• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Demokrasi dalam sistem politik Indonesia merupakan sebuah keniscayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Demokrasi dalam sistem politik Indonesia merupakan sebuah keniscayaan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Demokrasi dalam sistem politik Indonesia merupakan sebuah keniscayaan yang menjadi pilihan sistem politik moderen yang tentunya memberikan harapan besar bisa membawa masyarakatnya lebih sejahtera. Energi dan sumber daya untuk menuju demokrasi bisa dikatakan sangatlah mahal, meski demikian bangsa Indonesia terus berusaha mewujudkannya dengan penuh keyakinan untuk bisa mencapainya. Perubahan mendasar perpolitikan Indonesia terjadi saat genderang reformasi pada tahun 1998 dilakukan. Pada saat itu, salah satu pelopornya adalah kalangan pemuda yaitu para mahasiswa yang menduduki gedung parlemen dan menuntut perubahan bangsa dan negara Indonesia. Peristiwa itu ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto sebagai Presiden Indonesia dari hasil Pemilu 1997. Peristiwa tersebut sebagai tanda berakhirnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa dalam perpolitikan selama 32 tahun.

Permasalahan yang paling penting dari keinginan reformasi salah satunya adalah agenda reinstitusionalisasi politik yang menempatkan partai politik sebagai instrument paling penting dalam demokratisasi Indonesia. Partai politik itu sendiri secara umum adalah suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok tersebut untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu melaksanakan kebijakan-kebijakannya (Budiardjo, 1998:16).

(2)

Sejarah partai politik di Indonesia memiliki sejarah perjalanan yang cukup panjang dengan berbagai dinamika yang mewarnainya. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintahan RI tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran pendirian partai politik dalam rangka memperkuat kemerdekaan. Meski sebelumnya sudah ada cikal bakal berdirinya partai politik di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan yaitu organisasi Indische Partij (IP). IP merupakan sebuah organisasi yang menjadi cikal bakal organisasi partai politik pertama kalinya di Indonesia. Organisasi ini bentuknya lebih maju, yaitu menggunakan perlawanan terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda, dengan tujuan memperjuangkan “Kemerdekaan Indonesia” berdasarkan kebangsaan Indierschap. IP didirikan oleh Dr. E.E.F. Douwes Dekter di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912, meski perlu adanya tinjauan khusus adanya partai politik pertamakalinya di Indonesia. Indikasinya nama organisasi ini sudah memakai nama partai (Poerwanta, 1994:7-27).

Ruang kehidupan partai politik telah terbuka sejak masa Orde Lama dengan memberikan ruang kehidupan multi partai. Kemudian terjadinya pembatasan kehidupan kepartaian di masa Demokrasi Terpimpin pada masa Orde Baru yang ditandai dengan pengerdilan ruang gerak partai. Kemudian pada masa Reformasi yang sudah berjalan 15 tahun ini sebenarnya telah memberikan ruang kepada kehidupan partai politik untuk melakukan penataan lebih baik. Ruang penataan tersebut dengan dikeluarkannya UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik sebagai perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 dan perubahan atas UU No 31 Tahun 2002. Namun, upaya tersebut selama masa reformasi berlangsung hingga

(3)

saat ini belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas partai politik di Indonesia.

Usaha partai politik untuk terus melakukan perubahan lebih baik masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Terbukti permasalahan partai politik saat ini terjebak dalam kepragmatisan yang mengancam kehidupan perpolitikan dan dunia partai politik itu sendiri. Kepragmatisan partai politik membuat prinsip serba instan dan tanpa pembekalan kepada kadernya yang semuanya akhirnya menjadi karbitan. Permasalahan partai politik saat ini sangatlah komplek, beberapa diantaranya sistem kaderisasi partai poltik tidak berjalan dengan baik. Banyak partai poltik untuk bersaing dengan partai lainnya hanya dengan main comot (ambil) saja dan tidak dengan proses kaderisasi partai yang benar. Pertimbangannya yang penting si calon kadernya memiliki popularitas tinggi, pada akhirnya berimbas pada citra partai politik memburuk di mata publik. Menurut Firmanzah, dalam bukunya “Mengelola Partai Politik” (2011: 34-33), saat ini sangat sulit untuk menemukan kaderisasi yang terpadu dan terencana dalam dunia politik.

