• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah dan Status Kawasan

Pemeritah Hindia Belanda pada tahun 1889 menetapkan Kebun Raya Cibodas dan areal hutan diatasnya seluas 240 ha sebagai contoh flora pegunungan pulau jawa sekaligus sebagai cagar alam. Kemudian dengan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 33 tanggal 11 Juni 1919 kawasan tersebut diperluas hingga areal hutan di sekitar air terjun Cibeureum. Kemudian berdasarkan SK Gubernur Jenderal 11 Juli 1919 kawasan ini bertambah luas dengan penambahan hutan lindung di lereng Gunung Gede Pangrango di sekitar desa Cimungkat seluas 56 ha. Berikutnya melalui SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7 tanggal 5 Januari 1925 kawasan puncak Gunung Gede Pangrango, Gunung Gemuruh, Gunung Pangrango, daerah sungai Cibodas, dan sungai Ciwalen yang keseluruhannya meliputi 1040 ha ditetapkan sebagai cagar alam.

Pada akhirnya pada tanggal 6 Maret 1980 Menteri Pertanian melaui SK Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 menetapkan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan luas 15.196 ha meliputi cagar alam Cibodas, cagar alam Cimungkat, cagar alam Gunung Gede Pangrango dan areal hutan alam dilerengnya serta Taman Hutan Wisata Situ Gunung. Untuk meningkatkan luas kawasan konservasi, pada tahun 2003 melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/KPTS-II/2003 dilakukan perluasan dari 15.196 ha menjadi 21.975 ha. Perluasan dilakukan mengingat kawasan disekitar TNGGP merupakan habitat dan daerah jelajah beberapa jenis satwa langka dan dilindungi seperti Surili, Owa jawa, Macan Tutul dan beberapa jenis burung yang perlu dilindungi dan dilestarikan.

4.2. Kondisi Fisik Kawasan

4.2.1. Lokasi, Batas Kawasan dan Aksesibilitas

Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terletak antara 106051’ - 107002’ BT dan 6041’ – 6051’ LS. Secara administratif taman nasional ini termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi,

(2)

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. TNGGP mempunyai luas 21.975 Ha dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor;

Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor;

Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi;

Sebelah Timur : Wilayah Kabupaten Cianjur.

Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tahun 2004

Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

Aksesibilitas TNGGP relatif lebih bagus dibandingkan taman nasional lain, dikelilingi jalan raya propinsi yang menghubungkan beberapa kota besar di Jawa Barat seperti Bogor, Jakarta, Bandung dan sekitarnya. Dengan kondisi seperti ini, TNGGP mudah untuk dikunjungi dari daerah manapun di sekitar Jakarta, Bogor dan Bandung. TNGGP sebagai kawasan wisata memiliki beberapa pintu masuk. Berikut keterangan beberapa pintu masuk dapat dilihat pada Tabel 7.

(3)

Tabel 7 Informasi pintu masuk wisata ke kawasan TNGGP

Sumber : Balai TNGGP

4.2.2. Topografi dan Geologi

Kawasan TNGGP merupakan rangkaian gunung berapi, terutama Gunung Gede (2958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3019 m dpl). Topografi bervariasi mulai dari landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 m dan 3000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai didalam kedua kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong.

Pada bagian selatan kawasan yaitu daerah Situgunung, memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapatnya bukit-bukit (seperti bukit masigit) yang memiliki kemiringan lereng sekitar 20-80 %. Kawasan Gunung Gede yang terletak di bagian timur dihubungkan Gunung Pangrango oleh punggung bukit yang berbentuk

Pintu Masuk/ Resort Jalur Jarak (km) Waktu (Jam) Obyek Wisata

Cibodas Jakarta-Ciawi/Bogor-Puncak-Cibodas 103 2,5 - Telaga Biru - Air terjun Cibeureum - Pendakian ke Puncak

Gn.Gede dan Gn.Pangrango Bandung-Cianjur-Cipanas-Cibodas 90 3

Gunung Putri Jakarta-Ciawi/Bogor-Puncak-Cipanas-Gn.Putri

115 2,5 - Bumi Perkemahan Bobojong - Pendakian ke Puncak Gn.Gede

dan Gn.Pangrango Bandung-Cianjur-Cipanas-Gn.Putri 93 3,5

Selabintana Jakarta-Ciawi/Bogor-Sukabumi-Selabintana 156 3,5 - Bumi Perkemahan Pondok Halimun

