ORANG TUA MENIKAHKAN PUTRINYA DI USIA DINI DI DESA KASIKAN KECAMATAN TAPUNG HULU
KABUPATEN KAMPAR TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH : MERY CAROLINA
111021079
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ORANG TUA MENIKAHKAN PUTRINYA DI USIA DINI DI DESA KASIKAN KECAMATAN TAPUNG HULU
KABUPATEN KAMPAR TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH : MERY CAROLINA
111021079
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan usia remaja yaitu usia 10-19 tahun. Perkawinan dini dapat menimbulkan masalah pada masa kehamilan, persalinan dan pada bayi yang dilahirkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan orangtua tentang kehamilan dan persalinan usia dini dengan sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar. Jenis penelitian ini adalah studi analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh orangtua yang sudah pernah menikahkan putrinya yang berjumlah 483 orangtua. Sampel adalah 133 orangtua yang menikahkan putrinya sebelum hamil. Data dianalisis dengan uji chi-square dengan a = 0,05.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan orangtua tentang kehamilan dan persalinan usia dini dengan sikap orangtua menikahkan putrinya di usia dini (p = 0,002). Ada hubungan pengetahuan orangtua tentang kehamilan dan persalinan usia dini dengan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini (p = 0,001). Tidak ada hubungan antara sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini (p = 0,140).
Disarankan kepada orangtua di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan usia dini dan kepada kepala desa untuk membuat kebijakan kepada masyarakat khusunya orangtua supaya tidak menikahkan putrinya di usia dini.
Early marriage is a marriage performed by the teen-age women aged 10-19 years. Early marriage can cause problems during pregnancy, childbirth and at the baby born
This study aims to determine the relationship of knowledge about early pregnancy and childbirth with attitude and action of parents married his daughter at an early age in Kasikan village Tapung Hulu subdistric Kampar regency. This type is the research is analytic research with the cross sectional. The population is all the parents who have been married daughter who taled 483 parents. The sampel was 133 parents who married his daughter before pregnant. Data were analyzed by chi-square test with a = 0,05.
The results showed that there is a relationship between parental knowledge about early pregnancy and childbirth with the parent action married his daughter at an early age (p = 0,00)1. The is a relationship between parent knowledge about early pregnancy and childbirth with the attitude parent married his daughter at an early age (p = 0,002). There is no relationship between attitude and action parents married his daughter at an early age ( p = 0,140).
It suggestios to parents in Kasikan village Tapung Hulu subdistric Kampar regency to improve insight and knowledge about pregnancy and childbirth early age and the village heads to make pilicies to the public, especially parents should not married his daughter at an early age.
DATA PRIBADI
Nama : Mery Carolina
Tempat/Tanggal Lahir : Kasikan, 8 Juli 1988
Agama : Kristen Protestan
Status Pernikahan : Belum Menikah
Nama Ayah : M. Lumban Gaol
Nama Ibu : E . br Munthe
Jumlah Anggota Keluarga : 5 (Lima)
Alamat Rumah : Jl. Raya Kasikan Kecamatan Tapung Hulu
Kabupaten Kampar
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1995- 2001 : SD 001 Negeri Kasikan
Tahun 2001- 2004 : SMP YPTG 2 Kasikan
Tahun 2004- 2007 : SMK Negeri 1 Pekan Baru
Tahun 2007- 2010 : Akademi Kebidanan SENIOR Medan
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan Judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Kehamilan Dan Persalinan Usia Dini Dengan Sikap dan Tindakan Orangtua Menikahkan Putrinya Di Usia Dini Di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Tahun 2014”.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan
dan Biostatistik FKM USU.
3. Ibu dr. Ria Masniari, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan.
4. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada peneliti
menguji dan menyumbangkan pemikiran guna kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Eddy Syahrial, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang juga telaah
bersedia menguji dan menyumbangkan pemikiran guna kesempurnaan skripsi ini.
7. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik.
8. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
9. Bapak Kepala Desa Kasikan yang telah memberikan izin dan membantu dalam
pengambilan data bagi penulis untuk melaksanakan penelitian.
10. Kepada Ayahanda M. Lumban Gaol dan Ibunda E. Munthe tercinta yang telah
memberikan doa, semangat, nasehat, dukungan, dan kasih sayang yang tiada
henti sehingga ananda dapat menyelesaikan pendidikan untuk masa depan yang
lebih baik.
11. Kepada adik-adikku tercinta Tumbur Sahala Tua ST, Irvan Fresli Bintang, Nozel
Saparingka, Yohanes Frendi dan sanak saudara terima kasih untuk dukungan,
motivasi, perhatian dan doanya.
12. Seorang “teman” yang selalu ada di kala susah senang, selalu meluangkan waktu dan tidak hentinya memberikan semangat dan motivasi kepada penulis
13. Kepada teman seperjuangan Devi, Aprida, Margaret, Tiur, Juni, K’ Angel, Intan,
Anoy, Tina, K’ Iska Simarmata, terimakasih buat dukungan, motivasi, perhatian
dan doa.
14. Kepada teman-teman peminatan Kesehatan Reproduksi Stambuk 2011, terima
Utara.
Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari
keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, September 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1. Tujuan Umum ... 6
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4.Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Perilaku ... 8
2.1.1.Pengertian ... 8
2.1.2.Domain Perilaku ... 8
2.2. Pengetahuan ... 9
2.3. Sikap ... 11
2.4. Tindakan ... 12
2.5. Pengertian Orang Tua ... 13
2.6. Pengertian Pola Asuh Orang Tua ... 13
2.7. Reamaja ... 14
2.7.1. Tahap Perkembangan Remaja ... 16
2.8. Perubahan Pada Masa Remaja ... 17
2.9. Kehamilan Pada Remaja ... 19
2.9.1. Perubahan Fisik Selama Kehamilan Pada Remaja ... 20
2.9.2. Konsekuensi Kehamilan Pada Remaja ... 21
2.9.3. Dampak Kehamilan Pada Remaja ... 22
2.10. Persalinan Pada Remaja ... 22
2.10.1. Dampak Persalinan Pada Remaja ... 23
2.11. Perkawinan Dini ... 24
2.11.1. Batasan Usia Perkawinan ... 25
2.11.2. Alasan Untuk Melakukan Perkawinan ... 26
2.12. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tindakan
Orangtua dalam menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 29
2.13. Faktor Pencegahan Kehamilan Pada Usia Dini ... 32
2.14. Kerangka Konsep ... 36
2.15. Hipotesa Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1. Jenis Penelitian... 37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 37
3.2.2. Waktu Penelitian ... 37
3.3. Populasi dan Sampel ... 37
3.3.1. Populasi ... 37
3.3.2. Sampel ... 37
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38
3.4.1. Data Primer ... 38
3.4.2. Data Sekunder ... 38
3.5. Defenisi Operasional ... 38
3.6. Aspek Pengukuran ... 38
3.6.1. Aspek Pengukuran Pengetahuan ... 39
3.6.2. Aspek Pengukuran Sikap ... 39
3.6.3. Teknik Pengolahan data ... 40
3.6.4. Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42
4.1. Gambaran Umum Desa Kasikan ... 42
4.2. Karakteristik Responden ... 42
4.2.1. Umur Responden ... 42
4.2.2. Pendidikan ... 43
4.2.3. Penghasilan ... 43
4.3. Hasil Analisis Univariat ... 44
4.3.1. Pengetahuan Responden Tentang Kehamilan dan Persalinan ... 44
4.3.2. Sikap Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 46
4.3.3. Tindakan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 48
4.4. Hasil Analisis Bivariat ... 50
4.4.1. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Orangtua Menikahkahkan Putrinya di Usia Dini ... 51
4.4.2. Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Orangtua Menikahkahkan Putrinya di Usia Dini ... 51
BAB V PEMBAHASAN ... 53
5.1. Hubungan Pengetahuan Orangtua tentang Kehamilan dan Persalinan di Usia Dini dengan Sikap Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 53
5.2. Hubungan Pengetahuan Orangtua tentang Kehamilan dan Persalinan di Usia Dini dengan Tindakan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 54
5.3. Hubungan Sikap dan TIndakan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 57
6.1. Kesimpulan ... 57
6.2. Saran ... 59
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 3.1 Skala Sikap Model Likert ... 40
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 42
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 43
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan ... 43
Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap Kehamilan dan Persalinan ... 44
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan terhadap Kehamilan dan Persalinan ... 46
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pernyataan Sikap Responden Terhadap Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 46
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Responden Menikahkan Putrinya ... 47
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pernyataan tentang Tindakan Menikahkan Putrinya di Usia Dini ... 48
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia ≤ 20 Tahun ... 48
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia > 20 Tahun ... 49
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Perasaan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia ≤ 20 Tahun ... 49
Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Perasaan Orangtua Menikahkan Putrinya di Usia >20 Tahun ... 50
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Orangtua Menikahkan Putrinya ... 50
Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan tindakan Orangtua
Menikahkan Putrinya ... 51
Tabel 4.16 Hubungan Sikap dan Tindakan Orangtua Menikahkan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan usia remaja yaitu usia 10-19 tahun. Perkawinan dini dapat menimbulkan masalah pada masa kehamilan, persalinan dan pada bayi yang dilahirkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan orangtua tentang kehamilan dan persalinan usia dini dengan sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar. Jenis penelitian ini adalah studi analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh orangtua yang sudah pernah menikahkan putrinya yang berjumlah 483 orangtua. Sampel adalah 133 orangtua yang menikahkan putrinya sebelum hamil. Data dianalisis dengan uji chi-square dengan a = 0,05.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan orangtua tentang kehamilan dan persalinan usia dini dengan sikap orangtua menikahkan putrinya di usia dini (p = 0,002). Ada hubungan pengetahuan orangtua tentang kehamilan dan persalinan usia dini dengan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini (p = 0,001). Tidak ada hubungan antara sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini (p = 0,140).
Disarankan kepada orangtua di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan usia dini dan kepada kepala desa untuk membuat kebijakan kepada masyarakat khusunya orangtua supaya tidak menikahkan putrinya di usia dini.
Early marriage is a marriage performed by the teen-age women aged 10-19 years. Early marriage can cause problems during pregnancy, childbirth and at the baby born
This study aims to determine the relationship of knowledge about early pregnancy and childbirth with attitude and action of parents married his daughter at an early age in Kasikan village Tapung Hulu subdistric Kampar regency. This type is the research is analytic research with the cross sectional. The population is all the parents who have been married daughter who taled 483 parents. The sampel was 133 parents who married his daughter before pregnant. Data were analyzed by chi-square test with a = 0,05.
The results showed that there is a relationship between parental knowledge about early pregnancy and childbirth with the parent action married his daughter at an early age (p = 0,00)1. The is a relationship between parent knowledge about early pregnancy and childbirth with the attitude parent married his daughter at an early age (p = 0,002). There is no relationship between attitude and action parents married his daughter at an early age ( p = 0,140).
It suggestios to parents in Kasikan village Tapung Hulu subdistric Kampar regency to improve insight and knowledge about pregnancy and childbirth early age and the village heads to make pilicies to the public, especially parents should not married his daughter at an early age.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Remaja adalah pribadi yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan
sebagai proses perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai
perilaku yang terkadang merupakan perilaku yang berisiko (Smet, 1994). Perkawinan
dini adalah perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan usia remaja.
Remaja adalah usia 10-19 tahun dimana masa remaja merupakan masa peralihan yang
sesungguhnya yaitu dari kanak-kanak menjadi dewasa (Steve, 2007).
Beberapa ahli menyatakan bahwa pernikahan usia dini sering disebabkan oleh
faktor ekonomi, pendidikan, faktor diri sendiri dan faktor orangtua (Puspitasari,
2006). Menurut UNICEF 2005, pernikahan sebelum usia 18 tahun terjadi diberbagai
belahan dunia, dimana orang tua juga mendorong perkawinan anak-anaknya ketika
mereka masih berusia dibawah 18 tahun dengan harapan bahwa perkawinan akan
bermanfaat bagi mereka secara finansial dan secara sosial, dan juga membebaskan
beban keuangan dalam keluarga. Pada kenyataanya, perkawinan anak-anak adalah
suatu pelanggaran hak asasi manusia, mempengaruhi pengembangan anak-anak
perempuan dan sering juga mengakibatkan kehamilan yang beresiko dan pengasingan
sosial, tingkat pendidikan rendah dan sebagai awal dari kemiskinan (UNICEF,2005).
