• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Permasalahan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia.docx"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Permasalahan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia

Dewasa ini, pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, antara lain dengan didirikannya sekolah yang bertaraf internasional. Hal ini tentunya ditujukan untuk menjadikan pendidikan di Indonesia semakin bertambah maju. Namun demikian, pendidikan ini tidak lepas dari berbagai permasalahannya di dalam

pengembangaannya. Salah satu pembelajaran yang menjadi permasalahan adalah pembelajaran IPA yang ada di Indonesia.

Berkaitan dengan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia yang ada pada saat ini, permasalahan dikelompokkan menjadi dua yaitu

permasalahan yang berasal dari faktor eksternal dan permasalahan dari faktor internal. Dari kedua permasalahan ini diperlukan suatu solusi-solusi agar hambatan pendidikan yang ada di Indonesia semakin berkurang dan tujuan pendidikan Indonesia terwujud.

Permasalahan yang berasal dari faktor eksternal antara lain.

Pertama,kurikulum yang dilaksanakan di Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menggunakan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang merupakan pengembangan dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang ada pada tahun 2004. Didalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya (Fadli, 2010). Namun, dalam perkembangannya penerapan KTSP masih menuai berbagai permasalahan antara lain adalah keterlibatan guru dalam penyusunan KTSP, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sampai saat ini sekolah ternyata masih tergantung dengan model kurikulumdari pusat kurikulum

ataupun dari Direktorat Pembinaan TK/SD/SMP/SMA/SMK. KTSP di sekolah hanyalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh direktorat terkait, dan yang menyedihkan adalah pihak sekolah takut

(2)

mengembangkan lebih lanjut walaupun sudah memenuhi standar-standar dari BSNP, seharusnya pihak sekolah didorong untuk

mengembangkan KTSP sejauh memenuhi pedoman dan standar-standar yang telah ditetapkan (Sulipan, Tanpa Tahun). Setiap sekolah yang ada di seluruh wilayah Indonesia memiliki karakteristik kedaerahan yang berbeda-beda. Hal ini tentunya juga harus terdapat perbedaan dalam pengelolaan KTSP. KTSP yang diterapkan sebaiknya disesuaikan dengan potensi kedaerahan tersebut namun tetap berada pada pedoman dan standar yang telah ditetapkan pada KTSP. Penerapan KTSP yang

demikian tentunya hanya mampu dilakukan oleh sekolah-sekolah yang berada pada daerah masing-masing. Pengembangan ini akan menuntut setiap sekolah yang berada disetiap daerah untuk lebih kerja keras. Kedua, bahan ajar yang digunakan dalam membantu siswa mencapai kompetensi. Permasalahan yang berkaitan dengan bahan ajar karena guru yang mengalami kesulitan dalam memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat. Hal ini disebabkan oleh

kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Tugas guru adalah menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi

bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid. Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran, dsb (Sundiawan, 2008). Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Bukupun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar. Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku (Sundiawan, 2008). Sehubungan dengan itu, perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu

memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya dengan tepat. Rambu-rambu dimaksud antara lain berisikan konsep dan prinsip pemilihan materi pembelajaran, penentuan cakupan, urutan,

(3)

kriteria dan langkah-langkah pemilihan, perlakuan/pemanfaatan, serta sumber materi pembelajaran (Sundiawan, 2008).

Ketiga, kompetensi guru ketika mengajar. Berkaitan dengan kompetensi guru ini terdapat beberapa masalah antara lain guru yang tidak siap mengajar atau guru belum memahami materi yang diajarkan, guru kesulitan dalam memunculkan minat belajar siswa dan sulitnya guru menanamkan konsep yang benar pada siswa (Rahmatulloh, 2010). Solusi dalam mengatasi masalah ini yaitu berawal dari minat guru

sendiri untuk belajar dan mempersiapkan materi pelajaran dengan baik sebelum memulai pelajaran. Selain itu, juga harus mampu membuat ide-ide kreatif yang menarik sehingga siswa menjadi tertarik dan minat belajarnya meningkat.

Keempat, penggunaan metode pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Permasalahan yang muncul dari penggunaan metode pembelajaran adalah kurang optimalnya penggunaan metode

pembelajaran selain itu juga kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan (Rahmatulloh, Tanpa Tahun). Solusi dari permasalahan ini yaitu guru hendaknya lebih selektif terhadap penggunaan metode pembelajaran. Guru harus tepat memilih metode pembelajaran yang digunakandalam mengajar. Hal ini dapat dikaji dari karakteristiksiswa dalam kelas dan karakteriistik metode pembelajaran yang

digunakan.selain itu, didalam pembelajaran IPA, guru juga lebih baik jika mengaitkan konsepdengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewey (1916) dalam Toharudin (2005) dalam Rahmatulloh (2010) siswa akan belajar denan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang tekah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini

menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.

