Latar Belakang
kemampuan siswa home-schooling dalam menghadapi tantangan hidup ini memiliki keterkaitan dengan salah Fokus dalam penelitian ini adalah masalah satu dimensi psychological well-being Ryff (1989, dalam psychological well-being (PWB) pada remaja yang Ryff dan Keyes, 1995) yaitu kemandirian (autonomy).Perdebatan yang kedua tentang home-mengikuti pendidikan home-schooling tipe komunitas.
schooling adalah mengenai kemampuan sosialisasi Penelitian ini berangkat dari pro dan kontra yang
siswa. Para pengkritik home-schooling berargumen muncul dalam penyelenggaraan home-schooling. Jika bahwa siswa home-schooling melewatkan pengalaman merujuk kepada penjelasan historis bahwa munculnya untuk menghadapi keanekaragaman dalam interaksi sosial (Romanowski, 2001, dalam Lauzon, 2007). pendidikan home-schooling adalah untuk menyediakan
Penelitian lain yang dilakukan oleh Molino (tt) proses pembelajaran yang aman dan ramah terhadap
menunjukkan bahwa terdapat interaksi sosial yang siswa yang tidak diperoleh dari sekolah formal, sehingga kurang optimal pada remaja yang mengikuti
home-schooling. Subjek dalam penelitian tersebut lebih sering memperkuat psychological well-being siswa, namun
melakukan aktifitas sendiri, seperti membaca buku masih banyak dijumpai perdebatan yang dialamatkan
dirumah. Subjek juga tidak memiliki kenalan teman pada penyelenggaraan home-schooling yang kemudian
sebaya yang baru untuk dijadikan teman dekat semenjak berpengaruh pada well-being. mereka mengikuti home-schooling. Namun demikian Perdebatan yang pertama adalah terkait terdapat penelitian-penelitian yang menyatakan bahwa tentang kemampuan siswa home-schooling dalam home-schooling tidak sampai mengisolasi remaja dari menghadapi tantangan hidup. Para pengkritik home- aktifitas-aktifitas kelompoknya atau dari interaksinya schooling berpendapat bahwa siswa home-schooling dengan orang dewasa. Remaja home-schooling tetap memiliki keterbatasan dalam kemampuannya untuk terlihat aktif dalam kegiatan seperti olah raga, menghadapi realitas hidup yang penuh tantangan perkemahan, dan aktifitas seni. Lebih lanjut menurut karena terbiasa hidup dengan lingkungan internal penelitian-penelitian dari Smedley dan Blok (1992, keluarga (Luffman, 1997, dalam Arai, 1999). Lebih lanjut 2004, dalam Lauzon, 2007), siswa home-schooling juga lagi menurut Menendez (1996, dalam Arai 1999), siswa memiliki kemampuan yang lebih matang dalam home-schooling akan cenderung terkungkung dalam berinteraksi dengan orang dewasa ataupun dengan lingkungan rumah sehingga ia tidak siap dalam teman sebaya dikarenakan tuntutan pendidikan yang menghadapi keberanekaragaman budaya. Hal ini akan ramah membuat para siswa memiliki perkembangan berdampak kepada pengembangan keterampilan hidup sosial yang lebih matang, sehingga mereka dapat lainnya, seperti keterampilan untuk bekerja dengan menikmati peran sosial mereka dengan tanpa kendala di orang lain, keterampilan interpersonal, kemampuan masyarakat. Lebih lanjut, kemampuan sosial juga untuk menghargai nilai-nilai orang lain, dan masih menjadi kajian yang penting dalam konsep banyak lagi. Kritikan diatas bertolak belakang dengan psychological well-being yaitu membina hubungan pendapat dari beberapa ahli, antara lain Montgomery positif dengan orang lain (positive relationship) (Ryff , (1989, dalam Mason, 2004) yang melaporkan dalam 1989, dalam Ryff & Singer, 2008). Fromm (1955, dalam penelitiannya bahwa siswa home-schooling memiliki Hall & Llindzey, 1993) menganjurkan bahwa dalam kemampuan pemecahan masalah dan kepemimpinan suatu masyarakat hendaknya manusia berhubungan yang sama bagusnya dengan siswa formal. Hal ini satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar dikarenakan bahwa siswa-siswa home-schooling juga dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas. berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga orang Kriteria suatu masyarakat yang dikemukakan Fromm dewasa lainnya dalam kegiatan pembelajaran di home- menuntut adanya hubungan yang baik pada sesama schooling mereka. Interaksi ini yang melengkapi manusia. Kriteria atau norma yang baik untuk hidup kemampuan siswa-siswa home-schooling dengan dengan baik adalah adanya kehangatan, empati, dan keterampilan hidup (life-skills) yang dibutuhkan dalam afeksi (Ryff, 1989, dalam Ryff & Singer, 2008).
