• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi bahan organik untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati< Tectona grandis L.f. dan kolonisasi cendawan mikoriza arbuskula lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi bahan organik untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati< Tectona grandis L.f. dan kolonisasi cendawan mikoriza arbuskula lokal"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

EKA RESTU

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SELEKSI BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis L. f.) DAN

KOLONISASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA LOKAL

EKA RESTU

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Seleksi Bahan Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis L. f.) dan Kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Lokal

Nama : Eka Restu NIM : E14201036

Disetujui

(Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For. Sc.) Dosen Pembimbing

Diketahui

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) Dekan Fakultas Kehutanan

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1983 dari Bapak Muhammad Said dan Ibu Nursiah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1989 ketika masuk di SDN Cihideung Ilir IV, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Ciampea, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 1998, kemudian penulis melanjutkan ke SMUN 1 Leuwiliang, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2001.

Tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan (MNH) pada Program Studi Budidaya Hutan (BDH). Penulis pernah melaksanakan Praktek Umum Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juni-Agustus 2004, Praktek Umum Pengenalan Hutan dilaksanakan di daerah Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah, sedangkan Praktek Umum pengelolaan Hutan dilaksanakan di Getas, Jawa Timur. Pada bulan Juni-Agustus 2005 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Neglasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai Anggota BEM Fakultas Kehutanan (BEM-E) periode 2002-2003, Ketua Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Forest Management Students Club (FMSC), Human Resources Development Staf in ASEAN Forestry Students Association (AFSA), dan Wakil Ketua Umum Korps Sukarela (KSR) PMI UNIT I IPB periode 2003-2004.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Seleksi Bahan Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis L. f.) dan Kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Lokal” dibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.

(5)

ABSTRAK

EKA RESTU. Seleksi Bahan Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis L. f.) dan Kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Lokal. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR.

Bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro dan sebagai perekat butiran lepas serta cenderung meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983). Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Unsur hara yang tidak tersedia di dalam tanah dapat diatasi dengan penambahan bahan organik, dan pertumbuhan mikroorganisme di dalam tanah dapat meningkat dengan penambahan bahan organik. Salah satu mikroorganisme yang mempunyai peranan penting di dalam tanah adalah cendawan mikoriza arbuskula. Imas et al. (1989) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara mikoriza dengan kandungan bahan organik tanah, dimana bahan organik digunakan untuk pertumbuhan mikoriza.

Mikoriza selain berperan penting di dalam tanah juga bermanfaat bagi tanaman, dimana dengan adanya mikoriza pertumbuhan tanaman dapat menjadi lebih cepat dan tanaman menjadi lebih tahan terhadap kekeringan. Keberadaan mikoriza sangat diperlukan untuk pohon-pohon kehutanan yang pada umumnya memiliki laju pertumbuhan yang relatif lambat dan daur yang lama, sehingga diperlukan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasilnya. Salah satu contoh pohon hutan adalah pohon jati. Pohon jati memiliki nilai guna dan nilai jual yang tinggi, hal itu didasarkan atas luasnya pangsa pasar produk jati baik di dalam maupun di luar negeri. Permasalahan dalam budidaya pohon jati adalah laju pertumbuhannya yang relatif lambat dan daurnya yang lama. Dengan penambahan bahan organik berupa tulang ayam, tulang sapi, kulit telur ayam, dan kascing diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan semai jati dan kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula lokal sehingga dihasilkan semai jati dengan pertumbuhan yang cepat dan berkualitas.

(6)

dengan menggunakan blok. Parameter pertumbuhan semai jati yang diamat meliputi tinggi, diameter, berat basah semai, berat kering semai, Nisbah Pucuk Akar (NPA) semai, Indeks Mutu Bibit (IMB), jumlah spora, dan infeksi akar semai jati. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan faktor tunggal yaitu formulasi bahan organik dengan zeolit dan kaolin.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji keragaman menunjukan bahwa penambahan formulasi bahan organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap 29 parameter (85,29%) dan pengaruh sangat nyata terhadap 27 parameter (79,12%) dari 34 parameter yang diamati. Fakta lain yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tidak terlalu tingginya koefisien keragaman (KK) yang dihasilkan, yaitu berkisar antara 7%-32%. Dengan kata lain pengaruh lingkungan luar terhadap parameter yang diamati hanya sekitar 7%-32%, sedangkan sebagian besar lainnya berasal dari pengaruh perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan dihasilkan 3 perlakuan yang memberikan nilai terbesar dari 34 parameter pengamatan. Ketiga perlakuan tersebut secara berurutan yaitu perlakuan F dengan nilai persentase sebesar 52,94%, perlakuan C sebesar 14,71%, dan perlakuan M dengan persentase sebesar 5,88%. Perlakuan yang menghasilkan pengaruh terendah dalam penelitian ini secara berurutan yaitu perlakuan L dengan nilai sebesar 41,18%, perlakuan J sebesar 23,53%, dan perlakuan G dengan nilai 11,76%. Perlakuan F dan perlakuan C merupakan perlakuan dari tepung tulang sapi dan tulang ayam dengan dosis yang paling tinggi yaitu 2 gram.

(7)
(8)

Halaman

Peran Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 10

Tulang Ayam ... 10

Pengertian Mikoriza... 14

Klasifikasi Mikoriza... 15

Taksonomi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ... 16

Ciri Morfologi CMA... 18

Ekologi CMA ... 19

Manfaat Mikoriza ... 20

Peran CMA dalam Ekosistem ... 21

Manfaat CMA dalam meningkatkan pertumbuhan jati ... 22

(9)

Pengeringan Benih... 27

Penyiapan Media Tabur ... 27

Penaburan Benih... 27

Penyiapan Media Sapih... 28

Penyapihan ... 28

Penambahan Bahan Organik ... 28

Pemeliharaan ... 28

Penyulaman ... 29

Pengamatan dan Pengukuran... 29

Kadar Air Tanah ... 29

Perhitungan Persen Kecambah ... 29

Perhitungan Rata-Rata Hari Berkecambah (RH)... 29

Tinggi Semai ... 30

Perkecambahan Benih Jati ... 36

Tinggi Semai ... 38

Pengaruh Formulasi Tepung Tulang Ayam ... 62

Pengaruh Formulasi Tepung Tulang Sapi... 63

Pengaruh Formulasi Tepung Kulit Telur ... 64

Pengaruh Formulasi Tepung Kascing... 65

SIMPULAN Simpulan ... 67

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(10)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kandungan nutrisi tepung tulang rawan ayam pedaging ... 11

2. Komposisi komponen kimiawi kascing... 12

3. Komposisi kimia sekam padi (persentase bahan kering) ... 23

4. formulasi perlakuan yang diberikan dalam penelitian ... 28

5. Nilai Fhitung dan probabiltas pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter perttumbuhan semai jati ... 35

6. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi semai jati... 41

7. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap pertambahan diameter semai jati... 43

8. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat basah akar semai jati... 44

9. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat basah pucuk semai jati 45

10.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat basah total semai jati... 47

11.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat kering akar semai jati.. 48

12.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat kering pucuk semai jati... 49

13.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat kering total semai jati . 50 14.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap NPA basah semai jati ... 52

15.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap NPA kering semai jati ... 53

16.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap IMB semai jati ... 55

17.Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora semai jati... 57

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Tanaman jati dalam suatu areal tegakan hutan beserta bagian-bagiannya ... 6

2. Bahan organik yang digunakan dalam penelitian ... 24

3. Peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian... 25

4. Skema perhitungan jumlah spora yang berasal dari tanah ... 31

5. Grafik persen kecambah kumulatif benih jati selama perkecambahan ... 37

6. Kegiatan penyapihan dan pemberian perlakuan terhadap semai jati pada awal pengamatan... 38

7. Pertumbuhan semai jati di lapangan pada awal dan akhir pengamatan ... 38

8. Grafik pertambahan tinggi semai jati umur 16 minggu ... 39

9. Bentuk fisiologi semai jati umur 16 minggu yang telah diberi perlakuan ... 40

10.Grafik pertambahan diameter semai jati umur 16 minggu ... 42

11.Jenis spoa Glomus sp yang diperoleh pada media semai jati sebelum diberi perlakuan... 56

