• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi pada

kenyataanya cita-cita perkawinan sebagaimana tertuang di dalam pasal 1 Undang

Undang Perkawinan tersebut sering kali tidak tercapai dan berakibat putusnya

perkawinan. Pasal 41 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

menyebutkan adanya akibat perceraian yaitu:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.

Seorang anak di dalam perkembanganya tentu saja membutuhkan kasih

sayang dan bimbingan yang baik dari orangtuanya. Orangtua dalam hal ini

sangatlah berperan besar dalam pertumbuhan dan perkembangan si anak, baik

pertumbuhan fisik maupun perkembangan mental. Keterpaduan kerjasama antara

ayah dan ibu dalam melakukan tugas ini adalah hal yang paling diharapkan.

Jalinan kerjasama antara keduanya hanya akan bisa diwujudkan selama kedua

orangtua itu masih tetap dalam hubungan suami istri. Kendatipun tugas hadhanah

(2)

2 peranan ayah tidak bisa diabaikan. Tugas ayah adalah memenuhi segala

kebutuhan yang memperlancar tugas hadhanah maupun dalam menciptakan

suasana damai dalam rumah tangga.1

Putusnya perkawinan karena perceraian tidak akan memutuskan kewajiban

orang tua atas anak mereka. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara

dan mendidik anak-anaknya demi kepentingan si anak. Akan tetapi dapat menjadi

masalah apabila ibu dan bapak tersebut berebut hak asuh atas anak (Hak

Hadhanah). Kompilasi Hukum Islam telah menyebutkan bahwa pemegang hak

asuh utama anak belum mumayyiz diberikan kepada si Ibu. Akan tetapi

pemberian hak asuh kepada ibu tersebut juga memiliki batasan dan halangan. Ibu

tidak secara mutlak selalu berhak untuk mengasuh anak belum mumayyiz apabila

terjadi perceraian.

Pengaturan mengenai hak hadhanah kepada ibu non-muslim tidak diatur

secara spesifik di dalam hukum positif Indonesia. Pengaturan yang paling

mendekati dan dapat mencakup keadaan tersebut adalah pasal 156 KHI. Di dalam

Pasal 156 KHI disebutkan bahwa apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat

menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan

hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan,

Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula. Kriteria tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani sebagaimana di atur dalam KHI tersebut menjadi dasar hukum

1 M.Zein Satria Effendi., 2010, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Kencana,

(3)

3 yang dapat mencakup keadaan murtadnya sang ibu. Hukum positif Indonesia juga

masih memiliki aturan lain berkaitan dengan hak hadhanah. Aturan itu terdapat

pada Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang

telah diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014. Di dalam

Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa permasalahan siapa yang memegang hak asuh

atas anak pada intinya harus bermuara demi kebaikan si anak. Siapapun yang

mengasuh anak tersebut haruslah dapat menjamin tumbuh kembang dan

kelangsungan hidup si anak dengan baik. Pasal 14 UU ini menyatakan bahwa

setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor : 210/K/AG/1996 mengandung

abstraksi hukum bahwa agama merupakan syarat untuk menentukan gugur

tidaknya hak seorang ibu atas pemeliharaan dan pengasuhan (hadhanah) terhadap

anaknya yang belum mumayyiz, karena seorang ibu yang menjadi non muslimah

tidak memenuhi syarat lagi sebagai pemegang hadhanah. Menurut Yurisprudensi

ini, seorang ibu yang non-muslim secara otomatis telah gugur haknya untuk

melakukan Hadhanah terhadap anaknya yang beragama Islam. Sehingga hak

hadhanah akan dialihkan ke orang lain yang berhak. Akan tetapi terdapat sebuah

putusan pengadilan yang memutuskan berbeda dengan yurisprudensi tersebut.