menghadapi tantangan di masyarakat. Lebih lanjut, Perdebatan yang ketiga adalah terkait dengan Sheffer (1995, dalam Mason, 2004) melakukan masalah prestasi akademik yang dimiliki oleh siswa wawancara dengan beberapa siswa home-schooling home-schooling. Para pengamat pendidikan memiliki untuk mengetahui karakter yang berkembang setelah kekhawatiran bahwa model pendidikan home-schooling mereka mengikuti program ini. Hasil dari penelitian yang cenderung lebih fleksibel dibandingkan sekolah Sheffer menunjukkan berbagai karakter seperti percaya formal menyebabkan pantauan penyelenggaraan diri, memiliki motivasi yang tinggi untuk mewujudkan pendidikannya-pun cenderung lemah, sehingga dapat cita-citanya, dan keterampilan interpersonal dalam
hubungan pertemanan. Pro dan kontra tentang
Dimas Masunga Raditya
Aryani Tri Wrastari, S.Psi., M.Ed (ReAssEv)
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Korespondensi: Dimas Masunga Raditya, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail: dimas.masunga.raditya@gmail.com
Abstract.
The implementation of home-schooling still became the topic of the debate to be seen by his influence to the student that is related to the home-schooling student's capacity in living challenge, the socialization capacity and academic achievement of the student, all of them had the relevance with the concept psychological wellbeing. However from various researches were carried out about home-schooling, still a little that direcly discussed his connection with wellbeing. This researches were still limited discussed about rumours was separated that was respective could contribute towards the condition of well-being. Therefore, this research aimed at equipping researches beforehand, that is to see the picture of psychological wellbeing to the adolescent direcly by using perspective of the theory psychological wellbeing from Carol Ryff that came from the foundation of eudaimonic philosophy. In this study, researcher used six dimensions of wellbeing from Ryff (1989), namely: autonomy, personal growth, self-acceptance, life purpose, environmentally mastery and positive relationship with others.The study was conducted at 2 females and 2 males students aged between 14-17 years old who follow the home-schooling community types in Surabaya. The the method of data collection techniques interviews. This study used qualitative case study method. Data analysis techniques in this research is thematic analysis. The result of this study showed the four participants have psychological wellbeing are prominent int the positive relationship with others and environmental mastery dimension. Then the factors that most contribute to the formation of adolescent psychological wellbeing in the home-schooling education is: facilities and infrastructure in home-schooling, subjects quantity, closeness with the tutors, closeness with friends at home-schooling, and closeness with their parents.
Keywords: Adolescent, Psychological wellbeing, Home-schooling
Abstrak.