Dari usia pernikahan yang terlalu dini, dapat beresiko terhadap kesehatan, menurut
Gantt dan Rosenthal (2004) dalam Astuty (2011), kehamilan usia remaja beresiko
terhadap harga diri rendah, depresi, penyalah gunaan obat, gangguan emosi, selain itu
kematian. Hasil penelitian Abedin di Bangladesh pada tahun 2010, didapatkan bahwa
75% wanita menikah dan melakukan persalinan pertama sebelum usia 20 tahun yang
pada akhirnya berdampak pada masalah kesehatan seperti aborsi dan kematian bayi
setelah lahir.
Data UNICEF pada tahun 2001 menunjukkan bahwa wanita yang berusia 25
sampai 29 tahun yang menikah dibawah usia 18 tahun di Indonesia mencapai 34%,
dan Indonesia termasuk dalam lima besar negara-negara yang persentase pernikahan
dini tertinggi di dunia. Berdasarkan usia pernikahan, data statistik di Indonesia
menunjukkan pada tahun 1999 terdapat 20% wanita yang menikah diusia sekitar
15-19 tahun dan 18% wanita yang menikah dengan laki-laki dibawah usia 20 tahun.
Sedangkan berdasarkan Angka Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007, jumlah kasus pernikahan dini mencapai 50 juta penduduk dengan
rata-rata usia perkawinan di Indonesia yakni 19 tahun. Dan berdasarkan SDKI tahun 2012
tercatat 4,8% menikah di usia 20-24 tahun dan 41,9% menikah pada usia 15-19 tahun
atau 41 per 1000 pernikahan. Dari data tersebut, dapat dilihat besarnya angka
pernikahan dini di Indonesia.
Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974 memperbolehkan seorang
perempuan usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan Undang-Undang Kesehatan
No.36 tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang
dilakukan pada usia dibawah 20 tahun beresiko terjadinya kanker serviks serta
penyakit menular seksual. Perkawinan usia dini menyebabkan terjadinya komplikasi
kehamilan dan persalinan antara lain pada kehamilan dapat terjadi pre-eklamspsia,
panggul yang belum berkembang sempurna. Pada persalinan dapat terjadi robekan
yang meluas dari vagina menembus ke kandung kemih dan meluas ke anus. Pada bayi
dapat terjadi berat badan bayi lahir rendah dan resiko pada ibu yaitu dapat meninggal
(Bunners, 2006).
Di Indonesia data kehamilan remaja tahun 2007 yaitu hamil diluar nikah
karena diperkosa sebanyak 3,2%, karena sama-sama mau sebanyak 12,9%, dan tidak
terduga sebanyak 45%, seks bebas mencapai 22,6%, hal ini terjadi karena minimnya
pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi (Depkes RI, 2008).
Pernikahan dini yang terjadi di daerah pedesaan. Pusat Penelitian
Kependudukan UNPAD bekerja sama dengan BKKBN Jawa Barat melaporkan umur
kawin muda di daerah pantai masih tinggi yaitu 36,7% kawin pertama antara umur
12-14 tahun, 56,7%, umur 15-19 tahun dan 6,6%, umur 20-24 tahun dengan
faktor-faktor yang melatar belakangi adalah rendahnya tingkat pendidikan dan budaya
(Rafidah, 2009).
Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun
melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta
obstetric fistula. Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara
persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik yaitu obstetric fistula.
Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran
urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan
mengalami obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan
Data survei kesehatan ibu dan anak menunjukan usia rata-rata ibu yang hamil
untuk pertama kali adalah di usia 18 tahun 46%, perempuan di Indonesia hamil
dibawah usia 20 tahun, dimana daerah pedesaan memiliki angka lebih tinggi 51%,
dibandingkan perkotaan 37%. Perkawinan usia dini memberikan kontribusi terhadap
angka ini terutama didaerah pedesaan (Depkes RI, 2010).
Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan khawatir
karena terjadi peningkatan pernikahan usia dini di perkotaan. Berdasarkan SDKI
2012, perempuan usia 15-19 tahun yang menikah di perkotaan meningkat jadi 32%.
Bila dibandingkan dengan lima tahun yang lalu, persentase pernikahan dini di
perkotaan 26%, dari total populasi kelompok usia tersebut. Fenomena ini justru
berbanding terbalik dengan yang terjadi di pedesaan, dimana pada tahun 2012 yang
lalu angka pernikahan dini menurun menjadi 58%, jika dibandingkan dengan lima
tahun sebelumnya yang mencapai angka 61%, demikian diungkap oleh Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Banyaknya kasus pernikahan dini yaitu sebanyak 21,75%, anak perempuan di
perkotaan dan 47,79%, anak perempuan di pedesaan menikah pada usia di bawah 16
tahun. Penyebabnya antara lain pemaksaan dari pihak orangtua, pergaulan bebas, rasa
keingin tahuan tentang dunia seks, faktor ekonomi, faktor lingkungan, rendahnya
pendidikan. Selain itu dampak dari menikah dini adalah abortus, perceraian, tidak ada
kesiapan untuk berkeluarga, tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan
(Maryanti, 2009).
Angka kejadian pernikahan dini di indonesia tahun 2002 usia 15 tahun
Praktek pernikahan usia dini paling banyak terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Asia Tenggara didapatkan data bahwa sekitar 10 juta anak usia di bawah 18 tahun
telah menikah, sedangkan di Afrika diperkirakan 42% dari populasi anak menikah
sebelum mereka berusia 18 tahun. Di Amerika Latin dan Karibia 29% wanita suda
menikah saat mereka berusia 18 tahun. Kasus pernikahan usia dini tertinggi tercatat di
negiria (79%), kongo (74%), Afganistan (54%), dan bangladesh (51%) (Eddy, 2009).
Beberapa ahli menyatakan bahwa pernikahan usia dini sering disebabkan oleh faktor
ekonomi, pendidikan, faktor diri sendiri dan faktor orangtua (Puspitasari, 2006).
