• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Preferensi Konsumen terhadap Private Label Brand Sumber: Survei dilakukan Nielsen Global Private Label (2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Preferensi Konsumen terhadap Private Label Brand Sumber: Survei dilakukan Nielsen Global Private Label (2014)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat yang tidak terlepas dari tiga faktor utama yaitu ekonomi, geografis, dan sosial budaya. Faktor ekonomi yang menunjang pertumbuhan ritel di Indonesia adalah pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang didukung dengan tingginya pertumbuhan perbelanjaan modern di Indonesia (Utami, 2006). Fenomena yang terjadi saat ini banyak toko ritel modern yang telah berekspansi di seluruh Indonesia. Pertumbuhan ritel modern yang sangat pesat, berdampak pada persaingan antara pelaku bisnis ritel yang semakin ketat. Para pelaku bisnis ini berusaha untuk menarik perhatian konsumen, salah satunya dengan cara persaingan harga murah.

Harga yang murah dapat ditawarkan oleh pelaku ritel adalah dengan menciptakan Private Label Brand. Private Label Brand didefinisikan oleh (Harcar et al, 2006) sebagai barang-barang dagangan yang menggunakan nama merek distributor atau pelaku ritel atau nama merek yang diciptakan eksklusif untuk disitributor atau pelaku ritel. Private Label Brand dibuat oleh pemasok yang telah terikat kontrak dengan pelaku ritel. Berikut merupakan survei persepsi masyarakat Asia Tenggara mengenai Private Label Brand :

Gambar 1. 1 Preferensi Konsumen terhadap Private Label Brand Sumber: Survei dilakukan Nielsen Global Private Label (2014)

(2)

2

Survei dari Nielsen Global (2014) mengenai presepsi masyarakat Asia Tenggara tentang merek Private Label Brand. Beberapa aspek yang diukur pada survei yang melibatkan lebih dari 30.000 responden tersebut adalah pandangan konsumen terhadap kualitas, nilai ragam dan kemasan merek private label. Salah satu negara yang terlibat dalam survei itu adalah Indonesia. Secara umum terdapat tren meningkatnya persepsi masyarakat mengenai private label. Sebesar 66% konsumen Indonesia memiliki presepsi baik terhadap merek private label. Bahkan tujuh dari sepuluh responden (71%) menyatakan bahwa merek private label tersebut dijadikan alternatif dalam pembelian. Sebaliknya, pandangan masyarakat terhadap kualitas produk jauh lebih rendah yakni 35% konsumen berpendapat bahwa kualitas produk private label dapat menyaingi kualitas produk merek lain. Sementara itu dari segi harga, hanya 46% responden Indonesia yang percaya bahwa merek private label menawarkan nilai harga yang sesuai, dimana presentase tersebut merupakan yang terendah di Asia Tenggara dan merupakan peringkat enam terbawah secara global. Lebih dari 67% konsumen di Indonesia mengakui bahwa mereka membeli produk private label untuk menghemat dan mereka lebih menyukai jika produk private label juga menawarkan harga yang bersaing/nilai tambah, produk nasional yang setara dan produk-produk premium.

Private Label Brand menjadi pilihan bagi pelaku ritel yang ingin menerapkan low costing strategi. Menurut Vecchio (2001) menjelaskan tentang manfaat yang diharapkan oleh peritel dengan menerapkan strategi Private Label Brand. Ia mengatakan bahwa pirvate label brand yang ditawarkan oleh pelaku bisnis ritel akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi karena produk private label memotong jalur distribusi. Ritel tersebut juga dapat menarik perhatian konsumen dengan menawarkan produk-produk yang bervariasi. Pemotongan jalur distribusi menyebabkan produk Private Label Brand memilki harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk national brand. National brand atau yang disebut juga dengan manufactur’s brand adalah produk yang dihasilkan sebuah produsen dengan menggunakan brand name produsen itu sendiri (Kotler dan Amstrong, 2008).

Menurut Asnawi (2009) di dalam penuturannya menjelaskan bahwa private label dibagi dalam empat lini produk, yaitu: food (beras, gula pasir, minyak goreng

(3)

3

dan macam-macam makanan ringan), non food (pakaian dalam, kaos dalam, jas hujan plastik), house hold (sabun cair, pembersih lantai, deterjen dan lain sebagainya) dan personal care (kapas, tisu wajah, pembersih telinga dan lain sebagainya). Hampir dapat dipastikan bahwa private label saat ini telah hadir dalam semua lini produk di Hypermarket yang tersebar di Indonesia, private label sangat beragam pada kelompok fast moving consumer’s goods (FMCG).

