• Tidak ada hasil yang ditemukan

Provinsi Kalimantan Barat 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Provinsi Kalimantan Barat 2015"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

1

1.1.

PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

1

1.2.

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

3

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

7

2.1.

ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

7

2.1.1.

Pendidikan

7

2.1.2.

Kesehatan

9

2.1.3.

Perumahan

11

2.1.4.

Mental/Karakter

12

2.2.

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

14

2.2.1.

Pengembangan Sektor Pangan

14

2.2.2.

Pengembangan Sektor Energi

18

2.2.3.

Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

19

2.2.4.

Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

21

2.3.

ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

23

2.3.1.

Pusat Pertumbuhan Wilayah

23

2.3.1.1

Kawasan Ekonomi Khusus

24

2.3.2.

Kesenjangan intra wilayah

25

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

26

4.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

36

(3)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.

1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat dalam kurun waktu 2011-2014 berfluktuatif, pada tahun 2011-2013 terus mengalami peningkatan, kemudian menurun pada tahun 2014 (Gambar 1). Selama kurun waktu 2011-2014 kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Barat memiliki laju pertumbuhan rata-rata 5,62 persen, mengalami pertumbuhan negatif tahun 2011 dan meningkat pada tahun 2013 karena pengaruh dari produksi sektor pertambangan yang mendominasi perekonomian di wilayah ini. Kegiatan ekonomi utama masih bersifat ekstraktif, memanfaatkan sumber daya alam secara langsung.

Gambar 1

Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Sumber: BPS, 2014

Pendapatan perkapita Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010-2014 belum meningkat secara signifikan dan berada di bawah pendapatan perkapita nasional. Jika pada tahun 2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Kalimantan Barat dan PDB Nasional sebesar 67,79 persen, maka

2011 2012 2013 2014 Kalimantan Barat 5.5 5.91 6.04 5.02 Nasional 6.16 6.16 5.74 5.21 0 1 2 3 4 5 6 7 Per sen / Ta h u n

(4)

pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi 65,93 persen (Gambar 2). Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Gambar 2 PDRB Per Kapita ADHB

Sumber: BPS, 2014

1.1.2. Pengurangan Pengangguran

Tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Barat berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun pada tahun 2008-2013, namun kembali meningkat pada tahun 2014-2015, yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun 2008-2013 masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2015 berkurang sebesar 1,71 Persen (Gambar 3).

Gambar 3

Tingkat Pengangguran Terbuka

Sumber: BPS, 2015 2010 2011 2012 2013 2014 Kalimantan Barat 19,510.07 21,548.09 23,427.05 25,557.68 27,975.16 Nasional 28,778.17 32,336.26 35,338.48 38,632.67 42,432.08 0.00 5,000.00 10,000.00 15,000.00 20,000.00 25,000.00 30,000.00 35,000.00 40,000.00 45,000.00 Ribu Ru p ia h 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kalimantan Barat 6.49 5.63 5.5 4.99 3.36 3.09 2.53 4.78 Nasional 8.46 8.14 7.41 6.8 6.32 5.92 5.7 5.81 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Per sen

(5)

1.1.3. Pengurangan Kemiskinan

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan pengangguran, selama kurun waktu 2007-2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Barat telah berkurang sebesar 4,37 persen (Gambar 4). Meskipun tingkat kemiskinan dapat diturunkan secara bertahap, namun kemiskinan di perdesaan perlu ditekan secara signifikan dikarenakan penurunannya yang relatif lebih lambat apabila dibandingkan dengan perkotaan. Hal ini mengindikasikan terjadinya stagnasi pertumbuhan sektor pertanian dan kegiatan ekonomi lainnya di perdesaan.

Gambar 4

Persentase Penduduk Miskin

Sumber: BPS, 2014

1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.

1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Barat menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Landak, Sintang, Melawi termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kuadran ini dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Perkotaan 11.45 9.98 7.23 6.31 6.33 5.49 5.30 5.76 Perdesaan 13.47 11.49 10.09 10.06 9.59 9.04 9.51 9.76 Kalimantan Barat 12.91 11.07 9.30 9.02 8.60 7.96 8.24 8.54 Nasional 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 11.96 11.37 10.96 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 Per sen

(6)

Gambar 5

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Kedua, Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangand dan jasa.

Ketiga, Kabupaten Kapuas Hulu, Sanggau, Bengkayang, dan Pontianak terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produkvititas sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar dari golongan miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.

Keempat, Kabupaten Sekadau, Sambas, Kubu Raya, Kota Singkawang, dan Kota Pontianak terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini

(7)

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah memningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan

1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM

Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013. Pertama, Kabupaten Sambas, Kubu Raya, Sekadau, Landak, Kota Singkawang dan Kota Pontianak termasuk daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.

Gambar 6

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

(8)

Kedua, Kabupaten Ketapang dan Bengkayang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Ketiga, Kabupaten Pontianak, Sanggau, dan Kapuas Hulu terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.

Keempat, Kabupaten Sintang, Kayong Utara, dan Melawi terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran

Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2012. Pertama, Kota Singkawang dan Kota Pontianak termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Kedua, Kabupaten Pontianak, Bengkayang, Kayong Utara, Sanggau yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di atas rata-rata (low growth, pro-job). Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah seperti pertanian dan perikanan.

Ketiga, Kapuas Hulu dan Ketapang terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.

Keempat, Kabupaten Sintang, Sekadau, Landak, Sambas, Melawi, dan Kubu Raya terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif

(9)

tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal.

Gambar 7

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.