Kelima, sarana dan prasarana yang mendukung terciptanya suasana yang kondusif di dalam belajar. Prasarana pembelajaran meliputi sarana olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik (Uman, 2010). Sarana tersebut terkadang kurang memadahi sehingga kegiatan belajar menjadi

(4)

sehingga kegiatan belajar menjadi kondusif, selain itu guru harus lebih kreatif bila sarana tersebut belum terbenahi agar siswa tetap dapat berkonsentrasi.

Keenam, evaluasi yang dilaksanakan di dalam pengajaran.

Permasalahan yang sering dialami guru dalam melaksanakan evaluasi yaitu guru kadang enggan melaksanakan evaluasi pembelajaran karena keterbatasan waktu. Hal ini karena menurut mereka lebih baik

menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut. Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Kelemahan dari hal ini adalah bagi anak yang suka gugup maka hasil evaluasi tidak akan maksimal (Afdhee, 2007). Evaluasi didalam pengajaran sebaiknya

dilakukan pada tiap pertemuan. Evaluasi ini dapat berupa evaluasi lisan maupun tertulis, baik dilaksanakan secara formal maupun non formal. Guru dapat mengevaluasi siswa dengan bertanya ditengah-tengah pemberian pelajaran. Hal ini akan membuat guru semakin mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran.

Ketujuh, jumlah siswa di dalam suatu pembelajaran (didalam kelas). Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik (Muslimin, 2010). Suatu kelas sebaiknya memiliki jumlah peserta yang tidak terlalu banyak karena hal ini akan berhubungan dengan keadaan kondusif yang diinginkan yang pada akhirnya menuju pada keberhasilan pembelajaran. Kedelapan, faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan belajar dan mengajar suatu sekolah. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan sosial dari siswa tersebut. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam

kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian (Uman, 2010). Dalam kaitan tersebut, guru sebaiknya memberikan perhatian khusus pada masing-masing siswa khususnya pada siswa yang

mengalami permasalahan dalam pergaulan sosial. Hal ini karena beberapa siswa yang mengalami permasalahan sosial pada dasarnya merupakan bentuk interaksi mereka untuk mendapatkan suatu perhatian.

(5)

pertama, karakter dari siswa yang bersangkutan. Setiap siswa didalam kelas memiliki karakter yang berbeda-beda pada setiap individunya (Muslimin, 2010). Banyaknya perbedaan ini tentunya akan berpengaruh terhadap kondisi siswa dalam belajar. Salah satu usaha agar

pembelajaran tercapai dari permasalahan ini adalah dengan pembentukan kelompok-kelompok belajar didalam kelas. Hal ini

bertujuan supaya tiap individu di dalam kelas menjadi subjek utama dan dapat saling berinteraksi dengan semua individu sehingga merasa

belajar lebih nyaman. Kedua, motivasi belajar dari siswa. Tidak

diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Siswa memiliki semangat yang berfluktuasi secara terus menerus. Lemahnya motivasi akan melemahkan kegiatan belajar. Beberapa hal yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa antara lain kurangnya perhatian guru terhadap siswa (Muslimin, 2010), siswa yang bosan dengan

pengajaran dan materi yang diberikan (Agus, 2010). Dalam hal ini guru sebaiknya memberikan suatu motivasi missalnya dalam bentuk

pengetahuan-pengetahuan baru bagi mereka yang belum ada didalam buku pegangan siswa. Bentuk perhatian guru dapat dilakukan dengan mengajar lebih aktif, yaitu berkeliling dan member perhatian siswa yang belum bisa. Bentuk motivasi lain yaitu penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu serta ganjarannya bagi orang yang mencari ilmu. Ketiga, sikap siswa terhadap belajar. Setiap individu

memiliki sikap belajar yang berbeda-beda. Permasalahan terkait dengan sikap siswa terhadap belajar ini antara lain menerima, menolak atau mengabaikan (Uman, 2010). Siswa cenderung menolak dengan rumus-rumus fisika dan matematika yang sangat banyak dan membingungkan. Selain itu, guru yang memiliki image bahwa siswa tidak berbakat

matematika juga semakin memperparah kondisi sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika (Surya, 2010). Di dalam mengatasi

permasalahan ini perlu adanya suatu ide kreatif dari guru, misalkan dengan menanamkan image bahwa “Fisika itu Mudah”. Siswa cenderung akan tersugesti dari kata-kata guru untuk menerima suatu pembelajaran dengan semangat. Hal lain yang juga dapat dilaksanakan adalah dengan memberikan rumus dengan analogi hal-hal lain yang terdapat disekitar kita dan mudah dipahami.

Keempat, konsentrasi belajar dari siswa di dalam menerima pelajaran. Permasalahan yang sering terjadi adalah siswa tidak mampu

berkonsentrasi secara penuh terhadap suatu mata pelajaran yang diajarkan. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan

(6)

ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan (Uman, 2010). Obrolan ini dapat berupa pemberian pengetahuan hal baru, lelucon atau tebak-tebakan.