Fenomena menjamurnya ritel di Indonesia tentu akan diiringi dengan persaingan yang ketat antar pelaku bisnis ritel. Hal ini memaksa pelaku ritel untuk membuat strategi yang tepat dalam menarik konsumennya. Menurut Yanthi dan Japrianto (2014) di dalam penelitiannya menyatakan strategi yang tepat fundumental yang harus dilakukan oleh seorang pemasar adalah dengan mengetahui perilaku belanja konsumen yang telah menjadi target pasar perusahaan, karena hal itu merupakan sebuah kunci dalam memenangkan persaingan pasar. Konsumen yang memiliki perilaku pembelian secara impulsif merupakan target utama para pelaku ritel.

Perilaku pembelian secara impulsif menurut Shiffman dan Kanuk (2007) di dalam bukunya merupakan keputusan yang emosional menurut desakan hati. Pembelian impulsive adalah kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis (Rook dan Fisher, 1995). Impulse buyer adalah pembeli suatu produk dimana pembeli tidak memilki rencana sebelumnya (tidak terencana dalam daftar belanja). Potensi pembelian bukan hanya dilakukan pada pembelanjaan yang ada di daftar belanja, melainkan pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba di luar dari daftar yang tidak terencana. Menurut Hetharie (2012) menyatakan para pelaku ritel sangat sadar bahwa bagian volume yang cukup besar dibangkitkan oleh sifat pembelian impulsif. Perilaku pembelian secara impulsif adalah suatu perilaku konsumen yang mengambil keputusan pembelian tanpa direncanakan sebelumnya (Stern, 1962). Saat masuk ke dalam toko, konsumen biasanya mengambil keputusan bersifat mendadak dan spontanitas karena tertarik melihat barang-barang dagangan yang terpajang di rak toko, sehingga tanpa memikirkan konsekuensi selanjutnya dan langsung membeli. Hasil penelitian POPAI (Point Of Purchase Advertising Institute) dan GMA (Grocery Marketing Association) di tahun 2007 mengindikasikan 75% keputusan pembelian

(4)

4

dilakukan di dalam toko adalah keputusan impulsif. Sedangkan, penelitian di Amerika dan Eropa menemukan bahwa kontribusi belanja impulsif ini mencapai 60 sampai 70 persen dari total penjualan toko ritel (Bell, 2007).

Perilaku pembelian secara impulsif semakin meningkat searah dengan kemajuan ekonomi dan gaya hidup masyarakat setempat. Keputusan pembelian konsumen didasari oleh faktor individu konsumen yang cenderung berperilaku kognitif dan afektif, perilaku konsumen ini kemudian membuat pelanggan memiliki pengalaman belanja. Pengalaman ini dapat dikelompokkan menjadi hedonic value dan utilitarian value. Menurut Park et al, (2006) di dalam bukunya, yaitu dalam menentukan perilaku impulse buying khusus produk, salah satu hal yang penting adalah motif hedonic. Menurut Hausman et al., (2000) yang dikutip oleh Rachmawati (2009), keinginan hedonic memainkan peran yang cukup penting dalam pembelian secara impulsif. Dalam hal ini, Rachmawati (2009) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara Hedonic Shopping Value dengan impulse buying, dimana Hedonic Shopping Value mempengaruhi perilaku impulse buying seseorang. Hedonic Shopping Value mencerminkan potensi belanja dan nilai emosi pelanggan dalam berbelanja. Konsumen terlibat dalam perilaku impulse buying ketika mereka termotivasi atau akan kebutuhan dan keinginan hedonis, seperti kesenangan, fantasi, dan sosial atau keputusan emosional. Konsumsi hedonic meliputi aspek-aspek perilaku yang terkait dengan multi-indera, fantasi dan konsumsi emosional yang didorong oleh manfaat menyenangkan menggunakan produk dan juga estetika (Park et al, 2006).

