• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Keaktifan Siswa

1. Pengertian Keaktifan Siswa

Keaktifan adalah kesibukan atau kegiatan dalam hal keaktifan jasmani maupun rohani yang meliputi keaktifan indera (pendengaran, penglihatan, peraba), keaktifan akal, keaktifan ingatan (Fajri, 2004: 36).

Aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik atau mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisahkan (Sardiman, 2001: 98).

Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara koqnitif, afektif dan psikomotorik (Depdiknas, 2005:31). Keaktifan juga merupakan kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain (Mulyasa, 2008: 158).

Jadi keaktifan belajar adalah peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran yang meliputi aktifitas yang bersifat psikis seperti aktifitas mental guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara koqnitif, afektif dan psikomotorik.

2. Prinsip Keaktifan Belajar

Menurut Ruhimat (2005: 6) prinsip keaktifan belajar antara lain: a. Perhatian

(2)

perhatian dapat dilakukan melalui penyampaian tujuan pembelajaran, topik-topik yang akan dipelajari atau stimulus media pembelajaran yang berhubungan dengan pelajaran. Dengan demikian, guru harus memperhatikan lingkungan belajar dan membantu kesulitan belajar. b. Motivasi

Motivasi merupakan tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang dalam melaksanakan pembelajaran. Motivasi sebagai tujuan pembelajaran, misalnya siswa tertarik kegiatan di kelas. Motivasi sebagai alat misalnya siswa memiliki dorongan yang kuat untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi.

c. Aktivitas

Belajar dapat terjadi apabila ada aktivitas dari siswa yang dikerjakan untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya. Belajar yang baik harus dapat melibatkan siswa secara proses dan komprehensif baik segi intelektual, emosional maupun psikomotor.

d. Bimbingan Belajar

Kegiatan pembelajaran membutuhkan arahan dan bimbingan dari guru sehingga setiap kegiatan pembelajaran guru harus konsisten memberikan bimbingan menurut lingkup kegiatan. Bimbingan belajar dapat dilakukan secara kelompok maupun individu sesuai kebutuhan siswa yang bersangkutan.

e. Perbedaan individual

(3)

perbedaan secara individu di antara siswa dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Dengan demikian, guru perlu memperhatikan perbedaan siswa, sehingga aktivitas dan konten belajar yang diberikan selaras dengan penempatan potensi siswa yang bersangkutan.

f. Unjuk Kerja

Untuk melihat sampai sejauh mana hasil belajar maka perlu melakukan kegiatan unjuk kerja. Unjuk kerja pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

g. Penguatan dan Balikan

Prinsip ini didasarkan atas law of effect dari Thorndike, siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Dengan mengetahui hasilnya, merupakan balikan yang menyenangkan dan akan berpengaruh positif terhadap kegiatan selanjutnya.

Aunurrahman (2009: 121) juga mengemukakan prinsip keaktifan dalam proses belajar terlihat dari beberapa kegiatan, yaitu:

a. Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya.

b. Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.

c. Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.

d. Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan.

(4)

3. Karakteristik Pemebelajaran Aktif

Raka Joni dalam bukunya Dimyati (2009: 120-121) mengungkapkan bahwa karakteristik pembelajaran yang aktif adalah: a. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa

berperan aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.

b. Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan/keterampilan melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat suatu karya.

c. Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengajar standar akademis tetapi ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secaara utuh dan setimbang.

d. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.

e. Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan.

(5)

Jadi, pembelajaran yang aktif begantung pada keaktifan siswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran. Keaktifan siswa diharapkan tampak secara nyata terutama pada saat pelaksanaan proses pembelajaran, baik secara perorangan maupun kelompok.

4. Manfaat Keaktifan Siswa dalam Pembalajaran

Keaktifan siswa dalam pembelajaran memberikan banyak manfaat (http://www.utexas.edu) yaitu:

a. Siswa mampu mengakses pengetahuan sendiri, yang merupakan kunci untuk belajar,

b. Siswa mampu menemukan solusi masalah pribadi bermakna atau interpretasi.

c. Siswa menerima umpan balik yang lebih sering dan lebih cepat.

d. Siswa memiliki daya ingat yang lebih lama tentang materi yang didapat dalam pembelajaran,

e. Siswa dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian, f. Memotivasi siswa untuk selalu aktif,

g. Tugas yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik itu individu atau kelompok akan selalu dihargai,

h. Pandangan siswa terhadap ilmu pengetahuan berubah, yang pada gilirannya memiliki implikasi untuk pengembangan kognitif,

i. Siswa dapat bekerjasama dalam suatu kelompok secara aktif yang mana terdiri atas banyak latar belakang dan karakter,

(6)

j. Siswa dapat belajar tentang strategi belajar secara individu dengan mengamati orang lain.