2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

2.1.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan sektor pendidikan di Kalimantan Barat memiliki peran penting dan strategis, serta

(10)

sektor prioritas yang berada pada urutan pertama diantara sektor-sektor prioritas lainnya. Program wajib belajar mengharuskan penduduk usia sekolah 6-15 tahun dapat mengikuti pendidikan formal SD sampai SLTP, bahkan dalam rangka mendukung keberhasilan program tersebut, pemerintah telah mengalokasikan dana sekitar 20 persen dari total APBN. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun (pendidikan dasar) tahun 2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat belum merata (Gambar 8). Rata-rata APS Provinsi Kalimantan Barat tahun 2013 sebesar 96,86 persen untuk usia 7-12 tahun dan 85,65 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat dengan APS terendah meliputi Kabupaten Malawai, Kab. Kayong Utara, Kab. Sanggau. Semakin tinggi tingkat pendidikan APS semakin kecil. Dalam upaya meningkatkan tingkat partisipasi pendidikan penduduk, salah satu usaha pemerintah daerah adalah dengan membangun sarana dan fasilitas pendidikan disetiap jenjang. Hampir sebagian besar fasilitas pendidikan masih diselenggarakan oleh pemerintah, sedangkan partisipasi dari pihak swasta masih kecil yaitu sekitar 12 persen.

Gambar 8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)

Sumber: BPS, 2013

Rendahnya capaian APS pendidikan dasar usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun berdampak pada rendahnya rata-rata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf (AMH) sebagai indiktor keberhasilan pembangunan oleh MDGs di Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 9). RLS di Provinsi Kalimantan Barat 6 -7 tahun, lebih rendah dari RLS nasional 8 tahun. AMH Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009-2013 berkisar pada angka 89-91 persen dan tidak banyak peningkatannya, lebih rendah daripada AMH nasional yang terus meningkat dari 92,58 persen di tahun 2009 menjadi 94,14 persen di tahun 2013. Rendahnya AMH dan RLS di Provinsi Kalimantan Barat antara lain disebabkan kondisi Kalimantan Barat dengan aksesibilitas yang masih rendah sehingga pertumbuhan pencapaian komponen AMH dan RKS berjalan lambat. Dampak dari rendahnya APS, AMH, serta RLS mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Barat. Angkatan kerja di Provinsi Kalimantan Barat memiliki tingkat

96.86 85.65 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun (APS) 07-12 tahun prov (APS) 13-15 tahun prov

(11)

pendidikan yang rendah sehingga Kalimantan Barat berada dalam ekonomi dengan produktivitas rendah.

Gambar 9

Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013

Sumber: BPS, 2013

Provinsi Kalimantan Barat perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan pendidikan di Kalimantan Barat.

2.1.2. Kesehatan

Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat. Tingkat kesehatan masyarakat Kalimantan Barat belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang masih terjadi. Angka kematian bayi di Kalimantan Barat pada tahun 2012 sebanyak 31 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga menunjukan adanya perbaikan di Kalimantan Barat, dibandingkan nasional.

Peningkatan proporsi persalinan yang dibantu oleh tenaga medis merupakan salah satu usaha dalam mendukung kualitas pelayanan kesehatan. Bila dilihat jumlah balita yang dilahirkan dengan pertolongan tenaga medis mencapai 73,68 persen pada tahun 2013. Sedangkan yang dibantu dukun terlatih sekitar 25,20 persen dan lainnya sekitar 1,13 persen. Kondisi ini menunjukan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan terutama untuk kesehatan ibu dan anak semakin meningkat. Tenaga kesehatan yang ada di Kalimantan Barat pada tahun 2014 sebanyak 235 dokter spesialis, 574 dokter umum,dan 118 dokter gigi. Masing-masing menunjukkan peningkatan jumlah dibanding tahun 2013 kecuali jumlah dokter gigi.

87 88 89 90 91 92 93 94 95 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2009 2010 2011 2012 2013 R LS ( tah u n ) A M H ( % )

RLS_Provinsi (tahun) RLS Nasional (tahun) AMH_Provinsi (%) AMH Nasional (persen)

(12)

Meningkatnya fasilitas dan jumlah tenaga kesehatan di Kalimantan Barat membawa dampak terhadap indikator pembangunan

Gambar 10

Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan Barat

Sumber: BPS, 2012

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mengajukan program prioritas untuk percepatan pembangunan kesehatan di Kalimantan Barat. Program prioritas pembangunan bidang kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat antara lain pembangunan rumah sakit pratama di Kabupaten Bengkayang dan peningkatan sarana prasarana alat RS rujukan regional di RSUD Abdul Azis Kota Singkawang, RSUD Ade Muhammad Kab. Sintang, RSUD Kab. Sanggau, RSUD Agoesdjam Kab. Ketapang. Dari aspek fisik investasi yang dilakukan meliputi peningkatan jumlah Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pada tahun 2014 jumlah Rumah Sakit (RS) yang tersedia sekitar 44 unit yang sebagian besar berada di kota Pontianak. Puskesmas merupakan layanan kesehatan yang banyak diakses oleh penduduk (Tabel 1) dengan lokasi tersebar di hampir semua kecamatan. Walaupun jumlah layanan kesehatan telah tersedia, namun aksesibilitas dan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat masih rendah.