Putusan tersebut adalah putusan Pengadilan Agama Maumere Nomor

1/Pdt.G/2013/PA.MUR. di dalam putusan tersebut, majelis hakim memberikan

(4)

4 agama Islam. Di dalam perkara tersebut, pemohon selaky suami mengajukan

permohonan cerai talak kepada istrinya selaku termohon disertai dengan

permohonan hak asuh anak atas ketiga anak mereka. Permohonan cerai talak

tersebut didasarkan kepada murtadnya termohon dari agama Islam. Murtadnya

termohon ini juga menjadi dasar pemohon untuk meminta hak asuh anak

diberikan kepada pemohon. Akan tetapi, di dalam jawabanya termohon menolak

untuk memberikan hak asuh ketiga anak mereka kepada pemohon dengan alasan

bahwa pemohon pernah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penelantaran

anak. Atas dua fakta hukum tersebut, terdapat dua keadaan yang sama-sama

bertentangan dengan kaidah fiqih berkaitan dengan syarat orang yang hendak

melakukan tugas hadhanah. Orang yang hendak melakukan tugas hadhanah

menurut sebagian besar ahli fiqih harus beragama Islam. Oleh karena itu ibu yang

murtad tidak berhak untuk melakukan tugas hadhanah. Syarat lainya adalah orang

tersebut dapat dipercaya untuk melaksanakan tugas hadhanah, artinya dapat

menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak yang diasuhnya. Berdasarkan

syarat tersebut, maka seharusnya orang yang terbukti pernah menelantarkan

anak-anaknya juga tidak berhak untuk menjalankan tugas hadhanah.

Fiqih masih terdapat perbedaan ketentuan mengenai hak hadhanah. Salah

satunya terdapat perbedaan antara ahli fiqih satu dan yang lainya berkaitan dengan

halangan seseorang untuk menjadi pemegang hak asuh atas anak. Perbedaan

tersebut juga terdapat di dalam ketentuan mengenai syarat beragama Islam bagi

calon pemegang hak hadhanah. Golongan Hanafi, Ibnu Qasim, Maliki serta Abu

(5)

5 kafir, selama bukan kafir murtad. Sementara golongan Syafi’i, Hanbali dan

sebagian besar ahli fiqih lainya mensyaratkan orang yang hendak menjalankan

tugas hadhanah harus beragama Islam.2

Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis bermaksud untuk

melakukan penelitian hukum berkaitan dengan perkara pemberian hak hadhanah

atas anak belum mumayyiz kepada ibu non-muslim. Penulis akan menganalisis

putusan yang berkaitan dengan hal itu yaitu putusan Pengadilan Agama Maumere

Nomor.1/Pdt.G/2013/PA.MUR, untuk selanjutnya penulis tuangkan dalam

Penulisan hukum yang berjudul : ANALISIS PEMBERIAN HAK

HADHANAH ATAS ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA IBU

NON-MUSLIM (Studi kasus Putusan Pengadilan Agama Maumere

Nomor.1/Pdt.G/2013/PA.MUR)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan hakim dalam Putusan

Pengadilan Agama Maumere Nomor.1/Pdt.G/2013/PA.MUR berkaitan

dengan pemberian hak hadhanah atas anak belum mumayyiz kepada ibu

non-muslim?

2. Apakah pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan hakim dalam

Putusan Pengadilan Agama Maumere Nomor 1/Pdt.G/2013/PA.MUR

sesuai dengan ketentuan dalam kaidah fiqih tentang hadhanah?

(6)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dirumuskan

maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan oleh

hakim dalam memberikan putusan berkaitan dengan hak hadhanah atas

anak belum mumayyiz kepada ibu Non-Muslim dalam perkara

Pengadilan Agama Maumere Nomor.1/Pdt.G/2013/PA.MUR.

b. Untuk mengetahui apakah Putusan Pengadilan Agama Maumere Nomor

1/Pdt.G/2013/PA.MUR sesuai dengan ketentuan Fiqih tentang hak

hadhanah

2. Tujuan Subyektif :

Untuk memperoleh data serta informasi yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

D. Keaslian Penelitian

Penulis menemukan beberapa penelitian yang memiliki kesamaan tema secara

umum dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zamahsyari dari Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

(7)

7 (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor

1829/Pdt.G/2008/PAJT).3 Penelitian tersebut berfokus kepada permasalahan kewajiban-kewajiban bapak sebagai pemegang hak

hadhanah atas anak belum mumayyiz dan tidak memfokuskan kepada

penyebab hak asuh anak diberikan kepada bapak. Penelitian tersebut

merupakan studi putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No

1829/Pdt.G/2008/PAJT. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

akan penulis lakukan adalah bahwa penelitian ini hanya berfokus kepada

kewajiban bapak setelah mendapat hak asuh atas anak belum mumayyiz

dan aspek-aspek keperdataan setelah hal itu terjadi. Sementara dalam

penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan membahas mengenai

ketentuan yang berkaitan dengan hak hadhanah atas anak belum

mumayyiz kepada ibu non-muslim. Penulis juga akan menggali segala

sumber hukum yang berkaitan dengan hal tersebut serta segala dasar

hukum yang dapat digunakan oleh hakim untuk memutus perkara.

2. Penelitian yang di lakukan oleh David Idris Habibie dari Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2011 yang berjudul :

“Tinjauan Makasid Syariah Imam Asy Syatibi Terhadap Hak Asuh Anak (hadanah) Bagi Ibu Yang Murtad”.4 Dalam penelitian ini ditekankan kepada pembahasan makasid asy syariah apabila hak asuh anak di berikan

kepada Ibu yang murtad. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada

3Zamahsyari Ahmad, 2011, “Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak (Studi Analisis

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1829/Pdt.G/2008/PAJT)”, Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4 Habibie David Idris, 2011, “Tinjauan Makasid Asy-Syariah Imam Asy Syatibi Terhadap

(8)

8 maslahat ataupun mudharat apabila hak asuh anak diberikan kepada ibu yang murtad. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada penelitian

kepustakaan yaitu dari kitab-kitab Fiqih. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan penulis lakukan adalah bahwa penelitian ini

memfokuskan kepada dampak bagi si anak apabila hak asuh anak

diberikan kepada ibu yang murtad. Penelitian ini tidak membahas sama

sekali dari aspek hukum mengapa hak asuh anak tersebut dapat diberikan

kepada ibu yang murtad. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan

berfokus kepada segala kemungkinan yang mungkin timbul dalam perkara

hak hadhanah atas anak kepada ibu yang murtad. Penelitian yang akan

penulis lakukan akan menggali dasar hukum baik dalam fiqih maupun

hukum positif Indonesia berkaitan dengan permasalahan ini dengan studi

analisis putusan hakim Pengadilan Agama.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Immamatul Azimah Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2011 dengan judul : “Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian

(analis putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor

0305/Pdt.G/2010/PA.JS)”.5 Di dalam penelitian ini dibahas mengenai siapa yang paling berhak untuk mendapatkan hak asuh atas anak. Yang

menjadi fokus dari penelitian ini adalah pembahasan mengenai kondisi si

anak dalam putusan yang di ambil oleh hakim. Penelitian ini membahas

mengenai apakah hakim memperhatikan kondisi psikis si anak sebagai

5 Imamatul Azimah, 2011, “Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (analis putusan

hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 0305/Pdt.G/2010/PAJS)”, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

9 akibat dari putusan yang akan diberikan oleh hakim dalam hal ini adalah

pemberian hak asuh anak kepada si bapak. Perbedaan dari penelitian ini

dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah bahwa penelitian ini

memfokuskan kepada kondisi kejiwaan dan psikis si anak. Penelitian ini

juga membahas pertimbangan-pertimbangan masa depan anak dalam

perspektif hakim yang memutus perkara ini yaitu hakim pengadilan

Agama Jakarta Selatan. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan

adalah membahas mengenai dasar hukum dari hak hadhanah atas anak

belum mumayyiz kepada ibu non-muslim. Penulis tidak akan

memfokuskan kepada kondisi si anak sebagai akibat dari perceraian.

Penulis akan lebih membahas dari segi hukum yang berlaku bukan dari

kondisi psikologi anak sebagaimana terdapat dalam penelitian tersebut.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Aini dari Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya Malang pada tahun 2013 dengan judul : Putusnya Perkawinan

Karena Murtadnya Salah Satu Pihak (Analisis Yuridis Normatif terhadap

Putusan Pengadilan Agama No.0411/Pdt.G/2011/PA.Kota Bengkulu).6 Penelitian ini membahas mengenai murtadnya salah satu pihak sebagai

alasan dalam putusnya sebuah perkawinan. Penelitian ini berhubungan

dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu berkaitan dengan

murtadnya ibu. Akan tetapi yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini

dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah bahwa penelitian ini

hanya membahas mengenai putusnya perkawinan karena murtadnya salah

6 Nur Aini, 2013, “Putusnya Perkawinan Karena Murtadnya Salah Satu Pihak (Analisis

Yuridis Normatif terhadap Putusan Pengadilan Agama No.0411/Pdt.G/2011/PA.Kota Bengkulu)”,

(10)

10 satu pihak. Penelitian ini berfokus kepada mengapa murtadnya salah satu

pihak menjadi alasan putusnya perkawinan. Yang membedakan dengan

penelitian yang akan penulis lakukan adalah bahwa penelitian ini

membahas putusnya perkawinan karena salah satu pihak murtad dan juga

dampak dari putusnya perkawinan itu secara umum. Dalam penelitian ini

tidak dibahas secara khusus dan mendalam berkaitan dengan dampak

dalam masalah hak asuh anak belum mumayyiz sebagai akibat putusnya

perkawinan karena murtad. Sementara penelitian yang akan penulis

lakukan berfokus kepada dampak spesifik dari putusnya perkawinan

karena murtadnya salah satu pihak yaitu berkaitan dengan hak asuh anak

yang belum mumayyiz.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Farida Nur Hayati pada tahun 2013 dari

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul :

“Hak asuh (hadhanah) anak angkat akibat perceraian orang tua.”7 Penelitian ini hanya membahas mengenai ketentuan hak hadhanah atas

anak angkat sebagai akibat perceraian. Penelitian ini membahas mengenai

apakah anak angkat memiliki ketentuan yang sama dengan anak kandung

apabila terjadi perceraian antara kedua orangtua angkatnya. Penelitian ini

berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan karena penelitian ini

hanya membahas mengenai hak asuh anak atas anak angkat dan tidak

membahas berkaitan dengan hak asuh anak kepada ibu yang murtad atau

Non-Muslim sebagaimana yang akan diteliti oleh penulis.

7 Nur hayati, 2013, “Hak asuh (hadhanah) anak angkat akibat perceraian orang tua”, Skripsi,

(11)

11

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat baik secara ilmu pengetahuan maupun

bagi pembangunan, adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan bahwa dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah

khasanah wawasan bagian perkembangan ilmu hukum di Indonesia khususnya

perkembangan dalam hukum Keluarga Islam, yaitu :

a. Dapat memudahkan untuk memahami tentang hukum keluarga Islam

b. Dapat memudahkan untuk memahami tentang pemberian hak hadhanah

atas anak belum mumayyiz kepada ibu non-muslim.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Regulator diharapkan penelitian ini dapat sebagai bahan evaluasi

dimana perlu adanya peraturan yang lebih jelas berkaitan dengan hak

hadhanah sehingga terdapat landasan hukum yang jelas dalam hukum

positif Indonesia berkaitan dengan hak hadhanah.

b. Bagi masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

acuan dan pengetahuan serta upaya pencegahan di dalam perkara hak asuh

Referensi

Dokumen terkait

kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. Dalam ketentuan pasal tersebut batasan kewajiban dan tanggung jawab

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana Persepsi Calon Pengantin terhadap Kewajiban

pembagian kerja pada pasutri masyarakat Desa Binajaya terjadi pergeseran dimana istri/perempuan berperan aktif mencari nafkah dengan bekerja diluar rumah, dengan kata

Contohnya seperti kegiatan sehari hari dalam urusan rumah tangga, wanita bertanggung jawab untuk mengurus kebutuhan anggota keluarga baik kebutuhan suami maupun anak-

Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran dalam pengembangan hukum, khususnya dalam pemeliharaan anak dan kewajiban orang

Namun adakalanya keretakan rumah tangga belum sampai taraf yang serius sehingga masih dapat didamaikan, bahkan ada yang semula sudah menghendaki perceraian dan telah

Orang tua dan keluarga merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja, namun pada kenyataannya peran orang tua sangat kecil

Di mana keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pendidikan sekolah anak, yang keadaan sosial ekonominya yang tinggi tidak akan mengalami kesulitn dalam memenuhi kebutuhan