Penyelenggaraan home-schooling masih menjadi topik perdebatan untuk dilihat pengaruhnya pada siswa yaitu terkait dengan kemampuan siswa home-schooling dalam menghadapi tantangan hidup, kemampuan sosialisasi dan prestasi akademik siswa, semuanya memiliki relevansi dengan konsep psychological well-being. Namun dari berbagai penelitian yang telah dilakukan tentang home-schooling, masih sedikit yang secara langsung membahas keterkaitannya dengan well-being. Penelitian-penelitian tersebut masih terbatas membahas tentang isu-isu terpisah yang masing-masing dapat menyumbang terhadap kondisi well-being seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran psychological wellbeing remaja secara langsung dengan menggunakan perspektif teori psychological wellbeing dari Carol Ryff yang berasal dari dasar filsafat eudaimonic. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan enam dimensi well-being dari Ryff (1989) yaitu: autonomy, personal growth, self-acceptance, purpose in life, environmentall mastery dan positive relationship with others.Penelitian dilakukan pada 2 siswa perempuan dan 2 siswa laki-laki berusia antara 14-17 tahun yang mengikuti home-schooling tipe komunitas di Surabaya. Teknik pengumpulan data yaitu dengan wawancara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik. Hasil penelitian ini menunjukan keempat partisipan memiliki psychological-wellbeing yang menonjol dalam dimensi positive relationship with others dan environmental mastery. Kemudian faktor-faktor yang paling berkontribusi pada pembentukan psychological wellbeing remaja yang mengikuti pendidikan home-schooling, yaitu: sarana dan prasarana di home-schooling, faktor kuantitas mata pelajaran, faktor kedekatan dengan tutor, kedekatan dengan teman di home-schooling, dan kedekatan dengan orang tua mereka masing-masing.
Kata Kunci : Remaja, Psychological wellbeing, Home-schooling
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
mempengaruhi prestasi akademik siswa konsep well-being Ryff (dalam perspektif eudaimonic-(Ravell, 1995 dalam Roache, 2009). Namun pendapat ini nya) ini sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dibantah oleh Rothermel (2012) dalam penelitiannya yang dikatakan oleh Aristotle (tt, dalam, Hummel, 1999) yang menunjukkan bahwa siswa home-schooling bahwa tujuan dari pendidikan adalah pencapaian memiliki prestasi akademis yang bagus meskipun tidak kebaikan (virtue) manusia. Aristotle menyatakan bahwa menerima pelajaran seperti di sekolah formal. semua bentuk pendidikan baik secara eksplisit maupun Penelitian lain oleh Frost dan Moris (1988 dalam implisit diarahkan untuk membentuk manusia yang Apostoleris, 1993) menunjukkan bahwa siswa home- ideal dan sangat penting untuk menyempurnakan schooling memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan realisasi diri (self-realization) manusia. Kebaikan yang dengan siswa sekolah formal dalam hal vocabulary, paling tinggi untuk semua cita-cita adalah kebahagiaan membaca, dan kemampuan bahasa. Menurut Allardt dan manusia yang bahagia adalah manusia yang (1976 dalam Sarkova, 2010) pemenuhan prestasi berpendidikan.
akademik sangat terkait dengan pencapaian self- Subjek pada penelitian ini adalah remaja. fulfillment siswa pada dimensi well-being. Jika siswa Keenam dimensi dalam PWB Ryff diatas merupakan terpenuhi kebutuhan belajarnya, seperti adanya aspek-aspek yang terkait dengan teori Erikson tentang apresiasi atas hasil kerjanya dan bimbingan terhadap perkembangan psikososial remaja. Menurut tahap proses belajarnya, maka akan menunjang siswa untuk perkembangan Psikososial Erickson, masa remaja memperoleh well-being dan mencapai prestasi berada pada tahap perkembangan identitas versus akademik yang dia inginkan. kekacauan identitas. Pada tahap ini individu tersebut Perdebatan-perdebatan yang telah dibahas mulai merasakan suatu perasaan mengenai diatas, memiliki relevansi dengan konsep psychological identitasnya, mulai menyadari sifat-sifat yang melekat well-being. Namun dari berbagai penelitian yang telah pada dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan dilakukan tentang home-schooling, masih sedikit yang ketidaksukaanya (self-acceptance). Kemudian pada secara langsung membahas keterkaitannya dengan well- tahap identitas versus kekacauan identitas, individu being. Penelitian-penelitian tersebut masih terbatas mulai menyadari tujuan-tujuan yang dikejarnya dimasa membahas tentang isu-isu terpisah yang masing- depan. Hal ini terkait dengan dimensi tujuan hidup masing dapat menyumbang terhadap kondisi well-being (purpose in life), individu juga mulai menyadari seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri untuk melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya, (autonomy). Kemudian individu tersebut telah siap yaitu untuk melihat gambaran psychological wellbeing untuk memasuki suatu peranan yang berarti ditengah remaja secara langsung dengan menggunakan masyarakat, entah peranan ini bersifat menyesuaikan perspektif teori psychological wellbeing dari Carol Ryff diri atau memperbarui. (relationship dan enverimental yang berasal dari dasar filsafat eudaimonic. mastery). Selanjutnya, pada tahap identitas versus Penggunaan teori Ryff dalam penelitian kekacauan identitas, ego memiliki kapasitas untuk tentang home-schooling ini dirasa sangat sesuai karena memilih dan mengintegrasikan bakat-bakat, dengan filsafat eudaimonic-nya, ia mencoba melihat kemampuan-kemampuan dan keterampilan-konsep well-being pada manusia secara positif sehingga keterampilan diri (personal growth).
