• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIS DAN TIPE KEPRIBADIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIS DAN TIPE KEPRIBADIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU

DARI GAYA BELAJAR MATEMATIS DAN TIPE KEPRIBADIAN

Ihsan Walidin Laksana

1

. Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd

2

. Etika Khaerunnisa, M.Pd.

3

Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

email: ihsan8065@gmail.com

ABSTRAK

Profil kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar matematis dan tipe kepribadian merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan atau gambaran yang ada dalam diri siswa berdasarkan gaya belajar matematis dan tipe kepribadian pada kemampuan penalaran matematis. Subyek dalam penelitian ini adalah delapan siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Banjarsari. Subyek dipilih dengan teknik purposive

sampling. Instrumen dalam penelitian ini

adalah peneliti sebagai instrumen utama serta angket penggolongan gaya belajar matematis, angket penggolongan tipe kepribadian, tes kemampuan penalaran matematis, dan wawancara sebagai instrumen pendukung. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa siswa mastery

learning sudah mempunyai ide dalam

melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, memeriksa kesahihan, dan memberikan alasan atau bukti. Siswa self-expressive

learning mampu melakukan manipulasi,

menarik kesimpulan, dan memberikan alasan atau bukti, sedangkan tidak mampu memeriksa kesahihan. Siswa interpersonal

learning tidak mampu melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, dan memberikan alasan atau bukti karena terkendala dengan soal abstraksi, sedangkan mampu dalam memeriksa kesahihan karena menyukai masalah kehidupan nyata. Siswa

understanding learning mampu dalam melakukan manipulasi, memberikan alasan atau bukti, dan memeriksa kesahihan dengan mencari pola, sedangkan tidak mampu dalam menarik kesimpulan. Siswa guardian tidak mampu dalam melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, dan memeriksa kesahihan, sedangkan mampu memberikan alasan atau bukti dengan jelas dan sistematis. Siswa artisan tidak mampu dalam melakukan manipulasi, dan

memeriksa kesahihan karena cenderung tergesa-gesa dan tidak teliti, sedangkan mampu memberikan alasan atau bukti, dan menarik kesimpulan dengan cara berdiskusi. Siswa rational tidak mampu melakukan manipulasi, memberikan alasan atau bukti, dan memeriksa kesahihan karena kurang ketelitian, sedangkan mampu menarik kesimpulan dengan logika. Siswa idealist mampu dalam menarik kesimpulan, dan memeriksa kesahihan, sedangkan tidak mampu melakukan manipulasi, memberikan alasan atau bukti karena salah dalam memandang persoalan.

Kata kunci: Kemampuan penalaran matematis, gaya belajar model mastery

learning, self-expressive, learning interpersonal, dan learning understanding learning, kepribadian tipe guardian, artisan, rational, dan idealist.

PENDAHULUAN

Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka menggali dan mengembangkan potensi diri agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan masyarakat, bangsa, dan negara. Melalui pendidikan manusia menjadi lebih berkualitas dan berbudi pekerti luhur sehingga berguna bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan penting untuk kelangsungan kehidupan bangsa dan negara.

Salah satu pendidikan yang ada di Indonesia yaitu pendidikan matematika. Pendidikan matematika merupakan pendidikan yang sangat penting, karena di dalam ilmu matematika bisa dipelajari ilmu yang lain (Suherman dkk., 2003: 25).

(2)

Sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum, pendidikan matematika harus dipelajari siswa dari sekolah dasar sampai menengah bahkan sampai perguruan tinggi.

Pengertian matematika berdasarkan etimologis merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Suherman dkk., 2003: 16). Menurut Ruseffendi (Suherman dkk., 2003: 16) matematika merupakan hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Jadi pengertian matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil pemikiran manusia dengan cara bernalar.

Siswa di sekolah banyak yang kesulitan mengikuti pelajaran matematika. Salah satu penyebab kesulitan tersebut karena materi yang dibelajarkan kurang dikaitkan dengan kehidupannya. Kesulitan ini ditambah manakala guru yang mengajar materi kurang bisa membangkitkan keinginan dan potensi siswa untuk memperdalam pelajaran matematika, akibatnya pelajaran matematika seakan-akan menjadi sesuatu yang menakutkan.

Pembelajaran matematika idealnya dapat memotivasi siswa untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan mereka. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sariningsih (2014) yang mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika dibutuhkan inovasi baru agar keingintahuan siswa tumbuh dan potensi yang dimiliki oleh siswa bisa dikembangkan. Menurut Sariningsih (2014) peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa SMA bisa dilakukan dengan model pembelajaran kontekstual agar dalam pembelajaran matematika terasa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan penalaran berperan penting dalam pemahaman konsep maupun pemecahan masalah, kemampuan bernalar berguna pada saat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru berupa soal.

Tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, menyatakan bahwa salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika di sekolah yaitu agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Senada dengan hal diatas, Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah menyatakan bahwa salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika yaitu agar siswa mampu mengkomunikasikan gagasan, penalaran, serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa kemampuan penalaran sangat penting dimiliki oleh siswa.

Penalaran adalah proses atau aktivitas berpikir dalam menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Sariningsih, 2014: 214). Kemampuan penalaran merupakan kemampuan atau kesanggupan untuk menemukan penyelesaian, kemampuan untuk menarik kesimpulan suatu pertanyaan dan melihat hubungan implikasi serta kemampuan untuk melihat hubungan antara ide-ide.

Untuk menyelesaikan persoalan matematika banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya cara penyampaian guru, tanggapan dari siswa, dan model pembelajaran yang dipakai. Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Aziz (2010) yang mengemukakan bahwa ada pengaruh model pembelajaran pada hasil belajar siswa.

Faktor dominan yang mempengaruhi hasil belajar tidak semata dari faktor model pembelajaran, penyampaian guru, dan tanggapan dari siswa, akan tetapi ada faktor lain yaitu tipe kepribadian dan gaya belajar. Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Sagitasari (2010) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya belajar dengan prestasi belajar matematika. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya yang seringkali menjadi penghambat, sebab diperlukan perlakuan yang berbeda pula antar siswa terutama dalam pemilihan model. Selanjutnya untuk

(3)

meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa, maka perlu diperhatikan hubungan antara gaya belajar, tipe kepribadian dengan penggunaan model pembelajaran, yakni penggunaan model pembelajaran perlu disesuaikan dengan gaya belajar dan tipe kepribadian, dan sebaliknya gaya belajar dan tipe kepribadian juga memerlukan kehadiran model pembelajaran untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, gaya belajar berpengaruh terhadap hasil belajar. Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda (Ghufron dan Risnawita, 2010: 42). Gaya belajar setiap individu berbeda tergantung dari cara memahami dan menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, mereka sering kali harus menempuh cara yang berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Gaya belajar diklasifikasikan menjadi empat model (Strong dkk., 2007), yaitu mastery learning,

self-expressive learning, interpersonal learning, dan understanding learning.

Keempat model gaya belajar menurut Strong itu lebih spesifik untuk matematika.

Perbedaan keempat model gaya belajar matematis menurut Strong adalah

mastery learning merupakan gaya belajar

yang cenderung untuk belajar dengan gaya setahap demi setahap. Self-expressive learning merupakan gaya belajar yang

cenderung untuk memvisualisasikan dan membuat gambar serta mengejar banyak strategi. Interpersonal learning merupakan gaya belajar yang cenderung belajar melalui percakapan, hubungan pribadi, dan kelompok. Understanding learning

merupakan gaya belajar yang cenderung mencari pola, kategori, dan alasan.

Selain dari gaya belajar, tipe kepribadian juga berpengaruh dalam hasil pembelajaran. Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Aziz (2010) yang mengemukakan bahwa ada pengaruh tipe kepribadian pada hasil belajar siswa. Menurut Keirsey dan Bates (1984: 30-66) dan Keirsey (2009) (Yuwono, 2010: xxvi) kepribadian digolongkan menjadi empat

tipe, yaitu The Guardians (The Epimethean

Temperament), The Artisans (The Dionysian Temperament), The Rationals (The

Promethean Temperament), dan The Idealist

(The Apollonian Temperament). Secara garis besar perbedaan antara ke empat tipe kepribadian menurut Keirsey adalah

guardian menyukai kelas dengan model

tradisional dimana guru dengan gamblang menjelaskan materi dan memberikan perintah secara tepat dan nyata. Artisan menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Tipe artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang.

Rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika. Idealist menyukai materi tentang ide dan nilai-nilai, dan lebih menyukai menyelesaikan tugas secara pribadi dari pada diskusi kelompok.

Gaya belajar dan tipe kepribadian dapat diamati melalui tingkah laku. Tingkah laku siswa selama pembelajaran menggambarkan gaya belajar dan tipe kepribadian yang dimiliki siswa tersebut. Setelah siswa sudah mengetahui gaya belajar dan tipe kepribadiannya, maka dalam memecahkan masalah matematika akan lebih mudah. Siswa juga memerlukan kemampuan penalaran matematis untuk memecahkan masalah matematika, karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak luput dari masalah. Pemecahan masalah menjadi penting untuk ditanamkan pada peserta didik agar matematika tidak kehilangan maknanya, sebab suatu konsep atau prinsip akan bermakna jika dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah (Yuwono, 2010: xxii-xxiii). Untuk dapat mengetahui profil kemampuan penalaran matematis siswa yang ditinjau dari gaya belajar matematis dan tipe kepribadian, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematis Dan Tipe Kepribadian”.