Suryosubroto (2002: 71) Siswa dikatakan aktif dalam pembelajaran bila terdapat ciri-ciri:

a. Siswa berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran b. Pengetahuan dipelajari,dialami dan ditemukan oleh siswa c. Mencoba sendiri konsep-konsep

d. Siswa mengkomunikasikan hasil pikirannya

Dengan demikian, guru dalam proses pembelajaran haruslah mengikut sertakan siswanya secara aktif, jangan sampai proses pembelajaran didominasi oleh guru saja.

5. Indikator Keaktifan Siswa

Ardhana (2009: 2) mengemukakan beberapa indikator keaktifan siswa dalam belajar yang merupakan pedoman dalam pengukuran keaktifan. Berikut ini adalah indikator keaktifan siswa:

a. Persiapan siswa sebelum pembelajaran b. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru, c. Kerjasama dalam kelompok,

d. Penguasaan materi,

e. Saling membantu dan menyelesaikan masalah,

f. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok.

Sedangkan menurut Sudjana (2001: 72) indikator keaktifan siswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

(7)

a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya b. Terlibat dalam pemecahan masalah

c. Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya

d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah

e. Melatih diri dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh

Jadi siswa dikatakan aktif dalam pembelajaran apabila siswa mampu mengeksplore apa yang ada dalam dirinya, dalam arti siswa bisa mengemukakan pendapat ketika berdiskusi dengan teman, memperhatikan penjelasan guru, bertanya dengan guru atau teman jika kurang paham dengan materi, dan bisa menyelesaikan masalah atau soal dari guru.

Dengan demikian penulis akan mnggunakan indikator keaktifan yang dikemukakan Sudjana dan Ardhana sebagai pedoman menilai keaktifan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

6. Pentingnya Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran

Mulyasa (2002: 32) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran.

Sedangkan Hamalik (2001: 27), menyatakan bahwa dalam proses pendidikan di sekolah, tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas

(8)

utama setiap siswa adalah belajar. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Selain itu, Magnesen (dalam Anni, 2004: 85), ingatan yang diperoleh dari belajar melalui membaca sebesar 20%, mendengar sebesar 30%, melihat sebesar 40%, mengucapkan sebesar 50%, melakukan sebesar 60%, dan gabungan dari melihat, mengucapkan, mendengar, dan melakukan sebesar 90%.

Oleh karena itu, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan hal yang harus diciptakan oleh seorang guru agar siswa dapat meraih prestasi belajar yang baik.

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam adalah usaha untuk mengembangkan fitrah manusia sehingga mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Agama Islam (Achmadi, 2008: 29).

Disamping itu, Manshur mengutip pernyataan dari Marimba dan Muhaimin (2009: 328) bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut aturan-aturan Islam.

Marimba mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil) (2009: 329).

(9)

Tafsir mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (2005: 45)

Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah Swt (HablumminAllah), sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya.

2. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Departemen Agama Republik Indonesia (2004: 4-5) menjelaskan tentang fungsi Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu menumbuhkembangkan kemampuan anak melalui bimbingan dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan dapat berkembang secara optimal sesuai tingkat perkembangannya,

b. Penyaluran, yaitu menyalurkan bakat anak-anak di bidang agama sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan orang lain,

c. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari,

d. Pencegahan, yaitu menangkal hal-hal negatif yang dapat membahayakan dirinya,

(10)

dengan ajaran agama islam,

f. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Riyanto (2006: 160) menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam, yang di dalamnya mencakup mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia (insan kamil). Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Ada dua macam tujuan pendidkan Agama Islam, yaitu:

a. Tujuan Umum

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh al-Qur'an dan hadits. Sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

b. Tujuan khusus

(11)

yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan pendidikan agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Tujuan khusus Pendidikan Agama Islam di jenjang SMP adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut,

2) Meningkatkan tata cara membaca al-Qur’an dan tajwid sampai kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf,

3) Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh,

4) Menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah,

5) Memahami dan meneladani tata cara mandi wajib dan shalat-shalat wajib maupun shalat sunat (Riyanto, 2006: 160).