sesuai dengan konteks pendidikan itu sendiri. Selain itu, penelitian ini juga memfokuskan Ryff & Singer (1998, 2000, dalam Ryan & Deci, kepada remaja yang mengikuti pendidikan home-2001) telah melakukan pendalaman pada pertanyaan schooling tipe komunitas didasarkan kepada adanya tentang wellbeing dalam konteks perkembangan kecenderungan perubahan hubungan orang tua dan rentang hidup seseorang (life span), yang juga remaja, dimana remaja mulai mencari pola hubungan terpengaruh oleh Aristotle, mereka mendiskripsikan lain sebagai proses untuk lebih dapat memahami diri bahwa well-being bukanlah hal yang sederhana seperti sendiri dan bernegosiasi dengan tuntutan lingkungan usaha untuk memperoleh kesenangan, tetapi (Resnick, 1998 dalam Reddy, Rhodes & Mulhall 2003). merupakan perjuangan untuk menjadi sempurna yang Hal ini diperkuat oleh pendapat Bossard dan Boll (1966) dicerminkan dari realisasi potensi diri yang sejati (true serta Santrock dan Yussen (1984) dalam Cripps dan potensial) (Ryff dan Keyes, 1995). Hal ini sesuai dengan Zyromski (2009) bahwa dalam masa remaja terdapat filsafat eudaimonic bahwa tidak semua pencapaian peralihan realitas dari hubungan yang dekat dengan keinginan dari manusia akan menghasilkan wellbeing, orang tua kepada perpisahan dengan orang tua untuk meskipun itu dapat membuat seseorang merasa lebih terlibat dengan kelompok sebaya dan orang lain. bahagia. Kebahagiaan yang bermakna dan membuat Peralihan hubungan dalam tahapan remaja ini dapat seseorang dapat mencapai sebuah kebijakan (virtue) dilihat pada home-schooling tipe komunitas, karena inilah yang membuat seseorang mencapai kondisi well- dalam proses belajarnya, remaja akan berhubungan being (Ryan & Deci, 2001). Pencapaian kebijakan dalam dengan tutor dan teman-teman lain yang tergabung
dalam komunitas home-schooling-nya. 4) Tujuan hidup (Purpose in Live) adalah dimana Namun demikian, mereka juga tetap memiliki individu memiliki tujuan dan keterarahan hubungan dengan orang tua dalam proses belajarnya,
dalam hidupnya, dapat menemukan makna mengingat kurikulum home-schooling tipe komunitas
pada kehidupan saat ini dan masa lalunya, menekankan kepada 50% pembelajaran dengan orang
tua. memiliki nilai-nilai yang diyakini dan
Permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam memberikan tujuan hidup, memiliki tujuan grand tour question, yaitu: Bagaimana gambaran
yang objektif dalam hidup (Ryff & Singer, psychological well being remaja yang mengikuti
2008). pendidikan homeschooling tipe komunitas? Pertanyaan
ini lebih mengacu kepada penjabaran enam dimensi 5) Penerimaan diri (self-acceptance) adalah PWB menurut Ryff (1989, dalam Ryff & Singer, 2008). dimana individu memiliki sikap positif Untuk memperkaya atau memperdalamnya, maka
terhadap diri; mengenali dan menerima dibuat subquestion, yaitu: Faktor-faktor apakah dalam
berbagai macam aspek diri, baik kualitas diri home-schooling yang paling berkontribusi pada
pembentukan psychological well-being remaja? yang baik dan buruk; merasakan hal positif pada masa lalu (Ryff & Singer, 2008).
