• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI WELANG, DESA SUNGIWETAN SAMPAI MUARA, KABUPATEN PASURUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI WELANG, DESA SUNGIWETAN SAMPAI MUARA, KABUPATEN PASURUAN"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR

SUNGAI WELANG, DESA SUNGIWETAN

SAMPAI MUARA, KABUPATEN PASURUAN

HELMI WIDJANARKO 3110 105 026

Dosen Konsultasi

Mahendra Andiek Maulana, ST. MT. Ir. Fifi Sofia

PROGRAM STUDI LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

(2)

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR

SUNGAI WELANG, DESA SUNGIWETAN

SAMPAI MUARA, KABUPATEN PASURUAN

HELMI WIDJANARKO

3110 105 026

Dosen Konsultasi

Mahendra Andiek Maulana, ST. MT. Ir. Fifi Sofia

PROGRAM STUDI LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

(3)

FINAL PROJECT

RIVER FLOOD CONTROL PLANNING

WELANG RIVER, SUNGIWETAN VILLAGE TO

THE ESTUARY, PASURUAN DISTRICT

HELMI WIDJANARKO 3110 105 026

Lectures

Mahendra Andiek Maulana, ST. MT. Ir. Fifi Sofia

EXSTENTION SCHOLAR STUDY

PROGRAM CIVIL ENGINEERING DEPARTMENT Faculty of Civil Engineering and Planning Tenth of November Institute of Technology Surabaya 2013

(4)
(5)

i

WELANG, DESA SUNGIWETAN SAMPAI MUARA,

KABUPATEN PASURUAN

Nama Mahasiswa : Helmi Widjanarko

NRP : 3110 105 026

Jurusan : Teknik Sipil, FTSP-ITS Dosen Konsultasi : Mahendra Andiek M, ST. MT.

Ir. Fifi Sofia

Abstrak

Sungai Welang salah satu sungai besar yang berada di Kabupaten Pasuruan yang pada saat curah hujan tinggi selalu menyebabkan banjir. Sungai Welang memiliki DAS seluas 511,60 km2 dan panjang sungai 40,09 km1, dengan hulu berupa pegunungan debit banjir yang dihasilkan cukup besar. Besarnya debit banjir mengakibatkan besarnya angkutan sedimen yang terbawa dari hulu. Diperlukannya suatu perencanaan pengendalian banjir pada Sungai Welang, dengan tujuan meminimalisir kerugian akibat banjir.

Dari hasil perhitungan didapatkan besar debit banjir dengan metode HSS Gamma I Q50 = 513,27 m3/dt. Volume angkutan sedimen di Sungai Welang dari hulu sampai hilir antara 153,58m3- 19,95m3 dengan ketebalan sedimen antara 1,402m-0,008m. Penampang eksisting Sungai Welang tidak menampung besarnya debit banjir rencana, oleh karena itu perlu dilakukan normalisasi. Untuk stabilitas lereng, beberapa penampang sungai, misal pada P51 lerengnya tidak mampu menahan besarnya debit banjir yang terjadi, oleh karena itu perlu dibangun pelindung berupa bronjong atau reventmen agar tidak longsor.

(6)

i

RIVER FLOOD CONTROL PLANNING WELANG

RIVER, SUNGIWETAN VILLAGE TO THE

ESTUARY, PASURUAN DISTRICT

Name : Helmi Widjanarko

NRP : 3110 105 026

Major : Civil Engineering, FTSP-ITS Lecturers : Mahendra Andiek M, ST.MT.

Ir. Fifi Sofia

Abstract

Welang River is one of the major rivers in Pasuruan which at the moment is always high rainfall causing flooding. The river has a catchment area Welang 511.60 km2 and a length of 40.09 KM1 river, with headwaters in the form of flood plains that discharge generated considerable. The magnitude of the flood discharge magnitude resulting transport of sediment washed from upstream. Need for a plan of flood control on the Welang River, with the goal of minimizing losses due to flooding.

From the calculation results obtained with the method of flood discharge HSS Gamma I Q50 = 513.27 m3/sec. The volume of sediment transport in the Welang River from upstream to downstream between 153.58 m3 - 19.95 m3 with thickness of sediment between 1.402 m - 0, 008 m. Sectional existing Welang River can not accommodate large flood discharge plan, therefore it is necessary to normalize the river. For the stability of the slope, some cross the river, such as the P51 cross slope was not able to withstand the magnitude of the flood discharge, therefore it needs to be built in the form of protective gabion or reventmen avoid landslides.

(7)

iii

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas rahmat, petunjuk dan karunia-Nya, tugas akhir dengan judul: Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Welang Desa Sungiwetan Sampai Muara Kabupaten Pasuruan bisa terselesaikan.

Pengerjaan tugas akhir ini dimaksudkan untuk mempelajari penyebab dari banjir yang terjadi di Kota Pasuruan, terutama sekitar Sungai Welang dan menemukan solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalisir kerugian akibat banjir.

Dengan terselesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

a. Kedua orang tua tercinta, adik saya tersayang yang telah memberikan doa, dukungan baik secara moril maupun materiil sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

b. Bapak Catur Arif Prastyanto, ST. MEng. dan Bapak Tridjoko Wahyu Adi, ST. MT. PhD. selaku Dosen Wali saya yang dengan sabar telah menemani serta memberi bimbingan selama masa perkuliahan saya. c. Ibu Ir. Fifi Sofia selaku Dosen Pembimbing yang telah

membantu dan memberikan bimbingan kepada saya selama pengerjaan Tugas Akhir ini dan Bapak Mahendra Andiek M, ST. MT. atas bimbingan program bantu Hec-Ras 4.1.0. Saya meminta maaf jika sudah mengganggu dan merepoti Bapak dan Ibu selama ini.

d. Bapak Bambang Winarta ST. MT. PhD dan Bapak Dr. Ir. Edijatno yang telah meluangkan

waktunya untuk membantu member bimbingan kepada saya.

e. Dosen-dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS yang telah memberikan ilmu dengan ikhlas.

(8)

iv

g. Teman-teman semua atas bantuan dan telah memberi semangat.

h. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya sata persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari tugas akhir yang telah dilakukan. Sebagian kekurangan telah dituliskan dalam bagian saran penelitian, namun tentu saja masih ada yang belum dapat dituliskan. Sehingga kritik dan saran yang membangun selalu terbuka untuk perbaikan penelitian ini. Akhirnya, kami berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, Januari2013

(9)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 2

1.3 Tujuan dan manfaat ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Peta Lokasi Studi ... 4

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI ... 5

2.1 Letak Administrasi ... 5

2.2 Hidrologi ... 5

2.3 Morfologi Sungai ... 6

2.4 Kondisi Geologi dan Tanah ... 8

2.5 Masalah Banjir ... 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 11

3.1 Analisa Hidrologi ... 11

a. Polygon Thiessen ... 11

3.1.1 Perhitungan curah hujan rencana ... 13

3.1.2 Analisa Frekuensi ... 14

3.1.2.1 Distribusi Gumbel ... 15

3.1.2.2 Distribusi Log Pearson Type III ... 16

3.1.2.3 Uji Kesesuaian Distribusi ... 17

a. Uji Chi Kuadrat ... 17

b. Uji Smirnov Kolmogorov ... 19

3.1.3 Perhitungan Curah Hujan Efektif ... 21

(10)

vi

2) Metode Hidrograf Satuan Gamma 1... 25

3.2 Analisa Hidrolika ... 28

3.2.1 Analisa Kapasitas Sungai ... 28

3.2.2 Analisa Pemodelan Hec-Ras ... 29

3.3 Analisa Sedimen ... 32

3.4.1 Umum ... 32

3.4 Analisa Scouring... 33

3.5 Analisa Stabilitas Lereng ... 34

BAB IV METODOLOGI... 37

4.1 Umum ... 37

BAB V ANALISA DAN PERHITUNGAN ... 45

5.1 Analisa Hidrologi ... 45

5.1.1 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata ... 45

5.1.2 Analisa Distribusi Frekuensi ... 48

5.1.2.1 Distribusi Gumbel ... 48

5.1.2.2 Distribusi Log Pearson Type III ... 50

5.1.3 Uji Kesesuaian Distribusi ... 52

5.1.3.1. Uji Chi Kuadrat ... 52

5.1.3.1.1 Uji Distribusi Analisa Distribusi Metode Gumbel ... 53

5.1.3.1.2 Uji Distribusi Analisa Distribusi Log Pearson type III ... 54

5.1.3.2. Uji Smirnov Kolmogorov ... 55

5.1.3.2.1 Uji Distribusi Analisa Distribusi Metode Gumbel ... 56

5.1.3.2.2 Uji Distribusi Analisa Distribusi Log Pearson type III ... 57

5.1.4 Perhitungan Curah Hujan Efektif Periode Ulang ... 58

(11)

vii

5.2.5.1 Metode Hidrograf Satuan Nakayasu ... 60

5.2.5.2 Metode Hidrograf Satuan Gamma 1 ... 71

5.2 Analisa Hidrolika ... 85

5.3.1 Analisa Kapasitas Sungai ... 85

5.3 Analisa Sedimen ... 86

5.4 Analisa Scouring ... 90

5.5 Analisa Stabilitas Lereng ... 92

BAB VI PENUTUP ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

x

Tabel 2.1 Daerah yang banjir akibat Sungai Welang ... 10

Tabel 3.1 Karakteristik Distribusi Frekuensi ... 10

Tabel 3.2 Reduced Mean (Yn) ... 7

Tabel 3.3 Reduced Standart Deviation (Sn) ... 7

Tabel 3.4 Harga k untuk Distribusi Log Pearson Type III .. 9

Tabel 3.5 Nilai Kritis Distribusi Chi-Kuadrat... 11

Tabel 3.6 Tabel Nilai Kritis Uji Smirnov Kolmogorov ... 12

Tabel 3.7 Koefisien Aliran (C) ... 13

Tabel 3.8 Nilai Koefisien Kekasaran Manning... 19

Tabel 3.9 Hubungan debit dengan tinggi jagaan ... 27

Tabel 3.10 Sudut susut petunjuk menurut Fellenius ... 27

Tabel 5.1 Tinggi Hujan Rata-rata selama 15 tahun ... 47

Tabel 5.2 Nilai Variabel Gauss ... 49

Tabel 5.3 Perhitungan curah hujan rencana Metode Distribusi Log Pearson Type III ... 50