Rujukan

Afdhee. 2007. Kegagalan Guru Dalam Melakukan Evaluasi (online) (http://re-searchengines. com/afdhee5-07-2.html, diakses tanggal 16 desember 2010)

Agus. 2010. Permasalahan Matematika. (online)

(http://agus.blogchandra.com/permasalahan- matematika/, diakses tanggal 13 desember 2010)

Fadli. 2010. Masalah Kurikulum Dalam Pendidikan. (online)

(http://fadlibae.wordpress.com /2010/03/24/masalah-kurikulum-dalam-pendidikan/, diakses tanggal 16 desember 2010)

Muslimin. 2010. Pengelolahan Kelas. (online)

(http://moeslemin.wordpress.com/ pengelolahan-kelas/, diakses tanggal 16 desember 2010)

Rahmatulloh. 2010. Permasalahan Pembelajaran IPA di SD dan Solusinya. (online)

(http://sopi- rahmatulloh.blogspot.com/2010/03/permasalahan-pembelajaran-ipa-di-sd-dan.html, diakses tanggal 13 desember 2010)

Sulipan. Tanpa Tahun. PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI KTSP DI SEKOLAH. (online)

(http://sekolah.8k.com/rich_text_13.html, diakses tanggal 16 desember 2010)

Sundiawan, Awan. 2010. Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. (online) (http://awan965. wordpress.com/2008/11/19/memilih-dan-menyusun-bahan-ajar/#more-1397, diakses tanggal 16 desember 2010)

Surya, Yohanes. 2010. Problem Akut Sistem Pembelajaran di Indonesia. (online)

(http://nusantaranews.wordpress.com/2010/01/08/prof-yohanes-surya-problem-akut-sistem-pembelajaran-di-indonesia/, diakses tanggal 16 desember 2010 )

(7)

Uman. 2010. Masalah-Masalah Dalam Belajar. (online)

(http://umanradieta.blogspot.com/p/ masalah-masalah-dalam-belajar.html, diakses tanggal 16 desember 2010)

(http://chipzone.blogspot.co.id/2012/01/permasalahan-belajar-dan-pembelajaran.html)

Masalah Pembelajaran IPA Terpadu

Shares

 Education

0

Masalah Pembelajaran IPA Terpadu -Pembelajaran IPA Terpadu memiliki banyak keunggulan karena mampu melihat permasalahan dari berbagai sisi disiplin ilmu, namun pembelajaran tersebut masih terbilang sulit untuk dilakukan secara optimal. Banyak sekali penyebab utama sehingga

pembelajaran kurang optimal, oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut. Jurnal ini akan membantu mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan buruknya pembelajaran IPA terpadu.

Problems and Prospects of Teaching Integrated Science in Secondary Schools in Warri, Delta State, Nigeria

Latar Belakang

 Tuntutan guru terhadap pemberian status profesional. Sebelumnya guru seperti pelarian ( Namine 2008).

 Terjadi kelangkaan guru sesuai latar belakang pendidikan, pendidikan yang memadai, dan keterampilan khusus untuk mengajar yang efektif sangat penting dalam pembelajaran di kelas ( Okeke 2004).

 Kebijakan Nasional Pendidikan (FRN, 2004) bagian 8, sub-bagian 70B yang diuraikan bahwa kualifikasi untuk mengajar minimal guru harus memilki sertifikat profesi Pendidikan Nigeria (NCE)

 Pendidikan guru harus berperan dalam perubahan metodologi pembelajaran dan kurikulum. Guru harus mendapat pelatihan secara teratur dalam mengajar sesuai profesi mereka, pelatihan untuk mengajar

(8)

harus dikembangkan sebagai bagian integral dari pendidikan guru yang berkelanjutan.

 Dimungkinkan ada penyimpangan dalam penerapan peraturan tersebut.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah pengajaran sains terpadu di sekolah menengah negeri dan swasta di Warri, Delta negara, Nigeria. Fokus jurnal ini meneliti penyebab utama buruknya kinerja siswa di sekolah menengah pertama di negara bagian Delta Nigeria.

Pertanyaan Penelitian

 Apa penyebab buruknya kinerja siswa dalam pembelajaran IPA di sekolah menengah negara bagian Delta?

 Apa dampak pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA terpadu?  Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat dan kinerja siswa

dalam pembelajaran IPA terpadu serta ilmu-ilmu sosial?

Metodologi

 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif survei.

 Populasi terdiri dari lima sekolah menengah negeri dan lima sekolah menengah swasta di Warri, Delta negara.

 Digunakan teknik multi stage sampling untuk memilih subyek penelitian.

 Alat yang digunakan adalah kuesioner terstruktur. Dari 360 eksemplar kuesioner yang diberikan, 300 eksemplar menjawab secara penuh dan dianalisis menggunakan persentase dan uji stanine.