12.Spora Glomus sp yang diperoleh pada media semai jati umur 16 minggu ... 56

13.Spora Acaulospora sp yang diperoleh pada semai jati umur 16 minggu ... 57

14.Infeksi akar oleh hifa mikoriza yang terjadi pada akar semai jati yang akan diberi perlakuan... 59

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Lay out pengamatan semai jati di lapangan ... 72

2. Tally sheet pengamatan semai jati di lapangan... 73

3. Hasil perkecambahan benih semai jati selama 42 hari pengamatan ... 75

4. Data hasil pertambahan tinggi semai jati... 76

5. Data hasil pertambahan diameter semai jati ... 78

6. Hasil pengamatan berat semai jati umur 8 MST ... 80

7. Hasil pengamatan berat semai jati umur 16 MST ... 82

8. Hasil pengamatan infeksi akar semai jati umur 8 MST dan 16 MST ... 84

9. Hasil pengamatan jumlah spora semai jati umur 8 MST dan 16 MST ... 86

10.Hasil pengamatan indeks mutu bibit umur 16 MST ... 88

11.Hasil uji normalitas galat dan homogenitas ragam dari perlakuan yang diberikan pada semai jati ... 90

12.Hasil uji lanjut Duncan parameter pertumbuhan jati umur 8 MST ... 91

13.Hasil uji lanjut Duncan parameter pertumbuhan jati umur 16 MST ... 92

14.Hasil uji lanjut Duncan parameter pertumbuhan jati umur16 MST ... 93

15.Matrik korelasi parameter pertumbuhan semai jati dengan persen infeksi akar dan jumlah spora ... 94

16.Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi semai jati ... 95

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro dan sebagai perekat butiran lepas serta cenderung meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983). Bahan organik dapat menyediakan beberapa unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara yang tidak tersedia didalam tanah dapat diatasi dengan penambahan bahan organik. Penambahan bahan organik selain dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman juga dapat meningkatkan pertumbuhan mikoriza dalam tanah. Imas et al. (1989) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara mikoriza dan kandungan bahan organik tanah, dimana bahan organik tanah digunakan untuk pertumbuhan mikoriza. Dampak CMA terhadap penyusutan penyakit bawaan tanah (soil-borne diseases) telah dievaluasi terutama dalam kajian-kajian cendawan tanah patogenik seperti Phytophthora, Aphanomyces, Fusarium dan Verticillium (Aguilar dan Barea, 1996) dan nematoda penyebab busuk dan luka akar serta puru akar (Guillemin et al., 1993; Pinochet et al., 1996). CMA merupakan simbion obligat dan daur hidupnya bergantung kepada akar-akar tanaman, dan sebagai imbalannya mereka menurunkan dampak penyakit akar dan mengurangi aras populasi jasad renik patogenik di dalam tanah, khususnya jika pasokan P menjadi faktor pembatas (Linderman, 1994).

(14)

baru dapat dipenuhi oleh Perum Perhutani sebesar 0,75 juta m3/tahun sehingga masih ada kekurangan sebesar 1,75 juta m3/tahun (Sumarna, 2005). Nilai jual produk jati yang tinggi dan pemasaran yang luas dapat memberikan pemasukan bagi pendapatan negara. Pada tahun 1998 harga kayu gelondong di pasar luar negeri Rp.9-15 juta/m3, dibandingkan dengan harga kayu kelas satu lainnya sebesar Rp.0,5 juta/m3 (Sumarna, 2005).

Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa jenis kayu ini memiliki pertumbuhan di alam yang relatif kecil, demikian pula dengan riap tumbuhnya (Sumarna, 2005). Pertumbuhan dan riap tumbuh yang relatif kecil membuat pohon jati membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat dimanfaatkan, sementara kebutuhan akan kayu jati dari tahun ke tahun terus meningkat. Untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya suatu kegiatan yang dapat meningkatkan pertumbuhan semai jati yang pada akhirnya akan diperoleh pohon jati yang berkualitas.

Penelitian ini mencoba untuk memanfaatkan bahan organik yang berupa tulang ayam, tulang sapi, kulit telur ayam, dan kascing yang terdapat di lingkungan sekitar untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan pada jati. Diharapkan dengan penambahan formulasi bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan semai jati dan kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula lokal.

Tujuan Penelitian

(15)

Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan bahan organik dengan dosis tertentu yang optimum untuk pertumbuhan semai jati.

2. Mendapatkan bahan organik dengan dosis tertentu yang dapat meningkatkan kolonisasi Cendawan Mikoriza Arbuskula lokal yang terdapat dalam tanah media semai jati.

3. Membuka peluang usaha berupa pemanfaatan bahan organik (tulang ayam, tulang sapi, kulit telur, dan kascing) sebagai pupuk organik.

Hipotesis

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Jati (Tectona grandis L. f.) Taksonomi

Menurut Sumarna (2005), tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis L. f. Di setiap negara, tanaman ini mempunyai nama lokal yang berbeda-beda, di Indonesia nama lokalnya jati, ching-jagu (di wilayah Asam); saigun, segun (Bengali); tekku (Bombay); kyun (Burma); saga, sagach (Gujarat); sagun, sagwan (Hindi); jadi, saguan, tega, tiayagadamara (Kannad); sag, saga, sgwan (Manthi); singuru (Oriya); bardaru, bhumisah, dwardaru, kaharachchad, saka (Sangskrit); tekkumaran, tekku (Tamil); dan adaviteeku, peddatekku, teekuchekka (Telugu). Tanaman ini dalam bahasa Jerman di kenal dengan nama teck atau teakbaun, sedangkan di Inggris di kenal dengan nama teak.

Secara historis, nama Tectona berasal dari bahasa Portugis (Tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi (Sumarna, 2005). Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub kelas : Dicotyledonae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis L. f.

Morfologi

(17)

Daun jati bersifat meranggas dan pada musim kemarau jati tidak berdaun sama sekali. Ukuran daun jati mampu mencapai panjang 30-60 cm dan lebar 20-35 cm. Permukaan daun jati ditumbuhi rambut halus pada kedua sisinya. Daun jati berbentuk lanceolate hingga oval lanceolate serta menempel pada batang secara berpasangan (petiolate).

Bunga jati termasuk ke dalam golongan biseksual yang tersusun secara mengelompok dengan ukuran kumpulan sebesar 40 cm x 35 cm. Ukuran bunga jati termasuk kecil berbentuk ovary ovoid yang terbagi atas 4 sel, setiap sel mengandung 1 ovul. Jati biasanya berbunga pada musim penghujan dn menggugurkan buahnya pada bulan-bulan musim kering. Di Thailand, masa berbunga jati biasanya pada bulan Juni-September sementara di Jawa jati biasanya berbunga pada bulan Oktober-November dan buahnya bisa di panen pada bulan Mei-September (Soerianegara dan Lemmans, 1994).

(18)

Gambar 1 Tegakan jati (A), Bunga jati (B), dan Buah jati (C), buah jati utuh (a), setelah dibelah (b) mendapatkan bagian-bagiannya yang terdiri dari mesokarp (1), endokarp (2) dan biji (3)

Geografi dan Penyebaran

Jati merupakan spesies asli dari daerah semenanjung India, Burma, Laos, Thailand dan Philipina. Menurut Lamprecht (1989) cakupan penyebaran daerah asli jati berkisar antara 10oLU-25oLU, sementara menurut Goh dan Manteuuis (2002) cakupan penyebaran daerah asli jati berkisar antara 9oLU-27oLU dan 75oBB-104oBB.