Tabel 5.4 Perbandingan Nilai Cs dan Ck ... 52

Tabel 5.5 Uji Distribusi Chi-Kuadrat Metode Gumbel ... 53

Tabel 5.6 Uji Distribusi Chi-Kuadrat Metode Log Pearson Type III ... 54

(13)

xi

Tabel 5.9 Uji Smirnov Kolmogorov Metode Log Pearson

Type III ... 57

Tabel 5.10 Penentuan Distribusi yang akan dipakai ... 58

Tabel 5.11 Perhitungan Distribusi Hujan Jam-jaman ... 59

Tabel 5.12 Perhitungan C gabungan ... 60

Tabel 5.13 Curah Hujan Efektif Periode Ulang ... 61

Tabel 5.14 Ordinat hidrograf untuk waktu naik (0 < t < 4,36) ... 62

Tabel 5.15 Ordinat hidrograf untuk waktu turun (4,36 < t < 8,45) ... 62

Tabel 5.16 Ordinat hidrograf untuk waktu turun (8,45< t <14,58) ... 63

Tabel 5.17 Ordinat hidrograf untuk waktu turun ( t > 14,58 ) Tabel 5.18 Debit banjir periode ulang 10 tahun ... 65

Tabel 5.19 Debit banjir periode ulang 20 tahun ... 66

Tabel 5.20 Debit banjir periode ulang 50 tahun ... 67

Tabel 5.21 Debit banjir periode ulang 100 tahun ... 68

Tabel 5.22 Rekapitulasi Debit Banjir Rencana ... 69

Tabel 5.23 Perhitungan Qt ... 74

Tabel 5.24 Perhitungan curah hujan jam-jaman ... 75

(14)

xii

Tabel 5.27 Debit banjir rencana periode ulang 20 tahun .... 78 Tabel 5.28 Debit banjir rencana periode ulang 50 tahun .... 79 Tabel 5.29 Debit banjir rencana periode ulang 100 tahun .. 80 Tabel 5.30 Rekap debit banjir rencana Metode Gamma I... 81 Tabel 5.31 Rekap debit banjir rencana Metode Gamma I

dengan Metode Nakayasu ... 83 Tabel 5.32 Hasil analisa dan perhitungan ... 89 Tabel 5.33 Hasil Perhitungan Analisa scouring ... 90

(15)

viii

Gambar 1.1 Peta Lokasi Sungai Welang ... 4

Gambar 2.1 Sungai welang bagian hulu ... 7

Gambar 2.2 Sungai welang bagian tengah ... 7

Gambar 2.3 Sungai welang bagian hilir ... 8

Gambar 3.1 Metode Polygon Thiessen ... 12

Gambar 3.2 Kurva HSS Nakayasu ... 24

Gambar 3.3 Kurva HSS Gamma I ... 26

Gambar 3.4 Skema Penetapan Faktor Lebar ... 27

Gambar 3.5 Skema Penetapan (RUA) ... 27

Gambar 3.6 Skema Penetapan Tingkat Sungai (Ordo) .... 28

Gambar 3.7 River Reach yang ditinjau ... 30

Gambar 3.8 Cross Section Data-Geo ... 30

Gambar 3.9 Steady Flow data ... 31

Gambar 3.10 Penampang memanjang Sungai Welang ... 31

Gambar 3.11 Kecepatan butiran sedimen ... 34

Gambar 3.12 Stabilitas dengan metode irisan ... 35

(16)

ix

Gambar 5.1 Metode Polygon Thiessen ... 45

Gambar 5.2 Ordinat Hidrograf Metode Nakayasu ... 64

Gambar 5.3 Hidrograf Debit Banjir Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 70

Gambar 5.4 Panjang WL dan WU ... 72

Gambar 5.5 Titik berat DAS (AU)... 72

Gambar 5.6 Ordinat Hidrograf Metode Gamma I ... 75

Gambar 5.7 Perbandingan Debit Banjir HSS Gamma I periode ulang tahun ke T ... 82

Gambar 5.8 Perbandingan Debit banjir HSS Nakayasu dengan HSS Gamma I ... 84

Gambar 5.9 Penampang salah satu ruas sungai ... 85

Gambar 5.10 Jembatan di P104A ... 91

Gambar 5.11

bidang longsor untuk P78

... 93

Gambar 5.12

bidang longsor untuk P80

... 93

Gambar 5.13

bidang longsor untuk P90

... 94

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Sungai Welang merupakan salah satu dari beberapa sungai besar yang berada di Kabupaten Pasuruan. Sungai Welang mempunyai DAS seluas 511,60 km2 dengan panjang

sungai 40,09 km1 dan memiliki banyak anak sungai. Hulu

Sungai Welang merupakan daerah pegunungan / perbukitan (Sungai Pikul, Kec. Prigen dan Sungai Kendangsari Lor, Kec. Tutur), dan bermuara di Desa Pulokerto. Kec, Kraton Pantai Utara Pulau Jawa, Selat Madura. Kondisi morfologi Sungai Welang mempunyai alur yang berkelok-kelok (meander) dan termasuk tipe sungai dengan aliran air sepanjang tahun (perennial). Lihat gambar 1.1.

Di bagian hulu Sungai Welang, kondisi debit sungai yang mengalir digunakan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi memanfaatkan bendung-bendung yang terdapat pada Sungai Welang dan sebagai jaringan pembuang. Di bagian hilir Sungai Welang juga dimanfaatkan sebagai saluran pembuangan drainase kota Pasuruan.

Setiap tahun Sungai Welang selalu meluap dan mengakibatkan banjir. Aliran air yang cukup deras disertai meterial sedimen dari hulu yang kemudian mengendap pada alur sungai yang landai atau pada ruas sungai yang melebar, secara berangsur-angsur menyebabkan pendangkalan pada beberapa titik alur sungai. Sehingga pada saat curah hujan tinggi dengan debit puncak yang besar sungai tidak mampu menampung volume air yang besar. Bendungan yang ada tidak bisa berfungsi secara maksimal karena sedimentasi yang besar akibatnya Desa Kraton, Desa Sukorejo, Desa Sungiwetan, Desa Karangketug, terendam air hingga ketinggian hampir 1 meter. Berdasarkan dari informasi dari dinas UPT Gembong-Pekalen, dua lokasi di bagian hulu yang memberi tambahan debit besar, yaitu Sungai

(19)

Jumpinang dan Air Terjun Baong. Di bagian tengah disebabkan karena elevasi tanah lebih rendah dari pada di hilir, atau berupa cekungan. Dan di bagian hilir disebabkan karena pengaruh pasang surut air laut dengan tinggi maksimum 3,3 m (Lampiran )

Mengingat pentingnya fungsi sungai tersebut jika terjadi luapan banjir dapat merugikan masyarakat. Dengan dilakukannya perencanaan pengendalian banjir Sungai Welang diharapkan bisa mengatasi atau mengurangi genangan akibat meluapnya Sungai Welang yang merugikan masyarakat.

Dari permasalahan di atas banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi atau mengurangi banjir akibat luapan Sungai Welang, yang diantaranya menjadi topik Tugas Akhir ini adalah Normalisasi Sungai Welang.

1.6. Permasalahan

Dalam perencanaan pengendalian banjir ini ada beberapa permasalahan yang harus diidentifikasi :

• Berapa kapasitas eksisting yang mampu ditampung Sungai Welang.

• Apakah penampang eksisting Sungai Welang mampu mengalirkan debit rencana.

• Berapa dimensi perencanaan sungai yang dapat dilalui debit rencana.

• Berapa angkutan sedimen yang terjadi di ruas sungai yang akan dinormalisasi.

• Bagaimana profil muka air pada saat muka air laut pasang.

• Bagaimana dampak pekerjaan normalisasi terhadap bangunan yang ada di sungai.

(20)

1.7. Tujuan dan Manfaat

Adapun Tujuan “Perencanaan Pengendalian Banjir Sungai Welang” adalah :

• Mengetahui kapasitas eksisting Sungai Welang.

• Mengetahui besarnya kapasitas Sungai Welang terhadap debit rencana.

• Merencana dimensi penampang sungai yang dapat dilalui debit rencana.

• Menghitung angkutan sedimen yang terjadi di ruas sungai yang akan dinormalisasi.