Pengajaran sebagai Profesi

Mengajar sebagai profesi memiliki beberapa

bagian berikut menurut Nemine (2008):

1. Periode pelatihan khusus: misalnya melalui sekolah formal sepert pendidikan sekolah tinggi, Universitas dan lembaga lain yang menjalankan program pendidikan.

(9)

2. Kode etik: Pengajaran memiliki kode etik yang sesuai dengan etika profesi dan perilaku.

3. Organisasi Profesional: suatu organisasi Pengajaran dengan anggota guru yang profesional dan memiliki kode etik yang sama, misalnya ASUU di Universitas dan Kolese COEASU dalam Pendidikan dan Persatuan Guru Nigeria (NUT).

4. Pengendalian jumlah guru: pembelajaran seperti profesi lainnya, memiliki kontrol masuk. Sitidaknya memiliki Sertifikat Pendidikan Nigeria untuk menjadi pengajar yang profesional.

5. Pengajaran sebagai profesi, memiliki otonomi dan kebebasan: memiliki kemampuan untuk memimpin dan meningkatkan kesejahtraan bersama dan perkembangan pendidikan.

6. Kualifikasi Profesional dan kompetensi mengajar

Apakah yang dimaksud dengan ipa t

erpadu?

Brown (1977) menjelaskan ipa terpadu

memiliki empat karakteristik umum:

1. Kesatuan semua pengetahuan … bahwa IPA terpadu memiliki

pandangan yang holistic yang mempunyai satu dasar pengetahuan dan tak terpisah;

2. Kesatuan konseptual … terdiri dari berbagai unit konseptual yang membentuk kerangka penyelidikan;

3. Sebuah proses penyelidikan IPA terpadu … karakteristik ini

menekankan pada perbedaan metodologis dan persamaan antar ilmu; 4. Sebuah studi interdisipliner … bahwa disiplin adalah usaha kolaborasi

antara subjek dengan melihat topik atau tema dari sudut pandang berbeda dengan belajar mensintesis dan memilih.

Masalah pendidikan di Nigeria

1. Sebagian besar guru tidak tahu tentang ‘Integrated Science.

2. Sebagian besar masalah timbul sebagai akibat dari latar belakang pelatihan guru IPA yang tidak tepat yang tidak cukup memadai untuk mengajar IPA terpadu.

(10)

3. Salah satu masalah pengajaran IPA terpadu di sekolah berasal dari tidak memadainya fasilitas laboratorium.

4. Peningkatan jumlah siswa yang mendaftar mengakibatkan ukuran kelas menjadi besar.

5. Pengajar IPA terpadu di Nigeria dipercayakan kepada guru yang mayoritas tidak memenuhi syarat untuk mengajar.

Prospek Sains Terpadu di Nigeria

1. Nigeria tercatat sebagai negara yang pertama menerapkan ipa terpadu di tingkat sekolah menengah pertama.

2. Ada desakan dunia untuk menerapkan IPA terpadu di tingkat SMP, dan dilaporkan banyak negara-negara maju telah memasukkan IPA terpadu dalam silabus di tingkat sekolah menengah atas dan pada tingkat tinggi. 3. Ada tekanan universal bagi negara untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan di masyarakat.

4. Tuntutan dari mahasiswa, khususnya mahasiswa non-ipa, untuk

memahami peran IPA dalam masyarakat modern, telah mendorong untuk pengkhususan dan pemberian pandangan yang lebih luas tentang ipa terpadu.

5. Karena tekanan ini, banyak negara Afrika saat ini sedang menjajaki kelayakan mengimplementasikan IPA terpadu di semua tingkat sistem pendidikan.

Faktor lain yang telah membuat IPA

terpadu menjadi penting bagi banyak

negara untuk mulai memperluas hingga ke

tingkat lanjutan adalah:

1. Perhatian dunia modern sekarang sedang tertuju untuk membelajarkan IPA terpadu bagi semua warga negara.

2. Ada gerakan di seluruh dunia untuk memperkenalkan interaksi IPA terpadu dan masyarakat ke dalam kelas.

3. IPA terpadu menjadi syarat mempelejari bidang lain pada pendidikan lanjutan.

(11)

5. Untuk membuat pengembangan kurikulum lebih mudah.

6. Untuk melakukan evaluasi lebih mudah dan lebih dapat diandalkan.

Hasil Penelitian

( a) Alasan buruknya kinerja siswa dalam ilmu di sekolah menengah atas?

(12)

1. Sembilan puluh tujuh persen (97%) dari responden tidak yakin di mana mendapatkan pekerjaan setelah mereka belajar IPA terpadu.

2. Sekitar 97% juga mengeluhkan silabus yang terlalu luas.

3. 70% dari responden mengatakan bahwa bahan instruksional tidak cukup untuk mengajarkan IPA terpadu.