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek Al-Qur’an dan Hadits, aqidah, akhlaq, fiqih, tarikh dan kebudayaan islam. Aspek-aspek tersebut mencakup usaha untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, antara lain:

1) Hubungan manusia dengan Allah SWT 2) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri 3) Hubungan manusia dengan sesama manusia

(12)

4) Hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungan alamnya (BSNP, 2007: 2).

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP, ruang lingkup materi yang diajarkan cenderung bersifat umum. Hal ini berbeda dengan yang diajarkan di MTs atau sekolah swasta yang mana materi yang disampaikan kepada siswa cenderung bersifat khusus. Misalnya: pembelajaran hadits, fiqih, tarikh yang merupakan satu mata pelajaran.

C. Hukum Bacaan Mad dan Waqaf

Tim Abdi Guru (2006: 119-124) menjelaskan tentang hukum bacaan mad dan waqaf.

1. Hukum Bacaan Mad

Mad menurut bahasa berarti panjang. Menurut istilah ilmu tajwid mad adalah bacaan panjang. Berikut ini akan dibahas macam-macam mad.

a. Mad Thabi’i (

ﻲِﻌﻴِﺒَﻃ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada alif ( ﺍ ) terletak sesudah fathah atau ya’ sukun ( ﻱ ) sesudah kasrah ( ―ِ ) atau wau ( ﻭ ) sesudah dhammah ( ― ُ◌ ) maka dihukumi mad thabi’i. Mad artinya panjang, thabi’i artinya biasa. Cara membacanya harus sepanjang dua harakat atau disebut satu alif contoh:

ٌﻊْﻴِﻤَﺳ- ُلْﻮُﻘَـﻳ- ٌب ﺎَﺘِﻛ

b. Mad Wajib Muttashil (

ْﻞِﺼﱠﺘُﻣ ْﺐِﺟاَوْﺪَﻣ

)

Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan hamzah ( ء ) didalam satu kalimat atau kata. Cara membacanya wajib panjang sepanjang 5 harakat atau dua setengah kali mad thabi’i (dua setengah alif).

(13)

Contoh:

َءْﻲِﺟ - َءﺂَﺟ - ٌءآَﻮَﺳ

c. Mad Jaiz Munfashil (

ْﻞِﺼَﻔْـﻨُﻣﺰِﺋﺎَﺟْﺪَﻣ

)

Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan hamzah ( ء) tetapi hamzah itu di lain kalimat. Jaiz artinya boleh dan Munfashil artinya terpisah. Cara membacanya boleh seperti mad wajib muttashil, dan boleh seperti mad thobi’i saja.

Contoh:

َلِﺰْﻧُأ ﺎَﻤِﺑ - ْﻢُﺘْـﻧأَﻻ َو

d. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi (

ﻲِﻤْﻠِﻛ ْﻞﱠﻘَـﺜُﻣ ْمِزَﻻ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan tasydid di dalam satu perkataan, maka cara membacanya harus panjang selama 3 kali Mad Thabi’i atau 6 harakat.

Contoh:

ُﺔَﺧﺎّﺼﻟ - َﻦﻴﱢﻟﺂﱠﻀﻟاَﻻ َو

e. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi (

ﻲِﻤْﻠِﻛ ﻒﱠﻔَﺨُﻣ ْمِزَﻻ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada mad thobi’I bertemu dengan huruf mati (sukun), maka cara membacanya sepanjang 6 harakat.

Contoh:

نَﻻآ

f. Mad Layyin (

ﻦﻴَﻟ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada wau sukun ( ﻭ ) atau ya’ sukun ( ﻱ ) sedang huruf sebelumnya yaitu berharakat fathah, maka cara membacanya sekedar lunak dan lemas.

(14)

g. Mad ‘Aridl Lissukun (

ِنُﻮﻜﱡﺴﻠِﻟ ْضِرﺎﻋ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada waqaf atau tempat pemberhentian membaca sedang sebelum waqaf itu ada Mad Thobi’i atau Mad Lein, maka cara membacanya ada 3 macam:

1) Lebih utama, dibaca panjang seperti mad wajib muttashil (6 harakat). 2) Pertengahan, dibaca empat harakat ya’ni du kali mad thobi’i.