Tabel 1

Jumlah Puskesmas dan Perawatan (Unit) Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Barat

No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan

1 Kab. Sambas 27 5 22 2 Kab. Bengkayang 17 3 14 3 Kab. Landak 16 12 4 4 Kab. Pontianak 14 2 12 5 Kab. Sanggau 18 11 7 6 Kab. Ketapang 24 8 16 7 Kab. Sintang 20 6 14

8 Kab. Kapuas Hulu 23 14 9

9 Kab. Sekadau 12 8 4 2007 2010 2012 Kalimantan Barat 46 28 31 INDONESIA 39 26 34 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 A K B

(13)

No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan

10 Kab. Melawi 11 3 8

11 Kab. Kayong Utara 8 5 3

12 Kab. Kubu Raya 20 10 10

13 Kota Pontianak 23 5 18

14 Kota Singkawang 5 3 2

Provinsi 238 95 143

Nasional 9.731,00 3.378,00 6.336,00

Sumber: BPS, 2014

Untuk masalah gizi buruk, tingginya prevelensi gizi buruk tidak lepas dari faktor rendahnya pendapatan ekonomi kepala keluarga dan pengetahuan kurang pemberian makanan bergizi. Kedua faktor itu terjadi juga di sejumlah kota-kota di ibu kota kabupaten bahkan ditemui di Kota Pontianak. Dampaknya, masih banyak ditemui masyarakat yang menerima asupan gizi rendah, pemberian ASI eksklusif rendah dan minimnya penyuluhan gizi. Puskesmas sebagai layanan kesehatan yang dekat dengan masyarakat perlu melakukan tindakan preventif dan promotif dengan meningkatkan peran posyandu. Setiap kabupaten dan kota di Kalimantan Barat kini telah memiliki puskesmas perawatan pemulihan gizi untuk menangani para penderita gizi buruk

.

Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.

2.1.3. Perumahan

Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah layak huni di Kalimantan Barat sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk yang belum memiliki rumah yang layak ditempati, kepemilikan pemukiman yang belum tertata, serta terdapat keterbatasan lahan yang disebabkan oleh kondisi fisik wilayah Kalimantan Barat. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasaran, sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus. Masyarakat berpenghasilan rendah masih banyak yang belum tinggal di rumah layak huni karena rendahnya keterjangkuan mereka untuk membangun maupun membeli rumah.

Aspek kesehatan dan kenyamanan suatu rumah bagi masyarakat pada umumnya sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bahan bangunan yang digunakan. Diantara bagian bangunan yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga seperti luas lantai dan jenis dinding, sumber penerangan dan sumber air minum yang digunakan. Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Kalimantan Barat yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat, meskipun masih di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Kalimantan Barat meningkat pada tahun 2011 ke tahun 2013, yaitu dari 45,32 persen menjadi 52,1 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di

(14)

Kalimantan Barat selama 2010-2013 meningkat, namun kondisi sanitasi dan air minum masih jauh di bawah rata-rata nasional.

Gambar 11

Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum

Sanitasi Air Minum

Sumber: BPS, 2013

Pemilikan fasilitas air minum lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan kondisi geografis suatu daerah. Akses terhadap air minum merupakan salah satu indikator untuk melihat kualitas hidup seseorang. Untuk kondisi Kalimantan Barat berkurangnya rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di tahun 2014 ini berdampak pada penggunaan sumber air minum utama. Air hujan dan air sungai masih merupakan sumber air minum utama yang dikonsumsi oleh masyarakat atau rumah tangga, masing-masing sekitar 37,30 persen dan 13,80 persen dari total rumah tangga di Kalimantan Barat. Rumah tangga yang sumber air minumnya menggunakan air kemasan, dan leding masih relative sedikit. Demikian juga untuk rumah tangga yang menggunakan sumber air minum utama sumur dan mata air baik terlindung maupun tidak terlindung juga masih relatif kecil.

Tantangan terbesar dalam meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi di Kalimantan Barat adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengadakan perilaku hidup bersih dan sehat. Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan).

2.1.4. Mental/Karakter

Pembangunan karakter di setiap wilayah berbeda, tergantung dari budaya, agama, serta kehidupan masyarakatnya. Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan

2010 2011 2012 2013 Kalimantan Barat 45.32 43.81 50 52.1 Nasional 55.53 55.6 57.35 60.91 30 35 40 45 50 55 60 65 pe rs en 2010 2011 2012 2013 Kalimantan Barat 54.47 57.4 58.38 63.18 Nasional 44.19 63.48 65.05 67.73 40 45 50 55 60 65 70 pe rs en

(15)

memotivasi kehidupan seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi.

Pembangunan wilayah Kalimantan Barat menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang materinya terkait langsung dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan. Peran lembaga adat juga dapat memberikan pemahaman tentang kearifan lokal yang memiliki nilai positif untuk pembangunan.

Pendidikan karakter di Kalimantan Barat dapat dikembangkan melalui budaya lokal berbasis masyarakat adat dan agama. Pendidikan agama dalam masyarakat dan lingkungan sekolah juga menjadi dasar pada terbentuknya karakter masyarakat. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2) Pembentukan karakter bisa dilakukan melalui pemuka agama dan penyuluh agama di Kalimantan Barat.

Tabel 2

Data Pemeluk Agama, Tempat Ibadah, Penyuluh PNS Provinsi Kalimantan Barat

Uraian Kristen Katholik Islam Hindu Budha

Jumlah Penyuluh Agama 118 303 348 32 89

Pemeluk Agama 2.968.514 1.250.936 730.732 11.506 353.121

Rumah Ibadah 4343 3136 2125 20 339

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2015

Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Jumlah organisasi di Kalimantan Barat yang terdaftar pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 73 organisasi, yang menjadi wadah aspirasi generasi muda dalam menjalankan aktivitas kepemudaan (Gambar 12). Melalui peran organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan. Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan. Pembangunan karakter di Kalimantan Barat dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya dan agama menuju masyarakat Kalimantan Barat yang maju dan cerdas.