( b ) Apa dampak dari guru IPA terpadu ?

1. Sembilan puluh tiga persen (93%) dari responden menyatakan bahwa guru IPA terpadu tidak memiliki metodologi pengajaran yang bermuara pada kurangnya guru spesialis di daerah itu.

2. 80% dari responden mengatakan bahwa tidak ada kerja praktek yang benar karena yang mengarahkan subjek tidak dilatih di daerah itu . Hal ini sesuai dengan Okeke (2004), yang menyatakan bahwa telah terjadi

kelangkaan guru dengan bakat yang diperlukan, pendidikan yang memadai, dan keterampilan khusus untuk mengajar yang efektif yang berperan penting dalam pengajaran di kelas.

3. 71% menyatakan bahwa topik kimia di IPA terpadu yang terlalu sulit. 4. Sementara 79% dari mereka mengatakan bahwa topik Fisika dalam IPA

terpadu terlalu sedikit.

5. 87% mengatakan bahwa ada terlalu banyak topik biologi dalam IPA terpadu.

6. 87% dari mereka mengatakan bahwa tidak ada kunjungan lapangan, tidak tamasya.

7. Sementara 72% mengatakan bahwa terlalu banyak mata pelajaran yang disatukan dalam IPA terpadu.

( c ) Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat dan kemampuan mahasiswa dalam IPA terpadu ?

1. 95% dari responden menyarankan penggunaan materi pembelajaran yang sesuai, sementara 91% dari mereka berpendapat bahwa silabus harus dikurangi, sebaiknya tidak berlebihan , meskipun begitu kualitasnya harus dipertahankan untuk guru dan siswa.

2. 87% dari mereka menyarankan bahwa hanya yang berkualifikasi guru IPA terpadu yang diizinkan untuk menangani subjek, sementara 86%

(13)

berpendapat bahwa tamasya dan kunjungan lapangan seharusnya ke daerah-daerah di mana mereka dapat melihat hal-hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari di kelas.

3. 85% menyarankan bahwa pembimbing harus berasal dari sekolah yang akan membimbing siswa pada bidang spesialisasi, maka hal ini akan

berpengaruh pada kesempatan kerja di masa depan.

Prospek IPA terpadu

1. Prospek IPA terpadu pada tingkat tinggi di Nigeria, dan di tempat lain. Banyak Sekolah Tinggi Pendidikan dan Universitas sekarang menawarkan IPA Terpadu sebagai kursus.

2. Bahkan siswa yang tidak mengkhususkan diri pada IPA terpadu pada akhir masa kuliahnya, ia setidaknya dapat mengambil kursus, untuk memiliki pengetahuan dasar tentang IPA.

3. Beberapa Fakultas Pendidikan di Universitas Nigeria misalnya, Ahmadu Bello University, University of Port Harcourt, Universitas Ibadan dan lain-lain sekarang menawarkan gelar Bachelor of Education (B.Ed.) untuk IPA Terpadu

4. IPA terpadu memiliki prospek untuk memberikan keterampilan untuk literasi sains.

5. Nigeria baru-baru ini telah mengadopsi sistem pendidikan 6-3-3-4. Pada sistem pendidikan 6-3-3-4 di Nigeria berorientasi pada IPA terpadu.

Kesimpulan

1. PengaJaran IPA terpadu memberikan kontribusi terhadap pendidikan umum, menekankan kesatuan dasar ilmu pengetahuan dan mengarah menuju pemahaman tentang pemanfaatan ilmu dalam masyarakat kontemporer. Pemerintah karenanya harus mendorong ilmuwan muda dengan cara simposium, kompetisi sains, dan klub ilmu pengetahuan dan bahkan memberikan beasiswa kepada mereka yang telah mengkhususkan diri mereka di bidang IPA terpadu.

2. Kursus IPA terpadu menekankan pentingnya observasi, pengujian dan eksperimen yang berproses sains untuk meningkatkan pemahaman tentang lingkungan, kursus juga harus memperkenalkan murid untuk berpikir logis dengan bakat ilmiah.

(14)

3. Dalam kursus IPA terpadu diperlukan menghilangkan beberapa rincian, yang terpenting bahwa isi harus dipilih secara bijaksana. Hal ini harus disusun secara hati-hati melalui kolaborasi antara guru yang berbeda dan spesialis lain.

4. Tingkat integrasi dan keseimbangan antara integrasi dan koordinasi akan tergantung pada usia siswa, jenis institusi pendidikan dan kondisi setempat. Pada tahap yang lebih tinggi dari pendidikan menengah, kursus tersebut mungkin juga diinginkan oleh siswa yang telah memutuskan untuk tidak mengkhususkan diri dalam IPA terpadu.

5. Percobaan lanjutan pada pengembangan kurikulum baru tentang IPA terpadu dan produksi bahan ajar yang diperlukan, harus menggambar sumber daya yang sudah tersedia. Hasil percobaan tersebut akan disebarluaskan.