PENALARAN MATEMATIS

Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika apa pun memerlukan kemampuan penalaran. Dengan bernalar, siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan ilmu yang sistematis

(4)

dan menggunakan logika tanpa merasa tergantung pada cara-cara yang cepat dan singkat dalam menyelesaikan persoalan matematika. Siswa dapat berpikir dan bernalar terhadap suatu persoalan matematika apabila telah dapat memahami persoalan tersebut. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi.

Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif yang juga dikenal dengan induksi dan penalaran deduktif yang juga bisa disebut deduksi. Sumarmo (Sariningsih, 2014: 215) mengatakan bahwa penarikan kesimpulan yang berdasarkan sejumlah kasus atau contoh terbatas disebut induksi. Penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati dinamakan deduksi.

1. Penalaran Induktif

Penalaran Induktif adalah penalaran yang berdasarkan contoh-contoh terbatas yang teramati. Adapun menurut Azmi (2013: 12) penalaran induktif adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar.

Penalaran induktif melibatkan persepsi tentang keteraturan. Dalam matematika, mendapatkan kesamaan tersebut dapat menjadi dasar dalam rangka pembentukan konsep, yaitu dengan cara mengurangi hal-hal yang harus diingat. Proses tersebut dinamakan abstraksi konsep.

Penalaran induktif memainkan peran penting dalam pengembangan dan penerapan matematika. Sebagai fakta, penemuan matematika ada pula yang berawal dari suatu penarikan kesimpulan dengan menerapkan penalaran induktif. Kesimpulan yang ditarik secara induktif tidak selalu dapat dibuktikan secara deduktif. Kesimpulan demikian dinamakan suatu konjektur. Konjektur adalah suatu tebakan, penyimpulan teori, atau dugaan yang didasarkan pada fakta yang tak tertentu atau tak lengkap.

2. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah penalaran yang didasarkan pada aturan yang disepakati. Beberapa penalaran yang tergolong deduktif diantaranya: melakukan operasi hitung, menarik kesimpulan logis, memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola, mengajukan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid, merumuskan definisi dan menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika.

Penalaran deduktif (Azmi, 2013: 14) didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Pada penalaran deduktif proses penalaran konklusinya diturunkan secara mutlak dari premis-premisnya. Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar.

Penalaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penalaran deduktif atau deduksi yang dalam penarikan kesimpulannya berdasarkan aturan yang disepakati bersifat umum yang selanjutnya dihubungkan ke hal-hal yang bersifat khusus.

INDIKATOR KEMAMPUAN

PENALARAN MATEMATIS

Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor diuraikan bahwa indikator siswa yang memiliki kemampuan dalam penalaran matematis adalah:

1. Mengajukan dugaan;

2. Melakukan manipulasi matematika; 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti,

memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi;

4. Menarik kesimpulan dari pernyataan; 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen; 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala

matematis untuk membuat generalisasi. Menurut Sumarmo (Azmi, 2013: 15) indikator penalaran matematis pada

(5)

pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat:

1. Menarik kesimpulan logis;

2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan;

3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;

4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; 5. Menyusun dan menguji konjektur; 6. Merumuskan lawan contoh (counter

exemple);

7. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa

validitas argument;

8. Menyusun argumen yang valid; 9. Menyusun pembuktian langsung, tak

langsung, dan menggunakan induksi matematika.

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu empat indikator dari beberapa indikator yang dinyatakan oleh Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas dan Sumarmo, yaitu:

1. Melakukan manipulasi matematika; 2. Menarik kesimpulan dari pernyataan; 3. Memberikan alasan atau bukti terhadap

satu atau beberapa solusi;

4. Memeriksa kesahihan suatu argumen.

GAYA BELAJAR

Gaya belajar adalah suatu cara yang ditempuh oleh seseorang untuk menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. Hasil penelitian Kolb (Ghufron dan Risnawita, 2010: 93) yang dipaparkan dalam bukunya experiential

learning, menjelaskan bahwa setiap individu

mempunyai kecenderungan dalam belajar dan memenuhi model dasar belajar yang dijelaskan dalam learning cycle atau lingkaran pembelajaran.