Penyebaran jati sekarang sudah mencapai berbagai belahan dunia, mulai dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara, benua Afrika (seperti Nigeria dan Togo, Kamerun, Zaire, Trinidad dan Honduras) hingga ke Amerika Latin (Lamprecht, 1989; Centeno, 2002). Jati juga sekarang diperkenalkan ke daerah Pasifik, yaitu Papua New Guinea, Fiji dan Kepulauan Solomon (Pandey dan Brown, 2000). Total luas hutan jati yang ada di seluruh dunia pada tahun 1997 mencapai lebih dari 3 juta hektar (Centeno, 1997), sedangkan pada tahun 1990 dilaporkan mencapai 2,5 juta hektar lebih (Goh dan Manteuuis, 2002). Di Indonesia jati mulai diperkenalkan sekitar 400-600 tahun silam dan sekarang telah tersebar hampir di seluruh pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumbawa, Maluku dan Lampung (Martawijaya, 1986; Soerianegara dan Lemmens, 1994).

Bunga

Buah jati

a b

A C

(19)

Hama dan Penyakit

Menurut Sumarna (2005) gangguan pertumbuhan terhadap tanaman jati dapat terjadi dari awal proses pembentukan bibit hingga akhir daur hidup dan produksi. Gangguan hama pada tanaman jati sejak tingkat pertumbuhan di persemaian hingga di areal pertanaman terdiri dari hama benih, hama di persemaian dan hama di areal pertanaman. Hama benih diantaranya ulat Dichorocis punctiferalis dan Pagyda salvalis (Lepidoptera: Pyralidae) yang merupakan hama penting. Selain itu, masih ada hama yang menyerang benih jati yaitu Gargara carinata, G. flavocarinata, G. pulchella, Leptocentrus vicarious (Homoptera: Membracidae), dan Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae). Jenis hama di persemaian terdiri dari Anomala sp., Clinteria klugi, Holotrichia sp., Oryctes rhinoceros, dan Lachnostera sp. (Coleoptera: Scarabaeidae). Jenis-jenis rayap yang menyerang akar diantaranya yaitu Microcerotermes sp., dan Odontotermes sp. Hama yang menyerang akar lainnya yaitu jenis Tettigoniella ferruginea. Selain itu, dijumpai jenis Tarbinskiellus portentosus yang menyerang batang dan daun anakan di persemaian. Jenis hama yang menyerang daun anakan lainnya seperti Aullarches miliaris, Eeucoptarca sp., Euprepocnemis sp., Hieroglyphus sp., dan Teratodes sp. Selain menyerang bibit di persemaian, hama-hama tersebut juga dapat menyerang tanaman umur 1-2 tahun.

(20)

Dihammus cervicus (Coleoptera: Cerambycidae). Sedangkan jenis insekta yang sering menimbulkan gall (kanker) yaitu Asphondylia tectonae (Diptera: Itonididae), Anoplocnemis taistator, Icerya formicarum, Laccifer lacca, Planococcus sp., dan Perisopneumon sp. (Homoptera: Lacciferidae). Walaupun tidak tahan terhadap serangan hama di atas, tanaman jati secara fisik sesuai kondisi pohon (baik basah maupun kering) memiliki daya tahan terhadap gangguan hama sejenis rayap. Keadaan ini dikarenakan batang jati mengandung fenolic acid berupa atsiri tectoquinone (anthnoquinone) yang mampu memproteksi gangguan.

Selain hama, tanaman jati juga diserang oleh penyakit. Penyakit yang menyerang tanaman jati dapat dibagi berdasarkan bagian yang diserang, seperti penyakit akar, penyakit batang, maupun penyakit daun. Jenis gangguan pada akar tanaman jati yang sering dijumpai adalah Pseudomonas tectonae. Selain itu, dijumpai pula jenis jamur akar dari Armilaria melea, Phellinus helinus, P. lamaonsis, P. noxius, Helicobasidium compactum, P. rhizomorpho, Ustulina

deusta, Xylaria thwaittesi, Polyporus zonalis, dan P. shoreae serta jenis cendawan akar merah Rigidoporus lignosus. Upaya pemberantasan yang dilakukan bila ada serangan yaitu dengan mensterilkan lubang tanam dengan formalin 4% atau dehydrostreptomycin 0,005%, selain itu juga diberi belerang sebanyak 800 pound (362,87 Kg) ditambah kapur CaCO3 3000 pound (1360,78 Kg).

(21)

mengering dan kehilangan turgor; daun layu dan rontok; bila dicabut, jaringan kayu (xylem dan floem) berwarna gelap sampai hitam; batang pada permukaan tanah menjadi lunak dan basah.

Manfaat kayu Jati

Kayu jati merupakan salah satu kayu paling berharga. Jenis kayu ini paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan terutama di pulau Jawa. Menurut Heyne (1987) dan Martawijaya et al., (1989) jati memiliki kombinasi sifat yang baik yang tidak dimiliki oleh jenis-jenis kayu lainnya, seperti tahan lama dan sangat awet, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan kayu pertukangan karena memiliki penampakan yang cukup baik, kembang susut sedikit, mudah dikerjakan dan dipaku serta memiliki kemampuan menahan beban yang baik.

Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu jati mempunyai berat jenis antara 0,62-0,75 dan memiliki kelas kuat II dengan penyusutan hingga kering tanur 2,8-5,2%. Keawetan kayu jati sesuai hasil uji terhadap Cryptotermes cynocephalus, jamur dan rayap tergolong kelas II. Kayu jati sangat praktis dan cocok untuk segala jenis konstruksi seperti tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kusen pintu dan jendela, tiang dan papan bendungan dalam air tawar, bantalan dan kayu perkakas kereta api, meubel, kulit dan dek kapal. Kayu jati juga baik digunakan untuk veneer dan kayu lapis karena mudah dikupas dan direkat setelah diberi perlakuan terlebih dahulu. Untuk bahan yang memerlukan kekenyalan tinggi, jati tidak baik digunakan karena sifatnya agak rapuh (Martawijaya et al., 1981).

(22)

Bahan Organik

Peran Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman adalah proses dalam kehidupan yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan ukuran tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel (Sitompul dan Guritno, 1995). Tanaman membutuhkan bahan makanan untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Unsur hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu unsur hara makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl), kadang-kadang masih diperlukan pula Si, Na dan Co (Soepardi, 1983; Sutejo dan Kartasapoetra, 1990). Suatu tanaman akan tumbuh dengan subur apabila segala unsur yang dibutuhkan tersedia cukup dan dalam bentuk yang sesuai untuk diserap tanaman. Jika suatu unsur kurang maka penambahannya akan memberi manfaat, tetapi bila unsur itu sudah berlebih maka penambahannya akan terbuang percuma bahkan bisa mengakibatkan kerusakan pada tanaman (Dwijoseputro, 1980). Salah satu upaya untuk memberikan sumbangan hara kepada tanaman adalah dengan pemberian bahan organik. Dengan penambahan bahan organik yang terdiri dari tulang ayam, tulangsapi, kulit telur ayam, dan kascing dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Tulang Ayam

(23)

Tabel 1 Kandungan nutrisi tepung tulang rawan ayam pedaging Kandungan (%) Nutrisi

Herdianto (2002) Eldriadi (2003)

Air 8,48 8,45

Karbohidrat 13,89 11,74

Pupuk organik yang berasal dari tulang ayam sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan penggunaan tulang ayam yaitu a) Mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan akar tanaman menjadi lebih baik. Saat pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan organik yang terdapat dalam pupuk akan dirombak oleh mikroorganisme pengurai menjadi senyawa anorganik yang mengisi ruang pori tanah sehingga tanah menjadi gembur. Pupuk organik juga dapat bertindak sebagai perekat sehingga struktur tanah menjadi lebih mantap. b) Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman. Hal ini dimungkinkan karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih besar dari bobotnya. Dengan demikian, pupuk organik sangat berperan dalam mengatasi kekurangan air pada musim kering. c) Memperbaiki kehidupan organisme tanah. Bahan organik dalam pupuk ini merupakan bahan makanan utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut dan mikroorganisme tanah. Semakin baik kehidupan di dalam tanah, maka semakin baik pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan tanah itu sendiri.

Tulang Sapi

Septimus (1961) mengatakan bahwa tulang sapi mengandung 50% air dan 50% sumsum merah dan kuning, sumsum mengandung 96% lemak. Tulang yang telah dihilangkan lemaknya mengandung bahan organik dan anorganik dengan perbandingan 1 : 2.

