http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Gangguan Tumbuh Kembang Anak:
AUTISME
Fildzah Badzlina, S.Gz., M.K.M
Andra Vidyarini, S.Gz., M.Si
Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, Boleh jadi mereka yang diperolok-olok lebih baik dari mereka, dan jangan pula perempuan mengolok-olok perempuan yang lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olok lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencela suatu sama lain, dan janganlah memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Hujurat:11)
D E F I N I S I
Gangguan perkembangan pervasive yang ditandai oleh adanya
abnormalitas dan/atau tertundanya perkembangan yang
muncul sebelum usia 3 tahun. Anak mempunyai fungsi abnormal dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang
ETIOLOGI
Faktor Neuroanatomi Faktor Neurokimiawi/Neurotransmiter Faktor Genetik Faktor Psikososial Faktor Pranatal, Perinatal, danPascanatal
Teori Imunologi
Faktor Psikososial
Dahulu diperkirakan penyebab autism adalah faktor psikogenetik, yaitu pengasuhan yang kaku dan obsesif dalam susasana emosional yang dingin
Pendapat lain: sikap ibu yang kurang memerhatikan anak atau yang tidak menghendaki/menolak kehadiran anak menyebabkan anak menarik diri
Akibat teori tersebut banyak ibu merasa bersalah dan stress
Kedua teori tersebut sudah terbantahkan karena tidak terdapat perbedaan situasi keluarga antara anak yang autism dengan yang normal
Faktor Pranatal, Perinatal dan
Pascanatal
Contoh: pendarahan setelah kehamilan trimester pertama, mekoneum pada cairan amnion sebagai tanda adanya fetal distress dan preklampsia
Komplikasi prenatal, perinatal dan pascanatal sering ditemukan pada anak autisme
Komplikasi lainnya ialah penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu, infeksi rubella pada ibu, inkompatibilitas rhesus, fenilketonuria yang tidak diobati, asfiksia atau gangguan pernapasan lainnya, anemia pada janin, dan kejang pada neonates menyebabkan gangguan fungsi otak yang diduga sebagai penyebab autisme
Teori Imunologi
Penyakit autoimun (DMT1, artrtitis rheumatoid, hipotiroid dan lupus eritematosus sistemik) banyak ditemukan pada keluarga yang
anaknya mengalami autism 8,8 kali lebih banyak pada anak yang ibunya menderita autoimun
Antigen tersebut juga ditemukan pada sel otak janin sehingga antibody ibu dapat merusak jaringan otak janin Ditemukan antibodi ibu terhadap antigen tertentu yang menyebabkan penyumbatan sementara aliran darah otak janin
Teori Infeksi
A
B
Peningkatan angka kejadian autism terjadi pada anak yang lahir dengan rubella kongenital, ensefalitis herpes simpleks dan infeksi sitomegalovirus sebagai akibat dari kerusakan otak anak
Diet rendah gluten dan kasein dapat menyebabkan gejala autism membaik
Overgrowth jamur C.albicans dapat menyebar ke seluruh tubuh termasuk otak anak
mengganggu fungsi otak
C.albicans juga mengeluarkan enzim fosfolipid dan protease yang mengakibatkan permeabilitas
Faktor Genetik
• Pada pasangan anak kembar satu telur (monozygot) ditemukan kejadian autism sebesar 36-95% sedangkan pada anak kembar 2 telur (dizygot) kejadiannya 0-23%
• Penelitian yang dilakukan pada keluarga anak autism, 2,5-3% saudara kandungnya mengalami autism • Autisme adalah salah satu dari kemungkinan yang timbul pada anak yang secara genetic pada
keluarganya terdapat masalah belajar dan komunikasi
• Angka kejadian autism pada fragile-X sekitar 7-20% dan pada tuberous sclerosis sekitar 17-61%
• Angka autism saat sindrome fragile-X yang terjadi bersamaan dengan gangguan X-linked autosomal dominan dan tuberous sclerosis sebesar 8-11%
• Komponen genetic autism cenderung heterogen, melibatkan sekitar 100 gen
• Kelainan genetic hampir ditemukan pada semua kromosom dan mitokondria, kecuali kromosom 14 dan 20
• Kromosom yang terkait dengan autism adalah 7q, 2q, 15q11-13
Sindrome fragile-X
• Sekumpulan gejala seperti retardasi mental ringan sampai berat, kesulitan belajar, daya ingat jangka pendek yang buruk, kelainan fisik, clumsiness, serangan kejang dan hiper-refleksi.