Sepanjang tahun 2012, Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat ada 24 politisi yang terjerat kasus korupsi dan telah ditetapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai tersangka. Mereka sebagian besar adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta beberpa mentri di kabinet. Dengan banyaknya para politisi yang terjerat korupsi semakin besar ketidakpercayaan masyarakat pada partai politik. Sejauh ini publik terus mencermati prilaku para elit politik yang banyak

(4)

tersandung kasus korupsi. Akses media informasi sangatlah terbuka, sehingga memudahkan semua untuk menilai. Ada kemungkinan publik bisa menghukum partai atau politisi korup dengan tidak memilih pada Pemilu 2014 mendatang. Penilaian tersebut diberikan oleh para peneliti ICW. Kemudian hasil survey oleh Lembaga Survei Nasional (LSN), memperlihatkan partai yang kadernya paling banyak terlibat korupsi adalah Partai Demokrat (51,4 persen responden), Partai Golkar (5,4 persen), dan PDI-P (2,4 persen). Kondisi tersebut didukung tingkat elektabilitas Partai Demokrat yang terus menurun (Kompas, 17 Oktober 2012).

Partai politik peserta pemilu 2014 yang sudah di tetapkan KPU berjumlah 15 papol, 3 di antaranya partai politik lokal di Aceh. Gambar no urut dan partai politik nasional dan loka bisa di liha pada gambar 1.1 pada lampiran. Sementara partai nasional saja juga bisa dilihat pada gambar 1.2 di dalam lampiran.

Survey LSN tetang elektabilitas partai peserta pemilu 2014 yang dilakukan di tingkat nasional dari tanggal 1-15 Maret 2013 di 33 Provinsi di seluruh Indonesia hasilnya cukup mencengangkan, karena partai paling korup menempati elektabilitas yang rendah. Dari hasil survey tersebut menempatkan PDI Perjuangan di urutan pertama yaitu 20,5 persen, Partai Golkar di urutan kedua yaitu 19,2 persen, Partai Gerindra di urutan ketiga yaitu 11,9 persen, Partai Hanura di urutan keempat yaitu 6,2 persen, Partai Nasdem di urutan kelima yaitu 5,3 persen, PKS di urutan keenam yaitu 4,6 persen, Partai Demokrat di urutan ketujuh yaitu 4,3 persen, PAN di urutan kedelapan yaitu 4,1 persen, PKB di urutan kesembilan yaitu 4,1 persen, PPP di urutan kesepuluh yaitu 3,4 persen,

(5)

PBB di urutan kesebelas yaitu 0,4 persen, dan PKPI di urutan keduabelas yaitu 0,2 persen (Beritaprima.com, edisi 25 Maret 2013).

Publik mungkin sudah mulai cerdas menilai kinerja partai politik yang baik dan buruk. Dari beberapa partai politik yang masuk dalam peserta pemilu 2014 komitmennya masih diragukan masyarakat, karena dianggap partai politik tidak peduli dengan permasalahan masyarakat dan hanya mementingkan kepentingan golongan partai politiknya saja. Sementara survey yang dilakukan oleh Public Research and Consulting dari 18-21 Februari 2013 menyatakan, bahwa masyarakat kelas menengah Indonesia menganggap anggota DPR lebih mewakili partai ketimbang suara rakyat. Survey tersebut menilai 84,1 persen responden menyatakan anggota DPR hanya mewakili partainya masing-masing dan hanya 8,4 persen DPR mewakili suara rakyat. Kemudian, di sisi lain survey tersebut menyatakan 53,6 persen responden menilai bahwa tidak ada satupun dari partai politik yang mau peduli terhadap kepentingan masyarakat dan publik menilai tingkat kepedulian partai politik di bawah 10 persen (Kompas, 23 Maret 2013.)

Argumentasi atas ketidakpercayaan publik terhadap partai politik didukung oleh tingkat Golput (Golongan Putih) yang semakin tinggi. Fenomena apatisme masyarakat terhadap partisipasi politik dalam pemilu menjadi dasar atas buruknya citra partai politik dan citra para politisi bangsa ini. Pada pemilu 2004 dan 2009 tingkat Golput menjadi pemenang dari total pemilih yang ditetapkan KPU. Angka Golput tersebut pada pemilu 2004 sebesar 23,34 persen dari total pemilih, dan anggka Golput pada pemilu 2009 kembali menjadi pemenang dan meningkat dengan suara 39,1 persen. Kemudian berbagai pihak menilai suara Golput pada

(6)

pemilu 2014 diperkirakan akan meningkat dari pemilu sebelumnya. Hal tersebut disebebkan ketidakpercayaan publik terhadap partai politik dan para politisi yang tidak profesional dalam menjalanakan amanah rakyat, (Kompas, 20 Februari 2013). Angka Golput dalam pemilukada juga tidak kalah tinggi, misalnya data KPU mencatat angka Golput pada pemilukada di Jawa Timur tahun 2008 mencapai 39,20 persen dari total jumlah pemilih, Pilkada Jawa Tengan tahun 2008 Golputnya mencapai 45, 25 persen, dan di Banten pada pilkada 2006 tingkat Golput mencapai 40 persen dari total pemilih.