- Air terjun Cibeureum Bandung-Cianjur-Sukabumi-Selabintana 92 3,5

Situgunung Jakarta-Ciawi/Bogor-Cisaat-Situgunung 135 3,5 - Telaga Situgunung - Air terjun Sawer

Bandung-Cianjur-Sukabumi-Cisaat-Situgunung

161 4

Bodogol Jakarta-Ciawi/Bogor-Cicurug-Bodogol 61 2 - Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol

- Air terjun Cipadaranten dan Air terjun Cisuren

Bandung-Cianjur-Puncak-Ciawi/Bogor-Cicurug-Bodogol

125 4,5

Cisarua Jakarta-Ciawi/Bogor-Cisarua 57 2 - Bumi Perkemahan

Barubolang - Air terjun Beret Bandung-Cianjur-Puncak-Cisarua 91 3,5

(4)

tapal kuda, sepanjang ± 2500 meter dengan sisi-sisinya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju dataran Sukabumi, Bogor dan Cianjur.

4.2.3. Tanah

Menurut Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1:250.000, jenis tanah di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari

a. Jenis tanah regosol dan litosol, terdapat pada lereng-lereng pegunungan yang lebih tinggi, berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi.

b. Jenis tanah asosiasi andosol dan regosol, pada lereng-lereng pegunungan yang lebih rendah

c. Jenis tanah latosol coklat, pada lereng-lereng yang lebih bawah lagi

4.3.4. Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan ini termasuk tipe A dengan nilai Q antara 5-9. Kawasan TNGGP terletak didaerah terbasah di Pulau Jawa dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 3000 – 4200 mm. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-Mei dengan curah hujan lebih dari 400mm. Juni-September merupakan bulan kering rata-rata curah hujan 100mm.

4.3.5. Hidrologi

Kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan dan pemasok air yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Debit air yang dihasilkannya yaitu sekitar 8 milyar liter per tahun atau setara dengan 12 trilyun rupiah. Tidak kurang dari 1.075 sungai dan anak sungai yang mendistribusikan air di tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung, DAS Citarum dan DAS Cimandiri terdapat di dalam kawasan ini.

4.3. Kondisi Biologis

Terdapat lima tipe ekosistem di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu : 1. Ekosistem Sub Montana terdapat pada ketinggian 1000-1500 mdpl

2. Ekosistem Montana terdapat pada ketinggian 1500-2400 mdpl 3. Ekosistem Sub Alpin terdapat pada ketinggian 2400-3019 mdpl

(5)

4. Ekosistem Kawah 5. Ekosistem Alun-alun

4.3.1. Flora

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat tidak kurang dari 1500 jenis lumut hidup di kawasan pelestarian ini. Pada tahun 1859 Meijr seorang ahli biologi dari Belanda menemukan sekitar 900 jenis tumbuhan berbunga. Kato biologiawan dari Jepang menaksir kekayaan tumbuhan paku di kawasan ini sekitar 400 jenis. Liem peneliti dari Phillipina mengungkapkan bahwa kawasan ini ditumbuhi tidak kurang dari 120 jenis lumut kerak.

Tidak kalah menariknya adalah komposisi dan struktur tumbuhan. Bila kita masuk di kawasan ini bisa menikmati perubahan paling tidak tiga tipe hutan, yaitu tipe Sub Montana (1000 s/d 1400 m dpl), Montana (1500 s/d 2400 m dpl.) dan Sub Alpin (2400 s/d 3019 m dpl.).

Bunga abadi atau edelweis (Anaphalis javanica), banyak digemari sebagai lambang keberhasilan pendakian dan lambang keabadian. Raflesia (Rafflesia

rochussenii), banyak mengundang rasa penasaran orang karena langka dan unik serta

endemik.

Misteri keunikan bunga sembilan tahun (Strobilanthus cernua) sampai sekarang belum terungkap, bunga ini hanya hidup dan berbunga sembilan tahun sekali. Kantong semar (Nephentes gymnamphora) yang dikenal sebagai “Pembunuh

Berdarah Dingin” unik dengan kantung penjebak serangga menggelantung diujung

daun. Perut (Balanophora spp.), Kiaksara (Macodes petola), Pinang Jawa (Pinanga

javana), Paku Sutra (Diksonia blumei) dan beberapa jenis lain sudah langka, unik

dan menarik.

