• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Gangguan Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)

A.1. Definisi Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)

Istilah "dysmorphia" berasal dari bahasa Yunani dismorfia ("dis," yang berarti abnormal atau terpisah, dan "Morfia," yang berarti bentuk). Istilah "dysmorphophobia," diciptakan oleh Morselli, digambarkan perasaan subjektif dari cacat fisik yang pasien percaya terlihat orang lain, meskipun penampilan mereka normal. Morselli menekankan sifat obsesif gejala itu. Kemudian namanya diresmikan oleh American Psychiatric

Classification menjadi Body Dysmorphic Disorder (BDD). Istilah Body Dysmorphic Disorder (BDD), secara formal juga tercantum dalam

Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (4th Ed), untuk menerangkan kondisi seseorang yang terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor atau bahkan imagine defect, dengan fitur penting yang menjadi keasyikan dengan cacat dalam penampilan. Cacat yang dibayangkan atau jika anomali fisik hanya sedikit, perhatian individu yang nyata berlebihan. Perhatian yang tinggi menyebabkan penderitaan atau kerusakan yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting, dan tidak harus lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain. Saat ini, BDD dikonseptualisasikan sebagai kontinum wawasan, dari

(2)

ketidakpastian obsesif terhadap ide-ide dinilai terlalu tinggi untuk kepastian delusi. BDD adalah kondisi kronis dan melumpuhkan. Pasien dengan BDD memiliki berbagai ciri kepribadian, termasuk obsesif, skizofrenia , narsis, dan kepribadian hypocondriacal, tetapi tidak semua dari mereka memiliki "gangguan" kepribadian dari apapun. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh ( body dismorphic disorder/BDD) terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka (APA, 2000) dan bisa diartikan lagi sebagai individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung.

Para ahli memberikan pengertian untuk istilah BDD sebagai berikut.

1. Menurut Watkins (2006), Body Dysmorphic Disorder (BDD) adalah keasyikan dengan kekurangan fisik yang imajiner pada penampilan atau perhatian yang sangat berlebihan terhadap kekurangan yang sebenarnya tidak begitu berarti.

2. Body Dysmorphic Disorder (BDD) merupakan salah satu body image disturbance yang diartikan oleh Thompson (2002)

sebagai taksiran terlalu tinggi terhadap ukuran tubuh tertentu ketika dibandingkan dengan ukuran yang objektif.

(3)

3. Body Dysmorphic Disorder (BDD) adalah gangguan mental yang diartikan sebagai keasyikan seseorang terhadap perasaan kekurangan penampilannya (Veale).

Menurut DSM-IV-TR, Gangguan dismorfik tubuh ditandai dengan keasyikan dengan satu atau lebih cacat dirasakan atau kekurangan dalam penampilan fisik yang tidak dapat diamati atau muncul hanya sedikit orang lain, dan dengan perilaku berulang (misalnya, memeriksa cermin, perawatan yang berlebihan, kulit memetik, atau jaminan mencari) atau tindakan mental (misalnya, membandingkan penampilan seseorang dengan orang lain) dalam menanggapi keprihatinan penampilan.

Body Dysmorphic Disorder (BDD) mencakup pikiran, perasaan,

perilaku dan hubungan sosial. Penderita Body Dysmorphic Disorder (BDD) biasanya memfokuskan tidak hanya pada bagian tubuh tertentu, tetapi lebih ke bagian-bagian tubuh yang lain pula. Itulah yang membedakannya dengan eating disorder/bulimia nervosa/anorexia

nervosa yang biasanya menyangkut gangguan kecemasan mengenai

ukuran dan berat badan. Bagian-bagian tubuh yang sering dikeluhkan dan dicemaskan adalah rambut, hidung, kulit, gigi, alat kelamin, struktur wajah, kaki, pipi, lengan, bibir, dagu, perut, pinggang, pinggul, paha, alis mata, kepala, telinga, dada, bekas luka, dan ukuran tinggi atau berat badan.

Mereka dapat mengahabiskan waktu berjam-jam untuk

(4)

untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, bahkan menjalani operasi plastik yang tidak dibutuhkan. Ada pula yang menghindari cermin agar tidak diingatkan mengenai kekurangan mereka, atau mengkamuflasekan kekurangan mereka dengan, misalnya, mengenakan baju yang sangat longgar (Albertini & Philips daam Davidson, Neale, Kring, 2004). Lainnya dapat membuang setiap cermin dari rumah mereka agar tidak diingatkan akan cacat yang mencolok dari penampilan mereka.

Orang dengan gangguan ini dapat percaya bahwa orang lain memandang diri mereka jelek atau berubah bentuk menjadi rusak dan bahwa penampilan fisik mereka yang tidak menarik mendorong orang lain untuk berpikir negatif tentang karakter atau harga diri mereka sebagai seorang manusia ( Rosen, 1996). Angka gangguan ini tidak diketahui secara jelas, karena banyak orang dengan gangguan ini yang gagal mencari bantuan atau mencoba untuk merahasiakan simtom mereka (Cororve & Gleaves, 2001). Orang dengan BDD sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci, menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan.

Penanganan gangguan ini dengan teknik kognitif behavioral, paling sering pemaparan terhadap pencengahan respons dan restrukturisasi kognitif, juga mencapai hasil yang memberikan harapan (Cororve &

Gleaves, 2001). Pemaparan dapat dilakukan dengan sengaja

(5)

menutupinya melalui penggunaan rias wajah atau pakaian. Pencengahan respons berfokus pada pemutusan ritual kompulsif, seperti memeriksa didepan cermin (misalnya, dengan menutup semua cermin dirumah) dan berdandan yang berlebihan. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Hal ini sangat mengganggu dan terkadang dapat mengerah pada bunuh diri; seringnya konsultasi pada dokter bedah plastik dan beberapa individu yang mengalami hal ini bahkan melakukan operasi sendiri pada tubuhnya. Sayangnya, operasi plastik berperan kecil dalam menghilangkan kekhawatiran mereka (Veale dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Body

dysmorphic disorder muncul kebanyakan pada wanita cenderung pula

fokus pada bagian kulit, pinggang, dada, dan kaki, sedangkan pria lebih cenderung memiliki kepercayaan bahwa mereka bertubuh pendek, ukuran penisnya terlalu kecil atau mereka memiliki terlalu banyak rambut di tubuhnya (Perugi dalam Davidson, Neale, Kring, 2004) dan biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadian (Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

(6)

A.2. Gejala Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)

Bentuk-bentuk perilaku yang mengindikasikan Body Dysmorphic

Disorder (BDD) (Watkins, 2006; Thompson, 2002; Weinshenker, 2001;

dan David Veale ; Phillips dan Diaz 1997) adalah sebagai berikut:

a. Secara berkala mengamati bentuk penampilan lebih dari satu jam per hari atau menghindari sesuatu yang dapat memperlihatkan penampilan, seperti melalui cermin atau kamera.

b. Mengukur atau menyentuh kekurangan yang dirasakannya secara berulang-ulang.

c. Meminta pendapat yang dapat mengukuhkan penampilan setiap saat.

d. Menghindari situasi dan hubungan sosial.

e. Mempunyai sikap obsesi terhadap selebritis atau model yang mempengaruhi idealitas penampilan fisiknya.

f. Berpikir untuk melakukan operasi plastik, perawatan dermatologis atau perawatan medis lainnya.

g. Diet berlebihan atau latihan. Berdiet secara ketat dengan kepuasan tanpa akhir. Weinshenker (2001) menyatakan bahwa kecemasan, rasa malu dan juga depresi merupakan konsekuensi dari gangguan ini.

h. Menyamarkan cacat yang dirasakan dengan pakaian, make-up atau postur.

(7)

i. Merasa sangat cemas dan sadar diri di sekitar oreang lain karena cacat yang dirasakan.

A.3. Faktor Penyebab Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder)

Sampai saat ini, belum ada penelitian yang memastikan penyebab

Body Dysmorphic Disorder (BDD) dengan jelas. Riwayat dilecehkan

tubuhnya pada masa kanak-kanak, tidak dicintai orang tua, dan mempunyai penyakit yang mempengaruhi penampilan, jerawat misalnya, bisa dikategorikan menjadi penyebab gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD). Jika diklasifikasikan, ada dua aspek yang masih menjadi dugaan penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD). Pertama, adanya ketidakseimbangan cairan kimia (hormon serotonin) di dalam otak, yang berpengaruh terhadap kapasitas obsesi. Kedua, kemungkinan faktor-faktor sifat, psikologis, maupun budaya.

B. Citra Tubuh (Body Image)

B.1. Definisi Body Image

Hurlock (1994) (Verawaty,2013) mendefinisikan body image

sebagai cara seseorang mempersepsikan keadaan tubbuhnya, sehubungan dengan ideal yang dimilikinya pada pola kebudayaan setempat, dan dalam hubungannya dengan cara individu menilai tubuh yang dimilikinya. Menurut Sunaryo (2004), body image yaitu sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, meliputi performance, potensi

(8)

tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh.

Menurut Hardy dan Hayes (dalam Bestiana, 2012) citra tubuh adalah sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik dan merupakan evaluasi individu mengenai dirinya sendiri. Kesadaran dan penerimaan individu terhadap tubuhnya merupakan aspek utama dari citra tubuh. Honigman dan Castle (dalam Bestiana, 2012) dalam bukunya yang berjudul Living with Your Looks mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana orang tersebut akan mempersepsikan dan memberikan penilaian terhadap apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, serta bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Apa yang dia pikirkan dan rasakan belum tentu benar-benar dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif.

Selanjutnya, Schlundt dan Jhonson (dalam Indika, 2010) mengatakan bahwa citra tubuh merupakan gambaran mental yang tertuju kepada peraasaan yang kita alami tentang tubuh dan bentuk tubuh kita yang berupa penilaian positif dan penilaian negatif. Bascow (Indika, 2010) menjelaskan bahwa citra tubuh merupakan bagaimana kita menerima dan juga merasakan tentang tubuh kita.

Menurut Mintz dan Betz (dalam Ciciilabaika, 2009) kepuasan citra tubuh ialah derajat kepuasan mengenai bagian-bagian dan karakteristik

(9)

tubuh seseorang, sedangkan ketidakpuasan citra tubuh akan terjadi jika derajat kepuasan seseorang terhadap tubuhnya rendah. Adanya ketidaksesuaian antara tubuh riil dengan standar tubuh ideal yang dijadikan sebagai pembanding dapat berpengaruh pada rendahnya kepuasan citra tubuh, sebaliknya memiliki bentuk tubuh yang baik dapat berpengaruh pada kepuasan citra tubuh.

Rudd dan Lennon (dalam Yosephin,2012) melihat 2 komponen yang membangun citra tubuh yaitu komponen persepsi (perceptual component) dan komponen sikap ( attitudinal component). Kedua komponen ini saling mempengaruhi dan mendukung pembentukan citra tubuh yang baik. komponen persepsi melihat tubuh individu melalui ukuran, bentuk, berat badan, dan penampilannya (appearance). Sementara, komponen sikap merasakan tubuhnya sendiri dan mempengaruhi pola tingkah laku individu tersebut. persepsi individu dimunculkan dengan tingkat kepuasaan dan ketidakpuasan terhadap kondisi fisiknya sedangkan sikap dimunculkan dengann suatu tindakan demi mewujudkan harapan seorang individu terhadap ketidakpuasaan kondisi fisiknya.

Kemudian, Cash & Pruzinsky (Thompson, 1996 ; dalam Verawaty, 2013) menyatakan penilaian mengenai penampilan fisik disebut sebagai citra tubuh. Citra tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif. Papalia (2008) menyatakan bahwa citra tubuh (body image) adalah gambaran dan evaluasi mengenai penampilan seseorang.

(10)

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa citra tubuh (body image) merupakan perasaan, sikap dan evaluasi yang dimilki seseorang terhadap dirinya berupa bentuk tubuh dan ukuran tubuh yang

mengarah pada penampilan fisik dan bagaimana seseorang

menggambarkan dirinya secara positif dan negatif.

B.2. Dimensi-dimensi Body Image

Cash ( Seawell & Danorf-Burg, 2005; Mellisa, 2005) mengemukakan adanya lima dimensi gambaran ubuh, yaitu:

a) Appearance evaluation (evaluasi penampilan), yaitu mengukur evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan atau tidak memuaskan.

b) Appearance orientation (orientasi penampilan), yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.

c) Body Area Statisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu mengukur kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, pinggul, paha, kaki), tubuh bagian tengah (perut, pinggang), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan.

d) Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), yaitu mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet unruk

(11)

e) Self-Classified weight (pengkategorian ukuran tubuh), yaitu mengukur bagaimana individu mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.

B.3. Kriteria Body Image

Nada (dalam Veronica, 2010) mengemukakan bahwa terdapat dua kriteria body image yaitu :

a. Body image positive

a) Persepsi bentuk tubuh yang benar dan individu melihat berbagai bagian tubuh sebagaimana yang sebenarnya.

b) Individu menghargai bentuk tubuh alaminya dan memahami bahwa penampilan fisik pada setiap individu mempunyai nilai dan karakter.

c) Individu bangga dan menerima kondisi bentuk tubuhnya, serta merasa nyaman dan yakin dalam tubuhnya.

b. Body image negative / Body Dissatisfaction

a) Sebuah persepsi yang menyimpang dari bentuk tubuh, merasa terdapat bagian-bagian tubuh yang tidak sebenarnya.

b) Individu yakin bahwa hanya orang lain yang menarik dan bahwa ukuran atau bentuk tubuh adalah tanda kegagalan pribadi.

(12)

c) Individu merasa malu, sadar diri dan cemas tentang tubuhnya.

d) Individu tidak nyaman dan canggung dalam tubuhnya.

Odgen (dalam Nina, 2013) body dissatisfaction adalah perbedaan antara persepsi individu mengenai ukuran tubuh ideal dan ukuran tubuh mereka yang sebenarnya, perbedaan antara persepsi mereka tentang ukuran sebenarnya mereka bandingkan dengan ukuran ideal mereka atau sebagai perasaan ketidakpuasaan dengan ukran bentuk tubuh. Grogan (dalam Nina, 2013) mendefinisikan body dissatisfaction sebagai pikiran dan perasaaan negatif individu terhadap tubuhnya.

B.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Body Image

Beberapa ahli menyatakan bahwa body image juga dipengaruhi oleh beberapa faktor (dalam Verawaty, 2013). Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan body image adalah sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin

Cash & Pruzinsky (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi citra tubuh (body

image) seseorang. Beberapa penelitian yang sudah

(13)

bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri di depan teman-temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung. Sedangkan wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai tubuh ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha yang dilakukan pria untuk membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi oleh gambar di media massa yang memperlihatkan model pria yang kekar dan berotot. Sedangkan wanita cenderung untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh artikel dalam majalah wanita yang sering memuat artikelpromosi tentang penurunan berat badan.

b. Usia

Pada masa perkembangan remaja, citra tubuh (body image) menjadi penting (Papalia & Olds,2008). Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat badan, umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri dibanding remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan pada masa pubertas dan menjadi tidak bahagia dengan penampilannya dan hal ini dapat menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan (eating disorder). Ketidakpuasan remaja putri meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra yang

(14)

semakin berotot juga semakin tidak puas dengan tubuhnya (Papalia & Olds,2008).

c. Media Massa

Tiggerman (2004) mengatakan bahwa media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi citra tubuh seseorang. Tiggerman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) juga mengatakan bahwa media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan remaja lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan bagaimana standart kecantikan seorang perempuan dan bagaimana gambaran ideal bagi laki-laki. d. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang

diterima mempengaruhi konsep diri termasuk

mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback

(15)

keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik. Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam konteks perkembangan, citra tubuh berasal dari hubungan interpersonal. Perkembangan emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat dirinya. Maka bagaimana seseorang

berpikir dan merasa mengenai tubuhnya dapat

(16)

A. Kerangka Pemikiran

Pelaku Selfie (self portrait) pengguna instagram atau facebook memiliki berbagai macam penilaian terhadap dirinya baik negatif maupun positif. Namun dengan munculnya sosial media yang menyaring berbagai informasi maka individu memiliki persepsi ideal dalam dirinya sehingga saat individu tersebut tidak puas akan tubuhnya maka akan timbul body

dissatisfaction atau body image negative. Body dissatisfaction

mempengaruhi individu dalam melihat dirinya dan menginginkan individu tersebut untuk merubah dirinya menjadi sesuai dengan persepsi.

Saat seorang pelaku selfie (self portrait) melihat hasil selfie (self

portrait)nya dan kemudian merasa tidak menarik dengan bagian wajahnya

lalu pelaku tersebut berinisiatif untuk merubah bahkan sampai melakukan bedah plastik untuk mencapai rasa puas terhadap dirinya. Individu yang melakukan bedah plastik dapat dikatakan ketagihan dengan Selfie (self

portrait) dan di unggah ke sosial media.

Pelaku Selfie Body Image

Positif (+)

Kecenderungan

Body Dysmorphic Disorder rendah

Negatif (-) Disatisfaction Body

Kecenderungan

Body Dysmorphic Disorder tinggi

(17)

Pelaku Selfie (self portrait) memiliki kecenderungan untuk melakukan perubahan pada sekitar wajahnya untuk mempercantik atau memperbaiki wajah yang dirasa kurang oleh individu tersebut. Perubahan tersebut dapat berupa bedah plastik atau memberikan riasan wajah untuk wanita. Namun hal paling ekstreem adalah melakukan bedah plastik. Gangguan dismorfik tubuh juga akan melakukan bedah plastik jika individu merasa bagian tubuhnya tidak menarik dan muncul kekhawatiran yang berlebihan sehingga individu memutuskan untuk melakukan bedah plastik. Namun bedah plastik pun tidak berpengaruh besar dalam menghilang kekhawatiran individu.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa body image dapat menimbulkan body dissatisfaction pada pelaku selfie (self portrait) kemudian dapat mengalami kecenderungan gangguan dismorfik tubuh dengan melakukan selfie (self portrait) atau mengunggah foto-fotonya di sosial media dan mendapat kritikan dari orang sekelilingnya.

B. Hipotesis

Ada hubungan antara Body Image terhadap kecenderungan Body

Dysmorphic Disorder (BDD) pada mahasiswa PKK Mercubuana yang

Referensi

Dokumen terkait

Kecelakaan kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera atau korban jiwa) pada orang, kerusakan pada properti dan kerugian dalam proses yang terjadi

Jadi pelatihan adalah aktivitas tubuh yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dalam waktu tertentu dengan tujuan meningkatkan kemampuan fisik, salah satu

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan body dissatisfaction mengacu pada ketidakbahagiaan subjektif individu terhadap penampilan fisik yang

1) Memperhatikan postur tubuh, karena postur tubuh mengirimkan pesan tertentu pada orang-orang yang ada di sekitar Anda. Jika pesan tersebut memancarkan rasa percaya

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelincahan adalah kemampuan fisik yang memungkinkan seseorang untuk dapat cepat merubah posisi tubuh dan

Faktor internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh: kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti kemampuan

Sedangka setelah melakukan pekerjaan (aktivitas fisik), denyut jantung, pernapasan dan pembuluh darah akan lebih cepat kembali keadaan normal daripada orang yang

Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak demikian merasa sulit untuk memahami