(24)

Kulit Telur Ayam

Menurut Stadelman dan Cotteril (1977) telur ayam terdiri dari 60% putih telur, 30%-33% kuning telur, dan 9%-12% kerabang telur. Bobot telur ditentukan oleh banyak faktor, termasuk genetik, tahap kedewasaan, umur, beberapa obat-obatan dan beberapa zat makanan (Wahju, 1997). Kerabang telur merupakan bagian telur yang berfungsi untuk melindungi isi telur agar tidak ditembus oleh mikroorganisme (Wahju, 1997). Menurut Stadelman dan Cotteril (1977) kerabang telur sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat (94%), magnesium karbonat (1%), kalsium fosfat (1%) serta sejumlah kecil protein (4%). Tebal kerabang telur optimal adalah 0,36 mm (Benjamin et al., 1960).

Kascing

Kascing adalah kotoran cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang bercampur dengan media bekas perkembangbiakkannya (Soenanto, 2000). Untuk meningkatkan nilai pupuk, bahan-bahan yang tidak busuk dipisahkan dengan mengayak campuran kotoran cacing tanah ini. Sebelum digunakan, kotoran cacing tanah sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengayakan. Kandungan bahan atau komponen yang bersifat biologis maupun kimiawi pada kascing sangat dibutuhkan untuk perkembangbiakkan dan pertumbuhan tanaman (Palungkun, 1999). Hasil penelitian Amalia (1993) pada tanah Latosol menunjukkan bahwa penambahan kascing dapat meningkatkan pertambahan tinggi tanaman bawang putih sebesar 14,4-15,9%. Menurut Palungkun (1999) komposisi komponen kimiawi kascing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi komponen kimiawi kascing

Komponen Kimiawi Komposisi (%)

Nitrogen (N) 1,1 – 4,0

Fosfor (P) 0,3 – 3,5

Kalium (K) 0,2 – 2,1

Sulfur (S) 0,24 – 0,63

Magnesium (Mg) 0,3 – 0,6

(25)

Mashur (2000) menyatakan bahwa kualitas kascing ditentukan oleh beberapa parameter fisik, kimiawi dan biologis. Tingkat kematangan kascing secara fisik ditentukan oleh bau, warna, tekstur (ukuran partikel), suhu dan kelembaban. Kascing yang baik adalah kascing yang berwarna hitam atau gelap dan ukuran partikel atau teksturnya halus. Secara kimiawi kualitas kascing ditentukan oleh kandungan unsur-unsur hara (N, P, K, Ca, Mg), C/N rasio, pH dan kandungan bahan organik. Secara biologi ditentukan oleh kemampuan cacing tanah untuk beradaptasi dan berproduksi.

Zeolit

Zeolit merupakan mineral alam yang tersusun atas ion-ion yang berupa alkali dan alkali tanah, ion-ion tesebut terdapat pada rongga-rongga pembentuk struktur kerangka tiga dimensi zeolit. Tetrahedral alumina (AlO45-) dan Silika (SiO44-) dengan perbandingan 1 : 2 adalah pembentuk kerangka zeolit (Gottardi, 1978). Kadar air zeolit biasanya cukup tinggi, berkisar antara 10-20% dari berat. Air ini mengisi lubang kristal, ada yang terikat kuat dengan kerangka alumino silikat dan ada yang tidak. Air yang tidak terikat kuat dapat dibuang dengan mudah melalui pemanasan tanpa terjadi dekomposisi dari struktur kristalnya, pengurangan kadar air dengan pemanasan sampai 350oC dapat membentuk rongga-rongga dalam zeolit (Riberio et al., 1984). Adanya rongga-rongga dalam struktur kristal zeolit memungkinkan zeolit mempunyai karakteristik yang spesifik yaitu dapat melepaskan dan mengikat air secara reversible serta dapat menukar kation-kation yang menyusunnya tanpa mengubah struktur bentuk asal (Ming dan Mumpton, 1989).

(26)

Kaolin

Mineral-mineral kaolinit adalah alumino-silikat yang terhidrasi (berair) dengan komposisi kimia umum Al2O3:SiO2:H2O = 1:1:2 atau 2SiO2.Al2O3.2H2O per satuan sel. Golongan ini termasuk ke dalam liat filosilikat dengan tipe 1:1 (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Liat merupakan salah satu partikel penyusun tanah yang mempunyai ukuran <0,002 mm. Liat memegang peranan penting dalam kimia tanah, karena sifat permukaannya sangat berbeda dengan butir-butir mineral yang berukuran lebih besar. Kebanyakan mineral liat berstruktur kristal, sedangkan fraksi lain memperlihatkan perkembangan kristal yang sangat lemah (poorly exhibit crystal) atau tidak mengkristal sama sekali. Perilaku tanah dapat dipengaruhi oleh liat. Partikel-partikel liat mengadsorpsi air dan hidrat, dengan demikian mengakibatkan tanah mengembang pada waktu basah dan kemudian menyusut pada waktu kering. Partikel-partikel tanah liat umumnya mengandung muatan negatif dan bila basah membentuk suatu lapisan ganda elektrostatis dengan ion-ion yang dipertukarkan dalam larutan di sekelilingnya. Gleen et al. (1999) menyatakan bahwa penggunaan pelapisan partikel pada permukaan tanaman dapat melindungi tanaman dari cekaman panas, sehingga dapat meningkatkan kualitas tanaman. Selain itu, pengaruh penggunaan pelapisan partikel kaolin pada permukaan tanaman menyebabkan penolakan dan gangguan dalam hal makanan, menghalangi peletakkan telur, serta meningkatkan mortalitas hama.

Mikoriza Pengertian Mikoriza

(27)

Klasfikasi Mikoriza

Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa terdapat tujuh kelas mikoriza, yaitu :

1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) yang terjadi pada sebagian besar akar jenis tanaman di dunia yang dicirikan dengan adanya cendawan pembentuk mikoriza yang berkembang dalam sel-sel korteks akar dan tidak terbentuk selubung hifa pada akar.

2. Ektomikoriza, kategori simbiosis akar dan cendawan yang pada permukaan luar akar terbentuk selubung jalinan hifa cendawan.

3. Ektendomikoriza yang mempunyai ciri-ciri antara ektomikoriza dan CMA. Dicirikan dengan adanya cendawan di sel-sel korteks dan juga terbentuknya hifa pada permukaan akar, tetapi kepentingan ekologisnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang lain.

4. Arbutoid mikoriza mempunyai beberapa ciri yang sama dengan ektendomikoriza dan ektomikoriza, dicirikan dengan terdapat hifa intraseluler yang memiliki selubung seperti mantel (fungal sheat), adanya selubung tipis berupa hartig net yaitu hifa yang membentuk struktur seperti jala dan hifa menyerang masuk ke dalam sel tanaman.

5. Monotropoid mikoriza dicirikan dengan hifa yang berkembang masuk ke dalam sel korteks dan khususnya berperan dalam pertumbuhan bunga dan tanaman serta terdapatnya fungal sheat dan selubung tipis seperti hartig net. 6. Ericoid mikoriza dicirikan dengan hifa yang menyerang masuk ke dalam sel

korteks akar tanaman dan akar yang terkena infeksi tidak menghasilkan rambut akar.

7. Orchid mikoriza dicirikan dengan hifa yang menyerang masuk ke dalam sel korteks akar tanaman dan banyak digunakan untuk tanaman bunga karena menghasilkan keindahan bentuk serta keragaman yang sangat beragam pada tanaman bunga.

(28)

membesar, b) cendawan tidak membentuk struktur lapisan hifa pada permukaan akar, c) hifa menginfeksi sel korteks secara intraseluler dan interseluler, d) adanya struktur khusus sistem percabangan yang disebut arbuskula dan pada sub ordo juga membentuk struktur oval yang disebut vesikula.