• Mengetahui profil muka air dengan bantuan software Hec-Ras 4.1.0 pada saat muka air laut pasang.

• Menghitung perencanaan hidrolis bangunan yang terkena dampak normalisasi.

Manfaat dari “Perencanaan Pengendalian Banjir Sungai Welang” adalah diharapkan bisa mengatasi atau mengurangi banjir dan tidak menyebabkan akibat samping yang bisa merugikan masyarakat.

1.8. Batasan masalah

Untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas, maka dalam Tugas Akhir ini hanya membahas :

Hanya menghitung angkutan sedimen dasar (bed load transport).

Analisa data angkutan sedimen dasar / bed-load didasarkan pengukuran di sungai welang karena tidak ada data pengukuran di lokasi studi Tugas Akhir dari dinas yang bersangkutan.

• Aliran pada sungai dianggap dalam kondisi aliran tetap / steady flow karena data yang didapatkan dari dinas yang bersangkutan kurang lengkap

(21)

G am bar 1.1 . P et a L ok as i S tu di 1.5. Pe ta L ok as i St ud i

(22)

5 2.1 Letak Administrasi

DAS Kali Welang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten dan Kota Pasuruan. DAS Kali Welang termasuk Kabupaten Pasuruan dan sebagian kecil daerah hulu termasuk wilayah Kabupaten Malang.

Secara geografis Sungai Welang berada pada posisi antara 112°30’00” s/d 113°30’00” Bujur Timur dan 7°30’00” s/d 8°30’00” Lintang Selatan.

2.2 Hidrologi

Sebagaimana daerah-daerah di Indonesia yang beriklim tropis, hanya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan di daerah DAS sungai Welang untuk daerah hulu cukup tinggi.

Sungai Welang adalah tipe sungai parenhial yaitu sungai yang selalu mengalir sepanjang tahun meskipun pada saat musim kemarau. Dari hasil studi yang pernah dilakukan didapatkan data sebagai berikut

a) Lokasi stasiun hujan

Stasiun hujan yang dipakai dalam analisa hidrologi ini sebanyak 7 (tujuh) lokasi sebagai berikut :

a. Stasiun P3GI b. Stasiun Wonorejo c. Stasiun Pager d. Stasiun Selowongko e. Stasiun Perwosari f. Stasiun Lawang g. Stasiun Tutur

(23)

b) Dalam analisis hujan rerata daerah lebih sesuai menggunakan Metode Poligon Thiessen. Data curah hujan harian yang akan dianalisa pada masing-masing stasiun penakar hujan adalah sepanjang 15 tahun. c) Luas seluruh daerah pengaliran Sungai Welang 511,6

km2.

2.3 Morfologi Sungai

o Morfologi sungai mulai dari sungai-sungai di daerah pegunungan sampai sungai di dataran rendah, mengalami perubahan alur seiring dengan perubahan hidrolis.

o Morfologi sungai dan perubahan hidrolis pada sungai di daerah pegunungan mengalami degradasi dasar sungai, gerusan tebing sungai dengan bentuk tampang melintang sungai sempit, tebing sungai tinggi dengan kemiringan dasar sungai besar/ curam dan kecepatan aliran sangat besar. Hal ini secara fisik terdapat batu bolder berukuran dari 30 cm sampai dengan 300 cm pada dasar sungai.

(24)

Gambar 2.1. Sungai Welang bagian hulu

o Morfologi sungai dan perubahan hidrolis pada sungai di daerah transisi (midle regime), kondisi alur sungai, gerusan dasar sungai dan pengendapan yang relatif cukup tinggi pada alur-alur tertentu, dengan kemiringan dasar agak landai, tebing sungai agak rendah dan kecepatan aliran tidak terlalu besar.

(25)

o Morfologi sungai di daerah dataran rendah dan daerah pasang surut, kondisi alur sungai agak lurus terjadi agradasi atau pengendapan pada dasar sungai dan terbentuknya delta sedimen pada beberapa tempat, kemiringan rata-rata dasar sungai sangat landai (I = 0,0005) dengan lebar palung sungai cukup besar, tebing sungai sangat rendah.

Gambar 2.3. Sungai Welang bagian hilir Beberapa kondisi penampang sungai welang ditunjukkan pada Gambar 2.1 s/d Gambar 2.3.

2.4 Kondisi Geologi dan Tanah

Kondisi geologi DAS pada daerah hulu, tengah dan hilir sangat berbeda.

 Daerah Hulu : tanah berbatuan pada elevasi 1000 m – 2000 m di atas permukaan air laut.

 Daerah bagian Tengah : jenis batuan gunung api Tengger pada elevasi 150 m – 1000 m di atas permukaan air laut.

 Daerah Hilir : tanah lempung dan berpasir pada elevasi 0 m – 25 m diatas permukaan air laut.

(26)

2.5 Masalah Banjir

Penyebab terjadinya banjir diduga karena beberapa hal, antara lain :

o Dasar sungai yang cenderung agradasi

o Terjadinya pengendapan sedimen pada titik tertentu menyebabkan daya tampung sungai terhadap debit banjir menjadi berkurang.

o Pada bagian hilir dipengaruhi pasang surut muka air laut.

Daerah-daerah yang terkena dampak banjit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Data daerah yang terkena banjir rutin tahunan

No Nama Sungai Desa Kec. Kota/Kab.

1 K. Welang Pukul Kraton Kab. Pasuruan Kebotohan Kraton Kab. Pasuruan Plinggisan Kraton Kab. Pasuruan Dhompo Kraton Kab. Pasuruan Tambakrejo Kraton Kab. Pasuruan Kraton Kraton Kab. Pasuruan Semare Kraton Kab. Pasuruan ` Sungai Wetan Pohjentrek Kab. Pasuruan Tidu Pohjentrek Kab. Pasuruan Sukorejo Pohjentrek Kab. Pasuruan Karang ketug Gadingrejo Kab. Pasuruan

(27)
(28)

11

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Analisa Hidrologi

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat, maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Analisis hidrologi diperlukan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana. Debit banjir rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai atau saluran dengan periode ulang tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.

3.1.1 Perhitungan curah hujan rata-rata

Untuk mengetahui besarnya curah hujan rata-rata pada suatu DAS, ada tiga metode yang biasa digunakan. Salah satunya adalah :

a. Polygon Thiessen

Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut sebagai faktor pembobot (w e i g h i n g f a c t o r ) atau disebut juga sebagai Koefisien Thiessen. Besarnya faktor pembobot, tergantung dari luas daerah pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh polygon-polygon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun. Dengan demikian setiap stasiun akan terletak di dalam suatu poligon yang tertutup. Jelasnya poligon-poligon tersebut dapat diperoleh sebagai berikut:

a. Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga membentuk polygon segitiga.

(29)

b. Buat sumbu-sumbu pada polygon segitiga tersebut sehingga titik potong sumbu akan membentuk polygon baru.

c. Polygon baru inilah merupakan batas daerah pengaruh masing-masing stasiun penakar hujan. Lihat Gambar 3.1

Gambar 3.1. Pembagian daerah dengan Metode Polygon Thiesen

LAUT Keterangan : 1. Sta. P3GI 2. Sta. Wonorejo 3. Sta. Selowongko 4. Sta. Pager 5. Sta. Lawang 6. Sta. Purwosari 7. Sta. Tutur

(30)

R� = A1 . R1+ A2 . R2+ ……….An . Rn

A1+A2 +⋯An (3.1)

R� = R1.W1+ R1.W1+...+ Rn.Wn (3.2)

(Sri Harto, Analisis Hidrologi, 1993)

dimana :

R� = tinggi curah hujan rata-rata daerah aliran (mm) Rn = tinggi curah hujan di pos 1, 2, …,n

An = luas daerah pengaruh di pos 1, 2, …,n

Wn =faktor bobot suatu stasiun hujan, % daerah

pengaruh terhadap luas DAS A = luas daerah pengaruh pos 3.1.1 Perhitungan curah hujan rencana

Setelah mendapatkan curah hujan rata-rata dari beberapa stasiun yang berpengaruh di daerah aliran sungai, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran yang sesuai dengan sebaran curah hujan rata-rata yang ada. Syarat yang memenuhi dalam pemilihan sebaran tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Karakteristik Distribusi Frekuensi

Jenis Distribusi Syarat Distribusi

Distribusi Gumbel Cs ≤ 1,139 Ck ≤ 5,402 Distribusi Log Pearson Tipe III Cs ≠ 0 Ck = 0,3

(Sumber : Soewarno, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, 1995)

Kedua distribusi di atas akan dipilih salah satu apabila sesuai dengan hasil perhitungan dengan rumus :

a. Standar deviasi

S = �

∑ni=1(Xi−X�)2

(31)

(Soewarno,jilid 1,Tahun1995) dimana : S = deviasi standar Xi = nilai variat 𝑋𝑋� = nilai rata-rata n = banyaknya data b. Koefisien Skewness

Koefisien Skewness adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi. Perumusannya sebagai berikut :

a = n ∑ni=1(Xi−X�)3 (n−1)(n−2) (3.4) Cs = a / S3 (3.5) (Soewarno,jilid 1,Tahun1995) c. Koefisien Kurtosis Ck = n ∑ni=1(Xi−X�)4 (n−1)(n−2)(n−3)S4 (3.6) (Soewarno,jilid 1,Tahun1995) 3.1.2. Analisa Frekuensi

Frekuensi Hujan adalah besaran kemungkinan suatu hujan maksimum disamai atau dilampaui.