Pada penelitian ini, peneliti mencoba memfokuskan kajian penelitian pada objek Indomaret dan Alfamart di Kabupaten Gresik, karena gerai ritel tersebut memiliki banyak cabang dan mudah ditemukan di Kabupaten Gresik. Menurut Data Inventarisasi toko modern/toko pada tahun 2018, terdapat 81 Indomaret dan 76 Alfamart yang berada di Kabupaten Gresik. Peneliti menggunakan Kabupaten Gresik sebagai lokasi objek penelitian, karena Kabupaten Gresik memiliki nilai-nilai kebudayaan baru yang dihasilkan dari adanya industrialisasi yang berdampak pada perubahan dalam peningkatan taraf hidup (pembangunan). Perubahan terhadap nilai-nilai kultur masyarakat lebih rentan terjadi pada masyarakat kota yang paling terkena dampak akibat industri dari modernisasi lebih dulu, seperti

(5)

5

perubahan cara bicara, gaya pakaian, rumah-rumah mewah, orientasi masyarakat lebih kepada ekonomi (nominal) dan bentuk-bentuk hedonis-materealisme yang lain (Faridatin, 2016). Kabupaten Gresik memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, hal ini dimanfaatkan oleh pelaku ritel untuk menarik perhatian masyarakat Kabupaten Gresik dengan menghadirkan produk Private Label Brand yang memilki harga dan kualitas yang lebih murah. Penghematan harga yang ditawarkan pelaku ritel tersebut bisa mencapai 10% sampai 20% dari harga produk berlabel nasional, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat untuk melakukan pembelian (Faridatin, 2016).

Berdasarkan data BPS di tahun 2020, dibuktikan dengan penetapan upah minimun regional Kabupaten Gresik yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur pada 1 Januari 2020, berada di urutan kedua dengan jumlah UMK tertinggi se-Jawa Timur (UMSK,2020). Potensi ini dilihat oleh pelaku ritel untuk membuat strategi dengan meciptakan produk Private Label Brand. Maka, potensi belanja tinggi masyarakat Gresik dapat menumbuhkan perilaku konsumen yang bersifat Utilitarian Shopping Value dan Hedonic Shopping Value sangatlah besar.

Mengacu pada pemaparan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Private Label Brand Terhadap Utilitarian

Shopping Value dan Hedonic Shopping Value (Studi pada Indomaret dan

Alfamart di Gresik)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Private Label Brand berpengaruh terhadap Utilitarian Shopping Value pada Indomaret dan Alfamart di Gresik?

2. Apakah Private Label Brand berpengaruh terhadap Hedonic Shopping Value pada Indomaret dan Alfamart di Gresik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, berikut adalah tujuan dari penelitian ini:

(6)

6

1. Untuk menilai pengaruh Private Label Brand terhadap Utilitarian Shopping Value pada Indomaret dan Alfamart di Gresik.

2. Untuk menilai pengaruh Private Label Brand terhadap Hedonic Shopping Value pada Indomaret dan Alfamart di Gresik.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang manajemen.

2. Bagi Peneliti

Dengan dilaksanakan penelitian ini, maka penulis dapat secara langsung mengimplementasikan ilmu yang diperoleh sesuai dengan studi manajamen pemasaran.

3. Bagi Perusahaan

Penelitian ini dilakukan sebagai bahan evaluasi produk Private Label Brand Indomaret dan Alfamart.

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria yang digunakan adalah karyawan bagian proyek PT Adhi Karya Surabaya yang telah menerima pelatihan dan jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah

mengukur dalam menghasilkan laba dapat diukur dengan menggunakan rasio rentabilitas yang digunakan rasio laba bersih sebelum pajak dengan total aktiva ( rate of

Melakukan Tanya jawab secara langsung dengan perwakilan Deputi Bidang yang terkait untuk mengetahi secara langsung alur proses dan melakukan pendataan permasalahan yang

Penelitian ini dilakukan pada obyek tatakelola dan praktik kekuasaan pemerintahan gubernur di Provinsi Banten, dengan tujuan untuk mengetahui dan menjelaskan

Hasil survei juga menunjukkan adanya infeksi ganda antara Schistosoma japonicum dan STH di Kecamatan Lore Utara dan Lore Timur Pada survei ini diketahui bahwa ko-infeksi antara

Pada Gambar 4.3 dapat diketahui jenis plat merah yang paling banyak dalam menunggak pajak di Kelurahan Surabaya Barat pada bulan Maret tahun 2015 yaitu

Terangkan bahwa kurangnya pengetahuan Anda mengenai topik membuat Anda bisa melihat subjek mereka dengan lebih jelas.. Anda tidak membawa prasangka dalam

Kepada seluruh pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, kepala perwakilan Indonesia di luar negeri, Kepala Dinas Pendidikan dan atau Dinas Kebudayaan