Pengelolaan partai politik yang buruk di Indonesia menjadi salah satu faktor melemahnya tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik. Misalnya, sumber keuangan partai politik yang belum jelas dan hanya didasarkan pada sumbangan kadernya serta simpatisan yang menimbulkan kecurigaan publik atas maraknya tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum politisi. Di tingkat daerah misalnya, tingkat akuntabilitas dan transparansi partai politik yang ada di Provinsi Banten sangat rendah, (Danhil Anzar, 2011:-). Dengan demikian profesionalitas dalam mengelola partai politik dituntut untuk lebih maju dan kembali diuji kredibelitasnya di hadadapan masyarakat.

Hasil survey dan riset di atas mengasumsikan kepercayaan publik relatif rendah terhadap partai politik maupun politisi. Kondisi tersebut sangat menghawatirkan pada kelangsungan hidup dari partai politik yang menjadi syarat keberlangsungan sistem politik demokrasi. Fenomena masyarakat yang mengasumsikan ketidakpercayaan terhadap partai politik tersebut menarik untuk dikaji lebih mendalam dan perlu dilakukan riset yang lebih banyak lagi. Hal

(7)

tersebut untuk memastikan kebenaran kehidupan perpolitikan di negeri ini masih dalam keadaan baik atau sebaliknya. Sementara ketahanan politik bangsa dituntut untuk selalu tangguh dan kuat menghadapai segala tantangan dan problema yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keberadaan partai politik tidak bisa dipisahkan dari prinsip-prinsip kehidupan berdemokrasi. Partai politik merupakan pilar kehidupan dalam berdemokrasi. Dengan adanya partai politik, aspirasi dan keinginan masyarakat dapat disalurkan dan diperjuangkan. Namun, fungsi partai politik banyak mengalami penyimpangan (deviation).

Penelitian ini akan memfokuskan pada persepsi kalangan pemuda yang merupakan bagian dari lapisan masyarakat terhadap partai politik. Pemuda merupakan bagian dari lapisan masyarakat dan masyarakat adalah bagian dari stakeholders pemerintahan yang mendukung demokrasi pada sistem politik. Alasan yang diambil, karena basis pemilih (voters) yang ada di Indonesia didominasi jumlahnya oleh pemilih pemula atau pemuda. Kemudian, potensi pengembangan partai politik menuntut untuk mengakomodir sumber daya manusia dari kalangan pemuda. Pemuda dianggap masih putih bersih atau idealis. Sifat-sifat yang melekat pada kalangan pemuda biasanya kritis, idealis, independen, anti status-quo, pro-perubahan, dan lebih rasional.

Pemuda merupkan obyek dari penelitian ini yang dibatasi pada anggota KNPI Provinsi Banten. Karena KNPI merupakan organisasi kepemudaan yang menjadi representatif dari berbagai organisasi kepemudaan baik di daerah maupun di tigkat nasional. Maka KNPI bisa dijadikan rujukan dari pergerakan pemuda

(8)

baik dalam mendukung atau menghambat pembangunan, khusnya aktivitas pembangunan politik.

Pemuda adalah warga negara yang memasuki periode penting masa pertumbuhan yang digolongkan dalam kelompok umur 16-30 tahun yang didasarkan pada Undang-undang No 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan. Jika dihubungkan dengan potensi pemilih dari kalangan pemuda cukup menggiurkan yang diperkirakan pada pemilu 2014 bisa menentukan suara kemenangan partai politik. Prediksi jumlah pemilih muda pada Pemilu 2014 diperkirakan 40-42 persen dari total pemilih. Perkiraan tersebut mengacu pada data KPU, dengan jumlah pemilih pemula cukup signifikan lebih dari 20 persen pemilih di Indonesia. Pada Pemilu 2004 misalnya, jumlah pemilih pemula mencapai 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada Pemilu 2009 sekitar 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih. Kemudian data BPS 2010, penduduk usia 15-19 tahun sebanyak 20.871.086 orang, dan usia 20-24 tahun sebanyak 19.878.417 orang. Jika dijumlahkan mencapai 40.749.503 orang, (Sumarno, 2011:-). Jumlah tersebut merupakan jumlah yang menggiurkan untuk diraih partai politik peserta pemilu 2014.

Banten merupakan wilayah yang menjadi pilihan lokus dalam penelitian ini. Banten merupakan salah satu wilayah yang menjadi penyangga Ibu Kota Negara Indonesia yaitu DKI Jakarta yang juga berbatasan langsung dengan Provinsi Banten. Jarak Ibu Kota DKI Jakarta dengan Kota Serang sebagai Kota Madya Provinsi Banten bisa dijangkau hanya dengan 2 jam perjalanan. Sementara wilayah Banten bagian utara seperti Kota Tanggerang dan Kota Tanggerang

(9)

