• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Belajar 2 Model-model Pengembangan Kurikulum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kegiatan Belajar 2 Model-model Pengembangan Kurikulum"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kegiatan Belajar 2

Model-model Pengembangan Kurikulum

A. Model Pengembangan Kurikulum

Model Pengembangan Kurikulum menurut Good (1972) dan Travers (1973) (dalam Sanjaya, 2009:82)adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau system dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukan merupakan bentuk realita dari sebuah keadaan, tetapi merupakan representative dari sebuah kenyataan yang dikembangkan dari keadaan sebenarnya. Fungsi dari model yaitu sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Menurut Nadler (1988) (dalam Sanjaya, 2009:82) model pengembangan kurikulum yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Manfaat model pengembangan kurikulum diantaranya yaitu :

1. Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia. 2. Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan

penelitian.

3. Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks. Video apersepsi dapat teman-teman mahasiswa akses melalui

QR Code disamping atau pada link dibawah ini : https://youtu.be/JqGNs0SzUq4

Video interaktif Model-model Kurikulum dapat teman-teman mahasiswa akses melalui QR Code disamping atau pada link dibawah ini :

(2)

4. Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

Dalam pengembangan kurikulum terdapat berbagai model pengembangan yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristiknya. Model-model pengembangan kurikulum diantarannya yaitu : Model Tyler, Model Taba, Model Oliva, Model Beauchamp, Model Wheeler, Model Nicholls, Model Dynamic Skilbeck, Roger’s Interpersonal Relations

Model, The Systematic Action-Research Model, Emerging Technical Model.

1. Model Tyler

Model Tyler ini lebih menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi. Dalam modelnya ini Tyler (1949) membagi menjadi 4 bagian yang paling dasar dalam mengembangkan kurikulum. Pertama berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan; ketiga pengorganisasian pengalaman belajar; dan ke empat berhubungan dengan pengembangan evaluasi. Keempat langkah itu dapat digambarkan seperti gambar 1dibawah ini :

Gambar 2.1 a. Menentukan Tujuan

Merumuskan tujuan merupakan langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan dalam mengembangkan kurikulum. Semua bermuara pada tujuan, karena tujuan kurikulum sangat bergantung pada filsafat dan teori pendidikan serta model kurikulum yang dianut. Bagi pengembang kurikulum yang lebih berorientasi kepada disiplin

Objective Selecting Learning experinces Organizing Learning experinces Evaluation

What educational purpose should the school seek to attain ?

What educational experiences can be provided that are likely to attain purpose ?

How can these educational experiences be effectively organized ?

How can we determine whether these purposes are being attained ?

(3)

tergambar dalam disiplin ilmu tersebut merupakan sumber utama tujuan kurikulum. Kurikulum yang demikian dinamakan sebagai kurikulum yang bersifat discipline

oriented. Berbeda dengan pengembangan kurikulum yang lebih humanis

mengarahkan tujuan kurikulum yang lebih berpusat kepada pengembangan pribadi siswa. Sumber utama dalam perumusan tujuan kurikulum adalah siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali hidupnya (child centered). Berbeda halnya dengan pengembangan kurikulum yang beraliran rekostruksi social (social reconstruction). Kurikulum lebih bersifat society centered ini memosisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.

b. Menentukan Pengalaman Belajar

Langkah berikutnya adalah menentukan pengalaman belajar yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pengalaman belajar adalah segala aktifitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pengalaman belajar menunjukkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru sebagai pengembang kurikulum mestinya memahami apa minat siswa, serta bagaimana latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan mudah bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar. Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pertama pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kedua, pengalaman belajar harus mampu memuaskan siswa. Ketiga, penentuan rencana pengalaman belajar harus melibatkan siswa. Keempat, dalam satu pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan misalnya pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa, pengalaman belajar untuk mengembangkan sikap social, pengalaman belajar dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk mengembangkan minat.

c. Mengorganisasi Pengalaman Belajar

Langkah ketiga dalam merancang suatu kurikulum adalah mengorganisasikan pengalaman belajar atau menyusun pengalaman belajar baik dalam bentuk unit mata pelajaran, maupun bentuk program. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting, sebab dengan pengorganisasian yang jelas maka akan memberikan arahan pengalaman belajar yang jelas bagi peserta didik.