Menurut Taufik (2008) dalam Damayanti (2012), angka statistik pernikahan
dengan pengantin wanita berusia dibawah 16 tahun secara keseluruhan mencapai
lebih dari seperempat dari total pernikahan di Indonesia. Bahkan di beberapa tempat,
angkanya jauh lebih besar, misalnya di Jawa Timur 39,43%, Kalimantan Selatan
35,48%, Jambi 30,63%, Jawa Barat 36% dan Jawa Tengah 27,84%.
Pada survei awal pada bulan Januari di Desa Kasikan Kecamatan Tapung
Hulu Kabupaten Kampar terdapat 760 Kepala Keluarga dan 483 orang tua yang
sudah menikahkan putrinya dan jumlah data orang tua yang menikahkan putri pada
umur 15-20 tahun adalah sebanyak 389 orang tua. Orang tua berpendapat
menikahkan putrinya karena sudah hamil, dan ada berpendapat karena faktor
ekonomi, faktor pendidikan, faktor diri sendiri, dan faktor orangtua.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dalam penelitian di Desa Kasikan
mewawancarai 10 orang tua yang tinggal di Desa Kasikan ditemukan bahwa 7 (70%)
(30%) orang tua yang belum menikahkan putrinya. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan orang tua dalam menikahkan putrinya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat perumusan masalah
dalam penelitian adalah masih tingginya persentasi orangtua yang menganggap
pernikahan dini adalah hal yang wajar karena terkait dengan rendahnya pengetahuan
orangtua tentang kehamilan dan persalinan di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu
Kabupaten Kampar.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan
usia dini dengan sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini di
Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu kabupaten Kampar tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap sikap orangtua tentang
kehamilan dan persalinan usia dini di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu
Kabupaten Kampar
2. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap tindakan orangtua tentang
pernikahan usia dini di Desa Kasikan Kecamtan Tapung Hulu Kabupaten
kampar.
3. Untuk mengetahui sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orangtua di
Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar secara mendalam tentang
kehamilan dan persalinan usia dini dengan sikap dan tindakan orangtua menikahkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku
2.1.1. Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang didapat atau
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo,
2003).
Macam-macam perilaku menurut Notoadmodjo (2003), dilihat dari bentuk
respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Perilaku tertutup (Cover behavior)
Repon atau reaksi terhadap stimulus yang masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, dan sikap yang tejadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum diamati.
2. Perilaku terbuka (Over behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.
2.1.2. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
ransangan dari luar organisme atau orang namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
dengan determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedaka menjadi dua
yaitu:
1. Determinan atau faktor internal yakni : karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin dan sebangainya.
2. Determinan atau faktor eksternal yakni : lingkungan baik, lingkungan fisik, sosial
budaya, tingkat pendapatan, politik dan sebagainya (Notodmodjo, 2003)
Menurut Notoadmodjo (2003), ada beberapa gangguan perilaku pada masa
premenopause diantaranya :
1. Depresi menstrual yang merupakan manifestasi dari kepedihan hati dan
kekecewaan yang tidak lengkap.
2. Perubahan kehidupan seksual akan terjadi kegairahan seksual yang luar biasa
hingga kemungkinan melakukan masturbasi dan dapat juga bersikap dingin.
3. Obsesi untuk hamil lagi yang ingin mempertahankan kapasitas reproduksi dan
kemudahan.
4. Ilusi mempertanyakan apakah suaminya cukup berharga dalam hidupnya.
2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
Dalam teori WHO memaparkan bahwa pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Menurut Soekidjo Notoadmodjo
pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek.
2.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulasi atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoadmodjo, 2007).
Dalam bagian lain, Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok, yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Sama seperti pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuting)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap menghargai satu sama lain.
4. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati dan menjauhi orang lain atau objek lain
(Notoadmodjo, 2007).
2.4. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di
samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Penelitian Rogers (1974) yang dikutip dari
Notoadmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
2.5. Pengertian Orang Tua
Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru
oleh anak-anaknya (Mardya, 2000).
2.6. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Para ahli selama ini mengemukakan bahwa pola asuh dari orang tua amat
mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Baumrind (dalam Agustiani, 2006),
ahli psikologi perkembangan membagi pola asuh orang tua menjadi tiga yakni :
1. Pola Asuh Otoriter (Parent Oriented)
Ciri-ciri dari pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati
oleh anak. Orangtua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak
harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan orangtua.
Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot” sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, mudah cemas, rendah diri, minder dalam pergaulan akan
tetapi disisi lain anak bisa memberontak, nakal atau melarikan diri dari kenyataan,
misalnya dengan menggunakan narkoba (alcohol or drug abuse).
2. Pola Asuh Permisif
Sifat pola asuh ini children centered yakni segala aturan dan ketetapan
Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena
tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi
negatif anak kurang disiplin dengan aturan sosial yang berlaku.
3. Pola Asuh Demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama
dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang
bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah
pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan
anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk
mempertanggungjawabkan semua tindakannya.
4. Pola Asuh situasional
Dalam kenyataannya, seringkali pola asuh tersebut tidak diterapkan secara
kaku, artinya orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tersebut. Ada
kemungkinan orang tua menerapkan secara fleksibel, luas dan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu sehingga seringkali muncullah tipe pola
asuh situasional. Orang yang menerapkan pola asuh ini tidak berdasarkan pada pola
asuh tertentu tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luas (Dariyo, 2004).
2.7. Remaja
Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti
peberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (inggris), berasal dari
bahasa latin “adolescence” yang berarti tumbuh ke arah kematangan (Intan, 2013).
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di
sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia
10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk
fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan
perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial. Menurut soetjiningsih (2004)
masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat
terjadinya kematangan seksual yaitu anatara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20
tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa atau usia belasan
tahun, atau seseorang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah
terangsang perasaan. Batasan usianya adalah 10-19 tahun dan belum menikah
(Sarwono, 2007)
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan
memasuki masa dewasa. Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan
kehidupan manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan antara masa
kana-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggungjawab
2.7.1. Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Notoatmodjo (2007), batasan usia remaja adalah antara 10 tahun
sampai 22 tahun. Notoatmodjo (2007), membagi batasan usia ini dalam tiga fase,
yaitu:
1. Fase remaja awal : usia 10 tahun sampai 13 tahun
2. Fase remaja pertengahan : usia 14 tahun sampai 17 tahun
3. Fase remaja Akhir : usia 18 tahun sampai 22 tahun
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada 3 tahap
perkembangan remaja :
1. Remaja awal 10-12 tahun (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai
prubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
2. Remaja madya 13-15 tahun (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang mengakuinya. Ada kecendrungan narsistis yaitu mencintai diri
sendiri, menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia berada dalam
kondisi kebingungan karena tidak ragu memilih yang mana peka atau tidak peduli,
ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau matrealis, dan
3. Remaja akhir 16-19 tahun (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditindai dengan
pencapaian lima hal yaitu :
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (Sarwono, 2010).
