh oleh warga binaan sosial selama mengikuti program keterampilan pertanian. Jumlah pendapatan ini merupakan modal awal mereka untuk mandiri.

3. Waktu, yang merupakan ketepatan waktu para warga binaan sosial dalam melaksanakan program keterampilan pertanian tersebut. Dimana telah ditetapkan bahwa para warga binaan sosial akan dibina selama 2 tahun.

(24)

Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera

Binjai

Warga Binaan Sosial

Efektifitas Pelaksanaan Program : 1.Kualitas, yaitu tingkat keberhasilan program yang dilihat dari perubahan struktur kehidupan/ kebiasaan sehari-hari, tingkat keterampilan yang telah dikuasai oleh warga binaan sosial.

2.Kuantitas, yaitu jumlah pendapatan yang dapat diperoleh oleh warga binaan sosial selama mengikuti program keterampilan pertanian tersebut.

3.Waktu yaitu merupakan ketepatan waktu para warga binaan sosial dalam melaksanakan program keterampilan pertanian tersebut. dibina selama 2 tahun.

Program Keterampilan Pertanian : 1. Tahap Awal yaitu : memotong batang jagung, membakar rumput untuk membuka lahan baru, pemberian teori dan praktek dalam mengolah lahan, menanam, mengurus tanaman, memupuk, membibit sampai tahap memanen, dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat pertanian.

2.Tahap Lanjut yaitu : tahap dimana WBS dituntut untuk bekerja pada lahan sendiri untuk menghasilkan produksi yang terbaik.

(25)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989: 32).

Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009: 112).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, terlihat bahwa faktor kemiskinan yang membuat para warga binaan sosial tersebut sebelumnya menjadi gelandangan dan pengemis. Apalagi dengan tidak memiliki keterampilan dan pendidikan yang membuat warga binaan sosial dapat hidup lebih baik lagi. Oleh sebab itu, ketika memulai kehidupan sebagai warga binaan sosial yang akan memperoleh bimbingan dan keterampilan, para eks gepeng sangat sulit untuk mengikuti setiap program yang diberikan. Hal itu dikarenakan para gelandangan dan pengemis tersebut sebelumnya tidak memiliki keterampilan, pengetahuan dan pendidikan apapun, sehingga pada saat harus mampu menguasai beberapa

(26)

keterampilan yang diberikan, warga binaan sosial akan sulit menerimanya. Diharapkan UPTD Pungai Sejahtera Binjai dan semua para pekerja sosial yang fungsional termasuk instruktur pertanian dan Dinas Pertanian Kabupaten Langkat mampu sebagai alat motivator bagi para warga binaan sosial untuk membantu mereka dalam mengubah kebiasaan dan struktur kehidupan sebagaimana mestinya dan akan lebih efektif.

Kerangka Konsep Penelitian :

1. Warga Binaan Sosial yang terdiri dari :

1.1 Gelandangan

Gelandangan adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak layak, tempat tinggal berpindah-pindah dan tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Gelandangan adalah orang-orang yang relatif tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal tertentu menurut ketentuan-ketentuan umum (Suparlan, 1983: 37). Pengertian gelandangan menurut Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara adalah orang yang hidup tidak sesuai norma masyarakat, tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan tetap. Ciri-cirinya antara lain :

a. Hidup menggelandang ditempat-tempat umum terutama di kota-kota.

b. Tempat tinggalnya tidak tetap, digubug liar, emperan toko, di bawah jembatan dan sejenisnya.

(27)

d. Miskin (Dinas Kesejahteraan dan Sosial, 2007).