(http://unityofscience.org/masalah-pembelajaran-ipa-terpadu/)

Masalah Pembelajaran IPA Latar Belakang

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2014). Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar (Haryono, 2013:55). Dalam proses pembelajaran peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses

pembelajaran hanya diarahkan pada hafalan. Peserta didik hanya menghafal informasi yang didapatkan dari sumber belajar. Sumber belajar dalam hal ini adalah guru, lingkungan dan buku pelajaran.

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran, termasuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah. Seperti dalam bukunya, Haryono menuliskan bahwa mutu pendidikan IPA kita masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh United Nation

Development Project (UNDP) bahwa dalam Human Development Index (HDI), Indonesia menduduki peringkat ke 110 di antara berbagai Negara di dunia. (Sri Wuryastuti dalam Haryono, 2013).

Salah satu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan kita, dalam tulisan ini secara khusus IPA, adalah melalui proses pembelajaran di kelas, baik jenjang pendidikan dasar maupun menengah.

Permasalahan dalam Pembelajaran IPA Saat Ini

Agar bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas, kita perlu mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam pembelajaran IPA. Beberapa permasalahan yang sudah diidentifikasi oleh Haryono dalam bukunya adalah:

1. Gaya mengajar guru yang mengutamakan hafalan berbagai konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep tersebut, peserta didik tidak terbiasa menggunakan daya nalarnya, tetapi terlalu terpaku pada buku.

(15)

2. Bahan ajar yang diberikan di sekolah masih terasa lepas dengan permasalahan pokok yang timbul di masyarakat.

3. Keterampilan proses belum tampak dalam pembelajaran dengan alasan untuk mengejar target kurikulum.

4. Pelajaran IPA hanya konvensional hanya menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, bukan untuk menyiapkan SDM yang kritis, peka terhadap lingkungan, kreatif, dan memahami teknologi sederhana yang hadir di tengah-tengah masyarakat.

Selain permasalahan di atas, terdapat pula kesalahan-kesalahan yang cenderung dilakukan oleh guru IPA sendiri, antara lain:

1. Seringkali IPA disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal mati oleh peserta didik, akibatnya ketika diadakan evaluasi belajar, kumpulan tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak peserta didik.

2. Dalam penyampaian materi IPA kurang memperhatikan proporsi materi dan

sistematika penyampaiannya, serta kurang menekankan pada konsep dasar, sehingga terasa sulit bagi peserta didik.

3. Pembelajaran kurang variatif, alat bantu dan analogi yang dapat memperjelas materi jarang digunakan.

4. Adanya anggapan bahwa guru adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan peserta didik.

Dalam bukunya, Haryono memasukkan permasalahan pembelajaran IPA dalam bagian latar belakang dan kesalahan-kesalahan yang cenderung dilakukan oleh guru IPA dalam bagian sub judul lain yaitu kenyataan pembelajaran IPA saat ini. Tetapi, di bagian analisis ini saya menggabungkannya, karena menurut saya, kesalahan-kesalahan yang cenderung

dilakukan oleh guru IPA merupakan bagian dari permasalahan dalam pembelajaran IPA saat ini.

Permasalahan-permasalahan di atas bisa diperbaiki hanya jika para pendidik, pertama-tama, menyadari bahwa terdapat permasalahan. Tanpa menyadari adanya permasalahan, maka guru IPA akan terus melakukan kebiasaan-kebiasan yang salah tersebut dan

menganggap tidak ada permasalahan. Kesadaran akan adanya masalah bisa dikatakan juga sebagai identifikasi masalah dalam pembelajaran IPA. Setelah itu, barulah melakukan berbagai upaya untuk memperbaikinya.

Gambaran Guru IPA Masa Depan

Menurut Herawati Susilo (dalam Haryono, 2013) bahwa pemikiran mengenai karakteristik guru IPA masa depan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Selalu ingin belajar sepanjang hayat.

Apa yang telah disampaikan oleh Herawati Susilo di atas merupakan hal yang penting. Sudah seharusnya seorang guru terus belajar sepanjang hayat. Guru selaku sumber belajar memperoleh pengetahuannya dari belajar, baik belajar mandiri maupun dengan mengikuti berbagai pelatihan. Lagi pula pengetahuan terus berkembang dan berubah. Oleh karena itu, pengetahuan guru IPA juga harus disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Pada zaman sekarang pengetahuan seorang guru sangat bergantung pada seberapa banyak dia membaca dan menguasai cara mempelajari ilmunya.

Selain menambah pengetahuan, seorang guru perlu belajar memahami “proses belajar”. Proses belajar tersebut harus berkembang mengikuti perkembangan (ilmu) pengetahuan.