4.3.2. Fauna

Menurut data yang ada, 260 dari 450 jenis burung di jawa bisa ditemukan di TNGGP. Sebayak 21 dari 25 jenis endemik Jawa juga hidup di kawasan ini, termasuk Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang telah diresmikan sebagai satwa dirgantara. Macan tutul (Panthera pardus) merupakan predator terbesar di kawasan ini. Selain itu terdapat sekitar 110 jenis mamalia lain seperti Anjing Hutan (Cuon

(6)

alpinus), Kijang (Muntiacus muntjak), Owa (Hylobates moloch) dan Surili (Presbytis comata).

Tercatat sekitar 75 jenis binatang melata berkembang di taman nasional ini, antara lain Bunglon (Pseudocalotes tymanistriga dan P. chamaeleontinus), Bengkarung (Mabuya multifasciata), Ular Sanca (Python reticulatus), Ular Hijau (Ahaetulla prasina). Tercatat sekitar 20 jenis amfibi, diantaranya Katak Bintik Merah (Leptophyre cruentata) yang endemik Jawa Barat, Katak Serasah (Megophrys

montana), Katak Pohon (Rhacophorus reindwardti) dan Katak Bibir Putih (Rana chalconate).

Tidak kalah menariknya berbagai jenis serangga. Seorang Zoologiawan asal Australia berhasil mengidentifikasi sebanyak 300 jenis serangga di kawasan ini. Beberapa diantaranya Tawon (Vespa velutina), Kumbang Kayu (Episcapha glabra), Bangbara (Bombus rufipes), Kupu-kupu Paris (Papillio paris), Kupu-kupu Ekor Panjang (Actias maenas).

4.4. Potensi Wisata

Potensi wisata yang terdapat di dalam kawasan TNGGP ini beranekaragam, antara lain:

a. Hidrologi

Kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan dan pemasok air yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Debit air yang dihasilkan sekitar 8 milyar liter pertahun atau setara dengan 12 trilyun rupiah (Hasan, 2006). Tidak kurang dari 1075 sungai dan anak sungai yang mendistribusikan air di tiga (3) DAS Cimandiri terdapat di kawasan ini. Dalam rangka mendukung ekowisata, beberapa sungai telah dikembangkan untuk kegiatan wisata alam dan pendidikan lingkungan.

b. Fenomena alam

Puncak Gunung Gede (2.958 mdpl) dan Pangrango (3.019 mdpl), kawah, alun-alun suryakencana merupakan fenomena alam yang sangat menarik dan merupakan tujuan wisata yang sangat digemari bagi wisatawan yang datang dikawasan ini. Tercatat 17 (tujuh belas) air terjun yang terdapat di kawasan ini, namun baru 8 yang

(7)

sudah dikenal dan dikunjungi seperti Cibeureum-Cibodas, Cibeureum-Selabintana, Curug Sawer, Curug Beret dan Cipadaranten. Selain air terjun fenomena alam seperti danau dan rawa juga merupakan potensi wisata yang cocok untuk dikembangkan seperti danau Situgunung dan rawa Gayonggong.

c. Topografi yang Menantang

Topografi ini bisa dilihat di KPA Gunung Puteri yang merupakan sebagian lereng Gunung Gede dengan topografi curam, bergunung-gunung dengan ketinggian 1.700 m sampai 2958 m. Keadaan topografi dan ketinggian yang bervariasi tersebut disertai pemandangan yang sangat indah, keanekaragaman hayati yang kaya dengan udara yang sejuk segar.

d. Panorama

Panorama merupakan rekreasi yang memikat, terutama bagi yang ingin melepaskan diri dari suasana sehari-hari. Pemandangan yang indah dan udara yang sejuk terdapat di sekitar KPA Cibodas terutama yang berbatasan dengan Kebun Raya Cibodas.