1.2 Pengemis

Pengemis adalah seseorang yang meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain dengan mendapatkan uang ataupun barang. Pengemis adalah orang-orang yang hidupnya tergantung kepada pemberian atau belas kasihan orang lain (Suparlan, 1983: 105). Sedangkan menurut Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, pengemis adalah orang yang mendapat penghasilan dengan cara meminta-minta di tempat umum dan mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Ciri-cirinya antara lain :

a. Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah, dan tempat umum lainnya.

b. Pada umumnya bertingkah laku agar mendapatkan belas kasihan, berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan ayat-ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.

c. Anak sampai usia dewasa (laki-laki atau perempuan) yang berusia 18-59 tahun (Dinas Kesejahteraan dan Sosial, 2007).

(28)

2. Efektifitas Pelaksanaan Program

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, dikatakan bahwa Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai, maka dalam Program Keterampilan Pertanian ini, efektiftasnya dapat dilihat dari 3 aspek yaitu :

1. Kualitas, yaitu tingkat keberhasilan program yang dilihat dari perubahan struktur kehidupan dan kebiasaan sehari-hari, serta tingkat keterampilan yang telah dikuasai oleh warga binaan sosial.

2. Kuantitas, yaitu jumlah pendapatan yang dapat diperoleh oleh warga binaan sosial selama mengikuti program keterampilan pertanian tersebut.

3. Waktu yaitu merupakan ketepatan para warga binaan sosial dalam melaksanakan program keterampilan pertanian tersebut. dibina selama 2 tahun.

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan sebagai definisi konsep untuk melihat efektifitas pelaksanaan program keterampilan pertanian bagi warga binaan sosial dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjukan

(29)

keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan yaitu dari tingkat kualitas, kuantitas dan waktu.

2. Pelaksanaan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat, kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan atau digariskan dalam keputusan kebijakan (Jones, 1994 : 35).

3. Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan.

4. Program keterampilan pertanian adalah salah satu program keterampilan yang menjadi program sasaran kemandirian sosial yang ditujukan bagi para gelandangan dan pengemis yang menjadi warga binaan sosial di UPTD Pungai Sejahtera Binjai.

5. Pekerja sosial adalah keterampilan teknis yang dijadikan wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial.

6. Kesejahteraan sosial adalah keadaan yang sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang menyangkut keseluruhan syarat yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam mengembangkan kepribadiannya secara sempurna.

(30)

2.7.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989: 33). Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan penelitian di lapangan. Maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan untuk bertujuan menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang dapat diuji dan diketahui kebenarannya oleh orang lain.

Dalam penelitian ini, efektifitas program keterampilan pertanian bagi para gelandangan dan pengemis dapat diukur dari indikator sebagai berikut :

1. Program Keterampilan Pertanian yang merupakan program dari UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang bertujuan untuk memberikan pelayanan dalam bentuk bimbingan dan rehabilitasi kepada para gelandangan dan pengemis dan orang-orang yang sangat rentan dengan kemiskinan serta tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan, sehingga pada akhirnya mereka dapat berfungsi secara sosial dan dapat mendiri untuk kembali ketengah-tengah masyarakat.

2. Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu sebagai berikut :

(31)

2.1 Tingkat kualitas program terdiri dari :

a. Perubahan struktur kehidupan dan kebiasaan sehari-hari, yaitu bagaimana para warga binaan sosial dapat lebih giat dalam melaksanakan program keterampilan pertanian ini setiap harinya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

a.1 Efektif, jika para warga binaan sosial melakukan kegiatan ini dilakukan setiap hari sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai.

a.2 Tidak efektif, jika para warga binaan sosial malas untuk melakukan kegiatan program keterampilan pertanian ini setiap harinya.

b. Keterampilan yang dimiliki dan dikuasai, yaitu bagaimana para warga binaan sosial menjadi berbakat atau tidak berbakat dalam bidang pertanian.

b.1 Berbakat ( efektif ) :

b.1.1 Berhasil melalui tahap awal dalam lahan binaan dan kemudian melanjutkan program ke tahap lanjut pada lahan warga binaan sosial.

b.1.2 Mampu menguasai 5 tahap dalam program keterampilan pertanian yang terdiri dari :

(32)

menanam, mengurus dan merawat, memanen, mengolah, menjual.

b.1.3 Mampu mengggunakan alat-alat pertanian, seperti : cangkul, hans spayer, dan beco.

b.2 Tidak berbakat ( tidak efektif ) :

b.2.1 Tidak dapat melanjutkan pada tahap lanjut, karena tidak dapat melalui proses pada tahap awal.

b.2.2 Tidak mampu menguasai 5 tahap dalam program pertanian.

b.2.3 Tidak mampu menggunakan alat-alat pertanian.