(16)

Seorang guru juga perlu belajar dari kehidupan sosial. Hal ini akan mempengaruhi peserta didik dalam mengaitkan kegiatan belajarnya dengan kehidupan di sekitarnya. Singkatnya, seorang pendidik merupakan pebelajar sepanjang hayat (long life learner). 2. Mampu membelajarkan IPA berdasarkan filosofi konstruktivisme

Teori konstruktivisme menekankan bahwa individu tidak menerima begitu saja ide-ide dari orang lain. Mereka membangun sendiri dalam pikiran mereka ide-ide-ide-ide tentang peristiwa alam dari pengalaman sebelum mereka mendapat pelajaran IPA di sekolah (Haryono, 2013).

Gambaran guru IPA masa depan ditentukan oleh kemampuan guru membelajarkan peserta didik. Kalau sebelumnya guru yang aktif dalam proses pembelajaran sementara peserta didik hanya menerima secara pasif penjelasan dari guru, maka ke depan diharapkan peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran. Guru harus mampu meningkatkan minat dan motivasi peserta didik untuk belajar IPA. Dengan tumbuhnya minat dan motivasi dalam diri peserta didik, mereka lebih siap untuk belajar dan terdorong untuk mencari sendiri tanpa perlu diperintahkan oleh guru. Hal ini juga akan lebih efektif bila menggunakan alat atau media dalam pembelajaran IPA. Sehingga proses pembelajaran tidak membosankan. Guru harus menyediakan alat atau media yang mendukung pembelajaran.

Pembelajaran yang menekankan keaktifan peserta didik sejalan dengan teori konstruktivisme. Sehingga peserta didik membangun sendiri ide-ide mereka, bukan lagi mengharapkan informasi dari guru saja.

3. Memiliki kecerdasan berpikir

Kecerdasan berpikir merupakan salah satu kecakapan hidup yang perlu dimiliki oleh guru. Berpikir adalah kerja otak mengolah data inderawi yang menghasilkan pengertian, pernyataan, dan penalaran (Darsono, 2011). Dengan kecerdasan berpikir, memudahkan guru memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA selalu berhubungan dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, memudahkan guru mempelajari kecakapan hidup lainnya, misalnya, kecakapan bersosialisasi, akademis, dan vokasional. Guru IPA dituntut memiliki kecerdasan berpikir, agar mampu membantu peserta didik dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran IPA.

4. Memiliki sikap mental positif

Guru IPA masa depan hendaknya memiliki sikap mental positif. Artinya, mempunyai rasa tanggung jawab, disiplin, aktif, integritas, berjiwa besar, yakin dan penuh percaya diri, suka tantangan dan kompetitif, menghargai waktu, memiliki komitmen, jujur, konsekuen, memiliki determinasi dan pantang menyerah.

(http://satyaaris.blogspot.co.id/2015/02/masalah-pembelajaran-ipa.html)

IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkanmelalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis,

perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Empat unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam pembelajaran IPA.

Pembelajaran IPA sebaiknya menggunakan metode discovery, metode pembelajaran yang menekankan pola dasar: melakukan pengamatan, menginferensi, dan

mengomunikasikan/menyajikan. Pola dasar ini dapat dirinci dengan melakukan pengamatan lanjutan (mengumpulkan data), menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan

(17)

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama di dalam pikirannya, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Pandangan dasar tentang pembelajaran adalah bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik harus didorong untuk mengonstruksi pengetahuan di dalam pikirannya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan bersusah payah dengan ide-idenya.

Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi peserta didik anak tangga yang membawa mereka ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”. Peserta didik harus didorong sebagai “penemu dan pemilik” ilmu, bukan sekedar pengguna atau penghafal

pengetahuan. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik membangun pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkupdirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Untuk peserta didik SMP, umumnya berada pada fase peralihan dari operasional konkrit menuju operasional formal. Ini berarti, peserta didik SMP telah dapat diajak berpikir secara abstrak, misalnya melakukan analisis, inferensi, menyimpulkan, menggunakan penalaran deduktif dan induktif, dan lain-lain, namun seharusnya berangkat/dimulai dari situasi yang nyata dulu. Oleh karena itu, kegiatan pengamatan dan percobaan memegang peran penting dalam pembelajaran IPA, agar pembelajaran IPA tidak sekedar pembelajaran hafalan.

Fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama

antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Jadi, pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya.

Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan tugas menantang berupa permasalahan yang harus dipecahkan peserta didik. Pada saat tugas itu diberikan, peserta didik belum menguasai cara pemecahannya, namun dengan berdiskusi dengan temannya dan bantuan guru, tugas tersebut dapat diselesaikan. Dengan menyelesaikan tugas tersebut, kemampuan-kemampuan dasar untuk menyelesaikan tugas itu akan dikuasai peserta didik. Guru IPA harus memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berdiskusi dan berbagai bentuk kerja sama lainnya untuk menyelesaikan tugas itu. Selain itu, guru memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran. Selanjutnya peserta didik mengambil alih tanggung-jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan yang diberikan guru tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, atau apapun yang lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri. Sekali lagi, bantuan tersebut tidak bersifat “memberitahu secara langsung” tetapi “mendorong peserta didik untuk mencari tahu”. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi apabila peserta didik terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar mereka memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan mereka untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut. Proses-proses mental itu misalnya mengamati, menanya dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,

melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, serta menyajikan hasil kerjanya. Guru IPA harus mampu memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif atau kolaboratif sehingga peserta didik mampu bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas atau memecahkan masalah tanpa takut salah.