(16)

Gambar 12

Bidang Organisasi Kepemudaan di Provinsi Kalimantan Barat

Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014 (diolah)

2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan

Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Kalimantan Barat karena potensi sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Kalimantan Barat. Sumber pangan lokal di Provinsi Kalimantan Barat antara lain padi, jagung, kedelai, ubi kayu, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Produksi padi di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan mencapai 1.394.882 ton (Gambar 13). Peningkatan produksi ini disebabkan karena bertambahnya luas panen seluas dan produktivitas di wilayah ini.

Gambar 13

Produksi (Ton) dan Produktivitas (ton/Ha) Tanaman Padi Provinsi Kalimantan Barat

Sumber: BPS, 2014 kegamaan 25% kebangsaan 30% kesiswaan 23% kepartaian 11% sosial 3% kekeluargaan 3% kekaryaan 3% profesi 1% hukum 1% 1,372,988 1,300,100 1,441,876 1,372,695 1,394,882 0 10 20 30 40 50 60 1,200,000 1,250,000 1,300,000 1,350,000 1,400,000 1,450,000 1,500,000 2011 2012 2013 2014 2015

(17)

Produksi jagung di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2015 mencapai 127.868 ton, menurun sebesar 7.593 ton dari tahun 2014 sebesar 135.461 ton (Gambar 14). Meningkatnya produksi ini juga dikarenakan bertambahnya luas panen sebesar 4.322 ha (12 persen). Adanya penambahan lahan jagung di Provinsi Kalimantan Barat diharapkan dapat menambah produksi jagung di wilayah ini sehingga mampu mengurangi impor jagung

.

Gambar 14

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Kalimantan Barat

Sumber: BPS, 2014

Gambar 15

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Kalimantan Barat

Sumber: BPS, 2014 160,819 170,123 159,973 135,461 127,868 0 10 20 30 40 50 60 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional 2,027 1,339 1,677 3,161 2,733 12 12.5 13 13.5 14 14.5 15 15.5 16 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Kedelai Produktivitas Kedelai Produktivitas Nasional

(18)

Untuk komoditas kedelai, kontribusi Provinsi Kalimantan Barat terhadap nasional tahun 2015 menurun dari 0,33 persen tahun 2014 menjadi 0,27 persen pada tahun 2015. Pada tahun 2015 produksi kedelai besarnya 2.733 ton (Gambar 15). Menurunnya produksi kedelai dikarenakan menurunnya luas panen dan produktivitas kedelai.

Kondisi agroekosistem Kalimantan Barat sangat mendukung untuk pengembangan komoditas pertanian. Selain padi dan jagungtanaman ubi kayu dan ubi jalar juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Tanaman pangan lokal yang sudah dimanfaatkan masyarakat Kalimantan Barat antara lain umbi-umbian. Komoditas tersebut juga dapat dikembangkan sebagai sumber pangan sehingga mengurangi ketergantungan pada beras.

Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga bersal dari peternakan. Kebutuhan konsumsi daging di di Provinsi Kalimantan Barat dipenuhi dari produksi sendiri dan pasokan daerah lain. Kabupaten Ketapang dan Kota Pontianak merupakan penyuplai daging sapi terbesar di wilayah Kalimantan Barat, sementara untuk daging babi menyuplai terbesar dari Kabupaten Ketapang, Melawai, Sintang, dan Landak. Produksi daging di Provinsi Kalimantan Barat didominasi oleh daging babi yang terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya (Gambar 16). Produksi daging babi dan sapi di Kalimantan Barat tahun 2015 berkontribusi masing-masing sebesar 9,17 persen dan 1,46 persen terhadap produksi daging babi dan sapi nasional.

Gambar 16

Produksi Daging Provinsi Kalimantan Barat (Ton)

Sumber: BPS, 2014

Peternakan unggas di Provisi Kalimantan Barat juga mengalami peningkatan dengan hasil produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Kalimantan Barat adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 14 juta ekor pada tahun 2014, meningkat dari tahun sebelumnya (Gambar 17). Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari pemerintah. Kebutuhan pakan ternak di Kalimantan Barat didatangkan dari Makassar dan Surabaya karena produksi bahan utama pembuat pakan ternak masih terbatas. 7,074 10,437 7,263 8,077 9,087 66 619 33 911 53 474 78 515 0 579 8,790 15,133 18,516 26,336 29,628 0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 2010 2011 2012 2013 2014

Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda Daging Kambing Daging Domba Daging Babi

(19)

Gambar 17

Populasi Ternak Unggas Provinsi Kalimantan Barat (Ekor

)

Sumber: BPS, 2014

Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Kalimantan Barat juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Kalimantan Barat cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Kabupaten Sambas. Kubu Raya, dan Kabupaten Landak merupakan wilayah yang potensial untuk perluasan areal tanaman pangan. Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya. Untuk mendukung ketahanan pangan di Kalimantan Barat diperlukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3).

Tabel 3

Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Kalimantan Barat

Desa Mandiri

Benih

Cetak Sawah (Ha)*

Target Produksi 2019 (ribu ton)

Padi Jagung Kedelai Daging Sapi dan kerbau

40 107.500 1.882.184 309.342 5.815 10.344

Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015

Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi.

5,857.60 5,885.60 5,901.40 6,778.70 7,626.00 2,025.00 2,334.00 2,977.90 2,475.70 2,810.70 17,634.10 21,262.40 21,967.90 12,546.00 14,297.60 435.2 441.4 646.9 658.4 740.7 0.00 5,000.00 10,000.00 15,000.00 20,000.00 25,000.00 2010 2011 2012 2013 2014

(20)

Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya.

Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik.

2.2.2. Pengembangan Sektor Energi

Sumber daya energi Kalimantan Barat yang melimpah berupa minyak bumi, batu bara, gas bumi, panas bumi, tenaga air, dan tenaga matahari umumnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena pemanfaatan sumber energi tersebut memerlukan program konservasi, diversifikasi, intensifikasi energi. Sebagian besar kebutuhan energi di Kalimantan Barat baik untuk sektor ekonomi maupun sebagai pembangkit tenaga listrik masih mengandalkan potensi migas yang sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi komoditas ekspor.