4.5. Kondisi Masyarakat Sekitar

Sebagian besar masyarakat (kurang lebih 75%) di sekitar kawasan TNGGP bermata pencaharian di bidang pertanian (land based activities), sehingga memerlukan lahan dalam pelaksanaan kegiatannya sehari-hari. Namun, sekitar 40 % diantaranya adalah buruh tani yang tidak mempunyai lahan garapan dan tergantung pada lahan orang lain. Disamping itu, tingkat pemilikan lahan rata-rata perkeluarga relatif kecil, yaitu <0,25 ha sehingga intensitas garapan sangat tinggi. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut (70 %) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian menimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya alam TNGGP

(8)

4.6. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol

Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol berdiri pada akhir 1998, merupakan hasil kerjasama antara 3 lembaga : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Conservation International Indonesia (CII), dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALAMI). Ketiga lembaga ini bersepakat untuk membentuk Konsorsium Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol.

Peran PPKA Bodogol menekankan pada usaha-usaha memperkenalkan hutan hujan tropis kepada masyarakat luas, khususnya kepada masyarakat yang berada di sekitar kawasan TNGGP. PPKA Bodogol berusaha memberikan penyadaran kepada khalayak bahwa menjaga kelestarian alam itu sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.

Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dengan ketinggian sekitar 800 mdpl. Letak dan curah hujannya yang tinggi, menyebabkan wilayah ini mampu menopang keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis pohon, tumbuhan perambat dan epifit menyediakan tempat tinggal berbagai jenis satwa. Beberapa jenis satwa yang dilindungi yang ada di sekitar PPKA Bodogol antara lain : Elang Jawa (Spizaetus

bartelsi), Surili (Presbytis comata ), Owa Jawa (Hylobates moloch), Monyet Ekor

Panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Trachypithecus auratus), Kukang (Nyticebus

koukang), Macan Tutul (Panthera pardus), dll.

4.7. Sarana dan Prasarana wisata

Sarana dan prasarana wisata merupakan salah satu faktor pendukung dalam pengembangan ekowisata di TNGGP. Beberapa fasilitas ekowisata yang ada di TNGGP adalah loket karcis, ruang perijinan, papan informasi, MCK, Gazebo, Shelter, jalan trail dan sebagainya kondisinya tidak semua dalam keadaan baik, banyak juga yang mengalami kerusakan dimakan usia dan terbatasnya anggaran pemeliharaan seperti MCK, Shelter, Gazebo dan papan informasi/penunjuk/ larangan.

(9)

4.8. Struktur Organisasi

Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Berdasarkan tipologinya Balai Besar TNGGP termasuk kedalam Tipe A setingkat eselon II, dibantu oleh 5 pejabat eselon III meliputi Kepala Bagian Tata Usaha dan Kepala Bidang Teknis Konservasi yang berkedudukan di Kantor Balai Besar, Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah II Sukabumi dan Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah III Bogor, 3 (tiga) Pejabat eselon IV berkedudukan di Kantor Balai (Kepala Sub Bagian Umum, Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Program, serta Kepala Sub Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Hubungan Masyarakat), 2 (dua) Pejabat eselon IV sebagai Kepala Seksi di bawah Bidang Teknis berkedudukan di Kantor Balai, 3 (tiga) Pejabat eselon III sebagai Kepala Bidang Wilayah berkedudukan di Bidang Wilayah (Cianjur, Sukabumi dan Bogor), dan 2 Pejabat eselon IV untuk masing-masing bidang wilayah.

Jumlah pegawai tahun 2007 sebanyak 121 orang terdiri atas 116 orang PNS dan 5 orang tenaga upah. Dari jumlah tersebut, 5 orang tenaga struktural, 44 orang tenaga non struktural dan tenaga fungsional berjumlah 67 orang yang terdiri atas 37 orang polhut dan 30 orang PEH.

4.9. Pengujung Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

4.9.1 Kondisi Umum Pengunjung 7 Tahun Terakhir (tahun 2002-2008)

Jumlah pengunjung TNGGP mengalami peningkatan tiap tahunnya, rata-rata jumlah pengunjung sebesar 70.850 orang/tahun, paling tinggi kunjungan yaitu tahun 2006 mencapai 83.360 orang (Tabel 8). Tetapi pada tahun 2007 jumlah pengunjung mengalami penurunan cukup pesat yaitu sebesar 67.980 orang (19%). Menurut informasi dari Balai TNGGP diperkirakan jumlah tersebut akan semakin menurun. Ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan jumlah pengunjung salah satunya yaitu pembukaan tol cipularang yang menghubungkan antara jakarta dan bandung.

(10)

Selain itu pada tahun 2007 Kebun Raya Cibodas juga melakukan penutupan terhadap pengunjung karena memberikan kesempatan kepada kawasan untuk melakukan

recovery dan hal ini juga berdampak pada berkurangnya jumlah pengunjung yang

datang ke TNGGP.