Rangkaian data hidrologi yang merupakan sistem berulang dapat digambarkan dalam suatu distribusi peluang. Selanjutnya menghitung curah hujan rencana dalam beberapa periode ulang untuk mendapatkan debit banjir rencana dengan metode sebagai berikut :

(32)

3.1.2.1 Distribusi Gumbel

Rumus dasar yang dipakai dalam analisa distribusi Gumbel adalah : R = R� + 𝑆𝑆S 𝑛𝑛 (𝑌𝑌𝑡𝑡 - 𝑌𝑌n ) (3.7) Yt = - ln ln �T - 1T � (3.8) (Soewarno,jilid 1,Tahun 1995) dimana:

Rt = curah hujan dengan periode ulang T

R� = hujan max rata-rata S = standar deviasi

Yt = nilai reduksi varian yang terjadi pada periode

ulang

T = Periode ulang

Yn = Nilai rata-rata dari reduksi varian yang nilainya

tergantung dari banyak data, ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Sn = Deviasi Standar dari reduksi varian yang nilainya

tergantung dari jumlah data, ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2. Reduced Mean (Yn)

(33)

Tabel 3.3. Reduced Standart Deviation (Sn)

Sumber : Suripin, 2004

3.1.2.2 Distribusi Log Pearson Type III

Perkiraan besarnya curah hujan rencana dihitung menggunakan metode Log Pearson Type III :

Log R = log R� + k.S log R (3.9) Log R� = ∑ log R1

n (3.10)

Perhitungan Parmeter Statistik untuk Metode Log Pearson Type III

S log R� = �∑(log Ri− log R � )2

𝑛𝑛−1 (3.11)

Cs = (n−1)(n−2)(S log R�)n ∑(log Ri−log R�)33 (3.12)

Ck = (n−1)(n−2)(n−3)(S log R�)n2 ∑(log Ri−log R�)4 4 (3.13)

(34)

dimana:

Ri = curah hujan

R� = nilai rata-rata hujan selama tahun pengamatan n = jumlah data

k = karakteristik dari distribusi log pearson type III. Harga k dapat dilihat pada Lampiran 3

Cs = koefisien kemencengan Ck = koefisien Kurtosis S log R� = standart deviasi

3.1.2.3 Uji kesesuaian distribusi Analisa Frekuensi Untuk menentukan kesesuaian distribusi frekuensi dari contoh data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi curah hujan rencana, maka diperlukan parameter, yaitu : a. Uji Chi Kuadrat

Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menguji apakah distribusi frekuensi pengamatan dapat diterima oleh distribuai teoritis.

Persamaan yang digunakan sebagai parameter adalah : 𝑋𝑋2= ∑ (𝐸𝐸𝐸𝐸−𝑂𝑂𝐸𝐸)2 𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐺𝐺 𝑖𝑖=1 (3.14) (Soewarno,jilid 1,Tahun1995) dimana :

X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

Oi = Jumlah nilai yang diamati pada sub kelompok ke-i

G = Jumlah sub kelompok

Ei = Jumlah nilai yang diharapkan (teoritis) pada sub kelompok ke-i

Adapun prosedur pengujian Chi-kuadrat adalah sebagai berikut :

• Urutkan data pengamatan dari terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya.

(35)

Hitung jumlah kelas yang ada yaitu Nc = 1+1,33ln(n) .

• Dalam pembagian kelas disarankan agar dalam masing-masing kelas terdapat minimal tiga buah data pengamatan.

• Tentukan derajat kebebasan (dk) = G-P-1 (nilai P = 2 untuk distribusi normal dan binomial, untuk distribusi poisson dan Gumbel nilai P = 1).

Nilai dk dapat dilihat pada Tabel 3.6. • Nilai Ef = jumlah data ( n ) / Jumlah kelas. Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas. Jumlah G Sub-group (Ef .Of )2/ Ef untuk

menentukan nilai Chi-kuadrat. • Didapat nilai X2, harus < X2 CR. Interprestasi hasilnya adalah :

• Apabila peluang (P) > 5 %, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima.

• Apabila peluang (P) < 1 %, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima.

• Apabila peluang diantara 1 – 5 %, maka tidak mungkin untuk mengambil keputusan, misal perlu data tambahan.

(36)

Tabel 3.4. Nilai Kritis Distribusi Chi-Kuadrat

(Sumber : Soewarno,Tahun 1995)

b. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kesesuaian non-parametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.

Langkah-langkah uji Smirnov-Kolmogorov adalah : • Urutkan data hujan dari yang terbesar hingga yang

terkecil atau sebaliknya dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.

X1 P(X1)

X2 P(X2)

Xm P(Xm)

Xn P(Xn)

(37)

dimana :

P(X) = Peluang

m = Nomor urut kejadian n = Jumlah data

• Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dan hasil penggambaran data (persamaan distribusi). X1 P’(X1) X2 P’(X2) Xm P’(Xm) Xn P’(Xn) 𝐹𝐹 (𝑡𝑡) = 𝑋𝑋−𝑋𝑋𝑟𝑟 𝑆𝑆𝑆𝑆 P(Xi) = 1 - P’(X<) dimana :

F (t) = Distribusi normal standart X = Curah Hujan

Xr = Curah Hujan rata-rata

P(Xm) = Peluang teoritis terbaik pada no ke-m

• Tentukan selisih terbesar dari peluang pengamatan dengan peluang teoritis dari kedua nilai peluang.

Dmax = {P(Xm) – P’(Xm)}

Berdasarkan Tabel 3.5 nilai kritis Smirnov-Kolmogorov test, tentukan harga Do dengan ketentuan:

i. Apabila D max < Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan distribusi dapat diterima.

ii. Apabila D max > Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan distribusi tidak dapat diterima.

(38)

Tabel 3.5. Nilai kritis Uji Smirnov Kolmogorov

(Sumber : Soewarno,Tahun 1995)

3.1.3 Perhitungan Curah Hujan Efektif

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi sebelumnya.

Perhitungan Metode Dr. Mononobe I = 𝑅𝑅24 24 � 24 𝑡𝑡� 2 3 � (3.15) (Soewarno,jilid 1,Tahun1995) dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam) R24 = curah hujan harian maksimum (mm)

t = lamanya hujan 3.1.3.1 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara air yang mengalir di permukaan tanah dengan air hujan yang jatuh, maka koefisien pengaliran (RunOff) bergantung pada jenis permukaan tanah dan tata guna

(39)

lahan daerah aliran. Untuk daerah aliran dimana penggunaannya bervariasi, maka koefisiennya merupakan gabungan antara nilai koefisien pengaliran. Nilai koefisien aliran dapat dilihat pada Tabel 3.6 Tabel.3.6. Nilai Koefisien Aliran daerah pengaliran

Dapat dihitung menggunakan persamaan :

C = ∑ �Ci .AiAi � (3.16)

dimana :

C : koefisien aliran konfrehensif Ci : Koefisien aliran dasar Ai : area untuk setiap kategori 3.1.4 Debit Banjir Rencana

Perhitungan debit banjir rencana dilakukan berdasarkan hujan harian maksimum yang terjadi pada suatu periode tertentu. Hal ini dilakukan karena besarnya aliran sungai ditentukan dari besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan, luas daerah aliran sungai dan ciri-ciri daerah alirannya.

(40)

Metode yang dipertimbangkan dalam perhitungan debit banjir rencana adalah :

1) Metode Hidrograph Satuan Sintetik Nakayasu Qp=3,6 �0,3 Tp+TC.A.Ro 0,3 (3.17)

(Hidrologi terapan, Bambang Triatmojo) dimana :

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

Ro = hujan satuan (mm)

T0,3 = waktu yang diperlukan debit dari Tp sampai

30% dari waktu puncak (jam)

Tp = Waktu yang diperlukan dari awal hujan

sampai waktu puncak banjir (jam) A = Luas DAS (km2)

C = Koefisien pengaliran DAS

Waktu puncak (Tp) dirumuskan sebagai berikut:

Tp = Tg + 0,8 Tr

Tr = 0,5 Tg

Tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai

debit puncak banjir (jam). Tg dihitung dengan

ketentuan sebagai berikut :

• Untuk panjang sungai (L) > 15 km : Tg = 0,4 +

0,058L

• Untuk panjang sungai (L) < 15 km : Tg = 0,21L0,7

Adapun T0,3 dirumuskan sebagai berikut :

T0,3 = α Tg

dimana :

Tr = satuan waktu hujan Tg = waktu konsentrasi Nilai α ditentukan berdasarkan :

α = 1,5 jika hidrograf naik lambat dan turun cepat α = 2 jika daerah pengaliran seimbang

(41)

α = 3 jika hidrograf naik cepat dan turun lambat nilai α masing-masing DAS ditentukan berdasarkan volume hidrograf satuan. Sesuai dengan nilai α yang terpilih maka parameter masing-masing DAS dapat ditentukan.

Berikut disajikan perhitungan debit banjir rancangan masing-masing DAS metode Nakayasu dengan nilai α yang terpilih.