Pembangunan sumber energi yang tidak merata di Indonesia membuat sebagian wilayah mendapatkan aliran listrik yang tidak merata. Sebagian daerah Kalimantan Barat terutama di perbatasan dipenuhi dari impor negara tetangga. Impor listrik merupakan kondisi yang sangat mendesak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah perbatasan meliputi Kabupaten Sambas, Sanggau, Sintang, Bengkayang, dan Kapuas Hulu. Wilayah di Kalimantan Barat sangat luas, sumber listrik tidak tersebar secara merata. Banyak desa di pedalaman tidak teraliri listrik hingga saat ini. Pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok dalam peningkatan pemanfaatan energi di wilayah terpencil dan terisolasi. Masyarakat di pedalaman menggunakan sumber listrik secara mandiri baik dengan tenaga surya atau mesin disel yang memerlukan biaya cukup besar.

Pemadaman listrik menjadi fenomena yang biasa terjadi di Kalimantan Barat.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 besarnya 74,2, masih di bawah 100 persen dan lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Wilayah Pulau Kalimantan Barat secara keseluruhan memiliki rasio elektrifikasi yang rendah karena luas wilayahnya dan jarak antarrumah tangga cukup jauh.

(21)

Gambar 18

Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014

Tidak termasuk pelanggan non PLN

Sumber: Statistik PLN, 2014

Pengembangan kelistrikan di Kalimantan Barat terus ditingkatkan karena wilayah ini masih mengalami defisit listrik. Pembangkit Listrik di Kalimantan Barat saat ini, terdiri dari pembangkit listrik PLN, pembangkit listrik swasta, captive power genset serta pembangkit listrik dari energi baru terbarukan (PLTMH/PLTS). Pembangkit PLN Wilayah Kalimantan Barat pada tahun 2014 memiliki kapasitas terpasang sebesar 502 megawatt, dengan beban puncak mencapai 454 megawatt meningkat 39,97 persen dibanding tahun 2013. Selama tahun 2014 jumlah energi listrik produksi sendiri (termasuk sewa) sebesar 2,2, juga megawatt hour (MWh) dengan peningkatan 5,7 persen dari tahun sebelumnya. Pembangunan 6 buah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara, baru 1 unit selesai dibangun dan telah beroperasi yakni PLTU Sanggau dengan kapasitas 2x7 megawatt. Unit pembangkit lainnya sedang dalam penyelesaian, yaitu PLTU 1 Kalbar 2x50 MW di Parit Baru, PLTU 2 Kalbar 2x27,5 MW (di Tajung Gundul), PLTU Sintang 3x7 MW dan PLTU Ketapang 2/10 MW. Apabila telah selesai pembangunannya, diperkirakan akan memasok energi listrik total sebesar 320 MW. PLN juga sedang dalam proses membangun Sistem Transmisi Ngabang-Tayan yang terkoneksi dengan sistem Transmisi Bengkayang-Ngabang, merupakan koneksi sistem Transmisi Jagoi Babang-Kuching, yang dalam jangka pendek dengan pertimbangan efisiensi waktu dan biaya akan menggunakan sumber listrik yang dibeli dari Kuching. Pembelian listrik ini diharapkan akan dapat mengatasi kebutuhan listrik dalam waktu lebih cepat sebelum mampu menyediakan listrik sendiri

2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Kalimantan Barat memiliki 5 wilayah perbatasan dengan Malayasia, yaitu Kabupaten Sambas dengan lokpri Paloh dan Sajian Besar; Kabupaten Bengkayang dengan lokpri

74.2 81.70 0 20 40 60 80 100 120 A ce h Sum at er a U ta ra Sum at er a Ba ra t R ia u Ja m bi Sum at er a Se lat an Be ngk ulu La m pun g Ke p Ba ngk a Be lit un g Ke pu laua n R ia u D KI Ja kar ta T an ge ra ng Ja wa Ba ra t Ja wa T en ga h D .I Yo gy aka rt a Ja wa T im ur Ba nt en B A L I N us a T en ggar a B ar at N us a T en ggar a Ti m ur Kali m an ta n Ba ra t Kali m an ta n T en ga h Kali m an ta n Se lat an Kali m an ta n T im ur da n U ta ra Sulaw es i U ta ra Sulaw es i T en ga h Sulaw es i S elat an Sulaw es i T en gga ra Go ro nt alo Sulaw es i B ar at M aluk u M aluk u U ta ra Pa pu a B ar at Pa pu a

(22)

Jagoi Babang dan Siding; Kabupaten Sanggau dengan lokpri Entikong dan Sekayam; Kabupaten Sintang dengan Lokpri Ketungau Hulu, dan Ketungau Tengah; dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan lokpri Badau, Puring Kencan, Batang Lupar, dan Embaloh. Pengembangan kawasan perbatasan Kalimantan Barat di fokuskan untuk meningkatakan peran sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara Malaysia. Strategi pengembangan kawasan perbasan diarahkan untuk mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga.

