• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemerintahan Desa di Desa Purba Sinomba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Pemerintahan Desa di Desa Purba Sinomba"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Pemerintahan Desa

di Desa Purba Sinomba

HUSNUL ISA HARAHAP

Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760,

Email: husnul_nul@yahoo.com

Diterima tanggal 27 Juni 2011/Disetujui tanggal 18 Juli 2011

Purba Sinomba vilage is home to some batak people in Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara Province. In the past, this village has its own system of government. After a long period, the government system of the Purba Sinomba Village now fol-low the government regulation No 72/2005. This study discusses the government system of Pur-ba SinomPur-ba village. This study aimed to clarify whether the government system of PurPur-ba Si-nomba village today, still nuanced government system that has been used previously within this area both in structure and practice. The study found that in the current system the old character has been replaced. First, the term king replaced the head of the village (kepala desa). Second, there is an election to choose a leader. Third, land is owned by residents. This phenomenon in-dicates that there is a gap between the cultural values of past and present. Its also can be inter-preted that customs and politics are two things that separated.

Keywords: Village autonomy, village government, cultural values.

Pendahuluan

Studi tentang desa di Indonesia merupakan studi yang berkembang pesat sejak akhir-akhir ini. Perkembangan yang pesat ini merupakan sisi positif yang bisa dirasakan setelah pemerintah dan DPR sepakat bahwa pemerintahan desa tidak lagi diseragamkan. Sebagai gambaran umum dapat diceritakan bahwa desa pada masa Orde Baru merupakan wilayah administratif. Pada masa ini peme-rintah menggunakan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 untuk mengatur desa. Sebagai dampaknya, ternyata terjadi penyeragaman sistem pemerintahan desa baik dari aspek penamaan, struktur maupun wewenang. Pada saat itu, semua sistem pemerintahan desa adalah sama.

Memasuki era reformasi, UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Daerah

digan-tikan dengan UU No 22 Tahun 1999.16 Peru-bahan ini berdampak besar terhadap sistem pemerintahan desa di beberapa daerah. Pada kasus di Sumatera Barat dampak itu sangat dirasakan dengan munculnya istilah Nagari untuk menyebut desa di Sumatera Barat. Begitu juga pada kasus Aceh yang memun-culkan istilah Gampong. Di kedua provinsi ini, sistem pemerintahan desa kembali meng-ikuti model yang bercirikas lokal. Khusus untuk Aceh, penerapan sistem pemerintahan desa yang menggunakan model bercirikhas lokal itu didukung dengan peraturan yang berlaku khusus untuk Aceh.

Respon di Sumatera Utara terhadap perubah-an undperubah-ang-undperubah-ang No. 5 Tahun 1979 tidak sekuat yang terjadi di Aceh dan Sumatera Barat. Demikian pula model sistem

16 Belakangan UU No 22 Tahun 1999 direvisi

menjadi UU No. 32 Tahun 2004, terutama di Bab XI mengenai pemerintahan desa.

(2)

tahan desa yang berbasis lokal tersebut. Hal ini disebabkan karena Sumatera Utara meru-pakan wilayah dengan karakter budaya yang heterogen. Dari Aspek Agama, Sumatera Utara bukan merupakan wilayah yang se-baran penduduknya mayoritas Islam pada tiap wilayah. Berbeda dengan Aceh dan Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas mutlak masyarakat yang beragama Islam. Bahkan khusus untuk Aceh ada julukan simbolik yang dikenal dengan Serambi Makkah untuk menggambarkan Islam dan masyarakat Aceh tidak dapat dipisahkan. Demikian pula di Sumatera Barat.

Atas dasar alasan yang ada tersebut, maka rendahnya gelombang perubahan sistem pemerintahan desa menjadi model sistem pemerintahan yang berbasis budaya lokal di Sumatera Utara merupakan hal yang masuk akal. Dapat dikatakan di wilayah ini hanya beberapa kabupaten saja yang kembali men-coba menggunakan model pemerintahan desa berbasis budaya lokal. Salah satunya adalah Kabupaten Simalungun. Nama Desa di Ka-bupaten Simalungun disebut dengan istilah Nagori.

Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan salah satu wilayah yang tidak terlalu kuat merespon perubahan yang ada. Respon yang tidak terlalu kuat yang dimaksudkan adalah dalam arti tidak ditemukan aturan yang menegaskan bahwa istilah desa kembali ke huta sebagai istilah lokal untuk menyebut sistem pemerintahan desa dimasa lalu. Meski demikian uniknya dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat Padang Lawas Utara menggunakan bahasa batak. Kondisi ini didukung oleh kondisi masyarakat Padang Lawas Utara yang homogen. Di salah satu desa di wilayah ini bahkan masih ditemukan keturunan raja pada masa lalu yang masih memiliki gelar adat. Dalam hal ini menjadi menarik untuk mengetahui lebih jauh apakah dalam sistem pemerintahan Desa Purba Sinomba yang ada sekarang masih ini, terdapat cirikhas sistem pemerintahan berba-sis budaya batak yang dulu pernah diterapkan di wilayah ini, baik dalam struktur maupun prakteknya.

Pendekatan dan Metode

Studi ini membahas sistem pemerintahan desa di desa Purba Sinomba. Studi ini

dilaku-kan dengan pendekatan sistem politik. Fo-kusnya pada sistem politik masyarakat batak di desa Purba Sinomba. Pengumpulan data dengan metode wawancara, studi pustaka (library research) dan studi dokumen. Ana-lisis menggunakan metode anaAna-lisis deskriptif kualitatif.