Gambar 3.2. Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Persamaan hidrograf satuan adalah sebagai berikut: a. Bagian kurva naik ( 0 < t < Tp ) hidrograf satuan

memiliki persamaan : Q = �Tpt�2,4. Qp dimana :

Qc = debit sebelum mencapai puncak banjir

T = waktu dari awal hujan sampai dengan waktu puncak banjir (jam)

Lengkung Naik Puncak Lengkung turun

Tp T0,3 1,5 T0,3 0,3^2 Qp 0,3 Qp Qp 0,8 Tr Tg Tr debit (m3/dt) waktu (jam)

(42)

b. Bagian kurva turun

• Tp ≤ t ≤ ( Tp + T0,3 ) dari Tp sampai dengan T0,3

QdI > 0,3. Qp maka : Q = 0,3�t−TpT0,3 �. Qp • ( Tp + T0,3) ≤ t ≤ ( Tp+ T0,3+1,5 T0,3)0,3. Qp > Qd2 > 0,32. Qp T0,3 sampai T0,32 maka : Q = 0,3�t−Tp+0,5Tp1,5T0,3 �. Qp • t > (Tp+T0,3+1,5xT0,3) 0,32.Qp > Qd3 waktu untuk T= 0,32 maka : Q = 0,3�t−Tp+0,5TpT0,3 �. Qp

2) Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1 Hidrograf satuan sintetik ini dikembangkan oleh Sri Harto (1993) yang diturunkan berdasarkan teori hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan oleh Sherman. Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I merupakan persamaan empiris yang diturunkan dengan mendasarkan pada parameter-parameter DAS terhadap bentuk dan besaran hidrograf satuan parameter-parameter DAS tersebut yaitu faktor sumber (SF), frekuensi sumber (SN), faktor lebar (WF), luas relatif (RUA), faktor simetris (SIM) dan jumlah pertemuan sungai (JN).

Dengan memperhatikan tanggapan Sungai Welang terhadap masukan hujan, maka diperlukannya penyajian sisi baik hidrograf satuan sebagai garis lurus (linear), sedangkan sisi resesi (recession limb) hidrograf satuan disajikan dengan persamaan eksponensial sebagai berikut :

Qt = Qp . e- t/k untuk hidrograf turun (t > TR) (3.18)

(43)

dimana :

Qt = Debit pada jam ke – t setelah debit puncak (m3/dtk)

Qp = Debit puncak (m3/dtk)

t = Waktu setelah terjadi debit puncak (jam) k = Koefisien tampungan (jam)

e = 0,718282

Koefisien tampungan yang dipergunakan untuk menetapkan kurva resesi hidrograf satuan didekati dengan persamaan eksponensial seperti berikut :

k = 0,5617 . A0,1798. S-0,1446. SF-1,0897. RUA0,0452 (3.20)

Bentuk tipikal Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1 ditandai oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (QP), waktu dasar (TB) seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.6. berikut :

Gambar 3.3. Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I Dengan rumus empiris :

TR = 0,4296.(L/100. SF)3 + 1,0665SIM + 1,2775 (3.21) QP = 0,1863 . A0,5886. TR-0,4008. JN0,2381 (3.22) TB = 27,4132.TR0,1457.S-0,0986.SN0,7344.RUA0,2574 (3.23) Tr Qp de bi t ( m 3/ dt ) waktu (jam) Qt = Qp . e- t / k Tb Qt = Qp . e-t/k

(44)

dimana :

TR = waktu naik (jam)

L = panjang sungai (km)

WF = perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik berjarak 3/4 L (WU) dengan lebar

DAS yang diukur dari titi yang berjarak 1/4 L (WL) dari titik pengamatan.

Gambar 3.4. Skema Penetapan Faktor Lebar (WF)

SIM = WF x RUA RUA = AU/A

Gambar 3.5. Skema Penetapan Luas Relatif DAS (RUA)

AU = luas DAS yang diukur di hulu garis yang

ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yang paling

WL B WL C A A - B = 0,25 L A - C = 0,75 L WF = WU / WL AU A RUA = AU / A

(45)

dekat dengan titik berat DAS di sungai, melewati titik tersebut

S = kemiringan dasar sungai JN = Jumlah pertemuan sungai

SN = perbandingan antara jumlah orde sungai tingkat satu dengan panjang sungai semua tingkat

SF = Jumlah panjang sungai orde 1 / Jumlah panjang sungai semua orde

Gambar 3.6. Skema Penetapan Tingkat Sungai (Ordo) D = kerapatan Drainase DAS

3.2 Analisa Hidrolika

Analisa hidrolika diperlukan untuk merencanakan sungai yang dapat berfungsi optimal, sehingga diperlukan suatu perhitungan untuk menentukan dimensi yang sesuai pada studi ini kapasitas sungai dihitung berdasarkan debit banjir dan periode ulang yang telah ditentukan.

3.2.1 Kapasitas Penampang Sungai

Perencanaan sungai harus berdasarkan pertimbangan kapasitas daya tampung sungai yang ada baik tinjauan hidrolis maupun elevasi kondisi lapangan.

Tinjauan hidrolis dimaksudkan untuk melakukan evaluasi kapasitas daya tampung sungai dengan debit periode ulang 15 tahun, sedangkan evaluasi kondisi di lapangan adalah didasarkan pada pengamatan secara

1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 3 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 3 4 4 4

(46)

langsung, mampu atau tidaknya sungai menampung debit air pada saat hujan maksimum.

Rumus kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi penampang sungai menggunakan rumus Manning:

Q = 1n. R2�3. I1�2 . A (3.24) dimana :

Q = Debit sungai (m3/dt )

A = luas penampang basah sungai (m2)

n = koefisien kekasaran Manning, nilai n dapat dilihat pada Tabel 3.8.

R = jari jari hidrolis

I = kemiringan dasar saluran sungai dengan tinggi jagaan (w) 5% - 30% h

Tabel 3.7. Nilai Koefisien Kekasaran Manning

Sumber : Departemen PU, 1999

3.2.2 Analisa Permodelan Hec-Ras

Analisa hidrolika dalam pengerjaannya dilakukan dengan program bantu Hec-Ras 4.1.0. Hec-RAs adalah program bantu yang digunakan untuk analisa hidrolika. Program bantu ini menggunakan asumsi dua jenis aliran steady atau unsteady dan akan memberikan desain dari

(47)

hasil kalkulasi analisa hidrolika tersebut, tetapi dalam Tugas Akhir ini aliran dianggap steady.

Data input yang harus dimasukkan untuk analisa hidrolika menggunakan program bantu HEC-RAS 4.1.0 adalah :

1. Gambar skema aliran Sungai Welang

Gambar 3.7 River Reach yang ditinjau 2. Data geometrik sungai yang ditinjau 3. Koefisien Manning

(48)

4. Data aliran (debit pada penampang)

Gambar 3.9 Steady flow data

Dan output dari analisa program bantu Hec-Ras adalah : 1. Elevasi muka air di sepanjang aliran

2. Profil aliran yang ditinjau

Gambar 3.10 Penampang memanjang Sungai Welang Dalam Hec-Ras, ada dua jenis asumsi yaitu aliran steady dan unsteady. Aliran steady adalah aliran yang parameter aliarannya, seperti kecepatan (v) tidak berubah (constant) selama selang waktu tertentu, sedangkan aliran unsteady adalah aliran dengan parameter aliran yang selalu berubah selama selang waktu tertentu. Tetapi dalam Tugas Akhir ini aliran di sungai dianggap steady.

(49)

3.3 Analisa Sedimen 3.3.1 Umum

Sedimen dan alur sungai adalah sifat alam bahwa air pada dataran terbuka tidak mengalir di atas tanah sebagai lapisan, melainkan akan mengumpul sebagai suatu sistem saluran alam. Dapat didefinisikan bahwa sungai adalah suatu sistem saluran yang dibentuk oleh alam yang disamping mengalirkan air juga mengangkut sedimen yang terkandung di dalam air sungai tersebut.

Angkutan sedimen yang terjadi di sungai : a. Muatan dasar (bed load)

Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai.

b. Muatan melayang (suspended load)

Terdiri dari butiran halus yang senantiasa melayang di dalam aliran sungai.

Angkutan sedimen di Sungai Welang memiliki sifat lebih bervariasi dan spesifik dengan adanya perbedaan jenis endapan dan keadaan musim yaitu musim hujan dan kemarau. Hasil sedimen dapat ditentukan dengan pengukuran sedimen pada titik kontrol alur sungai atau dengan menggunakan rumus – rumus empiris dan semi-empiris.

Berikut ini rumus yang sesuai digunakan dalam menentukan angkutan sedimen yang bergradasi, dan kondisi aliran yang menyebabkan terbentuk konfigurasi dasar, Meyer Peter Muler:

𝑞𝑞𝑏𝑏 = 𝜑𝜑�𝑔𝑔. ∆ . 𝑆𝑆503�0.5 (3.25) 𝜑𝜑 = (4 . 𝛹𝛹 − 0,188)3/2 (3.26) 𝛹𝛹 = 𝜇𝜇 . 𝜏𝜏 / (∆ . 𝜌𝜌 . 𝑔𝑔 . 𝑆𝑆90) (3.27) 𝜏𝜏 = 𝜌𝜌 . 𝑔𝑔 . 𝑅𝑅 . 𝐼𝐼 (3.28) 𝜏𝜏′ 𝑜𝑜= 0,56 𝑥𝑥 𝜏𝜏𝑜𝑜 (3.28) 𝐶𝐶 = 𝑈𝑈 / √𝑅𝑅 . 𝐼𝐼 (3.29)

(50)

𝜇𝜇 = (𝐶𝐶 / 𝐶𝐶′)3/2 (3.30)

𝐶𝐶′= 18 log(12 . 𝑅𝑅 /𝑆𝑆

90) (3.31)

dimana :

h = tinggi muka air (m)

qb = Berat sedimen per satuan waktu ((kg/dtk)/m)

d50 = Ukuran diameter butiran (mm)

g = Gaya grafitasi, 9.81 m/dt2 R = Jari-jari hidrolis (m) Δ = (ρs - ρ) (kg/m3) C = koefisien chezy µ = viskositas τ = tegangan geser (kg/m2) 3.4 Analisa Scouring

Morfologi Sungai Welang berbentuk meander dengan sudut tikungan bermacam-macam karena adanya usaha sungai untuk mencapai kestabilan.