2.2 Tingkat kuantitas program, yaitu bagaimana para warga binaan sosial mampu menghasilkan varietas ataupun dapat memanen hasil pertanian mereka sendiri yang terdiri dari :

a. Tanaman jagung : a.1 Efektif, jika

Input ( modal ) = Rp. 150.000,- / rante Output ( hasil ) = Rp. 600.000,- / rante a.2 Tidak efektif, jika

Input ( modal ) > Rp. 150.000,- / rante Output ( hasil ) < Rp. 600.000,- / rante.

(33)

b. Tanaman semangka :

b.1 Efektif, jika hasilnya bisa mencapai 4 kali panen dibandingkan dengan tanaman jagung dalam jangka waktu setahun.

b.2 Tidak efektif, jika hasil panen kurang dari 4 kali dibandingkan dengan tanaman jagung dalam jangka waktu setahun

c. Tanaman sayur mayur :

c.1 Efektif, jika hasilnya bisa mencapai 4 kali panen dalam jangka waktu setahun.

c.2 Tidak efektif, jika hasil panen kurang dari 4 kali dalam jangka waktu setahun

c. Pembagian hasil panen para warga binaan sosial, yaitu :

c.1 Efektif, jika 70 % dari hasil penjualan panen untuk disimpan ke Koperasi dan 30 % untuk keperluan keluarga warga binaan sosial.

c.2 Tidak efektif, jika hasil panen tidak disimpan ke Koperasi dan semua hasilnya digunakan untuk keperluan keluarga saja.

(34)

2.3 Waktu dalam pelaksanaan program tersebut adalah :

a. Efektif, yaitu : jika program keterampilan pertanian ini dapat dikuasai oleh para warga binaan sosial hanya dalam waktu 2 tahun.

b. Tidak efektif, yaitu : jika program keterampilan pertanian ini dikuasai oleh para warga binaan sosial lebih dari 2 tahun (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2007, 2008, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Dirgaputra Ekapratama sebagai Pengusaha Kena Pajak secara administrasi sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 85/PMK.03/2012, namun dalam perhitungan

Faktor pendukung dalam pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar untuk pembelajaran kelas V di SDN Tingal 1 adalah sarana dan prasaran yang berupa

Industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang h a t dengan industri-industri laimya.. dan memiliki daya serap tenaga

Ketenagakerjaan untuk meningkatkan lagi kinerja layanan online yakni dalam hal kemudahan akses, kecepatan dan efisiensi pelayanan sehingga mampu menjadi solusi untuk

(1) Penyelenggaraan seluruh jenis Pengembangan Kompetensi bagi PNS di lingkungan Pemerintah Daerah wajib memiliki bukti Pengembangan Kompetensi yang dikeluarkan oleh

mencakup ekspor impor hasil hutan, perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar, realisasi penerimaan negara dari.. perdagangan tumbuhan dan satwa liar ke luar negeri

Pendekatan multidimensi ini cocok dipakai untuk penelitian kecil ini karena di dalamnya mencakup sejarah politik dan ekonomi yang membutuhkan teori-teori politik dan

Pada penerbitan Volume 18 (delapan belas), Nomor 1 (satu) ini menyajikan 5 (lima) tulisan yang membahas kebutuhan dan kondisi rambu lalu lintas, risiko pengoperasian sarana