Profil Desa Purba Sinomba

Desa Purba Sinomba adalah satu dari 76 desa di Kecamatan Padang Bolak yang merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Nama desa lain misalnya Desa Mompang II, Desa Gulangan, Desa Sima-ninggir, Desa Sigama dan Desa Batang Pane I. Jika ditambah dengan satu kelurahan maka jumlah satuan pemerintahan terendah di ke-camatan ini adalah 77 desa/kelurahan. Nama Kelurahan di Kecamatan Padang Bolak adalah Kelurahan Pasar Gunung Tua. Kabu-paten Padang Lawas Utara sendiri, meru-pakan kabupaten baru. Kabupaten ini diben-tuk dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara dalam Dae-rah Provinsi Sumatera Utara. Dulunya, Ka-bupaten ini merupakan bagian dari Kabupa-ten Tapanuli Selatan. Daerah ini memiliki 9 kecamatan, yaitu: Kecamatan Batang Onang, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kecamatan Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Keca-matan Simangambat, KecaKeca-matan Halongo-nan, Kecamatan Dolok, Kecamatan Dolok Sigompulon, dan Kecamatan Hulu Sihapas. Kecamatan Padang Bolak memiliki 12 desa swakarya dan 65 desa swasembada.17 Contoh desa yang termasuk desa swasembada antara lain Batang Pane I, Batang Pane II, Batang Pane III, Aek Jangkang dan Simbolon. Se-dangkan contoh desa yang termasuk desa swakarya antara lain desa Rampa Jae, Gu-nung Tua Julu, Losung Batu dan Batu Sun-dung. Dalam hal ini, Desa Purba Sinomba termasuk desa Swasembada. Jarak Ibukota Kecamatan ke Desa Purba Sinomba sejauh 4,0 km. Jarak ini adalah jarak yang dekat ka-rena Jarak desa terdekat sejauh 2,5 Km yaitu Desa Gunung Tua Julu, sedangkan jarak desa terjauh mencapai 48 Km yaitu Desa Batang

17 Kecamatan Padang Bolak dalam Angka 2010,

Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Lawas Utara, Padang Bolak, 2010, hal 19.

(3)

Pane I. Jika menggunakan becak motor dari kantor Kecamatan Padang Bolak menuju Desa Purba Sinomba memakan waktu kurang dari 12 menit. Kondisi jalan cukup baik. Namun demikian, terdapat jalan berbatu jika perjalanan diarahkan menuju Bagas Godang. Wilayah pedesaan di Kecamatan Padang Bo-lak bisa dikatakan berbukit. Misalnya Desa Mompang II, Desa Simaninggir, Desa Tang-ga Hambeng, Desa Sidingkat, Desa Garong-gang. Desa Purba Sinomba termasuk desa dengan kategori datar, meskipun pada kenyataannya keadaan tanah di wilayah ini masih bergelombang. Beberapa Desa yang bertanah datar, contohnya antara lain Desa Simbolon, Desa Aek Jangkang, Desa Patang Pane I, dan Desa Batang Pane II.

Desa Purba Sinomba merupakan desa yang luasnya sebesar 13,03 Km2. Rasio wilayah ini dengan total luas kecamatan sebesar 1,61%. Jika dilihat dan dibandingkan dengan rasio wilayah desa-desa lain di Kecamatan Padang Bolak, maka Desa Purba Sinomba dapat dikatakan memiliki wilayah yang luas-nya sedang. Sebagai perbandingan Desa ter-luas di kecamatan ini memilik wilayah 24,00 Km2. Secara umum Desa Purba Sinomba memiliki lebih banyak tanah kering. Luasnya 1.168 ha. Tanah sawah seluas 105 ha. Sisa-nya adalah tanah perumahan dan pekarangan masyarakat desa. Penduduk di Desa Purba Sinomba berjumlah 1.767 orang dengan ke-padatan Penduduk 135,61. Dilihat dari jenis kelaminnya, penduduk Desa Purba Sinomba lebih banyak perempuan. Jumlah Perempuan mencapai 914 orang. Sementara itu, jumlah laki-laki mencapai 853 orang. Pada umum-nya mereka yang berjenis kelamin laki-laki meninggalkan desa untuk mencari kehidupan baru (merantau). Jumlah rumah tangga Desa Purba Sinomba sampai tahun 2009 mencapai 425 Kepala Keluarga. Adapun jumlah rata-rata anggota rumah tangga per rumah tangga adalah 4,15 orang. Keberadaan Rumah Tang-ga sedemikian ini hadapkan denTang-gan luas wi-layah desa, maka secara matematis menun-jukkan bahwa banyak wilayah yang masih belum digunakan sebagai pemukiman. De-ngan kata lain lahan non pemukiman lebih luas daripada lahan pemukiman.

Mobilitas penduduk desa Purba Sinomba umumnya lebih rendah. Dibanding jumlah

yang pindah, lebih banyak jumlah yang da-tang. Meski demikian penduduk yang datang biasanya masih keluarga dekat dengan para penduduk setempat. Kedekatan itu dapat di-lihat dari nama marga yang sama. Misalnya saja penduduk dengan marga Harahap. Komposisi mata pencaharian penduduk di Desa Purba Sinomba bervariatif. Namun de-mikian, penduduk di desa ini secara umum bergantung pada sektor pertanian. Ada 352 orang yang merupakan petani. Kemudian di-susul dengan mereka yang Pegawai Negeri sebanyak 31 orang. Lalu pedagang 15 orang, pegawai swasta 6 orang, pensiunan 5 orang, TNI 1 orang, dan lainnya 6 orang. Komposisi ini menegaskan kalau desa Purba Sinomba merupakan desa yang bergantung di sektor pertanian. Di sektor peternakan, terdapat data yang menunjukkan bahwa masyarakat desa Purba juga memiliki pendapatan dari sektor ini. Data 2009 menunjukkan terdapat ternak ayam (1986), itik/bebek (122), sapi (30), kerbau (11), kambing (40) dan domba 18 ekor. Besarnya jumlah petani di Desa Purba Sinomba, mendorong para petani untuk be-rorganisasi. Sampai dengan tahun 2009, ter-dapat 2 organisasi kelompok tani. Total jum-lah anggota kelompok tani tersebut mencapai 216 orang. Jumlah ini cukup banyak meski sebenarnya masih terdapat petani yang tidak berorganisasi atau tidak bergabung dalam or-ganisasi tersebut.

Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Purba Sinomba tidak terlalu aktif berpartisipasi da-lam penggunaan alat kontrasepsi. Menurut data partisipasi penggunaan alat kontrasepsi tahun 2009, jumlah yang berpartisipasi baru mencapai angka 50% dari total pasangan usia subur (226 pasangan). Dengan kata lain ma-sih terdapat 50% lagi yang belum berpartisi-pasi dalam penggunaan alat kontrasepsi ter-sebut. Jumlahnya adalah 108 pasangan usia subur. Keluarga yang ada di desa Purba Si-nomba dapat dikatakan sebagai keluaraga tingkat kesejahteraannya masih tergolong rendah. Tingkat kesejahteraan ini dilatarbe-lakangi oleh sumber pendapat masyarakat yang bergantung pada hasil pertanian. Umumnya petani di desa ini adalah petani yang menanam padi. Selain itu adapula yang bertanam jagung dan berkebun. Adapun per-kebunan yang menjanjikan pendapatan yang baik adalah perkebunan kelapa sawit.