Besarnya arus air Sungai Welang saat debit puncak mengakibatkan terjadinya gerusan di lokasi tertentu pada badan sungai yang disebabkan oleh besarnya energi aliran air. Hal ini menimbulkan suatu permasalahan pada bangunan konstruksi jembatan yang merupakan suatu struktur yang meneruskan jalan melewati suatu rintangan di bawahnya yaitu sungai.

Konstruksi jembatan yang ada di Sungai Welang dibangun dengan abutment tepat pada tebing sungai. Oleh karena itu dalam perhitungan scouring digunakan metode yang dipakai oleh Neil, 1973, tanah non kohesif. Untuk menentukan terjadi gerusan atau tidak diantara abutment jembatan dengan menggunakan grafik Gambar 3.9.

(51)

Gambar 3.11 Kecepatan butiran sedimen bergerak secara competent

3.5 Analisa Stabilitas Lereng

Butiran tanah pembentuk penampang sungai harus stabil terhadap aliran yang terjadi, karena akibat pengaruh kecepatan aliran dapat mengakibatkan gerusan pada talud/lereng maupun dasar sungai. Maka perlu mengecek stabilitas lereng pada sungai. Beberapa penyebab terjadinya kelongsoran :

1. Lereng terlalu tegak.

2. Penurunan muka air tiba-tiba. 3. Gempa bumi.

4. Ulah manusia

Semua faktor di atas merupakan penyebab pergerakan tanah dari tempat tinggi ke tempat rendah pada sebuah lereng.

3.5.1. Stabilitas Lereng

Pada analisis stabilitas lereng dalam menghitung besarnya faktor keamaan tebing terhadap gaya geser

0,3 0,5 0,7 1,0 2 3 5 7 10 20 30 50 70 100 200 300 0,0001 0,0002 0,0005 0,01 0,02 0,05 0,10 0,20 0,50 1,0 30 20 15 10 7 5 4 3 2 1 7 5 4 3 2 1,0 0,7 0,5

(52)

tanah menggunakan cara irisan Fellinius. Untuk memudahkan perhitungan maka dianggap gaya-gaya yang bekerja pada sisi kanan kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsornya. Untuk menentukan letak titik pusat busur lingkaran sebagai bidang longsor dilakukan cara coba-coba dimulai dengan bantuan sudut-sudut petunjuk dari Fellenius untuk tanah kohesif (φ = 0). Lihat Tabel 3.8. Untuk bidang irisan dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Stabilitas lereng diperiksa dalam 3 kondisi, yaitu : 1. Kondisi tidak ada air

2. Kondisi saat muka air rendah / normal 3. Kondisi saat muka air tinggi

Tabel 3.8. Sudut susut petunjuk menurut Fellenius Kemiringan

Tebing 1 : n Sudut Petunjuk α β 1 : 1 1 : 1,5 1 : 2 1 : 3 1 : 5 28O 26O 25O 25O 25O 37O 35O 28O 35O 35O Sumber : K.R. Arora, 2002

Gambar 3.12 Pembagian garis longsoran

O l C W α R

(53)

Apabila bidang luncur bundar dibagi dalam beberapa irisan vertikal, maka faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut :

F

s

=

∑{C .I+ (N−U− N∑(T+ Te)e) tan ∅} (3.32)

Fs

=

∑ C .I+∑{γ .A (cos α−𝑒𝑒 .sin α)−V} tan ∅∑ γ .A (sin α+𝑒𝑒 .cos α) (3.33)

dimana :

Fs : Faktor keamanan ( ≥ 1,2)

N : beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur (= γ . A . cos α)

T : beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur (= γ . A . sin α)

U : tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur

Ne : komponen vertikal beban seismis yang bekerja

pada setiap irisan bidang luncur. (= e . γ . A . sin α) Te : komponen tangensial beban seismis yang bekerja

pada setiap irisan bidang luncur. (= e . γ . A . cos α) Ø : sudut gesekan yang membentuk dasar setiap irisan

bidang luncur

C : Angka kohesi yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur

e : Intensitas seismis horisontal

γ : berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur

A : Luas setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur α : Sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan

bidang luncur V : Tekanan air pori

(54)

37

METODOLOGI

4.1. Umum

Konsep awal dalam penyelesaian pekerjaan Tugas Akhir ini adalah memeriksa kapasitas eksisting Sungai Welang dan menemukan cara untuk mengendalikan banjir dengan perhitungan debit rencana periode ulang Q10, Q20, Q50 dan Q100 tahun dan manghitung analisa

sedimen. Langkah-langkah yang dilakukan untuk penyelesaian tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 4.1.1. Tahap Perencanaan

1. Studi literatur

Mempelajari dan memahami teori-teori yang digunakan sebagai dasar dan acuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang nantinya ditemui dalam pengerjaan tugas akhir.

2. Pengumpulan Data

Adapun data yang kami butuhkan untuk keperluan penyusunan Tugas Akhir ini antara lain :

a) Data Hujan

Data curah hujan yang diperlukan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah data curah hujan selama 15 tahun sebagai dasar untuk menghitung debit banjir rencana.

b) Peta Topografi

Kondisi Topografi daerah studi dapat diklasifikasikan menurut kemiringan lahan dan daerah aliran sungai. Dengan melihat Peta Topografi nantinya akan dapat mengetahui :

• Lokasi Sungai Welang serta kondisi morfologinya • Luas DAS dan Panjang sungai

(55)

c) Peta Tata Guna Lahan

Yang dimaksud tata guna lahan adalah peta situasi yang menggambarkan pola penggunaan atau pemanfaatan lahan daerah rencana yang mencakup kondisi existing dan rencana pengembangan sesuai dengan pengembangan di wilayah tersebut.

d) Data Pengukuran Eksisting Sungai Welang (Gambar Long Section dan Cross Section) e) Data sedimen

Data sedimen diperlukan untuk mengetahui besarnya sedimen yang tertinggal di dasar Sungai Welang. f) Data debit

Diperlukan untuk mengetahui besarnya debit banjir baik debit rencana maupun debit eksisting yang terbawa oleh arus Sungai Welang. Dan juga untuk mengetahui besarnya sedimen yang mengendap pada sungai.

3. Analisa Perhitungan

Perhitungan data curah hujan

Melakukan anlisa data hujan selama 15 tahun untuk menghitung besarnya curah hujan rata-rata maksimum yang pernah terjadi.

Perhitungan Curah Hujan Efektif Periode Ulang Digunakan untuk menghitung besarnya tinggi hujan maksimum yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Dengan menggunakan metode sebagai berikut :

a. Metode distribusi Gumbel

(56)

Uji kesesuaian Distribusi Frekuensi Curah hujan Rencana

Pengujian ini digunakan untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap distribusi peluang yang diperkirakan. Uji kesesuaian distribusi yang sering dipakai adalah :

a. Uji Chi-Kuadrat

b. Uji Smirnov-Kolomogorov

Perhitungan Distribusi Hujan Jam-jaman

Perhitungan ini digunakan untuk mencari tinggi hujan maksimum tiap jam pada masing-masing sub DAS. • Perhitungan Debit Banjir Rencana

Pada perhitungan ini digunakan untuk merencanakan tingkat banjir yang kemungkinan terjadinya banjir terbesar. Perhitungan debit banjir rencana didasarkan pada periode ulang tertentu, sehingga dapat diketahui besarnya debit banjir yang melewati suatu sungai. Ada 2 Metode yang akan digunakan sebagai pembanding adalah Metode HSS Nakayasu dan Metode HSS Gamma 1.

Analisa hidrolika

Tujuannya untuk mengetahui kapasitas penampang sungai eksisting dan kapasitas penampang saat dilewati debit rencana.

Analisa Angkutan Sedimen

Tujuannya untuk mengetahui besarnya sedimen (bed load) yang terbawa arus sungai dari hulu yang kemudian mengendap dan menimbulkan pendangkalan sungai.

(57)

Analisa Scouring

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui besarnya gerusan yang terjadi di sungai terutama pada bangunan konstruksi yaitu, jembatan yang ada di beberapa ruas sungai sepanjang di daerah studi akibat besarnya debit banjir yang terjadi.

Gambar 4.1 Kondisi di Sungai Welang, konstruksi jembatan • Analisa Stabilitas Lereng

Tujuannya untuk menghitung kekuatan lereng dalam menahan besarnya energi aliran sungai saat debit puncak terhadap daya dukung tanah yang ada.