Media dan sumber belajar lainnya digunakan guru untuk memberi bantuan peserta didik

melakukan eksplorasi dalam bentuk mengamati (observing), menghubung-hubungkan fenomena (associating), menanya atau merumuskan masalah (questioning), dan melakukan percobaan (experimenting) atau pengamatan lanjutan. Guru IPA seharusnya mampu membantu peserta didik untuk menyiapkan penyajian pengetahuan dengan bantuan TIK. Pembelajaran IPA untuk tiap materi pokok tertentu seharusnya diakhiri dengan tugas proyek. Guru IPA seharusnya mendorong, membesarkan hati, memberi bantuan secukupnya, dan memfasilitasi peserta didik untuk mampu melakukan tugas proyeknya, serta membuat laporan secara tertulis. Selanjutnya, guru

memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok dalam bentuk presentasi lisan atau tertulis, pameran, turnamen, festival, atau ragam penyajian lainnya yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

(18)

Perlu diketahui, bahwa KD IPA diorganisasikan ke dalam empat Kompetensi Inti (KI). Kompetensi Inti (KI) 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kompetensi Inti (KI) 2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. Kompetensi Inti (KI) 3 berisi KD tentang

pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan Kompetensi Inti (KI) 4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan. Kompetensi Inti (KI) 1, Kompetensi Inti (KI) 2, dan Kompetensi Inti (KI) 4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam Kompetensi Inti (KI) 3. Kompetensi Inti (KI) 1 dan Kompetensi Inti (KI) 2 tidak diajarkan langsung (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran. Keterpaduan IPA SMP/MTs dalam pembelajaran diwujudkan dengan berbagai cara:

1. Kompetensi Dasar (KD) IPA telah mengarah pada pemaduan. Guru dapat mengimplementasikan pemaduan lebih lanjut di kelas.

2. Di dalam Buku pegangan bagi peserta didik, pemaduan IPA dilakukan dengan merumuskan tema-tema besar yang menjadi tempat pemaduan topik/subtopik IPA. Tema-tema tersebut adalah: materi, sistem, perubahan, dan interaksi.

3. Pemaduan antar konsep dalam tema besar dilakukan secara connected, yakni suatu konsep atau prinsip yang dibahas selanjutnya “menggandeng” prinsip, konsep, atau contoh dalam bidang lain. Misalnya, saat mempelajari suhu, suhu tidak hanya berkaitan dengan benda-benda fisik, namun dikaitkan dengan perilaku hewan terkait suhu.

Terakhir, seorang guru IPA yang baik adalah:

1. Menguasai bahan, terutama konsep-konsep yang akan diajarkan. Dalam hal ini guru harus dapat mengembangkan diri dan mengikuti perkembangan IPA yang terjadi.

2. Bersikap kreatif dan aktif. Guru diharapkan selalu mengembangkan kreativitas secara aktif dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga situasi belajar tidak membosankan dan monoton. 3. Rajin belajar dan dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik.

Referensi

Dokumen terkait

kategori dalam populasi - tentukan jumlah sampel yang diinginkan dari tiap kategori/kelompok – pilih sampel dari tiap kategori secara acak (misal: menggunakan kocokan dadu;

taktik dapat merancang strategi bermain sehingga pola bermain futsal bisa berjalan dengan baik saat menyerang maupun bertahan. Berdasarkan profil Klub Futsal Putri

Proses succession management menjadi efek- tif ketika upper manager mampu mengambil lima langkah berikut; (1) melakukan identifikasi terkait dengan posisi kunci yang relevan

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian maka diperoleh hasil Kuat Tekan dan Tarik Belah Beton yang akan di tuangkan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 1 s/d 6

Seksi Kemasyarakatan yang merangkap menjadi petugas pelayanan. Terbatasnya pengetahuan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan juga menyebabkan proses pelayanan

Lembaga Peperiksaan, Kementerian Pendidikan Malaysia telah menyediakan format pentaksiran bagi mata pelajaran Bahasa Arab SPM mulai tahun 2021.. Format tersebut telah dibentangkan

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan seluruh prosedur universal precautions memiliki peluang 6 kali untuk mencegah terjadinya tanda dan gejala

Front Office night report : Laporan rangkuman seluruh transaksi kamar, total tamu yang menginap, total kamar terjual, total tamu checkin, total tamu checkout dan informasi