Untuk mendorong sektor kemaritiman saat ini Kalimantan Barat memiliki 5 pelabuhan utama yang mendukung aktivitas bongkar muat barang dan penumpang baik pelayaran dalam negeri maupun luar negeri. Pelabuhan Pontianak, Ketapang, dan Sintete merupakan pelabuhan yang memiliki aktivitas pelayaran dalam negeri dan luar negeri. Jumlah aktivitas pelayaran luar negeri di Kalimantan Barat sebanyak 310 unit dengan volume 1.302.898 GRT, sementara untuk pelayaran dalam negeri sebanyak 5.598 unit dengan total volume 7.299.893 GRT (Tabel 4). Jumlah kunjungan kapal dapat digunakan untuk menganalisis aktivitas suatu pelabuhan karena data jumlah kunjungan kapal di suatu pelabuhan menunjukkan tingkat kesibukan aktivitas pelabuhan. Semakin rendahnya aktivitas pelabuhan, biaya logistik semakin tinggi sehingga biaya operasional kurang efisien. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah makin rendah. Namun tingginya biaya logistik menyebabkan pengiriman barang di Kalimantan Barat lebih mahal daripada pengiriman barang ke luar negeri. Mahalnya biaya logistik ini menyebabkan transportasi maritim Indonesia tidak masuk dalam peta perdagangan maritim dunia.

Tabel 4

Aktivitas Pelabuhan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2014

Pelabuhan

Arus Kunjungan Kapal Menurut Pelabuhan Dan Jenis Pelayaran 2014

Luar Negeri Dalam Negeri Jumlah

Unit GRT Unit GRT Unit GRT

Sintete 4 16.197 232 107.522 236 123.719 Ketapang 1 6.925 556 132.927 557 139.852 Singkawang - - 150 43.376 150 43.376 Pemangkat - - 267 6.299 267 6.299 Pontianak 305 1.279.776 4.393 7.009.769 4.698 8.289.545 Jumlah 310 1.302.898 5.598 7.299.893 5.908 8.602.791 )* 1 GRT = 2.83m3

Sumber: Statistik Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat, 2014

Kalimantan Barat memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut. Hal ini didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar 120.079 ton. Hasil perikanan budidaya di Kalimantan Barat terdiri atas budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi didominasi oleh perikanan budidaya tambak (gambar 19). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain udang windu, udang galah, gurame, mujair, nila dan ikan mas. Jenis alat tangkap yang digunakan masyarakat lokal masih bersifat tradisional, seperti jaring insang, pancing, tonda, tambak, serta kalawai.

(23)

Gambar 19

Produksi Perikanan (ton) Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

Sumber: BPS, 2013

Hasil produksi perikanan tangkap laut Kalimantan Barat menyumbang 5,02 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar 5.707.012 ton pada tahun 2013. Potensi perikanan yang besar di Kalimantan Barat, untuk perikanan tangkap laut terdapat di Kabupaten Kubu Raya, Ketapang, Kayong Utara, sedangkan untuk Perikanan budidaya terbesar di Kabupaten Kubu Raya, Kapuas Hulu, Sanggau, dan Bengkayang. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Kalimantan Barat antara lain belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta budidaya perikanan lainnya, dan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan yang belum memadai. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini antara lain pemberian kredit mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di pasar lokal dan untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan ikan. Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya

49%

18% 20%

6% 6%

1%

Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak

(24)

manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas.

Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Barat masih rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Kalimantan Barat belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Kalimantan Barat meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Kalimantan Barat dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu domestik pada hotel dan akomodasi lain di Kalimantan Barat mengalami peningkatan terutama pada tahun 2013 sebesar 57.498 orang atau 3,22 persen dari tahun sebelumnya, sebaliknya jumlah tamu asing menurun sebanyak 12.063 orang atau 35 persen dari tahun sebelumnya.

Gambar 20

Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014

Sumber: BPS, 2014

Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Objek wisata yang dimiliki Kalimantan Barat belum ditata dengan baik menjadi daya tarik wisata unggulan, padahal potensinya sangat besar untuk dikembangkan. Sektor pariwisata di Kalimantan Barat memiliki potensi wisata yang beragam, yakni berupa wisata alam, agrowisata, dan wisata budaya. Wisata alam antara lain berupa pemandangan alam pegunungan, pantai laut, danau, hutan tropis dengan aneka ragam flora dan fauna, air terjun yang indah di Pande Kembayung dan Riam Kanebak, dan sebagainya. Begitu juga dengan wisata budaya, dengan latar belakang sejarah dan aneka ragam seni dan budaya yang unik dan menarik di Kalimantan Barat sehingga menarik wisatawan mancanegara maupun domestik.

Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta

17,867 20,094 28,636 34,464 22,401 822,938 1,307,048 1,695,747 1,785,174 1,842,672 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 80,000,000 90,000,000 100,000,000 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000 1,800,000 2,000,000 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi) Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)

(25)

belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu.

Potensi sumberdaya alam Kalimantan Barat yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Kalimantan Barat, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Kalimantan Barat. Industri manufaktur dengan skala industri besar/sedang yang mengolah sumberdaya alam telah banyak yang beropersi dan mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi di Kalimantan Barat (Tabel 5).

Tabel 5

Jumlah Perusahaan, Tenaga Kerja Dan Pengeluaran Untuk Tenaga Kerja Perusahaan Industri Besar/Sedang 2013

Kode

Industri Perusahaan Jumlah

Tenaga Kerja Dibayar Jumlah Tenaga Kerja Pengeluaran untuk Tenaga Kerja (000 Rp) Tenaga Kerja

Produksi Tenaga Kerja Lainnya

10-15 70 7.837 1.686 9.523 351.447.955 16 9 8.805 1.467 10.272 381.000.845 17-19 7 233 61 294 7.962.579 20 8 809 301 1.110 50.602.119 22 18 2.499 460 2.959 103.970.355 23 5 157 41 198 4.199.150 24-25 3 570 47 617 13.697.494 31 4 256 58 314 8.961.570 Jumlah 124 21.166 4.121 25.287 921.842.067

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Kalimantan Barat, 2014

Keterangan:

15= Industri makanan dan minuman; 16= Industri pengolahan tembakau; 18=Industri pakaian jadi; 20= Industri kayu dan barang-barang dari kayu (tidak termasuk furniture) dan barang-barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya; 22=Industri penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman; 24= Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; 25= Industri Karet dan barang-barang-barang-barang dari karet; 26= Industri barang-barang galian bukan logam; 27=Industri logam dasar; 28.=Industri barang-barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya; 3= Industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih; 36= Industri furniture dan industri pengolahan lainnya.