6) Kemandirian (autonomy) adalah kemampuan Definisi psychological wellbeing menurut Ryff untuk menentukan hal-hal tertentu seorang (1995, dalam Ryan & Deci, 2001) adalah keadaan diri (self-determining dan independent), individu dalam potensi diri yang sejati (true potensial) mampu melawan tekanan sosial dengan yang ditandai ia dengan terpenuhinya enam aspek berpikir dan berprilaku dalam beberapa hal,
dalam diri seseorang, yaitu: mengatur perilaku dari dalam diri, dan
1) Penguasaan lingkungan (enviromental mengevaluasi diri dengan. mastery) adalah dimana individu merasa
mengusai dan memiliki kompetensi dalam
instrumental dan teknik penggalian data mengelola lingkungan, mengendalikan
berbagai macam aktivitas eksternal yang berupa wawancara pada keempat partisipan. Dalam kompleks, menggunakan peluang dengan penelitian ini jenis triangulasi data yaitu triangulasi efektif, mampu untuk menciptakan atau
yang digunakan berupa variasi sumber-sumber data memilih lingkungan yang sesuai dengan
yang berbeda (Patton, 1990, dalam Poerwandari, 2011) kebutuhan dan nilai-nilai diri (Ryff & Singer,
2008) berupa wawancara dengan significant others. Hal ini
2) Pertumbuhan pribadi (personal growth) disebabkan karena hasil wawancara dengan significant adalah dimana individu merasa memiliki others akan menambah kejelasan data psychological kebersinambungan perkembangan, melihat wellbeing pada siswa home-schooling.
diri sebagai hal yang sedang tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman
baru, mengenali potensi-potensi dalam diri, Enviromental mastery
melihat peningkatan dalam diri dari waktu ke Keempat partisipan sama-sama merasa lebih waktu, berubah dalam beberapa hal yang mampu untuk menerima pelajaran atau tugas yang di menggambarkan bertambahnya pengetahuan berikan di home-schooling dibandingkan seperti yang dan keefektifan (Ryff & Singer, 2008) mereka hadapi di sekolah formal dahulu karena merasa 3) Hubungan yang positif dengan orang lain materi pelajaran di home-schooling tidak terlalu padat
(positive relationship with other) dimana
seperti di sekolah formal mereka dahulu. hubungan individu dengan orang lain
dilandasi dengan kehangatan (warm),
Personal growth keintiman, kepuasan,kepercayaan, dan
Ketiga partisipan yaitu BGS, CH, dan MD empati yang kuat; memahami prinsip
merasakan peningkatan pada kualitas diri selama memberi dan menerima dalam hubungan
mereka sekolah di home-schooling. Sementara PTR kemanusiaan (Ryff & Singer, 2008).
Landasan Teori
Metode Penelitian
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
merasa tidak berkembang selama di home- lebih mampu untuk menerima pelajaran atau tugas yang schooling karena partisipan tidak mengikuti les di berikan di home-schooling dibandingkan ketika di tambahan. partisipan merasa penurunan kualitas sekolah formal dahulu. Keempat partisipan juga merasa suaranya karena sudah jarang latihan vocal. materi pelajaran di home-schooling tidak terlalu padat
seperti di sekolah formal mereka dahulu. c) Faktor kedekatan dengan tutor Positive relationship with others
Remaja dan tutor di home-schooling dapat Keempat partisipan menikmati interaksi dan
dikatakan memiliki kualitas hubungan yang baik menjalin keakraban dengan orang lain, baik melalui (positive relationship with others) hal ini berpengaruh percakapan atau melakukan aktivitas bersama dengan kepada kondisi wellbeing remaja tersebut. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Nezlek, 2000 (dalam Ryan & tutor dan teman-teman di home-scholing.