Kolb (Ghufron dan Risnawita, 2010: 97) membagi gaya belajar kedalam empat bagian, yaitu (1) Diverger

(pengalaman kongkret, refleksi pengamatan); (2) Asimilatif (konseptualisasi abstrak, refleksi pengamatan); (3)

Konverger (konseptualisasi abstrak, eksperimen aktif); (4) Akomodatif

(pengalaman kongkret, eksperimen aktif). Honey dan Mumford (Ghufron dan Risnawita, 2010: 103) juga membagi gaya belajar seseorang menjadi empat

menyerupai rumusan gaya belajar Kolb, yaitu gaya belajar reflektor, teoris, pragmatis dan aktivis. Honey dan Mumfrod

(Ghufron dan Risnawita, 2010: 103-104) berpendapat bahwa individu cenderung mempunyai perbedaan metode belajar, tergantung situasi dan tingkat pengalaman dengan begitu mereka bergerak di antara empat gaya belajar, dibandingkan mendominasi pada salah satu gaya belajar.

Selain dari Kolb, Honey dan Mumfrod, Strong juga mengembangkan model gaya belajar siswa (Strong dkk., 2007), gaya belajar siswa yang dikembangkan oleh Strong lebih spesifik untuk matematika. Gaya belajar siswa tersebut antara lain:

1. Mastery Learning

Mastery Learning (ML) adalah gaya

belajar yang cenderung untuk belajar dengan gaya setahap demi setahap. Adapun, karakteristik dari siswa dengan gaya belajar

mastery learning antara lain: (a) menginginkan petunjuk langkah demi langkah, (b) menyukai tata cara latihan yang diulang-ulang, (c) mempunyai kendala untuk membuat abstraksi, memberikan penjelasan dan menyelesaikan soal problem solving, dan (d) menyukai umpan balik yang cepat tentang keterampilan yang telah mereka capai. Gaya belajar mastery learning menganggap bahwa kecakapan matematika sebagai kecakapan dalam menghitung dan mengoperasikan angka-angka.

2. Self – Expressive Learning

Self – Expressive Learning (SL)

adalah gaya belajar yang cenderung untuk memvisualisasikan dan membuat gambar serta mengejar banyak strategi. Karakteristik dari gaya belajar ini antara lain: (a) Ingin menggunakan imajinasi dalam kelas matematika, (b) menyukai hal baru, masalah yang menarik, (c) kendala dalam pembelajaran yang rutin dan praktek pengulangan, dan (d) menyukai peluang untuk menjadi kreatif.

3. Interpersonal Learning

Interpersonal Learning (IL) adalah

gaya belajar yang cenderung belajar melalui percakapan hubungan pribadi, dan kelompok. Karakteristik dari gaya belajar ini antara lain: (a) menyukai diskusi bagaimana

(6)

menghadapi masalah, (b) menyukai masalah kehidupan nyata, (c) mempunyai kendala dengan persoalan matematika tanpa aplikasi praktis, soal problem solving, serta soal yang menuntut abstraksi, dan (d) menyukai hubungan dengan rekan dan guru.

4. Understanding Learning

Understanding Learning (UL) adalah

gaya belajar yang cenderung mencari pola, kategori, dan alasan. Karakteristik dari gaya belajar ini antara lain: (a) ingin mengetahui bagaimana matematika bekerja, (b) menyukai masalah yang meminta alasan dan penjelasan, (c) mempunyai kendala ketika persoalan matematika diminta untuk dilakukan secara kerjasama, menghadapi soal aplikasi, menghadapi latihan dan praktek, dan (d) menyukai tantangan.

Dalam penelitian ini, gaya belajar matematis yang akan diteliti melihat dari hasil angket yang diberikan kepada responden atau peserta didik. Responden yang dominan ke salah satu gaya belajar matematis akan dipilih menjadi subyek penelitian.

TIPE KEPRIBADIAN

Proses pembelajaran di kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan (teacher oriented), disamping metode pembelajaran ceramah menjadi pilihan utama. Kondisi ini seringkali menjadikan proses belajar dan hasil belajar yang diraih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penelitian Aziz (2010) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar mengajar masih minim guru yang menggunakan model pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Sebetulnya penggunaan metode pembelajaran yang tepat sangat penting untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas.

Tidak hanya metode pembelajaran yang tepat yang menjadikan hasil pembelajaran meningkat, terdapat faktor lain yaitu faktor kepribadian siswa. Siswa yang dominan pada satu tipe kepribadian nilai-nilainya sangat tinggi di beberapa mata pelajaran. Ini membuktikan bahwa faktor kepribadian berpengaruh dalam hasil pembelajaran. Setiap siswa terdapat perbedaan kepribadian, maka guru harus

dapat menyatukan perbedaan yang ada, tanpa menghilangkan ciri mereka yang sesungguhnya dengan menggunakan model pembelajaran yang dianggap tepat.