3) Pendek, yaitu boleh hanya dibaca seperti mad thobi’i biasa. Contoh:

ِسﺎﱠﻨﻟاَو - َنْوُﺪِﻟﺎَﺧ - ٌﺮْـﻴِﺼَﺑ ٌﻊْﻴِﻤَﺳ

h. Mad Shilah Qashirah (

ةَﺮْـﻴِﺼَﻗ ﺔَﻠِﺻ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada haa dhamir ( ﻪ ) sedang sebelum haa tadi ada huruf hidup (berharakat), maka cara membacanya harus panjang seperti mad thobi’i.

Contoh:

ُﻪَﻟ ْيِﺮَﺷَﻻ - َنﺎَﻛ ُﻪﱠﻧِا

i. Mad Shilah Thawilah (

ٌﺔَﻠْـﻳِﻮَﻃ ٌﺔَﻠِﺻ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada Mad Qashirah bertemu dengan hamzah ( ء ), maka membacanya seperti Mad Jaiz Munfashil.

Contoh: ِﻪِﻧْذ ِﺎِﺑ َّﻻِا ﻩَﺪْﻨِﻋ ُﻊَﻔْﺸَﻳ - ُﻩَﺪَﻠْﺧَا ُﻪَﻟﺎَﻣ ﱠنَا j. Mad ‘ Iwadl (

ضَﻮِﻋ ْﺪَﻣ

)

Apabila ada fathatain yang jatuh pada waqaf (pemberhentian) pada akhir kalimat, maka cara membacanya seperti mad thobi’i.

(15)

k. Mad Badal (

ْلَﺪَﺑ ْﺪَﻣ

)

Yaitu apabila ada hamzah ( ء ) bertemu dengan Mad, maka cara bacanya seperti Mad Thobi’i.

Contoh:

ٌنَﺎﻤْﻳإ - َمَدآ

Badal artinya ganti. Karena yang sebenarnya huruf mad yang ada tadi asalnya hamzah yang jatuh sukun kemudian diganti menjadi ya atau alif atau wau.

َمَدآ

asalnya

َمَدْأَأ

ٌنﺎَﻤْﻳ ِا

asalnya

ٌنﺎَﻤْﺋ ْيِا

l. Mad Lazim Harfi Musyabba’ (

ﻊﱠﺒَﺸُﻣ ِفْﺮَﺣ ْمِزﻻ ْﺪَﻣ

)

Yaitu apabila pada permulaan surat dari Al-Qur’an terdapat salah satu atau lebih Dari antara huruf yang delapan, yaitu:

م – ك – ل – س – ع – ص – ق - ن

Cara membacanya seperti Mad Lazim yaitu 6 harakat. Contoh: ﻢٓﻟﺍ - ُﻢَﻠَﻘْﻟﺍَﻭ - ٓﻥ - ٓﺲٰﻳ

m. Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (

ﻒﱠﻔَﺨُﻣ ِفﺮَﺣ مِزﻻ ْﺪَﻣ

)

Yaitu apabila ada permulaan surat dari Al-Qur’an ada terdapat salah satu atau lebih dari antara huruf yang lima yaitu:

ر - ﻫ - ط – ي – ح

Cara bacanya seperti mad thobi’i. Contoh:

(16)

n. Mad Tamkien (

ﻦْﻴِﻜْﻤَﺗ ْﺪَﻣ

)

Yaitu apabila ada ya’ sukun ( ْﻱ ) yang didahului dengan ya’ yang bertasydid dan harakatnya kasra, dan cara membacanya ditepatkan dengan ta’.

Contoh:

ْﻢُﺘْﻴﱢـﻴﻴُﺣ - َﻦْﻴّـﻴِﺒَﻨﻟا

o. Mad Farq

( قْﺮَـﻓ ْﺪَﻣ

)

Yaitu bertemunya dua hamzah yang satu hamzah istifham dan yang kedua hamzah washol pada lam alif ma’rifat, cara membacanya sepanjang 6 harakat.