(58)

4.1.2. Kesimpulan

Kesimpulan dari penyelesaian Tugas Akhir untuk menyelesaikan permasalahan banjir yang disebabkan Kali Welang adalah :

• Mengetahui kapasitas eksisting yang mampu ditampung sungai welang..

• Mengetahui besarnya debit yang akan melewati Sungai Welang.

• Mengetahui besarnya angkutan sedimen yang terjadi di Sungai Welang.

• Mengetahui tinggi muka air pada saat pasang surut. • Mengetahui dampak yang terjadi akibat normalisasi

sungai welang. 4.2. Diagram Alir

Berdasarkan dari penjelasan di atas, tahapan pengerjakan proposal tugas akhir ini dapat ditunjukkan dalam diagram alir seperti pada Gambar 4.2.

(59)

Mulai Studi Literatur Data Hidrolika 1. Long Section 2. Cross Section Data Hidrologi 1. Data Hujan 2. Data Debit (AWLR) 3. Peta Tata guna lahan 4. Peta Topografi

Analisa Hidrologi 1. Curah Hujan Rata-rata maksimum 2. Curah Hujan Rencana

Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Gamma I / Nakayasu Perhitungan Kapasitas Penampang Eksisting Analisa Hidrolika Qeksisting ≥ Qrencana Ok Tidak Ok A

(60)

Analisa Profil Muka Air

Analisa Sedimen

Analisa Scouring

Analisa Stabilitas Lereng

Apabila volume sedimen di sungai berlebih, maka

perlu dilakukan pengerukan secara rutin A

Kesimpulan dan Saran

Selesai

(61)
(62)

BAB V

ANALISA DAN PERHITUNGAN

5.1. Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi meliputi perhitungan debit banjir dengan periode ulang T tahun yang melintasi ruas sungai yang ditinjau.

5.1.1. Perhitungan Curah Hujan Rata-rata

Sebelum menghitung tinggi hujan rata-rata dengan metode Thiessen, pertama-tama perlu dihitung faktor pembobot dari stasiun-stasiun pengamat yang ada terhadap luas daerah aliran sungai (catchment area). Luas daerah pengaruh ini disebut sebagai koefisien Thiessen (An). Pada daerah aliran sungai Welang, terutama ruang lingkup wilayah studi terdapat 7 buah stasiun pengamat hujan.

Gambar 5.1. Metode Polygon Thiesen

(63)

Adapun rumus Polygon Thiessen sendiri adalah : 3 . 3 2 . 2 1 . 1 1 . A R A R A A R A A n n A Rn An R ∑ + + = = =

Dengan : A = Luas catchment area

An = Luas daerah pengaruh stasiun n

Rn = tinggi hujan pada daerah stasiun n

Dari pengukuran di peta didapatkan luas daerah pengaruh masing-masing stasiun sebagai berikut :

 Stasiun P3GI = 13,61 Km2  Stasiun Wonorejo = 36,15 Km2  Stasiun Pager = 63,86 Km2  Stasiun Selowongko = 62,25 Km2

Stasiun Lawang

= 33,10 Km

2  Stasiun Purwosari = 151,87 Km2  Stasiun Tututr = 87,16 Km2 +

Luas Total (Atotal) = 448,16 Km2

Sehingga rasio pengaruh dari masing-masing stasiun adalah : • W1 = AI / ATOTAL = 13,61/ 448,16 = 0,030 • W2 = AII / ATOTAL = 36,15/ 448,16 = 0,081 • W3 = AIII / ATOTAL = 63,86/ 448,16 = 0,143 • W4 = AIV / ATOTAL = 62,25/ 448,16 = 0,139 • W5 = AV / ATOTAL = 33,10 / 448,16 = 0,074 • W6 = AVI / ATOTAL = 151,87/ 448,16 = 0,339 • W7 = AVII / ATOTAL = 87,16/ 448,16 = 0,195

Dari hasil tersebut, perhitungan tinggi hujan rata-rata dapat dilakukan dari data tinggi hujan selama 15 tahun. Adapun contoh perhitungan tinggi hujan maksimum pada tahun 1997 adalah sebagai berikut :

R = (W1 x R1) + (W2 x R2) + (W3 x R3) + (W4 x R4) + (W5 x

(64)

R18-Jan = (0,030x 0) + (0,081x 29) + (0,143x 30) + (0,139 x 0) + (0,074x 32) + (0,339x 76) + (0,195x 18) = 38,24 mm R11-Feb = (0,030x 0) + (0,081x 81) + (0,143x 31) + (0,139 x 0) + (0,074x 42) + (0,339x 35) + (0,195x 18) = 29,42 mm R12-Mar = (0,030x 0) + (0,081x 53) + (0,143x 100) + (0,139 x 0) + (0,074x 41) + (0,339x 49) + (0,195x 25)= 43,03 mm R15-Apr = (0,030x 0) + (0,081x 37) + (0,143x 82) + (0,139 x 0) + (0,074x 26) + (0,339x 6) + (0,195x 104)= 38,88 mm R19-Des = (0,030x 0) + (0,081x 38) + (0,143x 39) + (0,139 x 0) + (0,074x 78) + (0,339x 41) + (0,195x 36)= 35,29 mm Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh hujan rata-rata tertinggi adalah 43,03 mm dari data hujan selama 15 tahun dengan 7(tujuh) stasiun pengamat hujan yang ada. Dan tinggi hujan rata-rata maksimum dapat dilihat di Lampiran 2.

Hasil perhitungan curah hujan rata-rata maksimum selama 15 tahun dapat dilihat pada Tabel 5.1 di bawah ini.

Tabel 5.1 Tinggi Hujan Rata-rata selama 15 tahun

Sumber : Perhitungan n Tahun Ri Ri - R (Ri - R)2 1 1997 43.03 57.75 -14.72 216.67 2 1998 81.05 57.75 23.30 542.83 3 1999 66.34 57.75 8.59 73.77 4 2000 72.37 57.75 14.62 213.66 5 2001 41.90 57.75 -15.85 251.25 6 2002 48.15 57.75 -9.60 92.12 7 2003 45.25 57.75 -12.50 156.15 8 2004 72.36 57.75 14.61 213.35 9 2005 52.67 57.75 -5.08 25.81 10 2006 52.74 57.75 -5.01 25.10 11 2007 39.78 57.75 -17.97 322.87 12 2008 73.75 57.75 16.00 256.13 13 2009 55.40 57.75 -2.34 5.50 14 2010 63.16 57.75 5.41 29.25 15 2011 58.29 57.75 0.54 0.30 866.24 ∑ 2424.77 ∑Ri =

(65)

R

=

R /

n

=

866,238 / 15 = 57,749 mm • δn – 1 =

(

)

1 n 2 R Ri − − Σ = 1 15 77 , 2424 − = 13,160 mm

5.1.2. Analisa Distribusi Frekuensi

Dari hasil perhitungan tinggi hujan rata-rata selama 15 tahun di atas, maka dilakukan perhitungan distribusi hujan rencana untuk periode ulang tertentu dengan Metode Gumbel dan Metode Distribusi Log Pearson type III.

5.1.2.1 Distribusi Gumbel

Dalam metode distribusi Gumbel, sebelum menghitung curah hujan rata-rata, dihitung dahulu parameter dasar statistika seperti nilai rata-rata, standart deviasi, kemiringan dan koefisien kurtosis.Untuk mencari nilai faktor reduksi nilai rata-rata dan nilai reduksi standar deviasi dapat langsung dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 dengan melihat nilai n (banyaknya data yang dipakai). •

(

)

(

n 1

)(

n 2

) (

. 1

)

3 3 R R . n cs − δ − − ∑ − = =

(

15 1

)(

15 2

)

.13,1603 05 . 7699 . 15 − − = 0,28 •

(

)

( )(

n 1 n 2

)(

n 3

) ( )

. 14 4 R R . 2 n cs − δ − − − ∑ − = =

(

15 1

)(

15 2

)(

15 3

)

.13,1604 08 , 706259 . 2 15 − − − = 2,43

(66)

Tabel 5.2. Nilai Variabel Gauss

Sumber : Bonier, 1980

Berdasarkan Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 untuk n = 15 didapatkan harga:

 Yn = 0,5202

 Sn = 1,0493

Dengan demikian Perhitungan Tinggi Hujan Rencana: 1. Untuk T= 10 tahun • YT10 = -ln.ln 2,25 1 10 10 =     − • =      − + = *13,160 0206 ,1 5128 , 0 25 , 2 75 , 57 10 R 80,150 mm 2. Untuk T= 20 tahun • YT20 = -ln.ln 2,97 1 20 20 =     − • =      − + = *13,160 0206 ,1 5128 , 0 97 , 2 ,75 7 5 20 R 89,434 mm

(67)

3. Untuk T= 50 tahun • YT50 = -ln.ln 3,902 1 50 50 =     − • =      − + = *13,160 0206 ,1 5128 , 0 902 ,3 ,75 7 5 10 R 101,452 mm 4. Untuk T= 100 tahun • YT100 = -ln.ln 4,600 1 100 100 =     − • =      − + = *13,160 0206 ,1 5128 , 0 6 , 4 ,75 7 5 10 R 110,453 mm

5.1.2.2 Metode Distribusi Log Pearson type III

Tabel 5.3 Perhitungan curah hujan rencana Metode Distribusi Log Pearson Type III

Sumber : Perhitungan

Xr = 1,751 Dimana :