Keirsey (1998) menggolongkan kepribadian dalam empat tipe, yaitu

guardian, artisan, rational, dan idealist.

Penggolongan ini didasarkan pada bagaimana seseorang memperoleh energinya

extrovert atau introvert, bagaimana seseorang mengambil informasi sensing atau

intuitive, bagaimana seseorang membuat

keputusan thinking atau feeling, dan bagaimana gaya dasar hidupnya judging atau

perceiving.

1. Extrovert atau Introvert

Seseorang memiliki perbedaan dalam memperoleh energi yang mempengaruhi tingkah lakunya. Cara dalam memperoleh energi bisa didapat dari luar atau biasa dikenal dengan extrovert, bisa juga berasal dari dalam atau disebut dengan

introvert.

2. Sensing atau Intuitive

Keirsey mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki kesadaran ketika menerima lalu menyikapi informasi yang diterimanya. Ada yang menyikapi dengan cara mengamati menggunakan panca indera atau disebut dengan sensing, namun ada pula yang menyikapi berdasarkan intuisinya atau disebut dengan intuitive.

3. Thinking atau Feeling

Jika suatu konsep dalam hidup seseorang berasal dari penalaran yang objektif atau pikirannya dinamakan dengan

thinking. Sedangkan jika konsep tersebut

berasal dari perasaan atau emosinya dinamakan dengan feeling.

4. Judging atau Perceiving

Seseorang akan menganggap segala yang diyakininya lahir dari apa yang dialami, pengalaman itu kemudian dianggap sebagai sesuatu yang benar, hal ini dikenal dengan judging. Akan tetapi jika pengalaman tersebut dibiarkan tetap terbuka apa adanya dikenal dengan perceiving.

Dengan berdasarkan pada keempat temperamen, akan dideskripsikan gaya belajar pada masing-masing tipe kepribadian

(7)

menurut Keirsey dan Bates (Keirsey, 1998) sebagai berikut:

1. Tipe Guardian

Kepribadian tipe guardian ini menyukai kelas dengan model tradisional beserta prosedur yang teratur. Siswa dengan tipe ini menyukai guru yang dengan gamblang menjelaskan materi dan memberikan perintah secara tepat dan nyata. Tipe ini mempunyai ingatan yang kuat, menyukai pengulangan dan latihan dalam menerima materi, dan penjelasan terstruktur. Tipe guardian tidak selalu berpartisipasi dalam kelas diskusi, tetapi tipe ini menyukai saat tanya-jawab. Tidak menyukai gambar, namun lebih condong kepada kata-kata. Materi yang disajikan harus dihubungkan dengan materi masa lalu, dan kegunaan di masa datang. Jenis tes yang disukai adalah tes objektif.

2. Tipe Artisan

Kepribadian tipe artisan menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang, baik guru maupun teman-temannya. Bentuk kelas yang disukai adalah kelas dengan banyak demonstrasi, diskusi, presentasi, karena dengan demikian tipe ini dapat menunjukkan kemampuannya. Artisan akan bekerja dengan keras apabila dirangsang dengan suatu konteks. Segala sesuatunya ingin dikerjakan dan diketahui secara cepat, bahkan sering cenderung terlalu tergesa-gesa.

3. Tipe Rational

Kepribadian tipe rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika. Mereka mampu menangkap abstraksi dan materi yang memerlukan intelektualitas yang tinggi. Rational menyukai guru yang dapat memberikan tugas tambahan secara individu setelah pemberian materi. Dalam menerima materi, rational menyukai guru yang menjelaskan selain materinya, namun juga mengapa atau dari mana asalnya materi tersebut. Bidang yang disukai biasanya sains, matematika, dan filsafat, meskipun tidak menutup kemungkinan akan berhasil di bidang yang diminatinya. cara belajar yang paling disukai adalah eksperimen, penemuan

melalui eksplorasi, dan pemecahan masalah yang kompleks.