Tabel 8 Jumlah pengunjung dan jenis kunjungan tahun 2002-Juni 2008

Sumber : Kantor Balai TNGGP

Keterangan : DN : Wisatawan Dalam Negeri LN : Wisatawan Luar Negeri

Menurut keterangan dari Balai TNGGP, jumlah pengunjung yang datang masih dibawah kapasitas daya dukung lingkungan TNGGP, walaupun besarnya kapasitas daya dukung tersebut belum diketahui secara pasti karena belum pernah dilakukan penelitian mengenai hal tersebut. Tetapi perhitungan daya dukung yang didasarkan pada perhitungan Douglas (1982), menyatakan bahwa daya dukung TNGGP sebesar 600 orang/hari. Hasil perhitungan tersebut digunakan oleh Balai TNGGP untuk penentuan quota jumlah pengunjung khusus pendakian, masing-masing untuk Cibodas sebanyak 300 orang, Gunung Putri 200 orang dan Selabintana 100 orang. Sedangkan jumlah quota untuk rekreasi sampai saat ini belum diberlakukan, kecuali untuk pengunjung yang melalui pintu masuk Bodogol memang sudah ada ketentuan pembatasan pengunjung.

Fennel (1999) mengemukakan bahwa sulit untuk menyebut kapasitas daya dukung lingkungan dengan angka yang pasti karena setiap komunitas alam dan

Thn

Jenis Kunjungan

Jumlah Rekreasi Pendakian Penelitian Widyawisata/

pendidikan Berkemah Lain-lain

DN LN DN LN DN LN DN LN DN LN DN LN DN LN DN+ LN 2002 15,814 378 31,627 756 442 7 2,126 0 356 0 473 195 50,838 1,336 52,174 2003 26,395 1,761 37,031 29 693 18 1,959 150 2,348 0 91 16 65,517 1,974 70,491 2004 60,169 1,129 6,453 0 213 0 1,481 18 4,754 0 3,666 0 76,736 1,147 77,883 2005 25,928 455 28,779 15 128 0 624 0 4,320 124 12,839 0 72,618 594 73,212 2006 33,515 363 45,518 70 229 3 510 0 2,435 3 2,714 0 82,921 439 83,360 2007 33,692 383 27,511 310 747 0 1,925 0 2,822 0 585 5 67,282 698 67,980 Juni 2008 11,638 207 11,349 100 273 0 2,023 0 1,131 0 187 0 26,598 307 26,905

(11)

budaya memiliki kapasitas daya dukung yang berbeda. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan daya dukung suatu kawasan adalah jenis pengunjung, kegiatan yang dilakukan pengunjung, tingkat harapan pengunjung, tingkat kepuasan serta besar kecilnya kemungkinan bertemu dengan rombongan lain.

Penyebaran jumlah pengunjung ke beberapa pintu masuk TNGGP tidak merata, hal ini bisa dilihat pada Gambar 9. Sebesar 55,3% pengunjung masuk melalui pintu Cibodas, sedangkan 21,8% pengunjung masuk melalui pintu masuk Gunung Puteri dan Pintu masuk Cisarua jumlah pengunjungnya paling sedikit yaitu 0,9%. Perbedaan jumlah pengunjung yang cukup besar di beberapa pintu masuk ini disebabkan karena pintu Cibodas memiliki beberapa keunggulan dalam hal aksesibilitas, kesediaan fasilitas serta obyek yang dapat dikunjungi

Selain penyebaran pengunjung yang tidak merata, perilaku pengunjung saat berekowisata juga merupakan indikator keberhasilan promosi. Perilaku pengunjung yang bersifat positif sehingga mendukung pelestarian TNGGP sebagai kawasan konservasi merupakan hasil yang diharapkan dari promosi.