(4)

Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar, yaitu pengorganisasian belajar horizontal dan vertikal. Pengorganisasian secara horizontal yaitu jika kita menghubungkan pengalaman belajar dalam tingkat/kelas yang sama. Pengorganisasian vertikal yaitu jika kita menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Ada tiga kriteria dalam mengorganisasikan pengalaman belajar ini yaitu : kesinambungan, urutan isi, dan integrasi. Prinsip pertama artinya pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan dan diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya. Prinsip kedua, erat kaitannya dengan kontinuitas, perbedaannya terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasa. Artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus memperhatikan tingkat perkembangan siswa. Prinsip ketiga menghendaki bahwa suatu pengalaman yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain. d. Evaluasi

Evaluasi memegang peran penting dalam pengembangan kurikulum. Dengan evaluasi dapat ditentukan apakah kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh satuan pendidikan atau belum. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan evaluasi. Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu. Dengan demikian penilaian suatu program tidak mungkin hanya dapat mengandalkan hasil tes siswa setelah akhir proses pembelajaran. Penilaian mestinya membandingkan antara penilaian awal sebelum siswa melakukan program tersebut dengan setelah siswa melakukan program tersebut. Dari perbandingan tersebut akan nampak ada atau tidak adanya perubahan tingkah laku yang diharapkan pada tujuan pendidikan.

Evaluasi dalam pengembangan kurikulum mempunya dua fungsi :

1) Fungsi sumatif yaitu untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh siswa, dengan kata lain bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi kurikulum oleh setiap siswa.

2) Fungsi formatif yaitu untuk melihat efektifitas proses pembelajaran, dengan kata lain apakah program yang disusun telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan.

(5)

2. Model Taba

Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijkan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Tapi Hilda Taba tidak setuju dengan langkah tersebut. Alasannya pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaharuan kurikulum. Oleh karena itu, menurut Taba (1962), sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan induktif. Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.

Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan yaitu :

a. Menghasilkan unit-unit kurikulum untuk di eksperimenkan melalaui langkah-langkah :

1) Mendiagnosis kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa. Melalui diagnosis tentang “gaps”, berbagai kekurangan dan perbadaan latar belakang siswa. 2) Memformulasikan tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis,

selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan.

3) Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan kepada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.

4) Mengorganisasi isi. Melalui penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.

(6)

5) Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.

6) Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu ke dalam paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.

7) Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi ini guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah dapat mencapai tujuan atau belum.

8) Menguji isi keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk

melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa. b. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan

validitas dan kelayakan penggunaannya.

c. Merevisi dan mengonsolidasikan unti-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.

d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.

e. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.

3. Model Oliva

Menurut Oliva&Gordon (2013: 112) Langkah yang dikembangkan dalam model deduktif terdiri atas 12 komponen yang satu sama lain saling berkaitan.

Komponen pertama adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.

Komponen kedua adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen I dan II ini. Komponen I

(7)

berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal; sedangkan komponen II sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.

Komponen ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen I dan II. Sedangkan, dalam komponen V adalah bagaimana mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.

Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran. (bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran, akan dijelaskan pada bagian tersendiri)

Apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen VIII. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan strategis atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen IX A). selanjutnya pengembangan kurikulum deteruskan pada komponen X mengimplementasikan strategi pembelajaran.

Setelah strategi diimpelementasikan, pengembangan kurikulum kembali pada komponen IX yaitu komponen IX B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian. Teknik penilaian seperti yang telah ditetapkan pada komponen IXA bisa ditambah atau direvisi setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.

Dari penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada kompinen XI dan XII dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.

Menurut oliva model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam tiga dimensi. Pertama, untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga, model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara khusus.

(8)

4. Model Beauchamp

Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh Beuchamp. Beuchamp (1986) mengemukakan lima hal dalam proses pengembangan kurikulum yaitu :

a. Menetapkan wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum. Wilayah itu bisa terjadi pada hanya satu sekolah/madrasa, satu kecamatan, kabupaten/kota atau mungkin tingkat provinsi atau tingkat nasional. Penetapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum.

b. Menetapkan personalia, yaitu pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum itu terdiri dari para ahli/spesialis kurikulum, para ahli pendidikan termasuk didalamnya para guru yang dianggap berpengalaman, para professional dan tenaga lain dalam bidang pendidikan seperti pustakawan, laboran, konsultan pendidikan. Para professional dalam bidang lain seperti tokoh masyarakat, politisi, industriwan, dan pengusaha. Dalam proses pengembangan kurikulum, semua kelompok yang terlibat itu perlu dirumuskan tugas dan perannya secara jelas.