2.8. Perubahan Pada Masa Remaja 1. Perubahan Fisik
Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya
disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik
yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan pada remaja atau
biasa disebut “pertumbuhan” dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan
hormonal (Notoatmodjo, 2007).
Terjadinya pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan
organ-organ reproduksi (organ seksual) mencapai kematangan, sehingga muncul
tanda-tanda sebagai berikut :
a. Tanda-tanda seks primer
2) Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki
b. Tanda-tanda seks sekunder
1) Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, penis dan
buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih
besar, badan berotot, jambang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak.
2) Pada remaja putri pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina,
payudara membesar, tumbuh rambut disekitar ketiak dan kemaluan (pubis)
(Depkes, 2001).
2. Perubahan Psikologis
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan pada
situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih kanak-kanak dan di lain pihak ia
harus bertingkahlaku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik
itu sering menyebabkan banyak tingkahlaku yang aneh, canggung, dan kalau tidak
dikontrol bisa menimbulkan kenakalan.
Pada masa remaja, labilnya emosi erat kaitannya dengan perubahan hormon
dalam tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk amarah, sensitif, bahkan
perbuatan nekad. Ketidakstabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa ingin
tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan kemampuan intelektual pada
remaja cenderung membuat mereka bersikap kritis, tersalur melalui
perbuatan-perbuatan yang sifatnya eksperimen dan eksploratif (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Wibowo (1994) yang dikuti oleh Notoatmodjo (2007), tindakan dan
dan berguna. Tetapi sering kali pengaruh faktor dari luar dari remaja, seperti peer
group dan ada sekelompok orang cenderung memanfaatkan potensi tersebut untuk
perbuatan negative sehingga mereka terjerumus kedalam kegiatan yang tidak
bermanfaat, berbahaya bahkan destruktif.
2.9. Kehamilan pada Remaja
Kehamilan adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa janin dikandung
di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan yang
diakhiri dengan proses persalianan. Pembuahan (konsepsi) merupakan awal dari
kehamilan, yang menerangkan bahwa satu sel telur dibuahi oleh satu sperma. Ovulasi
(pelepasan sel telur) termasuk bagian dari siklus menstruasi normal yang terjadi
sekitar 14 hari sebelum menstrusi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung tuba
falopii (saluran telur) yang berbentuk corong yang merupakan tempat terjadinya
pembuahan, jika tidak terjadi pembuahan sel telur akan mengalami kemunduran
(degenerasi) lalu dibuang melalui vagina bersamaan dengan darah menstruasi.
Sementara itu apabila terjadi pembuahan maka sel telur yang telah dibuahi oleh
sperma akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal
janin) (El-manan, 2011).
Proses kehamilan dan kelahiran pada usia remaja turut berkontribusi dalam
meningkatkan angka kematian perinatal di Indonesia. Menurut Sarwono (2005) pada
ibu hamil usia remaja sering mengalami komplikasi kehamilan yang buruk seperti
persalinan prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal. Grady
berhubungan dengan peningkatan angka kematian perinatal dan lebih dari 18%
kelahiran prematur terjadi pada kelompok umur ini.
Gaya hidup dan perilaku seks yang bebas mempercepat peningkatan kejadian
kehamilan pada remaja. Hal ini disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan dan
perkembangan remaja dan masa menarche yang dirangsang oleh banyaknya media
yang mempertontonkan kehidupan seks bebas yang tidak bertanggung jawab.
Kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan KB yang menyebabkan
remaja tidak dapat mencari alternatif perlindungan untuk dirinya dalam mencegah
kehamilan.
Sebagian besar kehamilan pada remaja jarang mendapat konseling pra
konsepsi. Konseling pada kehamilan tahap awalpun masih mungkin dilakukan untuk
mendeteksi sedinimungkin risiko yang terdapat pada remaja, namun masalahnya
remaja kebanyakan tidak memeriksakan kehamilannya pada awal kehamilan dan
cenderung lebih mencari pertolongan pada saat melahirkan dan mendapat masalah
yang tidak dapat dipecahkan pada tingkat keluarga (Ewy hirawati,2011).
2.9.1. Perubahan Fisik Selama Kehamilan Pada Remaja
Perubahan fisik yang dialami selama kehamilan adalah pertambahan berat
badan. Pertambahan berat badan tidak hanya disebabkan oleh timbunan lemak,
namun juga akibat proses tumbuh kembang janin, pertambahan berat rahim, plasenta,
volume darah, cairan ketuban, cairan dalam jaringan tubuh remaja hamil, serta
membesarnya payudara (Bobak, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan semua partisipan mengalami penurunan
sel yang mengakibatkan rasa lemah. Kelemahan menyebabkan penurunan aktivitas
pada remaja hamil (Parcells, 2010). Satu partisipan juga mengatakan dadanya terasa
penuh seperti sesak nafas. Kebutuhan oksigen ibu meningkat selama kehamilan
sebagai respon terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan
oksigen jaringan uterus dan payudara. Peningkatan kadar estrogen menyebabkan
ligamen pada kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada meningkat
paru-paru ditekan oleh semakin membesarnya uterus, diafragma atau sekat rongga
dada pun semakin tertekan ke atas. Hal ini dapat mengakibatkan sesak nafas(Bobak,
2004)
2.9.2. Konsekuensi Kehamilan pada Remaja
Kehamilan pada usia remaja mengandung resiko kesehatan bagi ibu dan
bayinya. Ibu usia remaja juga cenderung belum siap secara mental. Bayi yang
dilahirkan cenderung memiliki berat tubuh rendah, faktor utama yang menyebabkan
kematian bayi maupun masalah neurologis penyakit masa kanak-kanak (Santrock,
2007).