2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah

Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar

(26)

akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.

2.3.1.1.

Kawasan Ekonomi Khusus

Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun saat ini belum ada pengembangan KEK di Kalimantan Barat.

Pembangunan potensi ekonomi di Kalimantan Barat erat kaitannya dengan memberdayakan masyarakat berbasis potensi ekonomi wilayah. Untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dibutuhkan penguatan konektivitas di masing-masing wilayah. Kebutuhan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di pusat pertumbuhan ekonomi antara lain mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara, pembangunan ruas jalan strategis nasional, dan mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Beberapa pembangunan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di Provinsi Kalimantan Barat antara lain:

1. Peningkatan akses jalan industri Ketapang menuju pelabuhan; 2. Jalan tembus dari kawasan industri menuju pelabuhan Pontianak;

3. Mempercepat pembangunan dan pengembangan fasilitas pelabuhan Kariangau

2.3.1.2.

Kawasan Industri

Percepatan pembangunan wilayah juga didukung oleh pembangunan lokasi industri berupa Kawasan Industri (KI). KI bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. Kawasan Industri di Kalimantan Barat terletak di Kecamatan Mandor Kabupaten Landak dan Kecamatan Kendawang Kabupaten Ketapang. Fokus pengembangan KI Landak adalah industri pengolahan karet dan CPO, sedangkan KI Ketapang fokus kegiatannya pada industri alumina. Pengembangan KI Landak berbasis hilirisasi sawit seluas 103,6 hektar, sementara luas KI Ketapang adalah 1000 hektar.

Rencana pembangunan KI membutuhkan: kesiapan infrastruktur yang memadai sehingga semua fasilitas dapat terintegrasi; fasilitas pendukung tumbuhnya industri prioritas berupa area komersil serta penelitian dan pengembangan; dan fasilitas pendukung lainnya. Pengembangan KI Landak dan Ketapang saat ini sudah berjalan. Investasi di Kecamatan Mandor lebih mudah dibandingkan yang lain karena pemerintah sudah menyediakan lahan seluas 537 hektar dengan melakukan pembebasan lahan dari masyarakat. Hal ini akan memudahkan investor mengembangkan indsutri hilirisasi perkebunan terutama karet dan kelapa sawit. Potensi lahan perkebunan luasnya 87,947 hektar dengan rata-rata-rata produksi 855 kg per

(27)

hektar per tahun. Sementara itu, potensi bauksit di Kabupaten Ketapang sebanyak 606 juta ton dan merupakan potensi bauksit terbesar di Kalimantan Barat. Kebutuhan listrik di Kendawang mulai dibangun dengan daya 2x150 MW oleh investor, termasuk pembangunan pelabuhan untuk mengirimkan hasil industri.

2.3.2. Kesenjangan intra wilayah

Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 berada jauh di bawah rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Kalimantan Barat tergolong pada kelompok ketimpangan rendah (Gambar 21). Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial di Provinsi Kalimantan Barat antara lain jarak kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi yang terbatas. Kesenjangan dalam perekonomian menimbulkan disparitas terutama melonjaknya harga barang kebutuhan pokok.

Gambar 21

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 6). Pendapatan perkapita di Provinsi Kalimantan Barat relatif lebih tinggi daripada pendapatan perkapita kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah Kalimantan Barat memiliki tingkat kepadatan penduduk rendah dengan konsentrasi penduduk tersebar di perdesaan dan pedalaman. PDRB perkapita. Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi memiliki pendapatan perkapita tertinggi di Kalimantan Barat karena dukungan ketersediaan infrastruktur yang turut mendukung aktivitas perekonomian di daerah tersebut. 0.33 0.34 0.34 0.34 0.35 0.78 0.78 0.80 0.80 0.78 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 2009 2010 2011 2012 2013

(28)

Tabel 6

Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2013 (000/jiwa)

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sambas 9.513 10.560 11.866 13.335 14.837 16.581 Bengkayang 9.127 10.047 10.903 11.978 13.160 14.616 Landak 7.453 8.141 8.915 9.934 10.904 12.042 Pontianak 8.137 8.691 9.452 10.336 11.238 12.358 Sanggau 10.696 11.573 12.530 13.768 14.957 16.526 Ketapang 11.654 12.109 13.777 15.467 17.004 19.109 Sintang 8.627 9.595 10.696 11.841 13.122 14.688 Kapuas Hulu 8.845 9.671 10.641 11.532 12.741 14.222 Sekadau 5.441 6.002 6.704 7.401 8.089 8.943 Melawi 4.421 4.823 5.625 6.270 7.016 7.884 Kayong Utara 8.059 8.782 9.863 10.915 12.103 13.476 Kubu Raya 13.985 15.279 17.506 19.501 21.526 24.080 Kota Pontianak 17.424 20.263 22.573 24.529 27.229 30.802 Kota Singkawang 11.037 12.042 13.458 14.824 16.041 17.736 Kalimantan Barat 11.363 12.408 13.724 14.907 16.421 18.304 Sumber: BPS, 2013

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai berikut:

1. Tingginya Ketergantungan pada Sektor Primer (Pertanian)

Struktur perekonomian Kalimantan Barat tahun 2014 didominasi oleh sektor pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan besar dan eceran , reparasi mobil dan sepeda motor. (Tabel 7) . Peran industri pengolahan semakin meningkat dalam perekonomian di Kalimantan Barat, namun sektor pendukung industri nilainya rendah, meliputi pengadaan listrik dan gas serta pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah.