Contoh:

ْﻢُﻜَﻟ َنِذا ُﷲاٰء ْﻞُﻗ -

نﻮُﻛِﺮْﺸُﻳﺎّﻣَاٌﺮْـﻴَﺧُﷲاٰء

2. Hukum Bacaan Waqaf

a. Pengertian Waqaf

Waqaf adalah berhenti sejenak atau putus bunyi suara dan berganti nafas. Tempatnya di akhir kata. Keadaan huruf akhir kata ketika hendak di waqafkan ada enam:

1) Yang berakhiran sukun, cara membacanya harus dibunyikan mati dengan terang menurut bacaan yang semestinya, apakah qolqolah atau tidak, dan sebagainya.

Contoh:

ْﺐَﻏْرﺎَﻓ َﻚﱢﺑَر ﻰَﻟِا , ْﻢُﻬَﻟﺎَﻤْﻋَااْوَﺮُـﻴِﻟ , ْﺮَﺤْﻧَو َﻚﱢﺑَﺮِﻟ

2) Yang berakhiran huruf berharakat fatha, dhommah atau dhommatain dan kasrah atau kasratain, cara membacanya harus dibaca mati/sukun.

(17)

Contoh:

َﺐَﻗَواَذِا

dibaca

ْﺐَﻗَواَذِا

ِﺪُﻘُﻌْﻟا ﻰِﻓ

dibaca

ْﺪُﻘُﻌْﻟا ﻰِﻓ

ِﻞْﻴِﻠْﻀَﺗ ﻰِﻓ

dibaca

ْﻞْﻴِﻠْﻀَﺗ ﻰِﻓ

3) Yang berakhiran Ta' Marbutha (ﺓ) membacanya harus dirubah menjadi Ha' sukun.

Contoh:

ًةَﺮﱠﻬَﻄﱡﻣ ﺎًﻔُﺤُﺻ

dibaca

ْةَﺮﱠﻬَﻄﱡﻣ ﺎًﻔُﺤُﺻ

ِﺔَﻤﱢﻴَﻘْﻟا ُﻦْﻳِد

dibaca

ْﺔَﻤﱢﻴَﻘْﻟا ُﻦْﻳِد

4) Yang berakhiran dengan huruf yang didahului huruf mati, dan setelah mematikan huruf akhir, maka terdapatlah dua huruf mati, cara membacanya dibunyikan sepenuhnya dengan menyuarakan setengah huruf yang terakhir dengan suara pendek.

Contoh:

ُﺢْﺘَﻔْﻟاَو

dibaca

ْﺢْﺘَﻔْﻟاَو

huruf

ح

dibaca setengah huruf

ِلْﺰَﻬْﻟﺎِﺑ

dibaca

ْلْﺰَﻬْﻟﺎِﺑ

huruf

ل

dibaca setengah huruf 5) Yang berakhiran huruf yang di dahului huruf mad atau mad Lien.

Cara membacanya dengan mematikan huruf terakhir dan dibaca panjang seperti Mad 'Arid Lissukun.

Contoh:

َﻦْﻴِﻤَﻟ ﺎَﻌْﻟا ﱢبَر

dibaca

ْﻦْﻴِﻤَﻟ ﺎَﻌْﻟا ﱢبَر

ِسﺎﱠﻨﻟا ِﻪَﻟِا

dibaca

ْسﺎﱠﻨﻟا ِﻪَﻟِا

ٍفْﻮَﺧ ْﻦِﻣ ْﻢُﻬُـﻨِﻣَاَو

dibaca

ْفْﻮَﺧ ْﻦِﻣ ْﻢُﻬُـﻨِﻣَاَو

(18)

6) Yang berakhiran dengan huruf yang berharakat fathatain, membacanya dengan membunyikan menjadi fathah yang dibaca panjang dua harakat dan berubah menjadi Mad Iwadh.