Taksonomi CMA

(29)

Sebuah genus baru dalam famili cendawan Glomeraceae, ordo Glomerales, kelas Glomeromycetes yang diberi nama Pacispora. Spesies pencirinya adalah P.scintillans. Sama halnya dengan P. dominikii dan P. chimono-bambusae tadinya diletakkan dalam genus Glomus dari Glomeraceae. Terdapat empat spesies baru dari genus baru yaitu Pacispora franciscana, P. robigina, P. coralloidea dan P. boliviana. Spora-spora genus baru ini terbentuk secara terminal pada hifa, fitur yang hanya dimiliki oleh Glomus dan Paraglomus. Bagian dalam spora biasanya berupa dinding tiga lapis, dari sanalah spora berkecambah langsung melalui dinding spora terluar, yang biasanya juga terdiri dari tiga lapis. Ciri perkecambahan demikian serupa dengan Scutellospora, Acaulospora dan Entrophospora tapi tidak dimiliki oleh Glomus dan Paraglomus. Pembentukan mikoriza vesikular arbuskularnya, sejauh ini baru dikonfirmasi pada dua dari ketujuh Pacispora sp yang ada, karakteristik warna struktur cendawan internalnya dan fitur-fitur dudukan hifa spora (subtending hyphae) paling mirip dengan genus Glomus. Berdasarkan alasan tersebut kemudian Pacispora dimasukkan ke dalam Glomeraceae. Ketujuh Pacispora sp secara morfologi dapat dibedakan berdasarkan struktur permukaan spora, karakteristik ornamentasi dinding spora, dan oleh warna serta ukuran spora.

(30)

mengungkapkan lagi dua famili lainnya, yaitu Archaeosporaceae dan Paraglomaceae, dengan dua genus, Archaeospora dan Paraglomus.

Archaeosporales merupakan cendawan hipogeous yang membentuk endositobiosis dengan prokaryota fotoototrof, atau membentuk mikoriza dengan arbuskula, dengan atau tanpa vesikel. spora berpigmentasi rendah atau tidak bereaksi dengan pereaksi Melzer. Spora-spora glomoid tunggal atau dalam kelompok yang longgar pada atau di dalam tanah.

Schüßler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler menetapkan kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. Kelompok CMA dinaikkan ke aras phylum (Glomeromycota), yang memiliki perbedaan tegas dengan cendawan lainnya seperti halnya Askomycota dengan Basidiomycota. Zygomycota telah diketahui bersifat polifiletik, dan Endogone bukan kelompok yang sekerabat dengan Glomeromycota juga bukan sekelompok dengan Mucorales. Geosyphon pyriforme yang kemudian ditambahkan ke Glomeromycota, telah membuka cakrawala baru pemahaman kita mengenai simbiosis MA.

Glomus patagonicum sp ditemukan pada rizosfir Bromus setifolius dekat El Calafate di provinsi Santa Cruz, Argentina. Spesies dapat dibedakan atas dasar adanya kutil-kutil besar sebagai ornamen di bagian terluar spora dan pada dinding dudukan hifa (subtending hyphae). Cendawan mengkolonisasi akar Lycopersicon esculentum and Trifolium repens dan membentuk mikoriza bertipe Paris (Godeas et al., 2005).

Ciri Morfologi CMA

Menurut Fakuara (1988) diagnostik ciri-ciri utama CMA adalah adanya vesikula dan arbuskula di dalam korteks akar. Endodermis batang dan meristem akar tidak diserang. Hifa inter dan intra seluler juga di dalam korteks dan infeksi di sisi akar secara langsung berhubungan dengan miselium bagian luar yang menyebar dan bercabang-cabang di dalam tanah.

(31)

Sedangkan struktur-struktur menggelembung yang dibentuk secara apikal yang seringkali dijumpai pada hifa-hifa utama, struktur ini dinamakan Vesikula. Vesikula mengandung banyak lemak dan terutama berfungsi sebagai organ simpan (Imas et al., 1989).

CMA dicirikan oleh hifa yang intraseluler, yaitu hifa yang menembus ke dalam sel-sel korteks dari sel yang satu ke sel yang lain. Jarang sekali cendawan dapat menembus sel-sel endodermis ke silinder pusat (stele). Di dalam sel-sel tersebut dapat dibedakan adanya pembengkakkan-pembengkakkan miselia (vesikula dan arbuskula) yang pada akhirnya lenyap sebagian atau seluruhnya karena dicerna oleh sel-sel yang dimasukinya. Di sini tidak terdapat mantel cendawan dan pembengkakkan akar, meskipun kadang-kadang sel-sel yang mengalami invasi yang sangat berat menunjukkan gejala-gejala pembengkakkan. Akar rambut pun berkembang secara normal, jadi tidak terdapat modifikasi bentuk luas akar (Manan, 1994).

Ekologi CMA

CMA mempunyai selang ekologis yang luas dan dapat dijumpai dalam sebagian besar ekosistem yang meliputi hutan hujan rapat, lahan hutan terbuka, semak, savana, padang rumput, bukit pasir dan semi gurun. Tetapi cendawan ini jarang ditemukan pada hutan temperate yang dikuasai oleh konifer (ektomikoriza), areal yang amat basah seperti lahan padi di sawah merupakan habitat yang kurang disukai (Setiadi, 1989).

Dalam perkembangannya, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi infeksi CMA, yaitu kepekaan inang terhadap infeksi, faktor-faktor iklim dan faktor tanah. Tanaman yang ketergantungan akan fosfatnya tinggi akan cenderung untuk berasosiasi dengan mikoriza (Setiadi, 1990). Cahaya dan temperatur merupakan unsur iklim yang sangat mempengaruhi proses infeksi CMA. Perkecambahan spora Gigaspora sp akan berkembang baik pada temperatur 34oC, sedangkan Glomus sp berkembang pada temperatur 20oC (Setiadi, 1990). Perkecambahan spora dari 2 spesies Gigaspora pada keadaan gelap lebih besar dibandingkan dengan keadaan terang (Schenk et al., 1975).

(32)

kolonisasi akar (Setiadi, 1992). Setiadi (1990) mengatakan bahwa perkembangan spora CMA sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Sebagai contoh proses infeksi dan proses pertumbuhan hifa terjadi dengan baik pada tanaman Caprosoma robusta yang diinfeksi oleh Glomus mossae pada pH 5,6-7,0 tetapi tidak terjadi pada pH 3,3-4,4.

Kandungan unsur hara di dalam tanah sangat mempengaruhi perkembangan CMA, kandungan unsur P dan N yang tinggi ternyata menurunkan efektivitasnya (Hudson, 1986). Infeksi meningkat selama musim tumbuh, infeksi paling sedikit pada musim semi. Hal itu mungkin karena akar tumbuh lebih cepat dari pada cendawan. Infeksi juga dipengaruhi oleh nutrisi. Ada hubungan timbal balik antara level nitrogen dan infeksi akar, akar tanaman yang tumbuh pada level nitrogen rendah mempunyai cabang dan mikoriza yang banyak. Pupuk mineral yang ditambahkan ke tanah menurunkan infeksi mikoriza. Intensitas infeksi CMA dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, kepadatan inokulum dan tingkat kerentanan tanaman (Fakuara, 1988).

Manfaat Mikoriza

(33)

suatu tanaman terinfeksi oleh cendawan mikoriza maka manfaat akan diperoleh selama hidupnya (Setiadi, 1989), i) adanya perbaikan pertumbuhan karena mikoriza tergantung pada jumlah fosfor yang tersedia di dalam tanah dan jenis tanamannya. Peningkatan pertumbuhan yang berlipat sangat sering dilaporkan dan hampir 50 kali terjadi pada bibit anggur. Perbedaan yang sangat besar ini disebabkan karena tanaman yang tidak bermikoriza telah kekurangan fosfor tetapi tetap hidup sedangkan tanaman yang bermikoriza tumbuh terus selama percobaan berlangsung (Imas et al., 1989).

Peran CMA dalam Ekosistem

Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, karena mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsur hara mikro. Simbiosis antara tanaman dan CMA adalah menguntungkan dan penting untuk kelangsungan hidup cendawan, karena cendawan mengambil fotosintat dari tanaman dan tanaman juga memperoleh keuntungan dengan adanya CMA, yaitu bila ketersediaan fosfor di tanah terbatas maka tanaman yang bermikoriza dapat menyerap lebih banyak fosfor dari tanah dan tubuh lebih baik dari tanaman yang tidak diinfeksi mikoriza (Sievarding, 1991).