Sd = 0,099 X = Log R

Cs = 0,010 Xr = Rata-rata dari X

Cs = Koefisien Skewnes

No Tahun X P Log X Log X-LogXr (Log X-LogXr)2 (Log X-LogXr)3

1 1997 43.03 6.667 1.634 -0.117 0.01374 -0.00161 2 1998 81.05 13.333 1.909 0.158 0.02489 0.00393 3 1999 66.34 20.000 1.822 0.071 0.00501 0.00035 4 2000 72.37 26.667 1.860 0.109 0.01179 0.00128 5 2001 41.90 33.333 1.622 -0.129 0.01658 -0.00214 6 2002 48.15 40.000 1.683 -0.068 0.00467 -0.00032 7 2003 45.25 46.667 1.656 -0.095 0.00909 -0.00087 8 2004 72.36 53.333 1.859 0.109 0.01177 0.00128 9 2005 52.67 60.000 1.722 -0.029 0.00087 -0.00003 10 2006 52.74 66.667 1.722 -0.029 0.00083 -0.00002 11 2007 39.78 73.333 1.600 -0.151 0.02289 -0.00346 12 2008 73.75 80.000 1.868 0.117 0.01365 0.00159 13 2009 55.40 86.667 1.744 -0.007 0.00006 0.00000 14 2010 63.16 93.333 1.800 0.049 0.00245 0.00012 15 2011 58.29 100.000 1.766 0.015 0.00021 0.00000

(68)

Perhitungan Periode Ulang Curah Hujan Metode Log Pearson Type III sebagai berikut :

• Menghitung R10

cs = 0,010, T = 10th, k = 1, 283 log R= log R� + ( k . S log R) = 1,751 + (1,283 x 0,099) = 1,878 mm

R10 = 75,86 mm

• Menghitung R20

cs = 0,010, T = 20th, k = 1,322 log R= log R� + ( k . S log R) = 1,751 + (1,322 x 0,099) = 1,882 mm

R25 = 76,208 mm

• Menghitung R50

cs = 0,010, T = 50th, k = 2,059 log R= log R� + (k . S log R) = 1,751 + (2,059 x 0,099) =1,955 mm

R50 = 90,124 mm

• Menghitung R100

cs = 0,010, T = 100th, k = 2,33 log R= log R� + (k . S log R) = 1,751 + (2,3033 x 0,099) = 1,98 mm

R100 = 95,867 mm

Keterangan :

(69)

Tabel 5.4. Perbandingan Cs dan Ck

Jenis

Distribusi Syarat Distribusi Hasil Perhitungan Kesimpulan

Distribusi

Gumbel Ck ≤ 5,402 Cs ≤ 1,139 0,26 2,48 Memenuhi Memenuhi Distribusi Log Pearson Tipe III Cs 0 – 0,9 0,010 Memenuhi Sumber : Perhitungan

5.1.3 Uji kesesuaian distribusi Analisa Frekuensi 5.1.3.1 Uji Chi Kuadrat

Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menguji apakah distribusi frekuensi pengamatan dapat diterima oleh distribuai teoritis.

Parameter X2 merupakan variabel acak. Peluang untuk

mencapai X2 sama atau lebih besar daripada Chi-Kuadrat yang sebenarnya (X2).

Adapun prosedur pengujian Chi-kuadrat adalah sebagai berikut : a. Banyak data, n = 15 b. Jumlah kelas (G) = 1 + 1,33 Ln n = 1 + 1,33 Ln 15 = 4,92 ≈ 5 sub kelompok c. Derajat Kebebasan : DK = G – P – 1 = 5 – 1 – 1 = 3 ; α = 0,05 ; ɣ2Cr = 7,815

d. Perhitungan intervel peluang :

(P) = 1/5 = 0,20 ; sub kelompok I = P ≤ 0,2 (P) = 2/5 = 0,40 ; sub kelompok II = P ≤ 0,4 (P) = 3/5 = 0,60 ; sub kelompok III = P ≤ 0,6 (P) = 4/5 = 0,80 ; sub kelompok IV = P ≤ 0,8 (P) = 5/5 = 1,00 ; sub kelompok V = P > 0,8

(70)

5.1.3.1.1 Uji Distribusi Analisa Distribusi Metode Gumbel Persamaan dasar yang digunakan dalam metode Gumbel adalah

R = R +k.Sd

Dari hasil perhitungan sebelumnya, didapatkan : 𝑅𝑅� = 57,75 mm

Sd = 13,160 mm

Untuk harga k dapat dilihat pada tabel 5.3. Untuk P = 1 – 0.2 = 0.8 → k = -0,84 R = 57,75 + ( -0.84) . 13,160 = 46,69 mm Untuk P = 1 – 0.4 = 0,6 → k = -0,25 R = 57,75 + ( -0,25) . 13,160 = 54,46 mm Untuk P = 1 – 0,6 = 0,4 → k = 0,25 R = 57,75 + (0,25) . 13,160 = 61,04 mm Untuk P = 1 – 0,8 = 0,2 → k = 0,84 R = 57,75 + (0,84) . 13,160 = 68,80 mm Sehingga : Sub grup 1 R ≤ 46,69 Sub grup 2 46,69 ≤ R ≤ 54,46 Sub grup 3 54,46 ≤ R ≤ 61,04 Sub grup 4 61,04 ≤ R ≤ 68,80 Sub grup 5 68,80 ≥ R

Tabel 5.5. Uji Distribusi Chi-Kuadrat metode Gumbel

Sumber : Perhitungan Oi Ei 1 4 3 1 2 3 3 0 3 2 3 1 4 2 3 1 5 4 3 1 15 15 54,89 ≤ R ≤ 61,48 61,04 ≤ R ≤ 68,80 1.330.3 0.3 0.3 jumlah 0.3

jumlah data X^2 = (Oi - Ei)^2/Ei

R ≤ 46,69 46,69 ≤ R ≤ 54,46

No Nilai Batas Sub Kelompok (Oi - Ei)2

0 68,80 ≤ R

(71)

Dari tabel di atas dapat disimpulkan : χCr = 7,815

χ2 = 1,33

χCr > χ2  dapat diterima

5.1.3.1.2 Uji Distribusi Analisa Distribusi Metode Log Pearson type III

Persamaan dasar yang digunakan dalam metode distribusi Log Pearson type III adalah:

R = R + k . Sd

Berdasarkan persamaan garis lurus : Log R = log R� +k.(S log R), maka : →P = 1 – 0.2 = 0.8 k = - 0.84 Log R = 1.751 + (- 0,84) . 0.099 = 1,67 R = 46,50 mm → P = 1 – 0.4 = 0.6 k = - 0.25 Log R = 1.751 + (- 0.25) . 0.099 = 1,73 R = 53,22 mm → P = 1 – 0.6 = 0.4 k = 0.25 Log R = 1.751 + (0.25) . 0.099 = 1,78 R = 59,68 mm → P = 1 – 0.8 = 0.2 k = 0.84 Log R = 1.751 + (0.84) . 0.099 = 1,83 R = 68,31 mm Sehingga : Sub grup 1 R ≤ 46,50 Sub grup 2 46,50 ≤ R ≤ 53,22 Sub grup 3 53,22 ≤ R ≤ 59,68 Sub grup 4 59,68 ≤ R ≤ 68,31 Sub grup 5 68,31 ≤ R

Gambar

Gambar 1.1. Peta Lokasi Studi
Gambar 2.2. Sungai Welang bagian tengah
Gambar 2.3. Sungai Welang bagian hilir  Beberapa  kondisi  penampang  sungai  welang  ditunjukkan pada Gambar 2.1 s/d Gambar 2.3
Tabel 2.1. Data daerah yang terkena banjir rutin tahunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Observasi pembelajaran di kelas dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa memiliki pengetahuan serta pengalaman pendahuluan sebelum melaksanakan tugas mengajar

Rangkaian sistem proteksi power supply dengan metode single voltage regulator with time delay protection and alarm diperlihatkan pada Gambar 7. Terjadi drop

 Bahan: 1 rimpang kencur sebesar ibu jari dan 2 lembar daun kemukus (lada berekor/ Cubeb)  Cara membuat : kedua bahan tersebut ditumbuk halus, kemudian ditambah beberapa sendok

Kalau kita daur ulang limbah padat tersebut sehingga dapat diserap oleh tanaman maka tingkat pakan tersebut bisa diturunkan untuk luas lahan tanam yg sama..5. Dengan kata lain

Metode ini digunakan untuk mendeteksi sudut pada citra, dimana pada sistem ini metode Harris Corner bertujuan untuk mendeteksi sudut pada plat nomor kendaraan yang

Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh Syaikh Sulaiman Al-Mufarraj –-semoga Allah memberinya taufik–, bahwa seseorang telah bercerita kepada Syaikh perihal kisah ajaib

tidak boleh mempengaruhi pelajar etnik India bertingkah laku devian. d) Untuk mengenal pasti sama ada penglibatan terhadap aktiviti sosial/. kemasyarakatan boleh atau

Ini dibuktikan dengan kajian Hussien Hj Ahmad (2015) yang menunjukkan bahawa 45.1% pelajar melayu mempunyai tahap semangat kesetiaan yang tinggi kepada negara.Tuntasnya,