Para ibu remaja seringkali putus sekolah. Meskipun banyak ibu remaja
kemudian melanjutkan pendidikannya lagi di kemudian hari, umumnya mereka tidak
lagi mencapai taraf kehidupan ekonomi yang setara dengan perempuan yang
menunda melahirkan anak hingga usia dua puluhan.
Sebuah studi menemukan bahwa anak-anak yang berasal dari perempuan yang
melahirkan pertama kali ketika remaja, memiliki skor tes yang rendah dan
memperlihatkan perilaku yang lebih bermasalah dibandingkan ibu-ibu yang memiliki
2.9.3. Dampak Kehamilan Pada Remaja
Dampak dari kehamilan remaja, antara lain :
1. Pengguguran Kandungan
Faktor yang mendukung terjadinya pengguguran kandungan adalah :
a. Status ekonomi sebuah keluarga
Keadaan ini mendorong suatu keluarga untuk lebih memilih menggugurkan
kandungannya karena faktor ekonomi yang membuat mereka merasa tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan si bayi.
b. Keadaan emosional
Setiap remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah akan terganggu
keadaan emosionalnya, apalagi bagi mereka yang tidak bisa menerima
kehamilan tersebut karena malu terhadap lingkungan sehingga mendorong
mereka untuk menggugurkan kandungan.
c. Pasangan yang tidak bertanggung jawab
Dengan usia yang belum cukup (belum matang) terlebih lagi bagi pihak pria
yang harus bertanggungjawab sepenuhnya atas perbuatan yang
dilakukannya, membuat pihak pria berpikir dua kali untuk bertanggung
jawab. Dan apabila pihak pria tidak bertanggung jawab maka ini terjadi
beban bagi wanita sehingga memaksa dia untuk menggugurkan
kandungannya (Ewy Hirawati, 2011).
2.10. Persalinan Pada Remaja
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal.
menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah
melahirkan bayinya (Saifuddin, 2006). Persalinan adalah proses dimana bayi plasenta
dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu tanpa disertai adanya
penyulit). Persalinan dimulai (inprtu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks (JNPK-KR, 2007).
2.10.1. Dampak Persalinan pada Remaja
Beragam resiko yang terjadi pada persalinan di usia dini diantaranya :
1. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi
terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir
rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang
belum menginjak 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu
tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan
(ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di
sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti
dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan
memijat perutnya sendiri. Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya
akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang
diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya
2. Anemia kehamilan/kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang
pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda. Karena pada saat
hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh
fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah
janin dan plasenta. Lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan
menjadi anemis.
3. Mudah terjadi infeksi
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan
terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
4. Keracunan Kehamilan (Gestosis)
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau
eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat
menyebabkan kematian.
5. Kematian ibu yang tinggi
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan
infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang
kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun) (Ewy hirawati, 2011).
2.11. Perkawinan Dini
Perkawinan adalah suatu peristiwa dimana sepasang calon suami istri
dan sejumlah hadirin, untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami istri
dengan upacara dari ritual tertentu (Kartono, 2006).
Dalam wikipedia, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian
hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu
pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan pribadi yang biasanya
intim dan seksual (wikipedia, 2001). Perkwaninan dini adalah perkawinan yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan usia remaja. Remaja adalah usia 10-19 tahun
dimasa masa remaja merupakan masa peralihan yang sesngguhnya yaitu dari
kanak-kanak menjadi dewasa (Steve, 2007).
2.11.1. Batasan Usia Perkawinan
Batasan usia perkawinan berbeda-beda. Menurut Undang-Undang perkawinan
nomor 1 tahun 1974, salah satu syarat untuk menikah adalah bila pihak pria sudah
mencapai usia 19 tahun dan wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Undang-Undang
perkawinan bahkan membolehkan adanya dispensasi menikah pada anak di bawah
usia tersebut. Dalam Undang-Undang perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002,
orangtua wajib melindungi anak dari perkawinan dini. Undang-Undang perlindungan
Anak memberikan batasan usia anak adalah usia <18 tahun. Namun menurut BkkbN,
batasan usia perkawinan adalah 20 tahun karena hubungan seksual yang dilakukan
pada uisa di bawah 20 tahun beresiko terjadinya kanker leher rahim serta penyakit
menular seksual (Rafika, 2011).
Usia perkawinan yang ideal bagi perempuan adalah 20-25 tahun, sementara
laki-laki 25-28 tahun karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara fisiologis
terbaik bagi wanita untuk hamil dan melahirkan adalah pada usia 20-30 tahun
(Endjun, 2002).
2.11.2. Alasan Untuk Melakukan Perkawinan
Menurut kartono (2006), alasan dan motivasi orang untuk melakukan
perkawinan ada bermacam-macam. Umpama saja alasan-alsan sebagai berikut :
1. Distimulir oleh dorongan-dorongan romantik
2. Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup
3. Ambisi besar untuk mencapai status sosial tinggi
4. Keinginan untuk mendapatkan asuransi hidup di masa tua
5. Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seks dari partnernya
6. Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu keluarga atau orang tua
7. Dorongan cinta terhadap anak
8. Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur
9. Malu kalau sampai di sebut sebagai “gadis tua”
10. Motif-motif tradisional dan berbagai macam alasan lainnya.
2.11.3. Dampak Perkawinan Usia Dini pada Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi,
karena pada masa remaja ini, alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan
fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal melewati
masa kerjanya yang maksimal. Rahim pada seorang wanita mulai mengalami
kematangan sejak umur 14 tahun yang ditandai dengan dimulainya menstruasi.
Pematangan rahim secara anatomis. Pada seorang wanita, ukuran rahim berubah
Pada seorang anak yang berusia kurang 8 tahun, ukuran rahimnya kurang
lebih hanya setengah dari panjang vaginya. Setelah umur 8 tahun, ukuran rahim
kurang lebih sama dengan vaginanya. Hal ini berlanjut sampai usianya kurang lebih
14 tahun (masa menstruasi) hingga besar rahimnya lebih besar sedikit dari ukuran
vaginanya. Ukuran ini menetap sampai terjadi kehamilan. Pada usia 14-18 tahun,
perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga
jika terjadi kehamilan rahim dapat ruptur (robek). Di samping otot rahim, belum
cukup kuat untuk menyangga kehamilan sehingga resiko yang lain dapat juga terjadi
yaitu prolapsus uteri (turunnya rahim ke liang vagina) pada saat persalinan.
Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Hal ini dapat dilihat dari
terjadi kehamilan. Kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi perdarahan, dan
terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan
memperpanjang rentang usia reproduksi aktif. Hal ini dapat meningkatkan resiko
kanker leher rahim di kemudian hari (Kusmiran, 2001).
Dampak perkawinan dini terhadap kehamilan dan persalinan dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Perkawinan dalam usia muda merupakan salah satu faktor keganasan mulut
rahim. Wanita yang hamil pertama sekali pada usia <17 tahun hampir selalu 2x
lebih memungkinkan terkena kanker servik di usia tuanya dari pada wanita yang
menunda kehamilannya hingga usia 25 tahun atau lebih tua (Manuaba, 1998).
Insidensi kanker servik lebih tinggi terjadi pada wanita yang kawin daripada
yang tidak kawin terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami
2. Remaja beresiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam masa hamil dan
melahirkan anak termasuk insiden bayi berat lahir rendah. Studi di New York
menunjukkan berat bayi lahir berkurang 200-400 gram pada ibu yang melahirkan
usia <15 tahun dibanding 19-30 tahun. Hal ini merupakan risiko tinggi dalam
proses kehamilan dan persalinan (Aritonang, 2010)
Bayi dengan berat lahir rendah biasanya juga disebabkan karena kurangnya
perhatian terhadap pemberian suplemen gizi selama hamil, khususnya yang
mengandung zat besi, kalsium dan vitamin A. Setelah bayi lahir, sering juga terjadi
kekurangan atau salah gizi pada bayinya. Karena pada usia dini, biasanya secara
ekenomi belum mencapai kemandirian apalagi mapan (Indiarti, 2007).
1. Kematian bayi dan abortus. Kejadian ini dua sampai tiga kali lebih tinggi pada
kelompok usia dini daripada wanita berusia lebih dari 25 tahun karena remaja
cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat daripada wanita dewasa.
Remaja juga memiliki resiko lebih besar mengalami kondisi yang berhubungan
dengan masalah kehamilan misal hipertensi kehamilan (Bobak, 2004).
2. Keracunan Kehamilan (Gestosis). Kombinasi keadaan alat kesehatan reproduksi
yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan
kehamilan dalam bentuk eklamsi dan pre eklamsi. Pre eklamsi dan Eklamsi
memerlukan perhatian khusus karena dapat menyebabkan kematian (Manuaba,
1998).
3. Kemungkinan resiko medik lainnya yaitu Fistula Vasikovaginal (membesarnya
air seni ke vagina), Fistula Retrovaginal (keluarnya gas dan feses dari vagina)
4. Mudah terkena penyakit infeksi. Keadaan gizi yang buruk mengakibatkan tubuh
mudah terkena infeksi.
5. Persalinan lama dan sulit. Persalinan lama dan sulit adalah persalinan yang
disertai komplikasi ibu maupun janin. Penyebab yaitu kelainan letak janin,
kelainan panggul, kalainan kekuatan his, mengejan yang slah.
6. Anemia kehamilan. Anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan kadar
Hemoglobin darah kurang dari 11 gr/dl. Di indonesia, kira-kira 70 % wanita
hamil menderita anemia. Penyebab anemia saat hamil muda disebabkan karena
kurangnya pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda
(Edjun, 2002).
7. Cacat bawaan. Cacat bawaan merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ
janin sejak saat pertumbuhan (Manuaba, 1998)
Manuaba (2009), menambahkan kehamilan usia terlalu muda dapat
menimbulkan pertumbuhan janin dalam kandungan kurang sempurna, persalinan
sering diakhiri dengan tindakan operasi, pulihnya alat reproduksi setelah persalinan
berjalan lambat, pengeluaran ASI yang tidak cukup.
2.12. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Orangtua dalam Menikahkan Putrinya di Usia Dini
1. Usia
Terjadinya pernikahan di usia muda sedikit banyak pasti terkait dengan
orangtua dan individu yang menjalaninya. Al-Gifari (2002) menyebutkan bahwa
peran orangtua sangat menentukan remaja untuk menjalani pernikahan di usia muda.
aman buat anaknya, sebagai contoh apabila orangtua menikah di usia muda dan tidak
terjadi hal yang merugikan maka dia sangat mendukung apabila dikemudian
harianaknya untuk menikah muda.
2. Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Martino dkk (2004) mengatakan
bahwa tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi kecenderungan pada anak
untuk menikah dini karena pendidikan orang tua yang rendah sangat rentan untuk
anak melakukan pernikahan dini. Hal ini disebabkan karena orang tua kurang
memiliki pengetahuan dan wawasan tentang dampak dari pernikahan dini sehingga
orang tua juga mendukung anak untuk melakukan pernikahan dini.
3. Ekonomi
Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah kebawah. Biasanya
berawal dari ketidakmampuan mereka melajutkan pendidikan mereka ke jenjang yang
lebih tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah
saja atau bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun pendidikan, sehingga menikah
merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi
perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memiih
mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena paling tidak sedikit banyak beban
mereka akan berkurang. Tetapi berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran
dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi kaum adam minimal
harus mempunyai keterampilan terlebih dahulu sebagai modal awal membangun
rumah tangga mereka. Bagi sebuah keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat
4. Pengetahuan
Pengetahuan tentang kehamilan merupakan hal penting bagi setiap wanita
yang telah menikah, termasuk remaja putri yang menikah dini. Dengan pengetahuan
tentang kehamilan yang cukup wanita akan lebih siap menghadapi kehamilan dan
tidak mudah mengalami kecemasan. Pengetahuan berhubungan dengan jumlah
informasi yang dimiliki seseorang (Stuart & Sundeen, 2001). Menurut Notoatmodjo
(2003), bahwa semakin tinggi pendidikan yang di tempuh seseorang, maka semakin
baik pengetahuan dan lebih luas di banding dengan tingkat pendidikan rendah. Begitu
pula dengan Azwar (2005), yang mengatakan bahwa pendidikan juga membuat
seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi yang
diterima akan jadi pengetahuan. Pengambilan keputusan oleh seseorang untuk
menikah di usia muda dapat dilihat sebagai perilaku manusia, menurut Benyamin
Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku manusia itu dibagi kedalam 3
domain, yaitu kognitif (Cognitive), afektif (Afective) dan Psikomotor (Phychomotor).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
5. Sikap Orangtua tehadap Pernikahan Dini
Menurut Sanderowitz dan Paxman (dalam Sarwono, 2007), menyatakan
bahwa pernikahan dini juga sering terjadi karena remaja berfikir pendek untuk
mengambil keputusan melakukan pernikahan dini. Selain itu faktor penyebab
putus sekolah. Pendidikan seseorang sangat menentukan dalam kehidupannya, baik
dalam mengambil keputusan, penyikapan masalah termasuk didalamnya kematangan
psikologi maupun dalam hal lain yang lebih kompleks (Sarwono, 2007).