4. Tipe Idealist

Kepribadian tipe idealist menyukai materi tentang ide dan nilai-nilai. Lebih menyukai menyelesaikan tugas secara pribadi dari pada diskusi kelompok. Dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif. Menyukai membaca, dan juga menulis, oleh karena itu idealist kurang cocok dengan bentuk tes objektif, karena tidak dapat mengungkapkan kemampuan dalam menulis. Kreativitas menjadi bagian yang sangat penting bagi idealist. Kelas besar sangat mengganggu idealist dalam belajar, sebab lebih menyukai kelas kecil dimana setiap anggotanya mengenal satu dengan yang lainnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian etnografi. Menurut Miles & Hubberman (Emzir, 2010: 18) penelitian etnografi merupakan jenis penelitian kualitatif yang bermaksud untuk menyediakan naratif atau mendeskripsikan tentang komunitas atau kultur dibawah penyelidikan. Sedangkan Creswell (Ridwan, 2015: 30) menyebutnya strategi etnografi, yang merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif dimana peneliti menyelidiki suatu kelompok yang alamiah dengan mengumpulkan data utama, data observasi, dan data wawancara.

PROSEDUR PEMILIHAN SUBJEK Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling untuk menentukan

subyek penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 300) teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai pemimpin tertinggi sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. Teknik pengambilan sampel dengan

purposive sampling yaitu dengan mengelompokkan siswa kedalam empat

(8)

kelompok gaya belajar matematis dan empat kelompok tipe kepribadian. Setelah siswa dikelompokkan ke dalam kelompoknya masing-masing, selanjutnya dipilih perwakilan dari setiap kelompok gaya belajar matematis dan tipe kepribadian untuk dianalisis kemampuan penalaran matematis siswa tersebut.

Proses pemilihan subyek dimulai dari menyiapkan angket penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian, menetapkan kriteria pemilihan subyek, melaksanakan tes tertulis penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian, menganalisis hasil tes penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian, mewawancarai guru atau pihak lain untuk meminta pertimbangan sesuai dengan kriteria pemilihan subyek penelitian, sampai memilih subyek penelitian yang memenuhi kriteria.

INSTRUMEN DAN DATA PENELITIAN

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dan sebagai pendukung peneliti menggunakan instrumen pendukung yaitu:

1. Angket penggolongan gaya belajar matematis

2. Angket penggolongan tipe kepribadian 3. Tes kemampuan penalaran

4. Wawancara

Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data yang diperoleh dari instrumen lembar angket untuk menentukan penggolongan gaya belajar matematis dan tipe kepribadian.

2. Jawaban tertulis subyek penelitian dari soal kemampuan penalaran.

3. Rekaman wawancara. TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Bogdan (Emzir, 2010: 85) analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi - materi tersebut dan untuk memungkinkan

menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.

Miles dan Huberman (Emzir, 2010: 129-135) ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi dan pentransformasian data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Data yang diperoleh jumlahnya cukup banyak, kompleks, dan rumit, maka dari itu diperlukan analisis data melalui reduksi data. Dalam penelitian ini reduksi data digunakan ketika data penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian diperoleh, selanjutnya data difokuskan pada masing – masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadian. 2. Model Data (Data Display)

Setelah data direduksi, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart, dan sejenisnya. Model data atau

data display merupakan suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini data display atau model data digunakan setelah data difokuskan pada masing – masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadian, selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel sehingga dapat terlihat masing – masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadiannya.

3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan Penarikan/verifikasi kesimpulan adalah langkah ketiga dari kegiatan analisis data kualitatif yang permulaannya pengumpulan data, memutuskan apakah makna dari sesuatu, mencatat keteraturan, pola – pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal dan proposisi – proposisi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah terciptanya temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang

(9)

sebelumnya masih remang – remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini digunakan setelah data display, selanjutnya diambil satu orang subyek dari masing – masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadian.

PENGUJIAN KEABSAHAN DATA Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas data, uji

transferability, uji dependability dan uji confirmability.

1. Uji Kredibilitas

Menurut Sugiyono (2010: 368) uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member

chek.

Perpanjangan pengamatan dapat dilakukan dengan kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan dan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru sehingga informasi yang didapat bisa lebih mendalam lagi. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian, difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data itu benar atau tidak, berubah atau tidak.

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Meningkatkan ketekunan bisa dilakukan dengan mengecek kembali pengerjaan angket, tes penalaran matematis, wawancara yang telah dilakukan, membaca berbagai referensi buku dan hasil-hasil penelitian terkait.

Pengujian kredibilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan meningkatkan ketekunan dengan cara mengecek kembali pengerjaan angket, tes penalaran matematis, mendengarkan kembali hasil wawancara, dan membaca hasil penelitian yang relevan.