(4)

Desa Purba Sinomba didukung oleh fasilitas Ibadah yang cukup baik. Terdapat 1 buah masjid di desa ini. Selain itu terdapat 7 buah musholla pendukung. Khusus untuk masjid, Masjid yang ada adalah masjid permanen (terbuat dari batu) dengan sebuah menara masjid. Masjid di cat berwarna hijau dengan fasilitas tempat berwudhu, peralatan penge-ras suara, bedug dan ambal serta dilengkapi dengan papan pengumuman. Penduduk atau masyarakat Desa Purba Sinomba adalah pen-ganut agama Islam. Keberadaan sarana iba-dah yang cukup banyak tersebut menjelaskan perilaku masyarakat yang pada umumnya suka beribadah ke Masjid. Khususnya untuk Shalat Maghrib. Tidak hanya kalangan orang tua, namun kalangan anak muda juga ada yang rajin ke masjid untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Aktivitas sosial masyarakat tidak terlepas dari ikatan keaga-maan yang kuat diantara masyarakat. Dalam hal ini adanya kelompok pengajian di Desa Purba Sinomba mengisyaratkan bahwa mas-yarakat menjalin komunikasi sosial melalui ibadah dan kegiatan keagamaan. Kegiatan tersebutlah yang mempersatukan masyarakat dan menjadi media komunikasi masyarakat. Termasuk untuk melaksanakan kegiatan so-sial seperti gotong royong, kegiatan pesta pernikahan dan kegiatan lain seperti Maulid Nabi Muhammad SAW. Total rumah di dae-rah ini 426 rumah. Secara umum merupakan rumah tidak permanen. Sebagian besar lainn-ya merupakan bangunan semi permanen. Terdapat bangunan permanen 85 unit rumah. Semua rumah sudah mendapat aliran listrik (terdapat 350 Rumah Tangga Pelanggan PLN). Di Desa Purba Sinomba terdapat 1 bengkel sepeda motor. Selain itu terdapat 2 kilang padi, 4 pedagang minayak eceran (bensin/solar/oli), terdapat 28 warung. Reali-sasi PBB di Desa Purba Sinomba masih nol, dari pokok penetapan PBB sebesar RP.4.212.505.

Cirikhas rumah di Desa Purba Sinomba ada-lah rumah panggung. Tingginya kira-kira satu meter. Bahan yang digunakan sebagai tangga adalah batu yang di semen. Sementara itu dindingnya adalah kayu. Demikian pula lantainya yang terbuat dari kayu. Jendelanya juga terbuat dari bahan kayu, sebagian yang lain nampak sudah menggunakan kaca. Bahan atap yang digunakan adalah atap seng.

Rumah panggung yang ada sekarang meru-pakan rumah panggung yang lama yang usia-nya sudah mencapai puluhan tahun. Bahkan Bagas Godang (Rumah Besar – yang meru-pakan rumah adat tempat kediaman raja) diperkirakan memiliki usia lebih dari seratus tahun. Kondisi Bagas Godang tersebut cukup memprihatinkan karena posisinya saja agak sudah miring ke kanan. Hal ini menunjukkan bahwa tiang-tiang penyangga rumah sudah tidak sekuat dulu. Dindingnya hanya tinggal separuh saja (hanya bagian depan yang tersi-sa), sementara sisanya sudah habis karena mengalami pelapukan atau dimakan rayap. Tangganya juga sudah retak dan sebagian terbelah. Atapnya tidak utuh lagi karena la-puk setelah berkarat. Sehari-hari Bagas Go-dang hanya merupakan bangunan tua yang ti-dak terawat dan hampir rubuh. Bagi pendu-duk yang tinggal didekat Bagas Godang, keberadaannya hanya menimbulkan kekha-watiran kalau-kalau bagas Godang akan run-tuh dan menimpa rumah yang ada disebelah-nya. Kekawatiran ini semakin besar karena rumah yang ada di sebelahnya merupakan ru-mah panggung yang juga sudah berusia lanjut.

Sistem Pemerintahan Desa Purba Sinomba Sistem pemerintahan Desa Purba Sinomba disebut sistem pemerintahan desa. Sistem ini sudah lama digunakan temasuk pada masa Orde Baru dan bahkan sejak masa Orde Lama. Bisa dikatakan bahwa sistem pemerin-tahan ini sudah dibentuk sejak masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Sistem pemerintahan di daerah ini berubah seiring dengan perubahan tatanan sosial yang ada. Sistem ini terus berlanjut hingga era reforma-si. “Sistem pemerintahan desa” sebagai sis-tem pemerintahan di Desa Purba Sinomba bukanlah sistem yang pemerintahan asli di daerah ini. Sistem pemerintahan yang asli disebut Sistem Pemerintahan Raja di Raja. Dalam istilah yang lebih populer dikenal de-ngan istilah absolute monarchy. Sistem ini telah ada sebelum Belanda masuk ke Sumatera.

Sistem Pemerintahan Raja di Raja memiliki beberapa cirikhas. Cirikhas pertama adalah Raja membuat peraturan dan raja yang melaksanakan peraturan itu. Cirikhas kedua

(5)

adalah pergantian kekuasaan bersifat turun temurun. Cirikhas ketiga raja menguasai tanah diwilayahnya. Dari ketiga cirikhas ini terlihat bahwa sistem pemerintahan yang ada pada masa itu bergantung pada kekuasaan raja. Raja merupakan penguasa tunggal.18 Raja disebut dengan istilah kepala luhat. Ke-pala luhat yang masih diingat adalah Tengku Gorga Alam Pinayungan Harahap. Dibawah kepala luhat terdapat raja pasal. Terdapat 11 raja pasal pada masa itu. Raja pasal tersebut mendiami sebelas wilayah yaitu: Kampung Sibagasi, Pagaran Tonga, Pagaran Singkam, Harimbi, Sosopan, Batang Baruhar Julu, Batang Baruhar Jae, Hutaim Baru, Huta Nopan, Purba Tua dan Spenggeng. Pada masa itu raja pasal sama dengan pemimpin wilayah desa dengan jumlah KK minimal 20 Kepala Keluarga per desa. Jika kurang dari 20 KK namanya hanya kebun. Kepala luhat meresmikan desa disebut dengan istilah martabal/wisuda. Martabal artinya semacam pengesahan terbentuknya desa.19

Kepala luhat tinggal di bagas godang (rumah besar). Menurut Tengku Adil Harahap Usia bagas godang Desa Purba Sinomba sudah mencapai 250 tahun. Tahun 1750 atau pada masa kepemimpinan Kepala Luhat Patuan Bangun I, era penjajahan dimulai di Sumate-ra UtaSumate-ra atau tepatnya di daeSumate-rah ini. Sekilas sistem pemerintahan ini tampak sama dengan sistem pemerintahan yang berkarakter abso-lute monarchy. Namun sebenarnya terdapat cirikhas dalam konteks kerajaan di Purba Sinomba. Cirikhas itu adalah bahwa keter-gantungan antara raja dan rakyat tidak ber-sifat satu arah. Rakyat tidak semata-mata dieksploitasi oleh raja. Artinya raja juga membutuhkan rakyat dalam kontek memper-luas dan membuat wilayah menjadi ramai. Rakyat adalah pendatang yang meminta tanah kepada kepala luhat. Permintaan tanah itu biasanya akan disetujui oleh kepala luhat.

18 Wawancara dengan Tengku Adil Harahap,

Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

19 Wawancara dengan Gustamin Harahap, tokoh

adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

Tujuannya agar wilayahnya ramai. Kepala luhat memberikan tanah dengan beberapa syarat: pertama, tanah boleh dimiliki kalau tinggal di daerah tersebut. Artinya kalau tidak tinggal didaerah tersebut maka tanah harus dikembalikan kepada kepala luhat. Istilah kontrak ini disebut dengan ”salipi natar-tar” atau kembali kepada raja. Syarat kedua adalah tanah tidak boleh dijual. Syarat terakhir harus ada upeti dari hasil panen tanah tersebut. Pada masa penjajahan Belan-da, kepala luhat merupakan pemimpin wila-yah yang diakui. Bagi Belanda adat adalah sesuatu yang tidak perlu diganggu karena dapat menimbulkan kemarahan rakyat. Be-landa hanya ikut campur pada urusan yang berkaitan dengan ketertiban maupun hal-hal yang melanggar hukum terkait dengan hu-kum pemerintah Belanda. Dengan kata lain Belanda tidak ikut campur dengan urusan adat. Pada masa ini istilah dalihan natolu sudah ada. Dalihan natolu adalah istilah relasi sosial antara masyarakat. Pada masa itu lebih populer dikalangan raja. Dalihan natolu adalah tiga tungku dari batu (diatasnya ada periuk) yang menggambarkan tiga unsur. Unsur pertama adalah kahanggi (berdasarkan silsilah), unsur kedua adalah anak boru (orang yang mengambil anak gadis raja, dan unsur ketiga adalah mora (anak raja kawin dengan orang lain dimana ayah keluarganya menjadi mora yaitu raja diatas raja).20

Pada masa pemerintahan Jepang 1942, kepa-la luhat masih diakui dan masih mekepa-laksana- melaksana-kan tugas-tugas pemerintahannya. Namun di tahun 1945 keadaan mulai berubah. Ditahun ini pemerintah membentuk Komite Nasional Kecamatan. Pada masa ini istilah kepala luhat diganti dengan istilah Ketua Dewan Negeri. Perubahan ini merubah mekanisme penggantian pemimpin karena tidak lagi berdasarkan keturunan. Pada masa ini terjadi perubahan sistem pemerintahan dari yang sebelumnya absolute monarchy menjadi sistem pemerintahan demokrasi. Mereka yang menjadi Ketua Dewan Negeri tidak

20 Wawancara dengan Tengku Adil Harahap,

Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

(6)

harus merupakan keturunan raja.21 Perubahan lain adalah dalam konteks kepemilikan tanah. Tanah tidak lagi milik kepala luhat. Kepala luhat menjadi hak milik para pengguna tanah. Raja pasal dibawah luhat berubah menjadi kepala desa. Pada kenyataannya dimasa ini peraturan adat masih berjalan. Fenomena sosial juga menunjukkan bahwa orang banyak lebih suka dipimpin oleh keturunan raja-raja.

Hukum adat juga mulai digantikan oleh hukum formal. Kalaupun masih digunakan hukum adat sudah mengalami modifikasi. Biasanya hukum adat menjadi lebih longgar. Dahulu jika satu kahanggi tidak boleh kawin, namun sekarang satu kahanggi sudah boleh kawin. Hukumannya pada masa dulu adalah potong lidah, namun pada masa kini hu-kumannya dirubah menjadi potong hewan. Jika terdapat perkawinan satu kahanggi (misalnya harahap dengan harahap) maka hukumannya adalah memberi makan orang satu kampung atau satu desa. Contoh lain adalah tidak boleh mengambil gadis anak boru.22

Pada masa sekarang ini, sistem Pemerintahan desa Purba Sinomba terdiri dari unsur Peme-rintahan Desa dan unsur Badan Permusyawa-ratan Desa (BPD). Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005. Pemerintahan Desa terdiri dari Kepala Desa dan perangkat desa (sekretaris desa dan kaur desa). Dalam melaksanakan tugasnya kepala desa memiliki tugas dan kewajiban, sehingga dengan demikian Kepala Desa wajib membe-rikan laporan keterangan pertanggungja-waban kepada Bupati melalui Camat (setiap tahun) dan BPD serta menginformasikan la-poran tersebut kepada masyarakat. Lala-poran kepada BPD dilakukan dalam musyawarah BPD. Laporan disampaikan melalui

21

Wawancara dengan Tengku Adil Harahap, Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

22 Wawancara dengan Tengku Adil Harahap,

Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

muan dengan msyarakat desa maupun papan pengumuman.

Kelebihan sistem pemerintahan desa yang ada saat ini adalah karena sistem ini membe-rikan hak yang sama kepada setiap warga desa untuk menjadi pemimpin desa. Selain itu sistem ini memiliki mekanisme kontrol kepada kepala desa melalui BPD sehingga kepala desa tidak dapat bertindah sewenang-wenang. Selain itu sistem ini memberikan partisipasi masyarakat dalam proses pemilih-an pemimpin. Kekurpemilih-angpemilih-an sistem ini adalah karena memberi peluang kompetisi secara terbuka, maka sistem ini dapat memecah masyarakat atas dasar kepentingan dan persaingan dalam pemilihan kepala desa. Efektifitas sistem ini juga sangat sulit dirasa-kan karena keterbatasan yang ada. Misalnya keterbatasan sumberdaya manusia, keterba-tasan biaya, keterbaketerba-tasan fasilitas. Budaya politik juga menjadi tantangan sistem ini karena pada dasarnya masyarakat tidak ter-biasa untuk menjadi pemilih yang indepen-den dalam menentukan pilihannya.

Sistem yang ada sekarang ini jelas tidak sama dengan sistem pemerintahan asli, baik dalam praktek maupun dalam hal penyebutan nama-nama dalam pemerintahan. Pertama, nama lembaga pemerintahan desa yang digu-nakan adalah nama yang sudah menasional seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kedua, struk-tur organisasi menganut pemisahan kekuasa-an. Ketiga, kewanangannya terbatas. Keem-pat, proses penentuan kepala pemerintahan dilakukan secara demokratis melalui pemilih-an lpemilih-angsung. Kelima, lpemilih-andaspemilih-an peraturpemilih-an me-ngikuti aturan yang berlaku secara nasional. Sistem pemerintahan desa menyesuaikan diri dengan undang-undang yang ada. Misalnya saja, di zaman Orde Baru, paduan peme-rintahan desa adalah Undang-Undang No 5 Tahun 1979 tentang Desa. Menurut Camat Padang Bolak Tunggul P. Hr, saat ini tidak ada sistem pemerintahan desa yang khusus di desa-desa Kecamatan Padang Bolak. Semua sistem mengikuti undang-undang desa yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Tunggul P. Hr mengatakan bahwa ”memang benar di Kecamatan Padang Bolak dan dalam masya-rakat batak pada umumnya dikenal konsep

(7)

dalihan natolu. Namun di daerah ini adat dan sistem pemerintahan adalah dua hal yang terpisah”.23

Pandangan Camat Padang Bolak tersebut memang benar adanya. Di Desa Purba Sinomba istilah huta tidak digunakan dalam menyebut desa. Demikian pula istilah lain untuk menyebut kepala desa. Lembaga Pemerintahan Desa Purba Sinomba dengan demikian mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa lembaga yang berkaitan dengan sistem pemerintahan desa ada tiga: pertama, lembaga pemerintahan desa; kedua, lembaga Badan Pemusyawara-tan Desa (BPD); ketiga, lembaga kemasyara-katan yang merupakan mitra pemerintahan desa.

Kepala Desa Purba Sinomba saat ini bernama Damhuri Harahap. Dipilih berdasarkan proses pemilihan kepala desa di tahun 2004, sebelum pemekaran wilayah atau sebelum Kabupaten Padang Lawas Utara dibentuk. Damhuri Harahap terpilih menjadi Kepala Desa setelah berhasil unggul 20 suara dari pesaingnya yaitu Syarifuddin Harahap. Kemenangannya tidak terlepas dari dukung-an kelompok kahdukung-anggi, mora ddukung-an dukung-anak boru. Pada umumnya Bona Bulu diutamakan dalam pemilihan kepala desa. Bona bulu adalah orang yang pertama membuka desa. Misalnya di Desa Gunung Tua bona bulunya adalah harahap, atau di Desa Hajoran bona bulunya adalah Siregar.24 Di Desa Purba Sinomba yang menjadi bona bulu adalah harahap. Jika dua calon yang maju sama-sama bona bulu maka kemungkinan yang menang adalah yang kekerabatannya lebih luas (kahanggi, mora dan anak boru).

Bersarkan PP No 72 Tahun 2005 pasal 14 maka Kepala desa Purba Sinomba mempu-nyai tugas menyelenggarakan urusan peme-rintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Wewenangnya antara lain (1).Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berda-sarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD; (2).Mengajukan rancangan peraturan

23

Wawancara dengan Camat Padang Bolak, Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

24 Wawancara dengan Camat Padang Bolak,

Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

desa; (3).Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; (4).Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; (5).Membina kehidupan masyarakat desa; (6).Membina perekonomian desa; (7).Meng-koordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; (8).Mewakili desanya di dalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai de-ngan peraturan perundang-undade-ngan; (9).Me-laksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut kewajiban kepala sesuai dengan pasal 15 PP No 72 Tahun 2005 adalah: (1).Memegang teguh dan mengamalkan Pan-casila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2).Meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (3).Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; (4).Melaksanakan kehidupan demokrasi; (5).Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme; (6).Men-jalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa; (7).Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; (8).Menyelenggarakan adminis-trasi pemerintahan desa yang baik; (9).Me-laksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa; (10).Melaksana-kan urusan yang menjadi kewenangan desa; Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa; (11).Mengembangkan pendapatan ma-syarakat dan desa; (12).Membina, mengayo-mi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat; (13).Memberdayakan ma-syarakat dan kelembagaan di desa; (14).Me-ngembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Dalam melaksanakan tugasnya atau selama menjabat, kepala desa tidak diperbolehkan dalam beberapa hal antara lain: (1).Menjadi pengurus partai politik; (2).Merangkap ja-batan sebagai Ketua dan /atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa ber-sangkutan; (3).Merangkap jabatan sebagai anggota DPR; (4).Terlibat dalam kampanye pimilihan umum, pemilihan presiden, dan

(8)

pemilihan kepala daerah; (5).Merugikan ke-pentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain; (6).Melaku-kan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; (7).Me-nyalahgunakan wewenang; (8).Melanggar sumpah dan janji jabatan.25

Hubungan Kepala Desa dengan Badan Per-musyawaratan Desa adalah hubungan yang seimbang bukan hubungan dominasi ataupun subordinasi. Artinya baik Kepala Desa mau-pun BPD diharapkan dapat saling mengisi satu sama lain.26 Pada dasarnya Kepala Desa dan BPD adalah sejajar sementara hubungan dengan lembaga kemasyarakatan bersifat kemitraan. Desa dapat membuat peraturan. Pembuatan peraturan tersebut didasarkan pada PP No 72 Tahun 2005. Dalam peraturan pemerintah tersebut disebutkan bahwa “BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersa-ma kepala desa, menampung dan menyalur-kan aspirasi masyarakat”. Proses pembuatan peraturan berlandaskan azas musyawarah mufakat.

Diagram 1

Hubungan BPD dan Kepala Desa di Desa Purba Sinomba

Sumber: Keterangan Sekretaris Desa Purba Sinomba27

25 Lihat Pasal 16 Peraturan Pemerintah No 72

Tahun 2005 tentang Desa.

26

Wawancara dengan Damhuri Harahap, Kepala Desa Purba Sinomba di Warung Bengkel Desa Purba Sinomba pada Tanggal 25 Juni 2011.

27 Wawancara dengan Afifuddin Pohan,

Sekreta-ris Desa Purba Sinomba di Rumah Kediaman Sekretaris Desa Purba Sinomba, di depan Masjid

Ketua BPD Desa Purba Sinomba adalah Tengku Adil Harahap. Adapun yang menjadi sekretaris BPD Desa Purba Sinomba adalah Umar Pohan. Total jumlah anggota BPD ada-lah 6 orang. Anggota BPD ditentukan secara musyawarah tokoh masyarakat, berdasarkan pertimbangan perwakilan dari berbagai unsur masyarakat yang mewakili wilayah-wilayah di Desa Purba Sinomba. Sebagai catatan da-lam organisasi BPD tidak ada istilah wakil ketua. BPD mempunyai wewenang untuk: (1).Membahas rancangan peraturan desa ber-sama kepala desa; (2).Melaksanakan penga-wasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa; (3).Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa; (4).Membentuk panitia pemilihan kepa-la desa; (5).Menggali, menampung, meng-himpun, merumuskan dan menyalurkan aspi-rasi masyarakat; (6).Menyusun tata tertib BPD.28

Dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, sudah diatur tentang hak BPD. Hak BPD antara lain meminta kete-rangan kepada Pemerintah Desa dan menya-takan pendapat. Sedangkan Hak anggota BPD antara lain: (1).Mengajukan rancangan peraturan desa; (2).Mengajukan pertanyaan; (3).Menyampaikan usul dan pendapat; (4).Memilih dan dipilih; (5).Memperoleh tunjangan.

Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyara-katan yang ditetapkan dalam sebuah peratur-an desa. Hal ini sesuai dengperatur-an aturperatur-an PP 72 tahun 2005 pasal 89. Lembaga kemasyara-katan sebagaimana diatur dalam pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 antara lain: (1).menyusun rencana pemba-ngunan secara partisipatif; (2).melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara, dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif; (3).menggerakkan dan mengem-bangkan partisipasi, gotong royong, dan swa-daya masyarakat; (4).menumbuh kembang-kan kondisi dinamis masyarakat dalam rang-ka pemberdayaan masyararang-kat.

Babun Nur Desa Purba Sinomba pada Tanggal 24 Juni 2011.

28

Lihat Pasal 35 Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa.

(9)

Lebih jauh lagi, lembaga kemasyarakatan memiliki 7 fungsi, antara lain: (1).penam-pungan dan penyaluran aspirasi masyarakat; (2).penanaman dan pemupukan rasa persatu-an dpersatu-an kesatupersatu-an masyarakat dalam kerpersatu-angka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; (3).peningkatan kualitas dan per-cepatan pelayanan pemerintah kepada ma-syarakat; (4).penyusun rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif; (5).penum-buhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotongroyong ma-syarakat; (6).pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; pemberdayaan hak politik masyarakat. 29

Hubungan kerja antara lembaga kemasyara-katan dengan pemerintahan desa bersifat kemitraan, konsulatif dan koordinatif. Se-dangkan dana kegiatan berasal dari (1).swa-daya masyarakat; (2).Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; (3).Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan/-atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Dae-rah Provinsi; (4).bantuan pemerintah, peme-rintah provinsi, dan pemepeme-rintah kabupa-ten/kota; (5).bantuan lain yang sah dan tidak mengikat. Pengurus Lembaga kemasyarakat-an dipilih secara musyawarah dari kemasyarakat-anggota masyarakat yang memiliki kemauan, ke-mampuan dan kepedulian dalam pemberda-yaan masyarakat yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa Purba Sinomba belum terlihat disebabkan masih adanya persoalan mendasar yang muncul dalam pemerintahan desa, yakni persoalan keuangan. Bahkan terdapat ang-gota BPD yang kehilangan motivasi menjadi BPD dan memutuskan untuk berhenti seba-gai anggota BPD. Hanya tokoh masyarakat yang benar-benar ingin mengabdi kepada rakyat yang bertahan karena merasa bertang-gungjawab sebagai tokoh adat dan pengayom masyarakat. Namun tokoh seperti ini umum-nya berusia lanjut (diatas 60 tahun).

Di Desa Purba Sinomba terdapat organisasi Naposo Nauli Bulung yang diketuai oleh

29

Lihat Pasal 92 Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Panji Alam Harahap. Organisasi ini memiliki potensi yang besar jika dijadikan sebagai mitra pemerintahan desa. Anak-nak muda yang merupakan anggota organisasi ini me-miliki cita-cita yang baik ingin memajukan desa. Misalnya organisasi ini berperan dalam menjaga keamanan desa, menyatukan kelom-pok pemuda dan pemudi desa serta terlibat dalam kegiatan desa seperti acara maulid nabi dan kegiatan lain seperti gotong ro-yong.30

Dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa disebutkan bahwa pem-bangunan desa dilakukan dengan berbasiskan perencanaan pembangunan desa yang disu-sun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya. Waktu perencanaan tersebut dibagi kedalam dua hal: jangka pendek dan jangka menengah. Menu-rut Camat Padang Bolak Tunggul P. Hr, pendapatan desa sangat tergantung kepala desa. Misalnya Kepala Desa membuat Lubuk Larangan. Jika sudah panen maka akan ada tambahan ke kas desa.31 Dengan adanya Lubuk Larangan, masyarakat juga terbantu untuk mendapatkan ikan. Jika dulunya ikan sudah langka di sebuah desa, maka setelah adanya Lubuk Larangan ikan tidak langka lagi.

Pada kenyataanya tidak semua kepala desa mampu membuat program yang berguna bagi masyarakatnya. Di Desa Purba Sinomba tidak ditemukan adanya program yang bersi-fat kreatif dalam rangka meningkatkan kese-jahteraan masyarakat. Tidak ada lubuk la-rangan, juga belum ada peraturan kepala desa yang berhasil dijalankan dengan baik. Cara lain adalah dengan model fee koperasi. Fee diambil dari hasil pertanian yang ada di desa. Misalnya setiap Kerbau yang dijual dapat di-ambil fee dalam jumlah tertentu (contoh 10 persen dari hasil penjualan atau kurang dari

30 Wawancara dengan Tokoh Pemuda Panji Alam

Harahap (Ketua Organisasi Naposo Nauli Bu-lung) Desa Purba Sinomba Kecamatan Padang Bolak, di rumah Panji Alam Harahap pada Tang-gal 25 Juni 2011.

31 Wawancara dengan Camat Padang Bolak,

Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

(10)

itu).32 Di Desa Purba Sinomba peraturan yang sudah dikaji antara BPD dan Kepala Desa adalah mewajibkan para pengantin pria yang melamar anak gadis dari Desa Purba Sinomba membayar fee untuk kas desa. Na-mun dalam implementasinya cara ini tidak efektif karena tidak ada dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan aturan tersebut.33 Dengan kata lain orang yang melamar anak gadis dari Desa Purba Sinomba tidak selalu bersedia membayar fee tersebut karena mera-sa damera-sar hukum formal tidak pernah ada yang mengikat seperti itu.

Pada umumnya belum ada buruh tani di dae-rah ini karena semua masyarakat masih me-miliki tanah. Tanah ulayat sudah dibagi-bagi kepada masyarakat.34 Di Kecamatan Padang Bolak masih ada tanah ulayat, namun jum-lahnya sudah sangat terbatas, dan letaknya di daerah perbukitan. Misalnya di daerah Desa Hulu Batang Pane.35 Salah satu contoh pem-bangunan desa yang dilakukan di Desa Purba Sinomba adalah pembangunan jembatan. Prosesnya pada waktu itu melalui musyawa-rah. Pada awalnya ada informasi yang men-gatakan bahwa ada dana yang akan hibahkan kepada masyarakat untuk pembangunan (dari Bank Dunia). Lalu masyarakat bermusyawa-rah untuk menentukan kira-kira apa yang in-gin dibangun dari dana tersebut. Dari mus-yawarah tersebut muncul dua pendapat: Pen-dapat pertama, dana itu akan berguna jika pakai untuk membangun irigasi. Irigasi di-perlukan untuk mempebaiki hasil pertanian. Pendapat kedua, dana itu akan berguna jika dipakai untuk membangun jembatan. Jembatan diperlukan agar masyarakat bisa menyeberang sungai dengan aman dan lancar. Pendapat ketiga agar sekolah dasar di Desa Purba Sinomba diperbaiki. Akhirnya

32

Wawancara dengan Camat Padang Bolak, Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

33 Wawancara dengan Tengku Adil Harahap,

Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

34

Wawancara dengan Damhuri Harahap, Kepala Desa Purba Sinomba di Warung Bengkel Desa Purba Sinomba pada Tanggal 25 Juni 2011.

35 Wawancara dengan Camat Padang Bolak,

Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

setelah bermusyawarah diputuskan bahwa dana tersebut digunakan untuk membangun jembatan.

Menurut Tengku Adil Harahap baik kebera-daan kepala desa maupun BPD bermanfaat namun belum maksimal.36 Hal ini disebabkan karena ekonomi masyarakat masih lemah. Akibatnya masyarakat hanya mau bergerak dalam program desa jika ada imbalannya secara tunai. Jadi, jika diajak dalam rencana dan program pembangunan desa, selalu menanyakan apakah ada uangnya atau tidak. Selain itu aparatur desa belum memiliki fasilitas yang memadai seperti kantor mau-pun peralatannya. Bahkan aparatur desa ber-gaji sangat rendah.

Anggaran belanja desa seharusnya ada yang berasal dari bantuan pemerintah. Pada kenya-taannya memang ada tetapi jumlahnya sangat kecil. Swadaya masyarakat merupakan jalan keluar mengatasi persoalan pendapatan desa atau sumber ekonomi desa. Disamping itu, ternyata batas-batas tanah ulayat masih me-nimbulkan persoalan karena seringkali ditan-dai oleh batas-batas alam seperti sungai. ”tandanya sungai, kalau bagian ke hulu adalah bagian si A, maka bagian yang ke hilir adalah bagian si B”.37

Kondisi ini me-nimbulkan kesenjangan dalam cara pandang masyarakat antara mempertahankan adat atau mengikuti perkembangan zaman.

Desa dalam pandangan Pemerintah Kabupa-ten/Kota Padang Lawas Utara merupakan unit pemerintahan yang penting dalam pe-nyelenggaraan pemerintahan. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terbatas jumlah aturan yang mengatur pemerintahan desa yang dibuat oleh Pemerintah kabupaten Padang Lawas Utara. Sampai dengan tahun 2011, aturan yang dihasilkan masih seputar urusan yang bersifat struktural. Misalnya saja terdapat Peraturan Bupati Padang Lawas Utara Nomor 34 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Fungsi dan Tata Kerja Jabatan

36 Wawancara dengan Tengku Adil Harahap,

Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

37 Wawancara dengan Camat Padang Bolak,

Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

(11)

tural dan Jabatan Fungsional Badan Pember-dayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Atau peraturan lain seperti Peraturan Bupati Padang Lawas Utara No: 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pemilihan Kepala Desa Kabuapten Padang Lawas Utara. Kasus di kabupaten ini memang berbeda jika dibandingkan dengan kasus di Aceh yang sudah memperkuat pemerintahan desa ber-basis budaya lokal dengan peraturan daerah yang dikenal dengan istilah qanun. Berbeda dengan di Aceh dimana sebutan desa tidak dipakai lagi sejak UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (yang berlaku adalah gampong)38, maka di Kecamatan Padang Bolak penyebutan nama desa tidak diganti dengan sebutan yang berbeda seperti huta atau kampung. Perbedaan yang nampak jelas adalah adanya status Aceh sebagai status khusus. Tidak sama dengan keadaan Provinsi Sumatera Utara yang tidak memiliki status khusus. Pejabat di Kabupaten Padang Lawas Utara tidak punya keberanian untuk membuat perbedaan istilah maupun perbeda-an lain terkait pemerintahperbeda-an desa karena un-dang-undang tidak secara khusus menyebut-kan hal tersebut. Dengan kata lain peraturan yang mengatur pemerintahan desa belum se-cara tegas memberikan kebebasan bahwa desa boleh menggunakan sistem pemerinta-han desa yang berbeda dengan yang ada da-lam peraturan baik itu istilahnya saja maupun pelaksanaanya. Demikian pula masyarakat desa maupun kepala desa tidak berani mela-kukan hal yang sama karena sudah ada pera-turan yang mengatur. Meski terdengar ragu-ragu, sebenarnya ada keinginan di masyara-kat agar nilai-nilai lokal tetap dipertahankan dan diadopsi dalam pemerintahan desa. Se-bagaimana pandangan Camat Padang Bolak Bapak Tunggul P. Hr bahwa “sebetulnya bisa dan perlu seperti ninik-mamak. Namun be-lum ada payung hukumnya”.39 Selain itu un-tuk BPD ada batasan-batasan usia. Selain tentang payung hukum, kekhawatiran yang

38 “RUU Desa Diharapkan Akomodir Kearifan

Lokal” [Artikel online], (Kementerian Pemberda-yaan Aparatur Negara), tersedia di: http://www.- menpan.go.id/index.php/liputan-media-index/49-2-ruu-desa-diharapkan-akomodir-kearifan-lokal; diunduh 3 Juli 2011.

39 Wawancara dengan Camat Padang Bolak,

Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

lain dalam konteks pelaksanaannya. Akan ada kendala, terutama karena Sumber Daya Manusia (SDM) desa masih belum baik. Rata-rata kepala desa hanya tamatan SMA atau bahkan SMP.40 Mereka ini umumnya selain wawasan sosialnya kurang wawasan adatnya juga sudah mulai hilang. Jadi berada dalam masa transisi.

Untuk pemberdayaan telah dilakukan bebe-rapa kegiatan. Misalnya Pelatihan tentang pemberdayaan desa. Beberapa waktu lalu sekitar pertengahan bulan Juni ada program dari Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS). Program ini sangat mem-bantu meningkatkan pengetahuan tentang pembangunan desa. Caranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan aparatur desa.41 Namun Program pemberdayaan untuk men-jaga pemahaman aparatur desa tentang nilai-nilai budaya lokal hampir tidak terpikirkan. Terakhir rapat dan evaluasi juga dilakukan untuk memeperkuat pemberdayaan desa. Menurut Camat Padang Bolak, Rapat dan evaluasi dilakukan di Kantor Kecamatan Padang Bolak setiap bulan. Ada juga sosiali-sasi peraturan dan sosialisosiali-sasi teknis dan ad-ministrasi pemberdayaan desa. Dalam eva-luasi ini, sekali lagi tidak ditemukan adanya perbincangan tentang upaya untuk melestari-kan nilai budaya lokal. Hal ini menunjukmelestari-kan bahwa kesadaran untuk melestarikan nilai budaya lokal di tingkat desa, kecamatan bahkan kabupaten, provinsi serta pemerintah pusat masih rendah.

Penutup

Saat ini sistem pemerintahan Desa Purba Sinomba menggunakan sistem yang me-ngikuti undang-undang, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Pemerintah (PP) ini menye-but perangkat desa dengan semenye-butan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Sistem yang ada sekarang ini merupakan sistem yang menekankan beberapa prinsip yang berbeda dengan sistem pemerintahan desa Purba Sinomba model budaya lokal

40

Wawancara dengan Camat Padang Bolak, Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

41 Wawancara dengan Camat Padang Bolak,

Bapak Tunggul P.Hr di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

(12)

yang disebut Sistem Pemerintahan Raja di Raja. Dalam istilah yang lebih populer dikenal dengan istilah absolute monarchy. Cirikhasnya antara lain pertama adalah Raja membuat peraturan dan raja yang melak-sanakan peraturan itu. Cirikhas kedua adalah pergantian kekuasaan bersifat turun temurun. Cirikhas ketiga raja menguasai tanah di wilayahnya. Dari ketiga cirikhas ini terlihat bahwa sistem pemerintahan Desa Purba Sinomba pada masa lalu yang bercirikhas sistem pemerintahan desa model budaya batak tidak menyatu dalam sistem peme-rintahan desa Purba Sinomba yang ada pada masa sekarang, baik dalam struktur maupun prakteknya. Kondisi ini menjelaskan bahwa salah satu alasan mengapa di Kabupaten Padang Lawas Utara keinginan untuk meng-gunakan sistem pemerintahan yang berciri khas asli tidak begitu mengemuka adalah karena kesenjangan nilai. Selain itu karena tanah sebagai sumber kekuasaan di masa lalu sudah tidak dimonopoli lagi melainkan sudah menjadi milik penduduk setempat. Terakhir, pengalaman yang panjang pada masa orde baru telah membentuk persepsi di masyara-kat pada daerah ini bahwa adat dan sistem pemerintahan adalah dua hal yang terpisah. Daftar Pustaka

Wawancara dengan Afifuddin Pohan, Sekretaris Desa Purba Sinomba di Rumah Kediaman Sekretaris Desa Purba Sinomba, di depan Masjid Babun Nur Desa Purba Sinomba pada Tanggal 24 Juni 2011.

Wawancara dengan Damhuri Harahap, Kepala Desa Purba Sinomba di Warung Bengkel Desa Purba Sinomba pada Tanggal 25 Juni 2011.

Wawancara dengan Gustamin Harahap, tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011.

Wawancara dengan Panji Alam Harahap (Tokoh Pemuda/Ketua Organisasi Naposo Nauli Bulung) Desa Purba Sinomba Kecamatan Padang Bolak, di rumah Panji Alam Harahap pada Tanggal 25 Juni 2011.

Wawancara dengan Tengku Adil Harahap, Ketua BPD Desa Purba Sinomba dan sekaligus tokoh adat Desa Purba Sinomba di rumah kediaman Tengku Adil Harahap di Desa Pruba Sinomba, Tanggal 24 Juni 2011. Wawancara dengan Bapak Tunggul P.Hr (Camat

Padang Bolak) di Kantor Camat Padang Bolak pada Tanggal 24 Juni 2011.

_________. 2010. Kecamatan Padang Bolak

Dalam Angka 2010. Padang Bolak: Badan

Pusat Statistik Kabupaten Padang Lawas Utara.

_________. RUU Desa Diharapkan Akomodir Kearifan Lokal [Artikel online]. (Kemen-terian Pemberdayaan Aparatur Negara), tersedia di: http://www.menpan.go.id/index.- php/liputan-media-index/492-ruu-desa-diha-rapkan-akomodir-kearifan-lokal; diunduh 3 Juli 2011.

UU No. 32 Tahun 2004. UU No 22 Tahun 1999.

Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Referensi

Dokumen terkait

Disini penulis ingin memberikan alternatif pengolahan data dalam ruang lingkup perusahaan Mobil yang dalam masalah ini dikhususkan dalam unit Kredit Mobil dengan memanfaatkan

Berdasarkan kenyataan, adanya kesenjangan yang sangat besar antara kebutuhan sumberdaya manusia untuk peningkatan pembangunan pertanian berbasis agribisnis di daerah dan

Di samping itu, dalam konteks Islam Nusantara, hubungan Islamiasi yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga tidak hanya ke dalam dan dipengaruhi oleh masyarakat Jawa, tetapi

KARYA

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan angka kejadian osteoarthritis lutut primer di Rumah Sakit PHC Surabaya. Metode:

Menurut hemat penulis, definisi yang tepat untuk menggambarkan feno- menologi agama adalah sebagai sebuah metode yang menyesuaikan prosedur- prosedur epoché

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data pada bab IV dengan semua persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan keberartian regresi

Dari penjelasan dalam bab pembahasan, penulis menyimpulkan bahwa peran Humas Pemerintah Daerah dalam media internal (studi deskriptif kualitatif pada buletin Jogjawara