(34)

Unsur hara P merupakan bahan pembentuk inti sel, selain itu mempunyai peranan penting bagi pembelahan sel serta bagi perkembangan jaringan meristematik, dapat membentuk ikatan P berdaya tinggi yang dipergunakan untuk mempercepat proses-proses fisiologis.

Manfaat CMA dalam Meningkatkan Pertumbuhan Jati

Hasil penelitian inokulasi CMA Glomus etunicatum pada bibit jati pada umur 3 bulan setelah inokulasi menghasilkan peningkatan rata-rata parameter pertumbuhan sebagai berikut : pertambahan tinggi 10,08 cm atau meningkat sebesar 35,9% terhadap kontrol (tanpa inokulasi), diameter sebesar 4,0 mm atau meningkat sebesar 8,1% terhadap kontrol, berat kering total 3,2 g atau meningkat sebesar 23,1% terhadap kontrol dan nilai NPA terbaik sebesar 1,75 atau meningkat 21,5% terhadap kontrol dengan persentasi kolonisasi mikoriza rata-rata sebesar 51,5% (Arifanti, 1999).

Menurut Sangadji (2004), inokulasi CMA dan penambahan bahan organik pada semai jati mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan tinggi semai jati sebesar 35,77%, diameter semai jati sebesar 30,88% dan berat kering tanaman 95,65% bila dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan tunggal inokulasi CMA mampu memberikan respon positif terhadap peningkatan infeksi akar.

Media Tumbuh

Tanah

Tanah didefinisikan sebagai tubuh alam yang memiliki sistem tiga fase, tersusun dari air, udara dan bagian padat yang terdiri dari bahan-bahan mineral, organik serta jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dalam kurun waktu tertentu membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri khas yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi alam, perbandingan air dan udara selalu berubah-ubah tergantung pada iklim dan faktor lainnya (Hakim et al., 1986).

(35)

reservoir, c) melayani tanaman sebagai tempat berpegang dan bertumpu untuk tegak. Sebagai penunjang tegaknya tanaman, tanah harus cukup kuat agar tanaman berdiri dengan kokoh dan tidak mudah roboh. Namun tanah harus cukup lunak agar akar tanaman berkembang dan menjalankan fungsinya tanpa hambatan yang berarti (Suhardi, 1983).

Sekam Padi

Sekam padi merupakan kulit terluar dari padi. Sekam dihasilkan dari proses penggilingan gabah kering (35-40% dari berat gabah kering) (Biro Pusat Statistika, 1994). Piliang (1997) menyatakan bahwa sekam padi mengandung komponen selulosa sebanyak 24%, hemiselulosa 12% serta lignin 4,5%. Selain itu disebutkan juga bahwa sekam padi mengandung glukosa sebesar 14,4-23% dan xilosa sebesar 12-28,6% yang merupakan komponen terbanyak dalam sekam padi. Komposisi nutrisi yang terkandung dalam sekam padi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia sekam padi (persentase bahan kering)

Nutrisi A B C D E F

Silika 18,80-22,30 21,57

(36)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB serta di Kebun Persemaian Tlogoarto yang berlokasi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai dengan September 2005.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jati, akumulator (merk Power 2000) sebagai larutan untuk pematahan dormansi benih jati, pasir sebagai media tabur, tanah dan sekam padi sebagai media sapih, bahan organik (• 2 mm) yang terdiri dari tepung tulang ayam, tepung tulang sapi, tepung

kulit telur dan kascing, zeolit, kaolin, NPK (15:15:15), aquades, KOH 10%, HCl 2%, gliserol, asam laktat, Trypan blue.

Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah, timbangan analitik, bedeng tebur/kecambah, polybag, Kalkulator (Casio fx-350TLG), oven, penyaring tiga tingkat (500 µm, 125 µm, 63 µm), mikroskop binokuler, mikroskop stereo, gelas ukur, spatula, sentrifuse, cawan petri, gelas preparat, gunting, mistar, kaliper, alat tulis, alat hitung, tally sheet dan kamera digital. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

(37)

Gambar 3 Peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan faktor tunggal yaitu Formulasi Bahan Organik (1 g, 1,5 g, 2 g) dengan Zeolit dan Kaolin, dimana untuk setiap perlakuan digunakan 4 kali pengulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah sebanyak 13 perlakuan, yaitu:

A. 1 gram Tepung Tulang Ayam + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin B. 1,5 gram Tepung Tulang Ayam + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin C. 2 gram Tepung Tulang Ayam + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin D. 1 gram Tepung Tulang Sapi + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin E. 1,5 gram Tepung Tulang Sapi + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin F. 2 gram Tepung Tulang Sapi + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin G. 1 gram Tepung Kulit Telur + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin H. 1,5 gram Tepung Kulit Telur + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin I. 2 gram Tepung Kulit Telur + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin J. 1 gram Tepung Kascing + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin K. 1,5 gram Tepung Kascing + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin L. 2 gram Tepung Kascing + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin

M. Kontrol (pupuk NPK 0,5 gram yang diberikan satu bulan sekali selama 4 bulan)

OHAUS (precisions standard)

Nikon YS100 Nikon SMZ645

Oven type Memmert Penyaring ukrn • 2mm

(38)

Model statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2000) :

Yij = µµ + ôi + ββj + εεij Keterangan :

i = 1, 2, 3, …, t dan j = 1, 2, …, r

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ

µ = Rataan umum

ôi = Pengaruh perlakuan ke-i β

βj = Pengaruh kelompok ke-j

εεij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Data hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan system SPSS 13.0 for Windows dan Minitab 14. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan yang diberikan, maka dilakukan analisis sidik ragam dengan Uji F terhadap variabel yang diamati dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 = Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai H1 = Perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai

Setelah dilakukan analisi sidik ragam dengan uji F, maka selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji. Adapun kriteria pengambilan keputusan tersebut adalah:

F hitung < F tabel : Terima H0 F hitung > F tabel : Tolak H0

(39)

Metode Penelitian

Seleksi Benih

Seleksi benih dilakukan dengan cara memisahkan benih jati dari kotoran dan benih lain (pemurnian benih). Benih jati yang baik dapat dilihat dari penampilan warnanya yaitu berwarna cokelat.

Penimbangan Benih

Penimbangan benih dilakukan sebanyak dua kali, yaitu penimbangan berat awal benih sebelum dikeringanginkan kemudian penimbangan berat akhir setelah dikeringanginkan.

Pengeringan Benih

Pengeringan benih dilakukan di rumah kaca yang bersuhu 29o-30oC dengan meletakkan benih di atas kertas dan dikeringanginkan selama 2 hari. Pengeringan dimaksudkan untuk mengetahui kadar air benih yang akan digunakan.

Penyiapan Media Tabur

Media perkecambahan yang digunakan adalah pasir yang telah disaring dengan menggunakan penyaring berukuran 2 mm x 2 mm. Setelah disaring, pasir dikeringanginkan di rumah kaca dengan suhu 29oC-30oC selama 1 minggu, setelah kering kemudian pasir diratakan pada bedeng tabur setebal ±6 cm. Setelah pasir rata maka selanjutnya dilakukan penaburan benih.

Penaburan Benih

(40)

Penyiapan Media Sapih

Tanah yang digunakan untuk media sapih tidak disterilkan tetapi dibersihkan, dikeringanginkan dan kemudian disaring dengan saringan berukuran 2 mm x 2 mm. Tanah tersebut dimasukkan ke dalam polybag berukuran 15 cm x 20 cm.

Penyapihan

Bentuk kecambah yang baik untuk di sapih adalah kecambah yang telah membentuk 2 daun pertama. Kecambah jati kemudian dipindahkan ke dalam polybag yang berisi tanah. Pengambilan kecambah dalam media perkecambahan dilakukan dengan mencungkil kecambah menggunakan sebatang kayu kecil, kemudian dipindahkan ke polybag.