(29)

Tabel 7

Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014

Lapangan Usaha Distribusi Persentase (%)

ADHK ADHB

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 23,30 21,64

2. Pertambangan dan Penggalian 4,28 4,78

3. Industri Pengolahan 16,85 16,52

4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,08 0,06

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,14 0,13

6. Konstruksi 10,92 12,22

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,11 14,56

8. Transportasi dan Pergudangan 4,19 4,25

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,29 2,32

10. Informasi dan Komunikasi 4,12 3,31

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,62 3,66

12. Real Estat 3,02 3,05

13. Jasa Perusahaan 0,48 0,45

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4,71 6,08

15. Jasa Pendidikan 4,35 4,44

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,46 1,50

17. Jasa lainnya 1,08 1,03

Sumber: BPS, 2014

Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, sektor pertanian, pengadaan air, kontruksi, perdagangan, transportasi dan pergudangan, real estat, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Kalimantan Barat memiliki proportional share lebih besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 8). Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan sesuai dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai kedaulatan pangan dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan lapangan kerja.

(30)

Tabel 8

Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Kalimantan Barat

Lapangan Usaha 2010 2011,00 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,78 1,79 1,79 1,81 1,78 2. Pertambangan dan Penggalian 0,44 0,47 0,48 0,45 0,47

3. Industri Pengolahan 0,71 0,72 0,72 0,72 0,72

4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,26 0,27 0,28 0,28 0,31

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 1,84 1,80 1,79 1,72 1,73

6. Konstruksi 1,01 1,02 1,06 1,08 1,12

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,11 1,12 1,08 1,09 1,09 8. Transportasi dan Pergudangan 1,14 1,15 1,12 1,12 1,11 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,78 0,77 0,78 0,77 0,76

10. Informasi dan Komunikasi 0,87 0,87 0,88 0,88 0,90

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,92 0,90 0,93 0,96 0,98

12. Real Estat 1,02 1,03 1,03 1,01 1,01

13. Jasa Perusahaan 0,30 0,30 0,30 0,30 0,29

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,49 1,31 1,37 1,34 1,36

15. Jasa Pendidikan 1,46 1,46 1,42 1,40 1,37

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,63 1,55 1,51 1,43 1,38

17. Jasa lainnya 0,44 0,42 0,40 0,38 0,38

Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010

Sumber: BPS, 2014(diolah)

Di Provinsi Kalimantan Barat terdapat potensi lahan luas dan subur untuk meningkatkan ketahanan pangan untuk pemenuhan konsumsi lokal dan nasional. Kalimantan Barat memiliki komoditas unggulan buah-buahan yang berlimpah dan telah dikembangkan sebagai komoditas utama, seperti avokad, belimbing, duku/langsat, durian, jambu biji, jeruk, manggis dan masih banyak jenis buah-buahan lainnya , mangga, dan nangka/cempedak. Permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik dari segi jumlah maupun mutu, untuk melakukan tugas-tugas pendampingan, terbatasnya sarana produksi terutama pestisida, terbatasnya sumber dana pengembangan, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya proses pengolahan.

Selama periode 2011-2015, perubahan orang bekerja di sektor perdagangan, jasa-jasa, keuangan menunjukkan peningkatan tertinggi, sementara orang bekerja di sektor pertambangan dan pertanian cenderung menurun (Tabel 9). Penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan masih positif, menunjukkan lapangan kerja industri semakin produktif. Ke depan, sektor industri pengolahan non migas masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor perdagangan dan jasa-jasa dengan yang kurang produktif.

Gambar

Gambar 2  PDRB Per Kapita ADHB
Gambar  6  menunjukkan  distribusi  kabupaten  dan  kota  di  Provinsi  Kalimantan  Barat  berdasarkan  rata-rata  pertumbuhan  ekonomi  dan  peningkatan  IPM selama  tahun  2008-2013.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan bantuan Jendral Kementrian Perekonomian, Mohammad Sediono, diumumkan ke seluruh Indonesia bahwa mulai tengah malam pada waktu yang telah ditentukan, tiap

Dalam pengujian citra perusahaan mengenai iklan yang telah dimuat dalam majalah dapat mengubah persepsi bahwa venue tersebut mahal, didapatkan sebanyak 70 responden lebih

Sehingga menurut peneliti “Bakti Pada Negeri” merupakan tagline dari Djarum Foundation yang menggambarkan keseluruhan isi pesan dalam iklan TVC Djarum

Tahun ini dianggap penting oleh masyarakat karena terkait dengan adanya Proyek DAS Krueng Aceh yang diduga sangat berpengaruh secara drastis kepada perubahan kondisi

3. Menyanyikan salah satu lagu wajib dan atau nasional. Guru memberikan penguatan tentang pentingnya menanamkan semangat Nasionalisme. Pembiasaan membaca/

Dengan mempublikasikan penggunaan dana daris etiap sumber dana yang ada di sekolah kepada dewan guru, Komite sekolah, Siswa dan Wali murid dengan memasang Rekapitulasi

Dapat dilihat bahwa diperoleh nilai R square sebesar 0,252, ini berarti R 2 mendekati 1 artinya semakin besar kemampuan variabel bebas (X) menjelaskan perubahan

Upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan di kuta alam adalah kesehatan usia lanjut, kesehatan mata/pencegahan kebutaan, kesehatan ji wa, usaha kesehatan gigi dan