• Sering juga ditemukan gangguan perilaku, seperti hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, impulsive, ansietas, dan gangguan autistik
Faktor Neuroanatomi
Amigdala
• Amigdala mengendalikan fungsi emosi dan agresi, peka terhadap berbagai rangsangan sensoris seperti suara, penglihatan, penciuman, dan rasa takut
• Pada penderita autism tidak bisa mengenalikan emosi, seringkali agresif terhadap orang lain dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah-olah tidak memiliki emosi
Hipokampus
• Bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat
• Kerusakan dapat menyebabkan kesulitan mengingat dan menyerap informasi baru dan juga menimbulkan perilaku yang stereotipik, stimulasi diri sendiri serta hiperaktivitas
Terjadi kerusakan pada amigdala dan hipokampus (sangat padat dan kecil-kecil)
Hasil sebuah penelitian yang dilakukan menggunakan MRI pada anak autism
• Terdapat lesi pada lobus temporalis, parietalis, frontalis dan serebelum
• Kelainan di serebelum ditemukan pada 30-50% anak autism (hypoplasia atau hyperplasia
pada lobus ke VI dan VII)
• Sel-sel Purkinye di serebelum sangat sedikit dan kandungan serotonin tinggi perlu
keseimbangan antara neurotransmitter serotonin dan dopamine utk penyaluran impuls antar
neuron
Faktor Neurokimiawi/Neurotransmitter
Mengacu kepada ditemukannya kadar serotonin pada sepertiga anak autism. 3 neurotransmitter
yang diduga menimbulkan gangguan autism: serotonin, dopamine, dan opiate endogen. Selain ketiga neurotransmitter tersebut, juga terdapat kenaikan
epinefrin, norepinefrin, dan oksitosin
Hiperserotoninemia terjadi pada sepertiga anak autism, setengah anak autism dengan retardasi mental, dan
pada keluarga anak autism
Serotonin
Penderita autism memproduksi ensefalin dan beta endorphin dalam jumlah banyak. Ditemukan persamaan
tingkah laku antara anak autism dengan anak ketergantungan opiate, yaitu terdapat gangguan interaksi sosial dan kurang sensitif terhadap rasa sakit
Opiat Endogen
Terjadi hiperdopaminergik pada susunan saraf pusat menyebabkan hiperaktivitas dan stereotipi pada anak autism. Penghambatan reseptor dopamine dapat
mengurangi gejala hiperaktivitas dan stereotipi pada beberapa kasus autisme
Pada Masa Bayi
• Gejala utama yang khas selalu membelakangi/tidak berani menatap mata pengasuhnya untuk menghindari kontak fisik/kontak mata
• Agar tidak digendong, bayi memperlihatkan sikap diam atau asik bermain sendiri berjam-jam di ranjang tanpa menangis atau membutuhkan pengasuhnya orang tua salah mengartikan menjadi bayi yang manis dan mudah diatur
• Sebagian bayi juga ada yang bersikap agresif sering menangis berjam-jam tanpa alasan yang jelas saat terjaga
• Pada beberapa kasus, bayi membentur-benturkan kepala pada ranjangnya
• Bayi menolak untuk dipeluk atau disayang, tidak menyambut ajakan ketika kedua tangannya diangkat, kurang bisa meniru pembicaraan atau gerakan badan, gagal menunjukkan suatu objek pada orang lain, kurang responsive terhadap isyarat sosial seperti kontak mata atau senyuman
Pada Masa Anak
Anak-anak ini disebut regressive autism
• Stimulasi diri gerakan aneh yang diulang-ulang atau perilaku yang tanpa tujuan seperti menggoyangkan tubuhnya ke depan dan belakang, tepuk tangan, dsb
• Mencederai diri sendiri menggigit tangannya, melukai diri, membenturkan kepala
• Timbul masalah tidur dan makan, tidak sensitif terhadap rasa nyeri, hiper/hipoaktivitas, gangguan pemusatan perhatian
• Pada masa anak dini, terkadang memiliki kelekatan dengan benda yang tidak lembut
• Memiliki insistence on sameness/perilaku perseverative sikap yang sangat rutin, jika ada perubahan sedikit, anak akan marah dan tantrum karena anak autis tidak memiliki kemampuan untuk mengerti dan mengatasi perubahan situasi
Contoh: anak harus memakai baju dengan urutan yang sama seperti dari tangan kiri terlebih dahulu, pergi ke sekolah dengan rute yang sama
Pada Masa Anak
Anak-anak ini disebut regressive autism
• Tidak ada reaksi bila anak dipanggil orang tua mengira anak tuli
• Senang menyendiri, tidak tertarik bergaul/bermain dengan anak lain, tidak mampu memahami aturan yang berlaku, menghindari kontak mata
• Tidak bisa memahami ekspresi wajah ataupun mengekspresikan perasaannya tidak mempunyai empati
• Perhatian kepada orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuan anak menggapai tangan ibunya untuk menunjukkan mainannya yang rusak
• Tampak tak acuh dengan pendekatan yang dilakukan orang tua, ada juga yng cemas berpisah dari orangtuanya
• Menghindari sentuhan fisik membuat tubuhnya kaku, lari, stress saat disentuh atau tidak bereaksi saat disentuh
Pada Masa Anak
Anak-anak ini disebut regressive autism
• 40-50% anak autis tidak memiliki kemampuan komunikasi verbal maupun nonverbal
• Kurangnya penggunaan Bahasa untuk kegiatan sosial kendala dalam permainan imaginative dan imitasi, buruknya keserasian dan kurangnya feedback dalam percakapan, buruknya fleksibilitas dalam Bahasa ekspresif dan relative kurang kreativitas dan fantasi pada proses berpikir, kurang respon
emosional pada ungkapan verbal dan nonverbal orang lain, kendala dalam menggunakan irama dan tekanan modulasi komunikatif, kurang isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan
• Perkembangan kemampuan Bahasa sangat lambat atau tidak ada sama sekali, kata-kata yang dikeluarkan tidak dapat dimengerti (Bahasa planet), meniru tanpa mengetahui artinya (ekolali), nada suara monoton seperti robot, sukar memahami kata yang baru didengar, mengulang kata yang baru didengar tanpa
maksud berkomunikasi, sering menggunakan kata ganti orang yang terbalik
• Tidak bisa komunikasi nonverbal lewat ekspresi wajah dan gerakan tubuh. Sulit untuk menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis. Untuk menyampaikan maksudnya, anak mengambil tangan orang lain utk menunjuk objek yang dituju
Pada Masa Anak
Anak-anak ini disebut regressive autism
• 70% anak autis mengalami retardasi mental, derajat retardasi mental sejalan dengan beratnya gejala autis
• Kemampuan memahami pikiran orang lain sangat rendah, kreativitas terbatas
• Sebagian kecil anak autis memiliki kemampuan yang luar biasa, misalnya dalam bidang music, matematika, kemampuan visuo-spatial disebut autistic savant (dulu idiot savant)
Pada Masa Anak
Anak-anak ini disebut regressive autism
Anak autis mungkin terjadi respon yang hipo/hipersensitif terhadap rangsangan penglihatan, pendengaran, perabaan/sentuhan, penciuman, dan pengecapan
Respon Abnormal Terhadap Perangsangan Indera
• Beberapa anak menunjukkan perubahan perasaan yang tiba-tiba tanpa alasan yang jelas
• Anak juga menunjukkan respon yang kurang terhadap emosi orang lain dan tidak bisa menunjukkan empati feedback sosio-emosional tidak terlaksana
Pada Masa Pubertas
• Manifestasi berubah sejalan dengan tumbuh kembang anak, namun kekurangan sosialisasi, komunikasi, dan pola minat masih berlanjut
• Anak kesulitan pada masa transisi pubertas sepertiga mengalami kejang karena pengaruh hormonal
• Banyak masalah perilaku yang lebih sering dan lebih berat
• Sebagian autism ringan dapat melewati masa pubertas dengan mudah • Anak autis dapat tinggal dengan keluarga kecuali pada kasus yang berat
• Orang dewasa autis memiliki IQ yang normal dan dapat menamatkan pendidikan tinggi dan berkeluarga
• Orang dewasa autis dapat bekerja namun harus dengan bimbingan. Kenyataannya sulit karena tampak berbeda dan mengalami kesulitan pada waktu wawancara
Diagnosis
• Instrumen yang digunakan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth
Edition) dan ICD-10 dengan alat skrining autism, rating scale, dan checklist
• Instrumen ini harus digunakan untuk diagnosis bukan hanya sekedar pengalaman
• Instrumen yang digunakan harus memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang tinggi dan sudah terstandarisasi
• Instrumen meliputi wawancara dengan orangtua tentang keluhan dan gejala yang terkait dengan autism dan instrumen yg terstruktur untuk pengamatan sosialisasi anak, komunikasi perilaku dan bermain
• Diperlukan anamnesis yang baik terutama terhadap riwayat perkembangan, pemeriksaan psikologis dan aspek komunikasi, pemeriksaan psikiatri, dan evaluasi medis. Jika perlu bisa dilakukan EEG, CT-scan, dan MRI
Tahapan Pemeriksaan
Tahap 1
Menilai/surveilen perkembangan anak secara rutin, melakukan skrining khusus
untuk autism, dan melakukan identifikasi mereka yang mempunyai risiko
autism
Tahap 2
Diagnosis dan evaluasi autism meliputi pemeriksaan yang lebih mendalam
terhadap mereka yang sudah diidentifikasi sebagai autism. Dilakukan diagnosis
banding dengan gangguan perkembangan lain. Diagnosis dan evaluasi yang
mendalam sangat penting untuk menentukan strategi intervensi berdasarkan
kekuatan dan kelemahan penampilan anak
Rekomendasi Klinis Praktis utk Tahap 1
1.
Surveilan perkembangan harus dilakukan pada setiap kunjungan anak sehat, mulai bayi
sampai usia sekolah, dan setelah umur tersebut, utk menemukan kelainan perilaku,
interaksi sosial, atau gangguan belajar
2.
Gunakan alat skrining yang dianjurkan, seperti Parents’ Evaluation of Developmental
Status (PEDS)
3.
Karena sensitivitas dan spesifisitas dari Denver II dan Revised Denver Pre-Screening
Developmental Questionnaire (R-DPDQ) rendah utk mendeteksi autism, instrument ini tdk
dianjurkan utk alat skrining
4.
Perlu evaluasi perkembangan lebih jauh jika anak gagal mencapai milestone
perkembangan berikut: mengoceh pada usia 12 bulan, Bahasa isyarat (misal menunjuk,
da da) pada usia 12 bulan, mengucapkan kata-kata pada usia 16 bulan, 2 kata spontan
pada usia 24 bulan, tidak bisa berbahasa atau bersosialisasi pada setiap tahap umur
Rekomendasi Klinis Praktis utk Tahap 1
5.
Saudara anak autis harus dipantau kemampuan bersosialisasi, komunikasi, dan bermain
serta perilaku menyimpang. Skrining dilakukan bukan hanya pada gejala autism,
melainkan juga pada keterlambatan Bahasa, kesulitan belajar, masalah sosial, dan adanya
kecemasan atau gejala depresi
6.
Skrining khusus utk autism harus dilakukan pada semua anak yg mengalami gangguan
perkembangan berdasarkan surveilan perkembangan. Gunakan alat yg sudah divalidasi
seperti CHAT, M-CHAT, atau PPDST
7.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada setiap anak yang mengalami keterlambatan
perkembangan atau autism audiologi, laboratorium, tes timbal atau logam berat
lainnya. Tes logam berat juga dilakukan jika anak memiliki gejala pica
Rekomendasi Klinis Praktis utk Tahap 2
• Pemeriksaan lebih mendalam dan canggih seperti tes genetic, tes terhadap
penyakit metabolik, EEG, neuroimaging, analisis logam berat, tes alergi,
pemeriksaan imunologi, mikronutrien, permeabilitas usus, dsb
• Dianjurkan kalau ada indikasi, fasilitas, dan hasil pemeriksaan dapat
menunjang penatalaksanaan autism
• Diagnosis klinis dibuat berdasarkan DSM-IV
• Utk deteksi dini, dapat menggunakan checklist sederhana yg dpt digunakan
oleh dokter umum, petugas kesehatan dan guru CHAT (Checklist for
CHAT
A. Alo-anamnesis (Ditanyakan Pada Orangtua)
CHAT
CHAT
Interpretasi
Risiko tinggi menderita autism Bila tidak bisa melakukan A5, A7, B2, B3, & B4
Risiko sedang menderita autism Bila tidak bisa melakukan A7 & B4 Risiko kecil menderita autism Bila tidak termasuk kedua kelompok
tersebut
PDDST (Pervasive Developmental Disorders Screening
PDDST (Pervasive Developmental Disorders Screening
PDDST (Pervasive Developmental Disorders Screening
Test) cont.
Interpretasi
• Bila ada 3 atau lebih jawaban “ya” utk nomor ganjil anak harus
diperiksa lebih lanjut utk menentukan apakah ia mengalami autism
• Bila ada 3 atau lebih jawaban “ya” utk nomor genap anak harus
SPEKTRUM AUTISME (Pervasive
Development Disorder) LAINNYA
01
SCHIZOPHRENIA PADA ANAK
02
GANGGUAN BAHASA DAN PENDENGARAN
03
RETARDASI MENTAL
SPEKTRUM AUTISME (Pervasive Development Disorder)
LAINNYA
01
Penyakit Rett
Kelainan ini hanya terjadi pada anak perempuan disertai penurunan
perkembangan lingkar kepala, hilangnya gerakan tangan, dan retardasi perkembangan psikomotor. Saat lahir, perkembangan lingkar kepala anak normal sampai usia 4-6 bulan. Terdapat gejala yang mirip autism: ada gerakan stereotipi, gangguan perkembangan Bahasa, sosial dan motoric. Prognosis jelek karena retardasi mental berat, kejang, kesulitan napas, apnea dan kematian mendadak
Sindrom Heller (Disintegrative Disorder)
Mula-mula perkembangan anak normal, kemudian mengalami regresi massif pada semua sector perkembangan usia 2-10 tahun. Hasilnya adalah autism yang berat disertai kehilangan kemampuan kognitif. Keadaan ini berkaitan dengan penyakit degeneratif dan schizophrenia
Perpasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
Kelainan autistic yang tidak memenuhi kriteria gangguan perkembangan pervasif lainnya
Sindrome Asperger
Tidak ada retardasi mental, perkembangan kognitif baik, anak tampak kikuk (clumsy),
komunikasi kurang baik, kurang bisa bersosialisasi dan anak cepat bosan
SCHIZOPHRENIA PADA ANAK
02
• Gejala timbul pada umur yang lebih tua dari autism, biasanya setelah 3 tahun sampai remaja
• Terdapat gejala halusinasi dan delusi
• Terdapat riwayat gangguan personalitas, afektif atau emosi dalam keluarga
• Anak menarik diri dari pergaulan, terdapat gangguan proses berpikir, IQ lebih baik dari anak
autism, dan terdapat periode remisi jika perilakunya kembali mendekati normal
GANGGUAN BAHASA DAN PENDENGARAN
03
• Anak dengan gangguan Bahasa dapat menggunakan isyarat tubuh untuk berkomunikasi
• Umumnya memiliki IQ normal, bisa melakukan permainan imajinatif, dan memiliki prognosis yang lebih baik
• Gejala pada anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah tidak responsive terhadap rangsangan dari lingkungannya dan gangguan bicara verbal perlu pemeriksaan THT dan audiologi
• Anak dengan gangguan pendengaran memiliki IQ lebih tinggi, interaksi sosial yang lebih baik, komunikasi nonverbal yang lebih baik dan prognosis yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak autism.
RETARDASI MENTAL
04
• Umumnya mengalami keterlambatan hampir pada semua sector perkembangan
• 70% anak autis mengalami retardasi mental, namun perlu dibedakan dengan anak yang
murni mengalami retardasi mental
• Anak autis memiliki kekuatan intelektual tertentu dan kemampuan motoric kasar lebih baik
• Anak dengan retardasi mental memiliki kemampuan interaksi sosial dan komunikasi yang
Tujuan Utama
1.
Memaksimalkan kualitas hidup, kemandirian dan tanggung jawab
2.
Meminimalkan gejala-gejala autism, mengurangi masalah komunikasi, interaksi sosial,
perilaku maladaptive dan stereotipi
3.
Memfasilitasi perkembangan anak dan belajar
4.
Memberi pengertian, dukungan, dan mentoring kepada keluarga untuk intervensi
tambahan di rumah
Tiga Pendekatan Utama
1.
Terapi psikodinamik dilakukan ketika autism diduga sebagai kelainan emosi akibat
pola asuh yang salah
2.
Terapi medis/biologis termasuk obat dan vitamin obat diberikan pada kondisi
tertentu seperti hiperaktivitas (clonidine, guanfacine, atau imipramine), agresivitas
(haloperidol atau risperdone), dan mencederai diri sendiri (naltrexone, trazodone atau
fluoxetine)
3.
Terapi perilaku mengikuti prinsip teori belajar (operant learning, cognitive dan social
learning) yaitu bagaimana mengajarkan perilaku yang layak dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dan mengurangi hal-hal yang tidak berkenan pada anak autis, serta diberikan
pendidikan khusus yang difokuskan pada keterampilan berkaitan dengan perkembangan
akademik dan sekolah. Contoh: The Son-Rise Program, TEACCH, Higashi, Lovaas Therapy,
Holding Therapy, ABA. Terapi Wicara: AIT, Delacato dan New Delacato
Merupakan intervensi pendidikan untuk
mengubah perilaku anak secara sistematis dan digunakan utk perbaikan perilaku.
Tujuan: memperbaiki perilaku adaptif dan mengganti perilaku maladaptive
Jenis Terapi
ABA (Applied Behavior Analysis)
Dirancang untuk meningkatkan kemampuan anak autis dan memodifikasi lingkungan sesuai kelainan anak. Disebut pendidikan terstruktur TEACCH (Treatment and Education of Autistic and
related Communication Handicapped Children)
Membantu professional, guru, orangtua utk membuat penilaian yg komprehensif dan memilih intervensi yg sesuai dg potensi dan kelainan setiap anak
Tujuan: meningkatkan kemampuan sosial, emosional dan intelektual anak. Fokus: hubungan interpersonal DIR (Developmental, Individual-difference,
Relationship-Based)/ “Floortime model”
Komunikasi alternative (Bahasa tubuh, tanda-tanda, dan gambar) lebih efektif untuk anak autis dalam pembelajaran Bahasa nonverbal.
Sering digunakan PECS (Picture Exchange
Communication System)
Terapi Wicara
Tujuan: anak memberikan respon terhadap perilaku sosial dari anak lain
Jenis Terapi
Terapi Okupasi dan Sensori Integrasi
• Terapi Okupasi
Digunakan untuk meningkatkan regulasi diri seperti memakai baju, menggunakan sendok, menulis. Membantu anak untuk bermain dan memodifikasi aktivitas di dalam kelas dan meningkatkan atensinya • Terapi Sensori Integrasi
Dilakukan berdiri sendiri atau menjadi bagian dari terapi okupasi. Tujuan
- Memperbaiki kelainan di otak dan integrasi informasi sensori utk membantu anak menjadi lebih adaptif thd lingkungan
- Membuat anak lebih tenang, memperbaiki perilaku, dan membantu perubahan aktivitas
Terapi Lain
• 70% anak autis mengalami gangguan kognitif, 40% diantaranya gangguan kognitif berat.
• Untuk anak yg mengalami retardasi mental perlu
diberikan dukungan utk pemecahan masalah, regulasi diri sesuai usia, dan dilakukan tes IQ
• Utk keluarga diberikan dukungan emosi, dukungan kesehatan fisik, penjelasan yang rinci ttg autism dan prognosisnya, dll
Terapi Gizi
Tujuan
Mengatasi gejala dan tanda autistic pada anak autis Prinsip
- Diet gluten free
- Diet eliminasi utk anak yg memiliki alergi terhadap jamur dan intoleransi makanan Syarat
- Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung banyak gluten - Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung casein
- Hindari penggunaan lemak jenuh, junkfood (junkfood biasanya tinggi gluten) - Biasakan baca food label