Penambahan Bahan Organik

Penambahan formulasi bahan organik dilakukan pada saat penyapihan, dengan terlebih dahulu dilakukan pencampuran media sapih dengan formulasi bahan organik sebelum semai dipindahkan. Adapun formulasi perlakuan yang diberikan dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Formulasi perlakuan yang diberikan dalam penelitian

No Perlakuan Keterangan

1 A 1 gram Tepung Tulang Ayam + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin 2 B 1,5 gram Tepung Tulang Ayam + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin 3 C 2 gram Tepung Tulang Ayam + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin 4 D 1 gram Tepung Tulang Sapi + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin 5 E 1,5 gram Tepung Tulang Sapi + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin 6 F 2 gram Tepung Tulang Sapi + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin 7 G 1 gram Tepung Kulit Telur + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin 8 H 1,5 gram Tepung Kulit Telur + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin 9 I 2 gram Tepung Kulit Telur + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin 10 J 1 gram Tepung Kascing + 2,5 gram Zeolit + 1,5 gram Kaolin 11 K 1,5 gram Tepung Kascing + 2,5 gram Zeolit + 1 gram Kaolin 12 L 2 gram Tepung Kascing + 2,5 gram Zeolit + 0,5 gram Kaolin 13 M Kontrol (NPK 0,5 gram yang diberikan 1 bulan sekali)

Pemeliharaan

(41)

Penyulaman

Penyulaman dilakukan ketika terdapat semai jati yang mati mulai dari awal penyapihan sampai 2 minggu setelah penyapihan.

Pengamatan dan Pengukuran

Parameter yang diamati dan diukur untuk melihat pengaruh penambahan bahan organik pada semai jati adalah sebagai berikut :

Kadar air media

Pengukuran kadar air media dilakukan dengan mengambil contoh media sapih yang akan digunakan untuk penelitian, kemudian dihitung kadar airnya dengan menggunakan rumus :

Perhitungan jumlah benih berkecambah dilakukan setelah benih ditabur, benih diamati selama 42 hari dari awal penaburan. Setelah dilakukan perhitungan jumlah benih berkecambah lalu dihitung nilai persen kecambah dari benih.

Perhitungan rata-rata hari berkecambah (RH)

Perhitungan rata-rata hari berkecambah (RH) dilakukan setelah benih diamati selama 42 hari dari awal benih berkecambah. Setelah dilakukan pengamatan jumlah benih berkecambah kemudian dihitung rata-rata hari berkecambah dengan menggunakan persamaan :

(42)

Tinggi semai

Pengukuran tinggi semai dilakukan setelah penyapihan, selanjutnya setiap dua minggu sekali sampai akhir pengamatan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar mulai dari ±1 cm diatas permukaan tanah/media sampai ke titik tumbuh tunas pucuk semai.

Diameter semai

Pengukuran diameter batang semai dilakukan dengan menggunakan kaliper, diukur pada ketinggian ±1 cm diatas pangkal batang. Pengukuran dilakukan sebulan sekali sampai akhir pengamatan.

Berat Kering Total (BKT)

Berat kering total tanaman merupakan penjumlahan dari berat kering pucuk dengan berat kering akar. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian setelah pengukuran tinggi dan diameter selesai. Sampel tanaman dipotong, bagian pucuk dan akarnya dibungkus dengan kertas secara terpisah kemudian di oven pada suhu 70oC selama 48 jam. Setelah tercapai berat kering yang konstan lalu ditimbang.

Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan berat kering pucuk semai dengan berat kering akar semai.

=Berat Kering Pucuk Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Berat Kering Akar

Indeks Mutu Bibit (IMB)

Menurut Lackey dan Alm (1982) diacu dalam Muslim (2003), Indeks Mutu Bibit dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(43)

Jumlah Spora

Perhitungan jumlah spora dilaksanakan pada awal, pertengahan dan akhir pengamatan. Adapun prosedur penghitungan jumlah spora dapat dilihat pada Gambar 4.

Tanah (50 gram) + Air (200 ml) Pengadukan sampai rata

Penyaringan dengan saringan tiga tingkat (500 µm, 125 µm, 63 µm) Pemindahan hasil penyaringan ke tabung sentrifugase

Sentrifugase (2500 rpm/menit)

Pembilasan spora

Pemindahan spora ke cawan petri

Penghitungan jumlah spora (dengan Mikroskop Binokuler pembesaran 10 kali)

Gambar 4 Skema penghitungan jumlah spora yang berasal dari tanah media semai jati

Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh semai ditimbang sebanyak

50 gram (berat tanah kering udara), kemudian dimasukan ke dalam gelas piala

yang berisi air sebanyak 200 ml dan diaduk sampai tercampur rata. Tanah yang

sudah tercampur rata kemudian dituangkan ke dalam penyaring tiga tingkat

dengan ukuran/jarak antar kawat 500 µm (pemisah partikel-partikel besar), 125

µm (pemisah partikel-partikel kecil) dan 63 µm (pemisah spora).

(44)

rpm (putaran per menit). Sentrifugase ini bertujuan untuk memisahkan spora dengan kotoran lain seperti pasir, tanah, potongan akar, dan lain-lain. Penambahan larutan gula bertujuan agar spora yang terdapat di dalam tanah mengapung sehingga terpisah dengan kotoran lain. Larutan gula akan berada di bagian dasar tabung setelah selesai dilakukan sentrifugase.

Setelah sentrifugase dilakukan, maka pada sisi tabung akan terbentuk cincin-cincin yang merupakan kenampakan dari spora endomikoriza. Biasanya cincin yang terletak di dekat mulut tabung mempunyai viabilitas yang rendah, sedangkan yang berada pada bagian tengah tabung mempunyai viabilitas yang tinggi. Kumpulan spora kemudian dituangkan dalam penyaring berukuran 63 µm. Dengan bantuan sprayer bilas spora tersebut sehingga terkumpul menjadi satu, lalu kumpulan spora dituangkan ke cawan petri. Spora yang berada di dalam cawan petri kemudian dihitung di bawah mikroskop binokuler dengan pembesaran 10 kali.

Persen Infeksi Akar

Pengukuran infeksi akar dilakukan dengan mengambil beberapa sampel

akar serabut semai jati yang masih muda. Sampel akar tersebut dipotong dengan

ukuran 1 cm menggunakan silet. Setelah dipotong-potong, kemudian akar diberi

warna (staining) lalu diamati. Tahapan penghitungan persen infeksi akar adalah

sebagai berikut (Setiadi et al., 1992) :

• Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar.

• Bagian akar yang muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi kemudian direndam dalam larutan KOH 10%, biarkan selama semalam

atau sampai akar berwarna kuning bersih.

• Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 10% dibuang dan akar

dibilas dengan air.

• Larutan HCl 2% ditambahkan dan dibiarkan semalam sampai akar berwarna

kuning jernih.

• HCl dibuang dan diganti dengan larutan staining (gliserol, Asam laktat dan

Aquades dengan perbandingan 2 : 2 : 1 dan ditambah trypan blue sebanyak

(45)

• Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan destaining (larutan

staining tanpa trypan blue dengan perbandingan gliserol, Asam laktat dan

Aquades sebesar 2 : 2 : 1) dan dibiarkan semalam.

• Akar tersebut dipotong-potong sepanjang 1 cm, dan disusun pada gelas

objek/preparat (1 preparat untuk 10 potong akar) dan diamati dengan

mikroskop binokuler.

• Jumlah bidang pandang akar yang terinfeksi CMA dari 10 potong akar

tersebut dicatat, penampakan struktur hifa eksternal, hifa internal, spora,

vesikula dan arbuskula merupakan suatu indikasi bahwa contoh akar tersebut

telah terinfeksi oleh CMA.

• Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :

Bidang pandang akar terinfeksi

Akar Terinfeksi x100%

Bidang pandang total akar yang diamati

=

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pengaruh pemberian perlakuan terhadap pertumbuhan semai jati (Tectona

grandis L. f.) yang diamati selama 16 minggu dapat terlihat dari pertumbuhan dan

perkembangan semai. Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang

mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang

menentukan hasil tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Pertumbuhan berfungsi

sebagai proses yang mengolah masukan substrat menghasilkan produk

pertumbuhan. Pada tingkat tanaman, substrat dapat dibatasi pada bahan anorganik

dan unsur lain yang diambil tanaman dari lingkungannya seperti CO2, unsur hara,

air dan radiasi matahari yang kemudian diolah menjadi bahan organik yang dapat

diukur secara sederhana dengan pertambahan bobot keseluruhan tanaman atau

bagian-bagian tanaman termasuk bagian yang dipanen dan parameter lain.

Pertumbuhan semai yang baik dapat dijadikan indikator dari pengaruh perlakuan

yang memberikan hasil positif. Dalam penelitian ini pengamatan dan pengukuran

semai dilakukan terhadap beberapa parameter pertumbuhan semai. Pemanenan

semai jati dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada minggu ke-8 (pertengahan

pengamatan) dan minggu ke-16 (akhir pengamatan).

Data hasil pengamatan selanjutnya dilakukan uji keragaman untuk

mengetahui respon atau pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap semai

jati. Sedangkan untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang memberikan

pengaruh berbeda dengan kontrol digunakan uji lanjut Duncan. Sebelum

dilakukan uji keragaman telebih dahulu dilaksanakan uji normalitas galat dan

homogenitas ragam. Secara umum uji normallitas galat dan homogenitas ragam

dilakukan sampai data yang akan kita uji mempunyai sebaran galat yang normal

dan ragam yang homogen. Hasil uji normalitas galat dan homogenitas ragam dari

masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Setelah dilakukan uji normalitas galat dan homogenitas ragam sampai data

memenuhi asumsi atau persyaratan untuk dilakukan uji keragaman dan uji lajut

Duncan maka dilakukan uji keragaman dan uji lanjut Duncan. Berdasarkan hasil

(47)

Tabel 5 Nilai Fhitung dan Sig.(probabilitas) pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter pertumbuhan semai jati

Blok Perlakuan

(48)

Perkecambahan Benih Jati

Benih jati yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Saradan,

Madiun, Jawa Timur. Jumlah benih yang disemaikan sebanyak 1152 benih dari

total jumlah semai yang digunakan untuk penelitian sebanyak 208 semai. Sebelum

di lakukan kegiatan penaburan, terlebih dahulu dipersiapkan media penanaman,

baik media tabur maupun media sapih. Media tabur atau media perkecambahan

adalah media yang digunakan sebagai tempat tumbuh bagi benih untuk media

berkecambah (Burahman et al., 2002). Media tabur yang digunakan terdiri dari

pasir yang berasal dari daerah Cimangkok, Jawa Barat. Pasir tersebut sebelumnya

diayak dan dikeringanginkan. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan

pengayak berukuran 0,5 cm sedangkan pengeringan dilakukan dengan cara

ditabur di rumah kaca dengan suhu 29o-30oC dan dibiarkan selama 1 minggu

sampai kadar airnya menurun.

Media yang digunakan untuk media sapih terdiri dari tanah dan sekam

padi dengan perbandingan 2 : 1. Setelah media penanaman siap untuk digunakan,

benih jati terlebih dahulu dikeringanginkan di dalam rumah kaca dengan cara

ditabur diatas kertas dan dibiarkan selama 3 hari sampai kadar airnya menurun,

kemudian dilakukan pengukuran kadar air dengan menggunakan parameter berat

basah dan berat kering benih. Dengan menggunakan persamaan kadar air

diperoleh nilai kadar air benih yaitu sebesar 6,863%. Selesai dikeringanginkan,

kemudian dilakukan kegiatan pematahan dormansi benih jati. Menurut

Mulawarman et al. (2002) dormansi adalah istilah yang digunakan untuk keadaan

dimana benih yang baik tidak bisa berkecambah meskipun berada pada kondisi

atau lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan. Pematahan dormansi yang

dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan cara merendam benih dengan larutan

akumulator yang telah dicampur air dengan perbandingan 1 : 10. Benih jati

direndam selama 7 menit kemudian ditiriskan selama 20 menit. Setelah ditiriskan

maka benih siap ditabur pada media tabur.

Benih yang telah ditabur diamati perkecambahan dan kondisi benih yang

terjadi selama pengamatan. Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya

kecambah sampai ke tingkat dimana kecambah tersebut dapat berkembang

(49)

(Departemen Kehutanan, 2002). Pengamatan perkecambahan benih jati pada

media tabur dilakukan selama 42 hari dan benih jati mulai berkecambah pada hari

ke 8 dari awal kegiatan penaburan. Selama pengamatan diperoleh jumlah benih

yang berkecambah sebanyak 511 benih. Berdasarkan jumlah benih yang

bercambah maka dapat diperoleh nilai Persen Kecambah (%K) dan rata-rata hari

berkecambah (RH). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai %K sebesar 44,358%,

dan RH sebesar 31,857 hari (32 hari). Persentase kecambah kumulatif dari benih

jati selama pengamatan dapat di lihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik persen kecambah kumulatif benih jati (Tectona grandis L. f.) selama 42 hari pengamatan di bedeng tabur

Kegiatan penyapihan dilakukan setelah diperoleh semai dengan jumlah

daun dan tinggi yang diusahakan seragam (2 pasang daun). Pemberian perlakukan

dilakukan pada saat penyapihan, hal ini bertujuan agar bahan organik yang

diberikan dapat segera berinteraksi langsung dengan semai sehingga pertumbuhan

tanaman menjadi lebih baik. Pemberian perlakuan pada semai jati dapat dilihat

(50)

Gambar 6 Kegiatan penyapihan dan pemberian perlakuan terhadap semai jati (Tectona grandis L. f.) pada awal pengamatan

Penyapihan dilakukan pada polybag dengan ukuran 15cm x 20cm yang disusun berblok dan diletakkan di lapangan, kemudian dilakukan pengamatan dan pengukuran selama 4 bulan dari bulan April sampai dengan Juli 2005. Parameter pertumbuhan semai yang diamati meliputi tinggi semai (cm), diameter semai (mm), Berat Kering Akar (BKA), Berat Kering Pucuk (BKP), Berat Kering Total (gram), Nisbah Pucuk Akar (NPA), Indeks Mutu Bibit (IMB), jumlah spora dan infeksi akar. Gambar 7 menunjukkan keadaan semai jati di lapangan pada awal dan akhir pengamatan.

Gambar 7 Pertumbuhan semai jati di lapangan pada awal dan akhir pengamatan

Tinggi Semai (cm)

(51)

Gambar

Gambar 1  Tegakan jati (A), Bunga jati (B), dan Buah jati (C), buah jati utuh (a), setelah dibelah (b) mendapatkan bagian-bagiannya yang terdiri dari mesokarp (1), endokarp (2) dan biji (3)
Tabel 1  Kandungan nutrisi tepung tulang rawan ayam pedaging
Tabel 2  Komposisi komponen kimiawi kascing
Tabel 3  Komposisi kimia sekam padi (persentase bahan kering)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun beberapa kegiatan yang bisa dilakukan guna membantu meringankan beban masalah keluarga yang terjadi pada keluarga Ibu Merog selama masa KKN adalah pendampingan

Ptr{CARIJIIT]II(IOR}f,'$T(U (OIIFUMENTERSAI'A?. PRO€f,SItrTUTUSTNPDi,M

[r]

Dan faktor-faktor yang lain meliputi ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas, jumlah anggota dewan, dan penerbitan saham baru tidak berpengaruh terhadap

Dealing with the phenomenon, it can be seen that the native language affects the second language for language learners, so the students still make errors in

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan antara konsumsi beras pada rumah tangga yang ada di daerah Perkotaan dan daerah Pedesaan; (2) Faktor

Penyertaan modal ventura dilakukan dalam bentuk saham atau obligasi konversi, dan tidak untuk melakukan investasi dalam rangka menerima deviden yang bersifat jangka pendek,

visual ,dengan interval waktu setiap tugas shift /berkala.Pemeriksaan visual dilakukan pada saat sistem beroperasi.Jenis kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan