• Tidak ada hasil yang ditemukan

Obat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Obat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. Obat Psikotropik

Pengobatan yang digunakan untuk mengobati gangguan kejiwaan disebut sebagai obat psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan prilaku (mind and behaviour altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication).

Psikotropik digolongkan berdasarkan aplikasi klinisnya, antara lain, anti-psikosis, anti-depresi, anti-mania (mood stabilizer), anti-anxietas (axiolytics), anti-insomnia (hypnotics), anti-obsesif kompulsif, anti-panic, cognitive enhancer, dan stimulant. Obat-onbatan ini memiliki berbagai macam indikasi. Misalnya, obat-obatan seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) berperan sebagai antidepresan, dan anxiolytic, dan serotonin-dopamine (SDA) berperan sebagai antipsikotik dan mood stabilizer.

Penggunaan klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam (suppression) gejala sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin ditanggulangi (psikosis, depresi, mania, anxietas, insomnia, obsesif-kompulsif, panik). Penggolongan obat psikotropik berdasarkan orientasi pada gejela sasaran sejalan dengan penggolongan “WHO-Revised List of Drugs, 1994”. (Tabel 1)

Obat psikotropik juga dikelompokkan berdasarkan strukturnya (misal, senyawa trisklik, tetrasiklik), mekanisme kerja (misal, monoamine oxidase inhibitor [MAOI]-reversible, selective serotonin reuptake inhibitor [SSRI]; typical [Dopamine D2 receptor antagonist], atypical [Dopamine D2 receptor antagonist, Serotonin 5 HT2 receptor antagonist], atau indikasinya (misalnya antidepresan, anti-mania).

(2)

Tabel 1. Pengelompokan obat psikotropik berdasarkan gejala sasaran

Psychotherapeutic Drugs Obat Psikotropik Gejala sasaran Drug used in psychotic disorder Anti-psikosis Psikosis

Drug used in mood diorders Anti-depresi Depresi

Anti-mania Mania

Drug used in sedation and generalised anxiety disorders

Anti-anxietas Anxietas Anti-insomnia Insomnia

Drug used in obsessive compulsive disorder and panic attacks

Anti-obsesif kompulsif Obsesif Kompulsif

Anti-panik Panik

1. Obat Anti-Psikosis

Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan.

Obat antipsikosis diindakasikan untuk pasien dengan sindoma psikosis dengan hendaya yang berat. Berdasarkan mekanisme kerjanya, anti-psikosis dapat dibedakan menjadi antipsikosis tipikal (antagonis resptor dopamine) dan antipsikosis atipikal (antagonis reseptor dopamine-serotonine). Contoh antipsikosis tipikal dan atipikal dapat dilihat di tabel 2.

(3)

Tabel 2. Anti-psikosis tipikal dan atipikal

Obat Anti-Psikosis

I. Obat anti psikokis tipikal 1. Phenothiazine

 Rantai Aliphatic : Chlopromazine (Largactil)  Rantai Piperazine : Perpherazine (Trilafon)

Trifluoperazine (Stelazine) Fluphenazine (Anatensol)  Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)

2. Butyrophenone : Haloperidol (Haldol, Serenance) 3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)

II. Obat anti psikosis atipikal

1. Benzamide : Sulpiride (Dogmatil) 2. Dibenzodiazepine : Clozapine (Clorazil)

Olanzapine (Zyprexa) Quetiapine (Seroquel) Zotepine (Lodopin) 3. Benziosoxazole : Risperidone (Risperidal)

Aripriprazole (Abilify)

I. Indikasi Penggunaan Antipsikosis

Obat antipsikosis diindikasikan pada pasien dengan sindrom psikosis dengan hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability), daya nilai norma social (judgement) terganggu, dan daya tilikan diri (insight) terganggu.

Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk mengurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania, Tourette’s

(4)

syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi delusional.

Obat antipsikosis juga dapat digunakan untuk mengobati gejala positif dan gejala negatif hasil manifestasi hendaya berat dalam fungsi mental. Gejala positif antara lain: gangguan asosiasi pikiran (inkoheresi), isi pikiran yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), dan prilaku yang aneh atau tidak terkendali (disorganized). Gejala negative antara lain: gangguan perasaan (afek tumpul, emosi minimal), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang streotip dan tidak inisiatif, prilaku yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia). Selain itu, antipsiotik juga dapat digunakan untuk sindrom psikosi dengan hendaya berat pada fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dan gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin.

II. Kerja farmakologis

Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor dopamine dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptor dopamine D2 receptor (Anti-psikosis “typical”), sehingga efektif untuk gejala positif pada gangguan psikotik. Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 receptor dan beberapa diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada striatum, sehingga efektif untuk gejala negative dan positif pada gejala psikotik.

Obat antipsikosis tipikal mengurangi gejala psikotik dengan menghambat pengikatan dopamine pada reseptor dopamine D2. Efek

(5)

antipsikotik tampak berasal dari inhibisi neurotransmisi dopaminergic pada ronjolan dopamine mesokortikal, sedangkan efek simpang pasrkinson terjadi akibat blockade jaras nigrostriatal.. inhibisi jalur tuberoinfundibular bertanggung jawab terhadap efek endokrin obat. Obat ini mengurangi gejala psikotik akibat gangguan psikiatrik primer, seperi skizofrenia atau keadaan medis lain.

Sebagian besar antagonis reseptor dopamine tidak diabsorbsi secara lengkap melalui pemberian oral. Waktu paruh obat berkisar antara 10 hingga 20 jam dan dapat diberikan dalam satu dosis oral harian ketika pasien berada pada keadaan stabil dan tanpa efek samping. Konsentrasi plasma memuncak pada 1 hingga 4 jam setelah pemberian oral dan 30 hingga 60 menit setelah pemberian parenteral.

III. Cara pemakaian

Umumnya obat antipsikotik diberikan melalui oral, dan melewati “first-pass metabolism” di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor.

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

(6)

 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu  Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam  Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

 Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga tidak menganggu kualitas hidup pasien.

Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari hingga dosis efektif (sindroma psikosis reda) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintenance dipertahankan selama 6 bulan- 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari).

Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia.

Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3-4 x 2 mg/hari.

IV. Efek samping

(7)

 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa ngantuk, penurunan kewaspadaan, penurunan psikomotor, penurunan kemampuan kognitif).

 Gangguan otonom (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan BAK dan BAB, hidung tersumbat, mata kabur, peningkatan tekanan intraocular, gangguan irama jantung).  Gangguan ekstrapiramindal (distonia akut, akathisia, sindrom

Parkinson: tremor, bradikinesiam rigiditas).

 Gangguan endokrin (amenorrhoea, gynaecomastia), metabolic (jaundice), hamtologik (agranulocytes), biasanya terjadi pada penggunaan jangka panjang.

Tardive dyskinesia merupakan efek samping yang irreversible berupa gerakan involunter berulang pada lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak. Gejala berkurang saat tidur. Efek samping ini biasa terjadi pada penggunaan jangka pendek (terapi pemeliharaan) dan pada usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis-obat antipsikosis (non dosed related).

2. Anti-Depresi

Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada beberapa klasifikasi depresi menrut DSM-IIIR yang dikeluarkan oleh beberapa ahli psikiatri di Amerika. Secara sederhana pembagian depresi adalah sebagai berikut :

 Depresi reaktif skunder

Paling umum dijumpai sebagai respon terhadap penyebab nyata, misalkan; penyakit dan kesedihan. Dulu dikenal sebagai depresi eksogen.  Depresi endogen

Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik, bermanifestasi sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi sters yang biasa.

 Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan mania yang terjadi bergantian.

(8)

Obat antidepresan mempunyai bebrap sinonim antaralain, timoleptik atau psychic energizer. Yang akan dibahas dalam pustaka ini adalah obat antidepresi golongsn penghambat MAO dan antidepresi trisiklik. Penggolongan obat, sediaan dan dosis anjuran dapat dilihat pada tabel berikut

(9)

I. Penghambat Mono Amin Oksidase a. Farmakodinamik

Penghambat mono amin oksidase digunakan sebagai antidepresi sejak 15 tahun yang lalu. MAO dalam tubuh terdapat pada intraseluler tepatnya di mitokondria. MAO dalam tubuh berfungsi dalam meningkatkan kadar ephrineprin, norephrineprin dan 5HT dalam otak. Sedangkan hubungannya dengan proses psikis belum diketahui.

MAOI bekerja di sistem saraf pusat, sistem saraf simpatik, hati dan saluran gastrointestinal. Pada dosis diatas 60mg/ hari dapat menghambat ambilan kembali atau meningkatkan pelepasan dopamin dan norepinephrin serta serotonin hingga pada tingkat yang lebih sedikit. Efek utama MAOI dalam psikiatri adalah pada SSP. Disamping efeknya pada mood depresi, MAOI dikaitkan dengan gangguan tidur dan arsitektur tidur yang bermakna secara klinis.

b. Farmakokinetik

Penhelzyn, tranylcyplomin, dan isocarboxazid mudah diabsorbsi di saluran cerna dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2 jam. Waktu paruh dalam plasma berkisar antara 2 sampai 3 jam; waktu paruh dalam jaringan lebih lama. Karena obat ini menonaktifan MAO secara reversibel, efek terapuetik dosis tunggal MAOI ireversibel dapat berlangsung selama 2minggu. Golongan penghambat reversibel monoamin (RIMA) meclobemide cepat diabsorbsi dan memiliki waktu paruh selama 0,5-3,5 jam. Ini artinya memiliki efek yang lebih singkat daripada MAOI.

c. Indikasi

Indikasi MAOI serupa dengan obat anti depresi trisiklik dan tetrasiklik. MAOI terutama efektif pada gangguan panik dengan agorafobia, stress pasca trauma, gangguan makan, fobia sosial dan gangguan nyeri. Sejumlah penelitian mencatat bahwa obat MAOI

(10)

banyak digunakan sebagai pilihan untuk terapi depresi dengan gejala hipersomnia, hiperfagia, ansietas dan tidak adanya gejala vegetatif.

d. Kontra Indikasi

MAOI harus digunaka sangat hati-hati pada orang dengan penyakit ginjal, kardiovaskular dan hipotiroidisme. Obat ini juga dikontra indikasikan bagi pasien dengan kehamilan walaupun sedikit sekali dilaporkan bahwa obat ini bersifat teratogenik.

e. Efek Samping

Efek samping MAOI adalah hipotensi ortostatik, insomnia, berat badan bertambah, edema, dan disfungsi seksual. Efek simpang MAOI yang jarang terjadi antaralain, krisis hipertensi spontan yang dicetuskan oleh bukan tiramin, terjadi pertama setelah pajanan dengan obat. Parestesia, mioklonus, dan nyeri otot kadang-kadang ditemukan pada orang yang diterapi dengan MAOI. Parestesia disebabkan oleh adanya defisiansi piridoksin yang dicetuskan oleh MAOI yang dapat berespon dengan penambahan piridoksin 50-150 mg per oral per hari.

Efek samping RIMA moclobemide yang paling lazim adalah mual, pusing, dan gangguan tidur.

II. Antidepresan Trisiklik a. Farmakodinamik

Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin). Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak. Dari beragam jenis anti depresi trisiklik terdapat perbedaan beraneka perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai neurotransmiter. Ada yang sangat sensitiv terhadap norepinephrin dan ada yang sensitiv terhadap serotonin dan ada pula yang dopamin.

(11)

Pada orang normal obat ini memberikan efek lelah obat tidak meningkatkan alam perasaan (elevation of mood) dan meningkatnya rasa cemas. Pemberian jangka lama dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan proses berfikir serupa yang ditimbulkan oleh CPZ. Sebaliknya, bila obat diberikan dalam jangka lama bagi penderita depresi, terjadi peningkatan alam perasaan. Belum dapat dijelaskan mengapa hilangnya gejala depresi baru terlihat setelah pengobatan sekitar 2-3 minggu. Tidak jelas hubungan antara efek obat dengan kadar dalam plasma. Mekanisme anti depresi imaparin tidak jelas, tetapi terjadinya mania, euforia dan insomnia pada penderita psikiatri menunjukkan bahwa obat ini berefek stimulasi.

Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.

b. Farmakokinetik

Efek obat setelah pemberian 75-100 mg terbagi dalam beberapa kali pemberian dalam 2 hari dan 50 mg untuk hari selanjutnya sampai dosis tercapai 200-250mg akan menimbulkan efek setelah 2-3 minggu pemberian.

c. Kontra Indikasi

Penyakit jantung koroner, glaukoma, retensi urin, hiperplasi prostat dan gangguan fungsi hati.

d. Efek Samping

Pada susunan saraf pusat, imaparin menunjukkan efek muskarinik, sehingga dapat terjadi efek penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi

(12)

dan retensi urin. Imiparin sering menimbulkan ikterik ikterus kolestatik, gejala akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Selain itu kadang timbul eksantema dan pada keadaan toksisk dapat terjadi hipertensi dan hiperpireksia namun juga sering menimbulkan hipotensi ortostatik.

3. Anti-Mania

Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat. Berikut berbagai obat anti mania dengan berbagai sediaan dan dosis anjurannya.

I. Farmakodinamik

Litium tidak bersifat sedatif, depresif atau suatu euforian. Mekanisme kerjanya sebagai mood stabilizing agent belum diketahui dengan pasti walaupun ada dugaan berefek terhadap membran biologik. Yang khas dari sifat litium adalah dapat menembus membran biologik. Disini diduga litium dapat mengganti peran natrium dalam menimbulkan potensial aksi neuron. Dalam suatu percobaan, litium kadar rendah dapat membantu metabolisme

(13)

monoamin biogenik yang berperan dalam patofosiologi terjadinya gangguan mood.

II. Farmakokinetik

Setelah dikonsumsi, litium sepenuhnya diabsorbsi lewat saluran gastrointestinal. Puncak kadar serum dalam 1 hingga 1,5 jam untuk sediaan standar dan 4,5 jam untuk sediaan lepas terkendali. Litium tidak tidak terikat dalam protein plasma, tidak didistribusikan sama pada air tubuh. Litium tidak melintasi sawar darah dengan cepat.

Waktu paruh 7 jam setelah asupan. Litium hampir selurhnya diekskresi di ginjal. Dan menurun ekskresinya jika ada kelainan ginjal.

III. Indikasi dan Pemberian

Kira-kira 80% pasien manik berespon terhadap litium meskipun respon litium sendiri membuthkan waktu 1-3 minggu terapi konsentrasi terapuetik. Untuk mengatasi periode mania dengan segera, sebelum efek tercapai diobati dulu dengan golongan benzodiazepin (klonopin) dan lorazepam pada 1-3 minggu pertama. Gejala pada seperlima hingga setengah pasien skizofrenia berkurang setelah diberikan litium bersamaan dengan antipsiokotik.

IV. Kontra Indikasi

Litium tidak boleh diberikan pada perempuan hamil pada trimester pertama karena risiko terjadinya defek lahir. Malformasi adalah kejadian tersering terutama anomali Eibstein pada katub trikuspid. Pada perempuan pasca melahirkan yang diterapi dengan obat ini, mempunyai risiko toksisitas pada bayi dan ini dapat dikurangi risikonya dengan hidrasi saat persalinan.

V. Efek Samping

 Gejala efek samping dini pada pengobatan jangka panjang:

o Mulut kering, haus, saluran cerna (mual, muntah dan diare), kelemahan otot, poliuria, tremor.

(14)

o Tidak ada gangguan sedasi maupun ekstrapiramidal.  Efek samping lain :

o Hipotiroidisme, peningkatan berat badan, edem tungkai, gangguan daya ingat, konsentrasi dan pikiran, serta leukositosis.

 Gejala intoksikasi :

o Gejala dini seperti, muntah, diare, tremor kasar, mengantuk dan penurunan konsentrasi.

 Gejala semakin memberat ditandai dengan, kesadaran menurun, oliguri dan kejang-kejang. Maka perlu diadakan pengawasan yang ketat pada terapi ini.

4. Anti Anxietas

Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid.

Obat ini pada umumnya memiliki sifat yang sama yaitu sebagai sedatif. Anti ansietas yang utama adalah golongan benzodiazepin. Generik, golongan dan sediaan serta dosis obat anti ansietas dapat dilihat pada tabel berikut :

No Generik Golongan Sediaan Dosis

1 Diazepam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr 2 Klordiazepoksoid Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg / Hr 3 Lorazepam Tab0,25-0,5- 1 mg 3 x 0,25-0,5 mg/hr 4 Clobazam Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr

5 Brumazepin Cap 50 mg 100-200 mg/hari

6 Oksazolom Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr 7 Klorazepat Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg / Hr 8 Alprazolam Tab0,25-0,5- 1 mg 3 x 0,25-0,5 mg/hr 9 Prazepam Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr

(15)

10 Sulpirid Non Benzodiazepin

Cap 50 mg 100-200 mg/hari

11 Buspiron Tab 10 mg 15-30 mg/hari

I. Farmakodinamik

Cara kerja obat ini adalah potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Efek farmakodinamik derivat benzodiazepin lebih luas daripada efek mepobramat dan barbiturat. Klordiazepoksid tidak hanya bekerja sentral, tetapi juga perifer pada susunan saraf kolinergik, adrenergik dan triptaminergik.

II. Farmakokinetik

Setelah pemberian oral, klordiazepoksid mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan menetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi benzodiazepin melalui ginjal secara lambat. Setelah pemberian satu dosis obat masih ditemukan dalam urin setelah beberapa hari.

III. Indikasi

Derivat benzodiazepin digunakan untuk meimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas dan keadaan psikosomatik yang ada hubungannya dengan rasa cemas. Selain sebagai anti ansietas derivat benzodiazepin juga digunakan sebagai anti konvulsi, pelemas otot, hipnotik dan induksi anestesi general.

IV. Kontra Indikasi

Derivat benzodiazepin jangan diberikan bersama alkohol, barbiturat atau fenotiazin. Kombinasi ini akan menimbulkan efek depresi yang berlebihan.

V. Cara Pemberian

 Klobazam : untuk pasien dewasa dan lanjut usia yang ingin tetap aktif

(16)

 Lorazepam : untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.  Alprazolam efektif untuk anti ansietas antisipatorik, mula kerja lebih

cepat dan mempunyai efek antidepresan.

 Sulpirid -50 efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrome ansietas dan paling kecil menimbulkan risiko ketergantungan.

VI. Efek Samping

Efek samping dapat berupa :

 Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor berkurang, kemampuan kognitif melemah)

 Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah dll)

 Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika oleh karena at therapeutic dose dose they have low reinforcing propertis

 Potensi menimbulkan ketergantungan obat dikarenakan obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat singkat.

 Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat (rebound phenomen); pasien menjadi iritable, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi dan lain-lain

5. Anti-Insomnia

Obat anti insomnia mempunyai beberapa sinonim antaralain hipnotik, somnifacient, atau hipnotika hipnotik, somnifacient, atau hipnotika dan somnifasien. Obat yang menjadi acuan adalah fenobarbital. Obat- obat yang dapat dipakai sebagai golongan anti insomnia antaralain seperti berikut dalam tabel.

(17)

I. Farmakodinamik

Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan dalam memperantarai proses tidur.

II. Cara penggunaan

Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur.

Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat.

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi.

(18)

III. Kontra Indikasi

 Sleep apnoe syndrome  Congestive heart failure  Chronic respiratory disease  Wanita hamil dan menyusui IV. Efek Samping

 Supresi SSP pada saat tidur  Rebound Phenomen

 Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama.

6. Anti-obsesif kompulsif

Obat yang menjadi acuan adalah klompramine. Obat ini dapat digolongkan atas : obat anti osesi kompulsi trisiklik (klompramine) dan obat anti obsesi kompulsi SSRI (sentrali paroksin, flovokamin dan fluoksetin).

I. Farmakodinamik

Obat ini bekerja dengan menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.

(19)

II. Cara Pemberian

Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari).

Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari

III. Efek Samping

 Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan trisiklik, antaralain :

 Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.  Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai

disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

 Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik.  Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia. IV. Anti Panik

Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramin. Penggolongan obat anti panik dibagi atas :

 Obat anti panik trisiklik (contoh : imipramin, klomipramin)  Obat anti panik benzodiazepin ( contoh : alprazolam)  Obat anti panik RIMA (contoh : mokoblemid)

(20)

 Obat antipanik SSRI (contoh : sertalin, fluoksetin, paroksetin dan fluoksamin)

V. Farmakodinamik

Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron.

VI. Cara Pemakaian

Semua jenis obat sama efektif dalam mengatasi panik pada taraf ringan maupun sedang. Mulai dengan dosis rendah, tingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu. Dosis efektif biasanya dicapai dalam 2-3 bulan.

(21)

Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah memungkinkan.

Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

VII. Kontra Indikasi

Pada penggunaan fluoksatin, kontra indikasi terhadap pasien yang telah menggunakan MAO selama 2 minggu terakhir. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan ibu hamil.

VIII. Efek Samping

Efek samping obat anti panik golongan trisiklik antaralain sebagai berikut :

 Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan trisiklik, antaralain :

 Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.  Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin

sampai disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

 Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik.  Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Andri. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia Lanjut Volume 59. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 2009.

Mansjoer, Arif dkk. Terapi Farmakologis Psikiatri dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta. 2000.

Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi 3. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. PT Nuh Jaya. Jakarta. 2007.

Metta, Sinta Sari & Santoso, Sarjono O. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Gaya Baru. Jakarta. 2005.

Neal, Michael J. Ansiolitik dan Hipnotik dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 5. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006.

Sadock, Benjamin J & Virginia A. Editor Profitasari dkk. Terapi Biologis dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC. Jakarta. 2010.

Trisna, Yulia & Kosasih. Psikofarmaka dalam ISO Indinesia. ISFI. Jakarta. 2008.

Gambar

Tabel 1. Pengelompokan obat psikotropik berdasarkan gejala sasaran
Tabel 2. Anti-psikosis tipikal dan atipikal  Obat Anti-Psikosis

Referensi

Dokumen terkait

Menghubungkan kutub positif dari sumber arus (sinyal generator) pada kaki kapasitor dan kutub negatif pada kaki resistor, dan menghubungkan kutub positif dari

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan kepatuhan membayar iuran BPJS pada peserta mandiri di Puseksmas Tamamaung Tahun 2020, maka

Untuk menentukan viskositas cairan digunakan metode Ostwald berdasarkan hukum Heagen Poiseuille dengan prinsipnya didasarkan pada waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah

Data penaikan penjualan di tahun 2016 yang signifikan terlihat di bulan Desember karena pelanggan sedang menikmati liburan akhir tahun, pada umumnya para pecinta kuliner dari luar dan

wanita, pria yang selalu memanjakan wanita, pria yang berusaha sekuat mungkin agar sang wanita selalu bahagia di sampingnya, tapi malah, ada saat tertentu wanita ingin

Dari hasil isolasi bakteri rizosfer buah merah pada empat daerah diperoleh 58 isolat, dengan rincian, kelompok bakteri fluorescence diperoleh 22 isolat, bakteri tahan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu,

Persepsi kompensasi tunjangan kinerja dalam kaitannya dengan layak/wajar, adil/seimbang, dapat diterima, cukup, dan motivasi yang dirasakan oleh anggota POLRI