Contoh:

ﺎًﻗﺎَﻓﱢو ًءاَﺰَﺟ

dibaca

ﺎَﻗﺎَﻓﱢو ًءاَﺰَﺟ

ﺎّﺒَﺣﺎَﻬْـﻴِﻓ ﺎَﻨْـﺘَﺒْـﻧَﺎَﻓ

dibaca

ﺎﱠﺒَﺣﺎَﻬْـﻴِﻓ

ﺎَﻨْـﺘَﺒْـﻧَﺎَﻓ

b. Saktah atau Saktat

Saktah/saktat ialah diam sejenak, biar putus dan pisah suaranya, dengan tanpa berganti nafas (berhenti sejenak sekitar dua harakat dan tidak bernafas). Di dalam Al Qur'an ada 4 yang harus dibaca saktah, yaitu :

1) Surat Al Muthofifin ayat 13

َناَر ْﻞَﺑ ﱠﻞَﻛ

2) Surat Al Qiyamah ayat 27

ٍقاَر ْﻦَﻣ َﻞْﻴِﻗَو

3) Surat Yasin ayat 52

اَﺬَﻫ ﺎَﻧِﺪَﻗْﺮَﻣ ْﻦِﻣ

4) Surat Al Kahfi ayat 1

ﺎًﻤْﻴِﻓ ﺎًﺟَﻮِﻋ َﻪﱠﻟ ْﻞَﻌْﺠَﻳ ْﻢَﻟَو

ﺎًﺟ َﻮِﻋ

dibaca

ﺎًﺟ َﻮِﻋ

ْﻞَﺑ

dan

ْﻦَﻣ

dibaca idzhar/jelas c. Tanda-Tanda Waqaf Tabel 1 Tanda-tanda Wakaf No Tanda Waqaf Keterangan

1.

م

Waqaf lazim ( Harus berhenti ) 2.

ط

Waqaf Muthlaq ( lebih baik berhenti ) 3.

ج

Waqaf Jaiz ( boleh berhenti, boleh terus )

4.

ز

Waqaf Mujawwaz (boleh berhenti, terus lebih utama) 5.

ص

Waqaf Murokh-khosh (boleh waqaf/berhenti,karena

(19)
(20)

6.

ﻒﻗ

Waqaf Mustahab (lebih baik waqaf)

7.

La waqfa fihi (bukan tempat waqaf), jika di akhir ayat

sebaiknya berhenti .

8.

ﻰﻠﺻ

Al Washlu Aula ( dibaca terus lebih utama)

9.

∴, ∴

Waqaf Mu'anaqoh (boleh berhenti di salah satu tanda tersebut)

10.

Waqaf Sima'ie yaitu tempat waqaf nabi, waqaf ghuffron

dan waqaf Munzal (waqaf jibril). Sangat baik sekali jika waqaf /berhenti.

11.

ك

Kadzalik (sama tanda waqaf sebelumnya)

12.

ﻰﻠﻗ

Al Waqfu Aula (berhenti lebih utama)

13.

ق

Qila Fihil Waqfu (ada yang mengatakan boleh waqaf,

dibaca terus lebih utama)

14.

ع

Ruku' (tanda pembagian berhenti setiap hari untuk orang

yang ingin membaca atau menghafal Al Qur'an dalam jangka 2 tahun)

C. Quantum Teaching

1. Pengertian Quantum Teaching

Kata Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian Quantum Teaching adalah orkrestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan belajar.

Interaksi-interaksi ini mengubah kemampun dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Orkrestasi atau simfoni tersebut mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa.

Quantum Teaching juga dapat diartikan sebagai pendekatan untuk membimbing peserta didik agar mau belajar. Menjadikan sebagai kegiatan yang dibutuhkan peserta didik. Di samping itu untuk memotivasi,

(21)

menginspirasi dan membimbing guru agar lebih efektif dalam menyampaikan pembelajaran sehingga lebih menarik dan menyenangkan (Nata, 2009: 231).

Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas. Interaksi yang menjadikan landasan dan kerangka untuk belajar (De porter. B, 2003: 3).

Dengan demikian Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya sebagai motivasi siswa agar mau belajara dan memotivasi guru agar lebih efektif sehingga pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan.

2. Asas Utama Quantum Teaching

Menurut De porter. B (2003: 84), asas utama Quantum Teaching adalah “Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”.

Asas ini berarti tidak ada sekat-sekat yang membatasi antara seorang guru dan siswa sehingga keduanya dapat berinteraksi dengan baik. Seorang guru juga diharapkan mampu memahami karakter, minat, bakat dan fikiran setiap siswa, dengan demikian berarti guru dapat memasuki dunia siswa. Dalam hal ini, belajar melibatkan semua aspek kehidupan manusia yang meliputi pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh.

Cara yang dilakukan seorang pendidik yaitu dengan mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang

(22)

diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitan terbentuk, guru bisa membawa siswa kedunia guru, dan memberi siswa pemahaman guru mengenai isi dunia itu.