2. Uji Transferability

Menurut Sugiyono (2010: 376) pengujian transferability merupakan

validitas eksternal. Validitas eksternal menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Untuk meyakini hasil laporan yang telah dibuat maka peneliti dalam membuat laporan harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

Pengujian transferability dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyusun laporan hasil penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian. Selanjutnya didiskusikan dengan guru mata pelajaran matematika, apakah hasil yang diperoleh dari masing – masing siswa sesuai dengan karakteristik gaya belajar matematis dan tipe kepribadian. 3. Uji Dependability

Menurut Sugiyono (2010: 377) pengujian dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitiannya. Dalam penelitian ini, auditor dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Menurut Sanafiah (Sugiyono, 2010: 377) jika peneliti tidak dapat menunjukkan “jejak aktivitas lapangannya”, maka dependabilitas

penelitiannya patut diragukan.

Pengujian dependability dilakukan dengan cara memberikan laporan penelitian serta bimbingan yang intensif dengan pembimbing skripsi. Pembimbing skripsi merevisi laporan dengan melihat sistematika laporan dan kaidah bahasa yang digunakan. 4. Uji Confirmability

Menurut Sugiyono (2010: 377) pengujian confirmability disebut dengan uji obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji

dependability, sehingga pengujiannya dapat

dilakukan secara bersamaan. Menguji

confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan (Sugiyono, 2010: 378).

Pengujian confirmability dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil diskusi peneliti dengan guru mata pelajaran matematika serta dosen pembimbing. Hasil diskusi dengan guru mata pelajaran

(10)

matematika yaitu setuju dengan hasil laporan yang diberikan.

HASIL PENELITIAN

1. Profil Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematis

a. Profil Siswa Mastery Learning

Profil kemampuan penalaran matematis siswa Mastery Learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika ketika mampu belajar dari kesalahan sebelumnya. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan dengan langkah-langkah yang benar. Pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi ML mampu memberikan alasan dengan jelas. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen ML mampu memberikan argumen secara sistematis.

b. Profil Siswa Self-Expressive Learning Profil kemampuan penalaran matematis siswa Self-expressive Learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika karena SL menyukai hal baru dan menarik, menggunakan imajinasi dalam menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi SL mampu memberikan alasan dengan singkat dan benar, sedangkan dalam memeriksa kesahihan suatu argumen SL tidak mampu karena tidak mengingat rumus yang harus digunakan.

c. Profil Siswa Interpersonal Learning Profil kemampuan penalaran matematis siswa Interpersonal Learning tidak mampu dalam melakukan manipulasi matematika, dan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan karena terkendala dengan soal abstraksi. Pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi IL tidak mampu karena terkendala dengan soal problem solving, sedangkan pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen IL mampu memberikan argumen karena soal yang disajikan berupa masalah kehidupan nyata.

d. Profil Siswa Understanding Learning Profil kemampuan penalaran matematis siswa Understanding Learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika dengan mencari pola, dan kategori. IL tidak mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan karena terkendala dengan soal aplikasi, sedangkan pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi IL mampu memberikan alasan dengan argumennya sendiri. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen IL mampu memberikan argumen karena menyukai masalah yang meminta alasan.

2. Profil Siswa Ditinjau Dari Tipe Kepribadian

a. Profil Siswa Guardian

Profil kemampuan penalaran matematis siswa Guardian tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika, dan tidak mampu menarik kesimpulan dari pernyataan dengan langkah-langkah yang benar, sedangkan mampu memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi dengan jelas dan sistematis. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen GD tidak mampu memberikan argumen secara sistematis karena kurang dalam ketelitian.

b. Profil Siswa Artisan

Profil kemampuan penalaran matematis siswa Artisan tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika, sedangkan pada tahap menarik kesimpulan dari suatu pernyataan AR berdiskusi dengan temannya untuk mampu menarik kesimpulan. AR mampu memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi dengan cepat dan sistematis. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen AR tidak mampu karena segala sesuatunya ingin dikerjakan dengan cepat bahkan cenderung tergesa-gesa. c. Profil Siswa Rational

Profil kemampuan penalaran matematis siswa Rational tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika, sedangkan mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan dengan logika berpikirnya sendiri. Pada tahap

(11)

memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi, dan memeriksa kesahihan suatu argumen RT tidak mampu karena terkendala dengan ketelitian dalam proses penyelesaian.

d. Profil Siswa Idealist

Profil kemampuan penalaran matematis siswa Idealist tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika karena tidak memahami soal yang diberikan, sedangkan mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan dengan sudut pandangnya. ID tidak mampu memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi karena salah dalam memandang persoalan yang diberikan. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen ID mampu memeriksa dengan benar. SARAN

1. Peneliti lain agar melakukan penelitian lanjutan dengan tinjauan kemampuan matematis yang berbeda sebagai tambahan pengetahuan akan pentingnya gaya belajar matematis dan tipe kepribadian terhadap kemampuan matematis, dan melakukan penelitian dengan mengambil kelas yang mempunyai kemampuan awal matematisnya sama sehingga mendapatkan subyek yang benar-benar sesuai dengan tujuan peneliti.