Deci, 2001) yang merangkum sejumlah penelitian dan menyimpulkan bahwa kuantitas dari interaksi tidak Purpose in live
memprediksikan wellbeing, namun kualitas interaksilah Keempat partisipan memiliki cita-cita yang ingin yang memprediksikan wellbeing. Hal ini juga di dukung diraih. MD dan CH merasa home-schooling menunjang oleh Reis, 2000 (dalam Ryan & Deci, 2001) yang menemukan bahwa individu merasa memiliki utnuk meraih cita-cota mereka, sedangkan BGS dan
hubungan yang baik jika mereka merasa dimengerti, PTR tidak.
terlibat dalam percakapan yang bermakna, atau Self-acceptance
menjalin kegembiraan dengan orang lain. Kedekatan Keempat partisipan mengenali dan mengatasi
dengan tutor di home-schooling berpengaruh pada berbagai kelemahan dan ketakutan dalam diri mereka.
dimensi environmental mastery dan autonomy. Ryan Autonomy
and Stiller (1991, dalam Reddy, Rhodes, & Mulhall 2003) Keempat partisipan lebih berani menyampaikan
menemukan bahwa interaksi siswa dengan guru dalam keinginan atau pendapat terhadap hal tertentu
suasana hangat dan perasaan di dukung berhubungan meskipun keinginan atau pendapat tersebut berbeda
dengan kepercayaan diri yang lebih tinggi dan dengan orang lain. Namun demikian, mereka
pengambilan nilai-nilai yang positif pada siswa. cenderung lebih berani untuk menyampaikan
Keempat partisipan merasa memiliki hubungan yang keinginan atau pendapat kepada tutor daripada pada
hangat dengan tutornya. Sehingga membuat mereka guru di sekolah formal, teman atau orang tua mereka.
lebih berani untuk menanyakan sesuatu dan Faktor-faktor yang Terdapat di Home-schooling berpendapat kepada tutornya (autonomy). Hal ini akan yang Mempengaruhi Psychological wellbeing Remaja berpengaruh bagi penguasaan materi pelajaran di home-schooling (environmental mastery). Namun antara lain:
demikian ada pengaruh negatif dari hubungan siswa a) Sarana dan prasarana di home-schooling
dan tutor. Keempat siswa sering terlambat Keempat partisipan memiliki cita-cita dan hal-hal
mengumpulkan tugas. Hal ini menunjukan para siswa tertentu yang ingin dicapai atau dikuasai (purpose in
kurang mampu mengatur perilakunya dari diri sendiri live). Namun demikian home-schooling kurang dapat
(autonomy). Hal ini di sebabkan karena tutor kurang menunjang keinginan mereka tersebut. Hal ini
tegas dalam memberikan sanksi pada siswa. Tutor hanya disebabkan karena keterbatasan fasilitas yang di miliki
memberikan teguran kepada siswa yang terlmbat home-schooling. Mengingat home-schooling ini baru
mengumpulkan tugas. berdiri 1, 5 tahun yang lalu dan sedang dalam proses
Keempat partisipan juga merasa lebih nyaman pengembangan. Sarana dan prasarana juga berkaitan
ketika berada di home-schooling daripada di sekolah dengan psychological wellbeing hal ini mengacu pada
formalnya dahulu dan di rumah. Sehingga sering kali bagaimana seseorang mempunyai kesempatan untuk
mereka berkunjung ke home-schooling walaupun tidak realisasi diri, jika ia mempunyai sumber (resources)
ada jadwal sekolah. Hal ini mereka lakukan karena untuk mewujudkan bakat dan kapasitas diri (Dowd,
merasa bosan di rumah (environmental mastery). 1990, dalam Ryff & Singer, 2008).
Hubungan dengan tutor juga membuat ketiga b) Faktor kuantitas mata pelajaran
partisipan dapat merasakan kebersinambungan Materi pelajaran yang di berikan di
home-perkembangan pada diri mereka (personal growth). schooling sedikit berbeda dengan materi pelajaran yang
Ketiga partisipan yaitu BGS, CH, dan MD Merasakan terdapat di sekolah formal. Mata pelajaran yang di
peningkatan pada kualitas diri selama mereka sekolah di berukan tidak padat dan hal ini berpengaruh bagi
home-schooling. Namun demikian PTR merasa tidak mampu atau tidaknya siswa dalam mengelola tugas dan
berkembang selama di home-schooling karena menerima materi pelajaran (environmental mastery).
partisipan tidak mengikuti les tambahan. Dari keterangan keempat partisipan, mereka merasa
d) Kedekatan dengan teman di home-schooling others). Interaksi siswa dan tutor tidak hanya terjadi Menurut penelitian, remaja yang memiliki kulitas ketika pelajaran berlangsung. Siswa dan tutor juga pertemanan yang bagus pada umumnya memiliki self- sering berinteraksi di luar kelas ketika tidak sedang esteem yang lebih tinggi, meingkatkan kemampuan tidak ada pelajaran. Siswa sering bermain atau penyesuaian sosial (social adjustment) dan kemampuan menceritakan masalah pribadinya kepada tutor. untuk menanggulangi stres bila dibandingkan dengan Kualitas hubungan yang baik dengan tutor membuat remaja yang memiliki kualitas pertemanan yang kurang keempat partisipan tidak segan ketika bertanya atau baik (Gauze, Bukowski, & Aquan-Assee, 1996; Hartup & menyampaikan pendapat terkait materi pelajaran atau Stevens, 1999; Keefe & Berndt, 1996; Townsend, tugas yang belum mereka pahami, dimana hal ini McCracken, & Wilton, 1988, dalam Zimmer & Gallaty, membantu mereka dalam penguasaan materi pelajaran 2006). Dalam penelitian ini juga ditemukan hasil yang (environmental mastery). Keempat partisipan memiliki serupa dengan penelitian sebelumnya yang membahas keinginan-keinginan yang hendak dicapai, hal ini kualitas hubungan dengan teman sebaya (Gauze, menunjukan bahwa mereka memiliki poin positif pada Bukowski, & Aquan-Assee, 1996; Hartup & Stevens, dimensi purpose in live. Mereka juga sedang dalam 1999; Keefe & Berndt, 1996; Townsend, McCracken, & kebersinambungan perkembangan ke arah positif pada Wilton, 1988, dalam Zimmer & Gallaty, 2006). Ketiga karakter diri mereka (personal growth) dan berusaha partisipan yaitu BGS, PTR dan CH merasa lebih nyaman mengatasi kelemahan-kelemahan diri mereka (self-berinteraksi dengan teman-temannya di home- acceptance). Keempat partisipan lebih berani s c h o o l i n g d a r i p a d a d i s e k o l a h f o r m a l n y a menyampaikan keinginan-keinginanya pada tutor dahulu.Sementara MD tidak memiliki sahabat di home- terkait masalah akademis ataupun pribadi. Namun scholing seperti saat di sekolah formalnya dahulu. Hal demikian keempat partisipan juga kurang dapat ini di karenakan MD baru beberapa bulan sekolah di mengatur perilaku dari dalam diri (autonomy), hal ini di home-shooling. t u n j u k a n ke t i k a m e r e k a s e r i n g t e r l a m b a t e) Kedekatan dengan orang tua mengumpulkan tugas, namun tutor sering memberi
P a d a m a s a r e m a j a i n d i v i d u m e m i l i k i toleransi kepada mereka.