c. Menetapkan organisasi dan prosedur yang akan ditempuh yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum (standar kompetensi) dan tujuan khusus (kompetensi dasar), memilih isi dan pengalaman belajar serta menentukan evaluasi. Keseluruhan prosedur tersebut selanjutnya dapat dibagi ke dalam lima langkah yaitu : (1) membentuk tim pengembang kurikulum, (2) melakukan penilaian pada kurikulum yang sedang berjalan, (3) melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru, (4) merumuskan criteria dan alternative pengembangan kurikulum, dan (5) menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki.

d. Implementasi kurikulum, pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana atau fasilitas yang tersedia.

e. Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut : (1) evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru disekolah, (2) evaluasi terhadap desain

(9)

kurikulum, (3) evaluasi keberhasilan belajar siswa, dan (4) evaluasi dari keseluruhan system kurikulum.

5. Model Wheeler

Menurut Wheeler (dalam Sanjaya, 2009:94) pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk sebuah lingkaran. Hal ini karena pengembangan kurikulum terjadi secara terus menerus tanpa ujung. Maksud dari tanpa ujung ini yaitu ketika pengembang kurikulum mengembangkan kurikulum sesuai dengan tahapan-tahap-tahap yang ada sampai akhir maka kita akan kembali lagi ketahap awal pengembangan. Wheeler menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum terdiri atas 5 tahap, yakni :

a. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pembelajaran merupakan tujuan yang bersifat normative yang mengandung tujuan filosofis. Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan mudah diukur ketercapaiannya.

b. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.

c. Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar. d. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi

belajar.

e. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan

Dari langkah-langkah yang telah dikemukan oleh wheeler diatas nampak bahwa pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan sebuah sestem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantung satu sama lain. Untuk lebih jelasnya model Wheeler tergambar seperti berikut ini :

(10)

Gambar 2.2

Model Pengembangan Kurikulum Wheeler

6. Model Nicholls

Menurut Howard Nicholls (1978) (dalam Sanjaya, 2009:95) pengembangan pendekatan kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus. Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan pendekatan yang sama seperti model Wheeler. Perbedaan model ini dengan model Wheeler adalah penggunaan penyusunannya, model ini digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.

Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu : a. Analisis situasi

b. Menentukan tujuan khusus

c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran d. Menentukan dan mengorganisasi metode e. Evaluasi

Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Nicholls tergambar seperti dibawah ini.

menentukan pengalaman belajar menentukan isi/materi mengorganisa sikan pengalaman dan bahan ajar evaluasi tujuan umum dan khusus

(11)

Gambar 2.3

Model Pengembangan Kurikulum Nicholls

7. Model Dynamic Skilbeck

Model Skilbeck adalah sebuah model kurikulum yang di terapkan pada level sekolah (School Nased Curriculum Development). Model ini dikembangkan oleh skilbeck yang diberi nama model Dynamic. Model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Supaya pengembangan kurikulum dapat berjalan dengan baik maka setiap pengembang perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari menganalisis situasi sampai pada melakukan penilaian. Model ini oleh Skilbeck diharapkan mampu menjadi alternatif dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan sekolah. Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Skilbeck adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis situasi b. Memformulasikan tujuan c. Menyusun program

d. Interpretasi dan implementasi

e. Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi. Menentukan tujuan khusus Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran Menentukan dan mengorganisasika n metode Evaluasi

(12)

Model Skilbeck apabila disusun seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.4

Model Pengembangan Kurikulum Skilbeck

8. Roger’s Interpersonal Relations Model

Model ini berasal dari seorang psikolog carl Rogers. Rogers (dalam Arifin, 2011: 142) menjelaskan bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi perubahan. Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang bersifat sensitife. Setiap kelompok terdiri atas 10-15 orang dengan seseorang fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur, tetapi harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seorang dapat berekspresi secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi interpersonal secara luas.