6. Tindakan Orangtua dalam Menikahkan Putrinya di Usia Dini
Perilaku merupakan tindakan atau praktik yang dilakukan oleh orangtua
dalam mengawinkan puterinya di usia remaja, dimana orangtua memilih untuk
mengawinkan puterinya di usia remaja atau tidak mengawinkan puterinya di usia
remaja. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat dialami langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner
(1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu suatu perilaku terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut
merespon perilaku atau tindakan responden memberikan respon tidak mengawinkan
puteri mereka di usia remaja karena adanya stimulus yang menganggap bahwa
perkawinan usia remaja dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi remaja
puteri (Notoatmodjo, 2003).
2.13. Faktor Pencegah Kehamilan Pada Usia Dini
Pencegahan kehamilan menjadi alternatif terbaik dibandingkan menggugurkan
kandungan yang pastinya hanya merugikan pihak perempuan. Ada beberapa cara
untuk mencegah agar tidak terjadi kehamilan antara lain:
1. Mencegah Kehamilan dengan Coitus Interuptus
Metode Coitus Interuptus juga dikenal dengan metode senggama terputus.
pria, seorang pria harus menarik penisnya dari vagina sehingga tidak setetespun
sperma masuk kedalam rahim wanita. Namun demikian walaupun teknik ini dapat
mencegah kehamilan, beberapa penelitian menyatakan keberhasilan teknik coitus
interuptus untuk mencegah kehamilan sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang
pria untuk merasakan tanda ejakulasi dan kecepatannya untuk menarik penis dan
mendapatkan orgasme di luar vagina. Karena banyak sekali pria yang tidak tahu pasti
kapan dia mengalami ejakulasi, presentase pencegahan kehamilan dengan teknik ini
menjadi sangat kecil. Untuk membuahi sel telur wanita, tidak dibutuhkan satu liter
sperma. Tapi hanya satu sel sperma saja.
2. Mencegah kehamilan dengan Teknik Kalender
Pencegahan kehamilan dengan teknik kalender sangat erat kaitannya dengan
kemampuan seorang wanita untuk mengetahui masa suburnya. Sperma dapat hidup
maksimal 3 s/d 5 hari di rahim wanita untuk menunggu terjadinya ovulasi dan segera
membuahi sel telur. Dengan teknik kalender, seorang wanita diharapkan dapat
mencegah terjadinya kehamilan dengan cara tidak melakukan hubungan intim di
waktu 3 s/d 5 hari sebelum masa subur tersebut dan 3 hari setelah masa subur (sel
telur dapat hidup selama maks 2 hari). Sama seperti metode sebelumnya, mencegah
kehamilan dengan teknik ini tidak mempunyai presentase keberhasilan sampai 100%
karena kesalahan penghitungan masa subur yang kurang tepat. Terlebih lagi bagi
wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur, sehingga tidak dapat diperkirakan
secara pasti kapan ovulasi/masa subur terjadi, akhirnya tekhnik ini sangat tidak
3. Mencegah kehamilan dengan Alat Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi merupakan satu hal yang paling masuk akal.
Walaupun tingkat keberhasilannya untuk mencegah kehamilan mendekati 100%
banyak dari masyarakat kita enggan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Alat-alat
pencegah kehamilan tersebut antara lain:
a. Mencegah kehamilan dengan Kondom
Kondom merupakan satu cara favorit untuk mencegah kehamilan. Harga yang
murah dan penjualannya juga bebas. Kondom merupakan cara ampuh yang
dikampanyekan pemerintah untuk mencegah kehamilan maupun menghindari
HIV/AIDS. Namun demikian cara ini ternyata juga sering gagal dalam usaha
mencegah kehamilan. Biasanya kehamilan terjadi karena karet plastik kondom bocor
ataupun pada saat setelah ejakulasi dan laki-laki kurang hati-hati dalam menarik
penisnya. Sehingga sperma akhirnya bisa lolos dan merembes masuk ke dalam vagina
melalui pangkal penis laki-laki. Tetap harus diingat, walau pun Cuma setetes sperma,
tapi isinya berjuta-juta sel sperma.
b. Mencegah kehamilan dengan Pil KB
Pil KB merupakan satu pilihan lain untuk mencegah kehamilan. Pil KB yang
dirasa efektif untuk mencegah kehamilan biasanya PIL KB yang berisi kombinasi
hormon pencegah kehamilan. PIL KB sendiri bekerja mencegah kehamilan dengan
cara melindungi indung telur agar tidak melepaskan sel telur. Jika sel telur telah
3. Mencegah kehamilan dengan memakai susuk/Norplant/Implant
Hampir sama dengan PIL KB, susuk/implant ini setelah tertanam dalam tubuh
wanita akan mengeluarkan hormon pencegah kehamilan secara terus menerus.
Beberapa sumber menyatakan keberhasilan pencegahan kehamilan dengan teknik ini
mencapai hampir 99%.
4. Mencegah kehamilan dengan menggunakan Injeksi
Cara mencegah kehamilan dengan teknik ini adalah dengan cara
menyuntikkan obat Depo Provera yang berisikan hormon kedalam tubuh wanita
dalam waktu tertentu. Biasanya wanita yang ingin mencegah kehamilan diberi dua
opsi untuk melakukan suntik secara bulanan atau setiap tiga bulan sekali. Sama
dengan PIL KB dan susuk, tingkat keberhasilan metode ini untuk menceg