Ketika seorang guru sudah dapat memasuki dunia siswa dan diterima dengan baik oleh siswa maka sudah saatnya pula siswa diajak untuk memasuki dunia lain yang lebih luas sehingga apa yang dipelajari oleh siswa tersebut dapat diterapkan pada situasi baru dalam kehidupan lingkungannya.

Dengan demikian, melalui Quantum Teaching ini seorang guru yang akan memengaruhi kehidupan siswa. Guru memahami sekali bahwa setiap murid memiliki karakter masing-masing sebagaimana alat musik seperti seruling dan gitar misalnya, memiliki suara yang berbeda. Bagaimana setiap karakter dapat memiliki peran dan membawa sukses dalam belajar, merupakan inti ajaran Quantum Teaching (Nata, 2009: 232)

3. Prinsip Quantum Teaching

De porter B (2003: 7) mengemukakan prinsip-prinsip Quantum Teaching sebagai berikut:

a. Segalanya berbicara: segalanya dari lingkungan kelas, bahasa tubuh, serta rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar.

b. Segalanya bertujuan: digambarkan melalui segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu.

(23)

mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk yang mereka pelajari.

d. Akui setiap usaha: setiap usaha dan pekerjaan dalam belajar yang dilakukan siswa selalu harus mendapatkan pengakuan karena dapat menciptakan perasaan nyaman dan percaya diri.

e. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan: Perayaan merupakan ungkapan kegembiraan atas keberhasilan yang diperoleh dan umpan balik mengenai kemajuaan sehingga meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

Dalam Nata (2009: 233) juga disebutkan bahwa Quantum Teaching memiliki lima kebenaran tetap. Serupa dengan asas utama, bahwa prinsip ini memengaruhi aspek Quantum Teaching. Anggaplah prinsip sebagai stuctur chord dasar dari simponi belajar. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.

Jadi, dengan diterapkannya prinsip-prinsip dalam Quantum Teaching ini maka suasana belajar akan terlihat dinamis, demokratis menggairahkan dan menyenangkan siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu Quantum Teaching tidak hanya bertujuan memberikan pengetahuan atau nilai-nilai pada siswa, melainkan juga memberikan pengalaman, keterampilan proses dan metodologi dalam mencapai tujuan (Nata, 2009: 234)

(24)

4. Model Quantum Teaching

Menurut De porter B (2003:114) Quantum Teaching mempunyai dua bagian penting yaitu dalam seksi konteks dan dalam seksi isi.

Dalam seksi konteks, akan menemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk mengubah suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.

Sedangkan dalam seksi isi, akan menemukan keterampailan penyampaian, disamping strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari.

Metode pengajaran dalam bentuk Quantum Teaching tampak lebih komprehensif dibandingkan dengan berbagai metode pengajaran yang lain. Dengan kata lain, bahwa dalam Quantum Teaching terkandung berbagai macam metode pengajaran yang diolah menjadi satu, seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain sebagainya. Berbagai metode pengajaran ini satu dan lainya saling berhubungan dan membentuk Quantum Teaching (Nata, 2009: 234)

5. Kerangka Rancangan Pembelajaran Quantum Teaching

Kerangka rancangan pembelajaran Quantum Teaching adalah: a. Tumbuhkan: Menumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah

manfaatnya bagiku?”

b. Alami: Menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua siswa

(25)

c. Namai: Menamai kegiatan yang akan dilakukan dengan menyediakan kata kunci, model, rumus, dll.

d. Demostrasikan: Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan (mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu

e. Ulangi: Menunjuk beberapa siswa untuk mengulangi materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”

f. Rayakan: Merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan (De porter B, 2003: 10).