Langkah-langkah dalam model ini adalah (a) memilih suatu sasaran administrator dalam system pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara akrab, (b) mengikut sertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif, (c) mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari. Pertemuan ini diharapkan menghasilkan pertemuan intensif

Menganalisis Situasi Memformulasikan tujuan Menyusun Program Interpretasi dan implementasi Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi

(13)

lain secara akrab dalam suasana bebas berekspresi, (d) menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orang tua peserta didik. Tujuan utama adalah agar orang tua, guru dan guru bisa saling mengenal secara pribadi sehingga memudahkan pemecahan masalah disekolah, dan (e) pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi, dan status social. Melalui cara ini diharapkan keputusan-keputusan dalam pengembangan kurikulum akan lebih mendekati realitas karena dieselenggarakan dalam suasana bebas tanpa tekanan.

9. The Systematic Action-Research Model

Model ini didasarkan pada asumsi bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan social (Sukmadinata,2012:169). Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal yaitu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta pengetahuan professional. Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, karena dalam hal ini mereka mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peran kurikulum dalam pendidikan dan pembelajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.

Langkah pertama dalam model ini yaitu mengkaji secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi factor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.

Langkah kedua yaitu mengimplementasikan keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengupulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunya beberapa fungsi : (1) menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

(14)

10. Emerging Technical Models

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektifitas dalam bisnis mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya:

Model analisis tingkah laku(The Behavioral Analysis Model), menekankan penguasaan parilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/ kemampuan yang kompeleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks.

Model analisis system (The System Analysis Model), berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap kertercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah ke empat, membandingkan biaya keuntungan dari beberapa program pendidikan.

Model berdasarkan komputer (The Computer-Base Model), suatu model pengembangan kurikulum dangan memanfaatkan computer. Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumus tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam computer.

Materi PPT dapat teman-teman mahasiswa akses melalui QR Code disamping atau pada link dibawah ini :

1. https://www.slideshare.net/secret/7XlYeFEjndylxu (Model-model Pengembangan Kurikulum)

2. https://www.slideshare.net/secret/JGeSMLz0lxhfVi (Pendekatan pengembangan kurikulum)

(15)
(16)

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Beauchamp, George A. (1975). Curriculum Theory. Wilmette, Illinois : The KAGG Press Bigge, Morris L. (1982). Learning Theories for Teacher. New York : Harper & Row Publishers

Inc.

Dakir. (2004). Perencanaan dan Pengembangan kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta.

Depdiknas. (2003).Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jendral Departemen Pendidikan Nasional.

Hamalik, Oemar. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hasibuan, Lias. (2010). Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada. Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru : Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Oliva, Peter F. dan Gordon, William R . (2013). Developing the Curriculum. New York :

Pearson Education, Inc.

Ornstein, A.C. and Hunkins, F. P. (2004). Curriculum : Foundation, Principles, and Issues. New York : Pearson Education, Inc

Print, Murray.(1993). Curriculum Development and Design. Sydney : Allen & Unwin

Sanjaya, Wina.(2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Taba, Hilda. (1962).Curriculum Development, Theory and Practice. New York : Harcourt, Brace & World, Inc,

Tyler, Ralph W. (1949). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago : The University of Chicago Press.

Zais,R.S .(1976). Curriculum : Principles and Foundations. New York : Harper & Row Publishers.

Referensi

Dokumen terkait

Weekly climate data were obtained from the Agency of Meteorology, Climatology and Geophysical (BMKG) and the dengue clinical cases were from Early Warning and Response

Setelah penulis mengadakan penelitian dengan menggunakan beberapa metode diatas, penulis menggunakan rumus Uji t , setelah data dianalisis, akhirnya

Uraian kasus-kasus LTW tersebut menunjukkan bahwa motivasi tindak kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh LTW sebagai seorang wanita terjadi karena suatu hubungan yang

tanah semakin menurun baik pada lahan yang diberi limbah cair kelapa sawit maupun pada. lahan

Dengan adanya pembagian antrian data pada Hybrid Algorithm , yaitu paket data realtime ditangani oleh DRR dan paket data non-realtime ditangani oleh WFQ, maka akan dapat

survei yang dilakukan oleh Hill and K,1owlton's Corporate Reputation Watch memberikan hasil bahwa 93% dari senior executives percaya bahwa pelanggan memandang

Sehubungan dengan hal ini, maka untuk mencapai keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia yang berkelanjutan, diperlukan Ilmu-Ilmu Pertanian, setidaknya mencakup

piutang yang tidak dapat ditagih. Maka, dalam hal penyaluran kredit harus. ada pedoman tentang prosedur penyaluran