2. Peneliti lain agar melihat keterkaitan antara gaya belajar matematis dan tipe kepribadian dengan kemampuan matematis yang diteliti, serta melakukan wawancara dengan efektif sehingga mampu mengungkapkan hal-hal yang belum ditemukan dalam jawaban subyek.

3. Di setiap sekolah agar mengadakan identifikasi penggolongan gaya belajar matematis dan tipe kepribadian, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat menyesuaikan dengan gaya belajar matematis dan tipe kepribadiannya.

4. Guru matematika agar memahami gaya belajar matematis dan tipe kepribadian siswa yang berbeda-beda, sehingga dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan lebih efektif dan efisien serta menggunakan metode,

model, dan strategi pembelajaran yang mampu mencakup gaya belajar matematis dan tipe kepribadian siswa. REFERENSI

Azmi, U. (2013). Profil Kemampuan

Penalaran Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VIII SMP YPM 4 Bohar Sidoarjo. Skripsi Program

Studi Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya: Tidak Diterbitkan.

Aziz, A. (2010). Pengaruh Metode Pembelajaran dan Tipe Kepribadian Pada Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Fiqih. Tesis Program

Panca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Ghufron, M. N., dan Risnawita, R. (2010).

Gaya Belajar (Kajian Teoritik).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hendrayana, A. (2015). Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) Terhadap Pemahaman Konseptual, Kompetensi Strategis, Dan Beban Kognitif Matematik Siswa SMP Boarding School (Sekolah Berasrama). Disertasi Program Studi

Pendidikan Matematika UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Junairi, R., dkk. Penerapan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gaya Belajar

Mastery, Interpersonal,

Understanding, dan Self-Expressive

Di Kelas VII Kecerdasan Interpersonal SMP Negeri 7 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal

Pendidikan Matematika FMIPA UNP: Tidak Diterbitkan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online terdapat pada http://kbbi.web.id

Keirsey, D. (1998). Please Understand Me

(12)

Intelligence. USA: Prometheus Nemesis Book Company.

Republik Indonesia, 2004 Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas, Jakarta: Sekretariat Negara.

________________, 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, Jakarta: Sekretariat Negara.

________________, 2014 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59, Jakarta: Sekretariat Negara. Ridwan, M. (2015). Profil Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar. Skripsi Jurusan

Pendidikan Matematika Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Tidak Diterbitkan.

Sagitasari, D. A. (2010). Hubungan Antara

Kreativitas dan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.

Sariningsih, R. (2014). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran Kontekstual. Prosiding

Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Strong, R., dkk. (2007). The Strategic

Teacher: Selecting the Right Research-Based Strategy for Every Lesson. New York: ASCD.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

________. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses Dan

Hasil Belajar Matematika. Jakarta:

Universitas Terbuka.

__________. (2003). Individual Textbook

Evaluasi Pembelajaran Matematika.

Bandung: JICA UPI.

Suherman, E., dkk. (2003). Common

Textbook Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Yuwono, A. (2010). Profil Siswa SMA

Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian. Tesis Program Studi

Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta: Tidak Diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang telah diintegrasikan dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Dikdasmen, Dapodik PAUD-Dikmas, Kebudayaan dan Ditjen GTK yang digunakan oleh Pusat Data Statistik

Bagaimanakah kualitas media laboratorium virtual berbasis inkuiri terstruktur pada materi titrasi asam basa dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil

Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh kultivar Wani Ngumpen adalah sebagai berikut: (1) citarasanya disukai konsumen karena daging buahnya memiliki aroma khas, rasanya

Perlakuan variasi pemupukan menghasilkan rerata yang tidak berbeda nyata pada semua parameter pertumbuhan kecuali pada parameter jumlah anakan pupuk kimia dosis

dari arsitektur tradisional yang Kalimantan Timur miliki. Lamin merupakan bentuk arsitektur tradisional Dayak di.. Kalimantan Timur. Lamin sangant khas dengan

Gambaran Ken semasa Satrio melakukan kampanye menunjukkan bahwa Satrio berusaha memenuhi kebutuhannya akan aktualisasi diri, dalam hal ini menjadi seorang

Penurunan pertumbuhan juga terjadi pada produktivitas hablur balk pada program tebu rakyat maupun tebu PG, rata-rata penurunan terbesar terjadi pada tebu rakyat balk tebu di

Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menganalisis untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran dengan metode belajar kelompok