kecenderungan perubahan hubungan orang tua, Penelitian kualitatif ini masih memiliki dimana remaja mulai mencari pola hubungan lain
banyak kekurangan dalam segi penggalian informasi sebagai proses untuk lebih dapat memahami diri sendiri
yang kurang mendalam. Sebaiknya untuk peneliti dan bernegosiasi dengan tuntutan lingkungan (Resnick,
1998 dalam Reddy, Rhodes & Mulhall 2003). Hal ini selanjutnya melengkapinya dengan metode observasi. diperkuat oleh pendapat Bossard dan Boll (1966) serta Penulis juga mengharapkan peneliti selanjutnya dapat Santrock dan Yussen (1984) dalam Cripps dan Zyromski
melengkapi penelitian ini, yaitu dengan meneliti (2009) bahwa dalam masa remaja terdapat peralihan
psychological wellbeing pada siswa home-schooling yang realitas dari hubungan yang dekat dengan orang tua
kepada perpisahan dengan orang tua untuk lebih diajar langsung oleh orang tuanya di rumah. Karena terlibat dengan kelompok sebaya dan orang lain. Dalam peran orang tua tentunya akan memberikan pengaruh penelitian ini ditemukan hasil yang serupa yaitu
yang berbeda selama proses belajar mengajar keempat partisipan merasa lebih dekat dengan tutor dan
berlangsung. teman-temannya daripada dengan orang tua. Mereka
Saran yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sering menceritakan hal pribadi dan bercanda (positive
adalah dianjurkan siswa dapat memanfaatkan waktu relationship) dengan tutor dan teman-temannya,
luangnya di home-schooling dengan sebaik mungkin, namun tidak dengan orang tuanya. Disini terlihat bahwa
misalkan mengisi waktu luang tersebut dengan terdapat jarak antara siswa dan orang tua dan tutor
mengikuti kegiatan lainnya seperti les tambahan baik mampu menggantikan peran ini dari orang tua.
itu di bidang akademis ataupun non akademis. Karena
Simpulan dan Saran
hal ini akan berpengaruh pada dimensi purpose in live, Berdasarkan hasil pembahasan, keempat
personal growth, self-acceptance, dan environmental siswa home-schooling dalam penelitian ini
mastery bagi para siswa. menunjukkan kondisi psychological-wellbeing yang
Tutor telah mampu membangun hubungan yang berbeda-beda pada masing-masing partisipan, namun
baik dengan siswa, namun demikian kurang dapat jika disimpulkan secara keseluruhan maka keempat
menegakkan disiplin kepada para siswa jika tidak partisipan dapat dikatakan memiliki
psychological-mematuhi peraturan yang telah di tetapkan. Kemudian wellbeing yang menonjol dalam dimensi positive
bagi pengelola home-schooling diharapkan untuk lebih relationship with others dan environmental mastery. Hal
mengembangkan sarana dan prasarana yang ada agar ini disebabkan keempat partisipan dan tutor memiliki
dapat memfasilitasi minat para siswa yang beragam. kualitas hubungan yang baik (positive relationship with
6
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
PUSTAKA ACUAN
Apostoleris, N, H. (1993). An Interdisciplinary Investigation of Homeschooling. Wesleyan University. Arai, A, B. (1999). Homeschooling and the Redefinition of Citizenship. Wilfrid Laurier University.
Cripps, K. & Zyromski, B. (2009). Adolescents' psychological well-being and perceived parental involvement: implications for parental involvement in middle schools. RMLE Online, 33(4).
Hall, C. S. & Lindzey, G. (1993). Teori-Teori Psikodinamik. Yogyakarta. Kanisius Hummel, C. (1999). Aristotle. International Bureau of Education, 23(1/2) 39-51.
Lauzon, A. (2007). Homeschooling: the socialization of homeschooled children compared to that of traditional schooling. Nipissing University.
Mason, G. (2004). Homeschool Recruiting: LessonsLearned on the Journey. Journal of the National Association for College Admission Counseling. No 185.
Poerwandari, E. K. (2011). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok:LPSP3.
Reddy, R. Rhodes, J, E. Mulhall, P. (2003). The influence of teacher support on student adjustment in the middle school years: A latent growth curve study. Development and Psychopathology. 15, 119–138.
Roache, L, E. (2009). Parental Choice and Education: The Practice of homeschooling. Massey University.
Ryan, R. M. & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potentials: areview of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Reviews Psychology, 52, 141–166.
Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well-being revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (4), 719-727
Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2008). Know thyself and become what you are: a eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9, 13-39
Rygby, K. (2003). Consequences of Bullying in Schools. Can J Psychiatry. Vol 48. No 9.
Sarkova, M (2010). Psychological well-being and self-esteem in Slovak adolescents. Slovak Academy of Sciences. Zimmer, M. J. & Gallaty, K. J. (2006). Hanging out or hanging in?: young females' socio-emotional functioning and the
changing motives for dating and romance. Advances in Psychology Research, 44.