6. Ciri-ciri Pembelajaran Quantum Teaching

a. Adanya unsur demokrasi dalam pengajaran, dimana ada unsur kesempatan yang luas kepada siswa untuk terlibat aktif dan partisipasi dalam pembelajaran

b. Tergalinya potensi dan terekspresikannya seluruh potensi dan bakat yang ada pada siswa

c. Adanya kepuasan pada diri siswa, hal ini terlihat dari adanya pengakuan terhadap temuan pengakuan dan kemampuan yang itunjukan oleh siswa d. Adanya unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu

keterampilan yang diajarkan. Hal ini terlihat dengan adanya pengakuan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai anak

e. Adanya unsur kemampuan pada seorang guru dalam merumuskan temuan yang dihasilkan anak, dalam bentuk konsep, teori, model dll (Nata, 2009: 234)

(26)

D. Penelitian Terdahulu

Fakta objektif bahwa metode Quantum Teaching merupakan metode yang tepat berdasarkan hasil-hasil penelitian sebagai berikut:

1. Nugroho dalam skripsi yang berjudul ”upaya meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar IPS materi kegiatan ekonomi melalui model pembelajaran Quantum Teaching di kelas IV SD N 1 Botomulyo”

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa metode Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini dapat di tunjukan pada siklus I pertemuan I diperoleh nilai rata-rata 67,6 dengan ketuntasan belajar 48%. Kemudian pada siklus II diperoleh nilai 77,6 dengan ketuntasan belajar 60%. Pada siklus II pertemuan I diperoleh nilai rata-rata 83,6 dengan ketuntasan belajar 80% dan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 86,4% dengan ketuntasan belajar 88%.

Selaian itu metode Quantum Teaching juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, hal ini di tunjukan dengan adanya peningkatan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,5 dengan presentase 62,5% dan pada siklus II sebesar 3,91 dengan presentase 97,92%.

2. Maghfiroh dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Melalui Metode Quantum Teaching pada Pelajaran PKn pada Siswa Kelas IV SDN Talang III”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Talang III terhadap materi PKN. Hasil evaluasi yang telah dilaksanakan terdapat

(27)

peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata dari pre test sebesar 6,55 peningkatan prestasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre test sebesar 6,55 meningkat menjadi 8,66 atau sekitar 35%. Ini menunjukkan 90% siswa berhasil dalam belajar PKN dengan menggunakan metode Quantum Teaching.

3. Maftuhah dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Model Quantum Teaching Untuk Meningkatkan Motivasi, Keaktifan, dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III MI Negeri Beji Pasuruan”

Penerapan model Quantum Teaching dapat meningkatkan motivasi, keaktifan, dan hasil belajar IPA siswa. Berdasarkan angket motivasi, pada siklus I motivasi belajar siswa adalah 50,1 (83%), maka dikategorikan sangat baik. Pada siklus II motivasi belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 54,7 (92%) dengan kategori sangat baik. Keaktifan siswa pada siklus I adalah 40,6 (68%) dengan kategori baik dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 47,9 (80%) dengan kategori baik. Skor rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai skor 77,7, sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 80, 8. Secara klasikal, pada siklus I hasil belajar siswa yang tuntas belajarnya mencapai 61%, dan pada siklus II meningkat menjadi 86%.

Hasil-hasil penelitian tersebut merupakan hasil objektif dari metode Quantum Teaching. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan metode Quantum Teaching dalam pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

(28)

Oleh karena itu, perbedaan penelitian ini dari penelitian yang sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui metode Quantum Teaching,

2. Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sumbang di kelas 8C tahun pelajaran 2012/2013,

3. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

4. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi siswa dan guru, angket, dan interview.

5. Sedangkan metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan presentase.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku petani dalam penggunaan pestisida kimia pada tanaman padi meliputi tindakan petani dalam penggunaan jenis

 Virgin Cake & Bakery telah mengusahakan sanitasi pada gudang penyimpanan bahan baku terutama buah pisang dengan diberi rak yang bagian bawah mengunakan pallet , supaya

Beberapa bentuk ancaman tersebut ialah seperti ancaman terhadap keamanan ekonomi yang meliputi peningkatan persaingan antara tenaga kerja asli Swiss dengan tenaga kerja

Lebar jalur lalulintas normal adalah 3,50 m kecuali jalan penghubung dan IIC yang cukup menggunakan lebar jalur lalulintas sebesar 3,00 m dan jalan-jalan raya utama

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah dana pihak ketiga, kredit yang disalurkan, laba dan total aktiva pada PT Bank

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli kapsul cacing menurut Fatwa MUI Perspektif BPOM studi kasus di desa 15 Polos

Saya coba paparkan, dalam dokumen ini, bagaimana merancang kontroler Fuzzy-PI dengan teknik Decoupling untuk plant Coupled-Tank (TITO)..