Penelitian Arif (2004) menunjukkan bahwa jumlah pengunjung TNGGP yang mempunyai kualitas kesadaran konservasi yang tinggi hanya 23%, sedangkan pengunjung yang mepunyai tingkat kepedulian yang tinggi terhadap TNGGP hanya 37%. Hal ini juga ditunjukkan oleh penelitian Pranoto (2001) bahwa masih ada

Gambar 9 Persentase jumlah pengunjung TNGGP berdasarkan pintu masuk. CIBODAS, 55.3% GUNUNG PUTRI, 21.8% BODOGOL, 3.2% CISARUA, 0.9% SELABINTANA, 8.4% SITUGUNUNG, 10.4%

(12)

pengunjung TNGGP yang melakukan kegiatan negatif seperti memetik daun/bunga, mematahkan ranting/dahan, mengganggu satwa, melakukan corat-coret (vandalisme) dan membuang sampah dalam kawasan. Jumlah sampah rata-rata dalam satu bulan yang berada di luar tempat sampah sebanyak 3,525 kg.

4.9.2. Pengunjung Berdasarkan Tujuan Kedatangan

Gambar 10 menunjukkan sebanyak 425.100 orang pengunjung dari tahun 2002 s/d 2007, pengunjung yang datang untuk pendakian menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 44,99%, rekreasi sebesar 42,49%, lain-lain 5,36%, berkemah 4,38%, widyawisata/pendidikan sebesar 2,25% dan penelitian sebesar 0,63%.

Gambar 10 Persentase pengunjung TNGGP berdasarkan tujuan kedatangannya.

REKREA SI 42.49% P ENDA KIA N 44.99% P ENELITIA N 0.63% WIDYA SWA RA /P EN DIDIKA N 2.25% B ERKEM A H 4.38% LA IN-LA IN 5.26%

(13)

BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

BIDANG TEKNIS KONSERVASI TNGGP

BAGIAN TATA USAHA TNGGP

SEKSI PEMANFAATAN DAN PELAYANAN SEKSI PERLINDUNGAN,

PENGAWETAN & PERPETAAN

SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN PERENCANAAN &

KERJASAMA

SUB BAGIAN DATA, MONEV & HUMAS

BIDANG PENGELOLAAN TNGGP WILAYAH I CIANJUR

BIDANG PENGELOLAAN TNGGP WILAYAH II SUKABUMI

BIDANG PENGELOLAAN TNGGP WILAYAH III BOGOR

SP TNGGP WILAYAH I CIBODAS Resort Pasir Sumbul SP TNGGP WILAYAH II GEDEH SP TNGGP WILAYAH III SELABINTANA SP TNGGP WILAYAH IV SITUGUNUNG SP TNGGP WILAYAH V BODOGOL SP TNGGP WILAYAH VI TAPOS Resort Gunung Putri Resort Selabintana Resort Tegallega Resort Sarongge Resort Goalpara Resort Nagrak Resort Situgunung Resort Cimungkad Resort PPKAB Resort Cimande Resort Cisarua Resort Tapos KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

STRUKTUR ORGANISASI

BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

Resort Maleber Resort Mandalawangi Resort Sukamulya Resort Cijoho Resort Cipetir Resort Cireudeu Resort Genteng Resort Bodogol Resort Cimisblung

Gambar

Gambar 8  Peta lokasi penelitian.
Tabel 7  Informasi pintu masuk wisata ke kawasan TNGGP
Tabel 8  Jumlah pengunjung dan jenis kunjungan tahun 2002-Juni 2008
Gambar 11   Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Referensi

Dokumen terkait

perusahaan selama empat tahun menun- jukkan bahwa modal kerja bersih perusa- haan masih belum efektif dari tahun 2009 sampai 2012 mengalami penurunan modal kerja bersih

Untuk dapat melakukan input data dan unggah dokumen melalui laman Sistem Pendaftaran Beasiswa On-Line, tiap pendaftar harus Login dengan memilih menu pendaftaran beasiswa

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu penelitian yang menekankan pada isi suatu informasi

139 PERAKITAN TEKNOLOGI JARWO SUPER DI LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PADI DI PROVINSI JAMBIPERAKITAN TEKNOLOGI JARWO SUPER DI LAHAN RAWA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana proses pembelajaran menyusun teks eksplanasi peserta didik kelas VII F SMP N 1 Blora dengan model pembelajaran

Dengan demikian pemenuhan pangan dan gizi untuk kesehatan, pendidikan, serta upah yang layak bagi warga negara merupakan bentuk investasi untuk peningkatan kualitas

Pemerintah Daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna,

Dari hasil data lapangan yang diperoleh dari intrumen, melalui wawancara, dokumentasi serta yang berkaitan dengan kegiatan supervisi akademik kepala sekolah dalam