Selatan (Tangsel) bisa dijangkau hanya dengan 10-30 menit. Jarak yang dekat tersebut memungkinkan interaksi aktivitas politik antara Banten dan DKI Jakarta sebagai pusat aktivitas politik nasional cukup tinggi. Artinya jika terjadi gejolak politik di wilayah Banten maka ancamannya bisa meluas menjadi ancaman nasional karena secara geopolitik Banten merupakan wilayah strategis yang memungkinakan untuk dijadikan gerakan politik atau gerakan makar yang bisa mengancam kedaulatan negara. Sedangkan pemuda merupakan penentu dari perubahan bangsa baik dari aspek ekonomi, budaya, sosial maupun politik. Aset yang menjadi penentu keberhasilan suatu bangsa ke depan akan ditentukan oleh kualitas pemuda dan kontribusinya dalam pembangunan. Dengan latar belakang di atas, penelitian ini mengambil judul “Persepsi Pemuda Terhadap Partai Politik Nasional Peserta Pemilu 2014 dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik Wilayah (Studi Pada KNPI Provinsi Banten)”.

1.2 Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti memfokuskan penelitian ini pada beberapa hal yang menurut peneliti sangat menarik diteliti. Dengan dasar tersebut rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi pemuda terhadap partai politik nasional peserta pemilu 2014 di Provinsi Banten?

2. Bagaimana implikasi persepsi pemuda terhadap partai politik nasional peserta pemilu 2014 pada ketahanan politik di Provinsi Banten?

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini didasarkan pada rumusan permasalaha di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui persepsi pemuda terhadap partai politik nasional peserta pemilu 2014 di Provinsi Banten.

2. Untuk mengkaji implikasi persepsi pemuda terhadap partai politik nasional peserta pemilu 2014 pada ketahanan politik di Provinsi Banten.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pada pengembangan ilmu pengetahuan atau manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu manfaat bagi pembangunan bangsa dan negara atau bagi pembangunan daerah.

1. Manfaat teoritis/keilmuan, yaitu diharapkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah bacaan terkait dengan kualitas partai politik yang diharapkan oleh masyarakat khususnya kalangan pemuda dalam sistem politik yang demokratis dan menemukan kondisi ketahanan politik dari persepsi pemuda terhdap pandangannya pada partai politik.

2. Manfaat parktis/pembangunan wilayah, yaitu hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan kepada para praktisi politik dalam hal ini para pengelola partai politik agar terus memperbaiki kualitas partai politiknya sesuai dengan fungsinya dalam mendorong sistem politik demokrasi yang sehat. Kemudian memberikan masukan kepada para elit politik dan para pengambil kebijakan di daerah serta pemerintah pusat dalam menemukan bentuk

(11)

ketahanan politik khususnya di Provinsi Banten agar tercipta ketahanan politik wilayah yang tangguh.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan keaslian penelusuran referensi penelitian, ada beberapa karya tulis maupun kajian ilmiah yang mengindikasikan terkait dengan “Persepsi Pemuda Terhadap Partai Politik Nasional Peserta Pemilu 2014 dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik Wilayah. Sejauh ini penelusuran peneliti terhadap referensi keaslian penelitian yang ditemukan salah satunya riset mengenai “Persepsi Mahasiswa Terhadap Pemilu 1999; Studi kasus di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan Universitas Negeri Surabaya,” oleh Siswati (1999:3). Inti dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa jumlah partai politik perlu disederhanakan, partai gurem supaya dihapus dan partai yang berbasis dan bervisi sama hendaknya disatukan. Letak perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah pada proses pemilunya. Sementara peneliti lebih pada persepsi partai politik peserta pemilunya.

Riset lain mengenai “Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum 2004 Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta,” oleh Yohanes (2006:2), dari Sekolah Pascasarjana UGM. Inti dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa partisipasi politik pada Pemilu 2004 lebih demokratis dibanding Pemilu masa Orde Baru, namun struktur kepartaian dinilai masyarakat masih terlalu banyak sehingga membingungkan khususnya bagi masyarakat di pedesaan yang tingkat sosial-ekonominya belum

(12)

begitu maju seperti di kota. Letak perbedaannya dengan riset peneliti adalah lebih mengkaji pada partisipasi politik pemilih.

Riset yang lain adalah “Hubungan antara Religiusitas dan Persepsi Terhadap Partai Politik Islam Dengan Sikap Memilih Partai Islam: Studi Kasus Pada Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” oleh Slamet (2005:-) dari Fakultas Psikologi UGM. Perbedaannya dengan riset peneliti lebih sepesifik pada partai islam.

Riset mengenai “Peran Partai Politik Dalam Peningkatan Demokratisasi Masyarkat Sipil (Civil Society) dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik, (studi pustaka),” oleh Irza (2011:2) dari Sekolah Pascasarjana UGM. Inti dari hasil penelitiannya adalah peranan partai politik dalam penguatan partisipasi masyarakat dan dalam kaitannya dengan ketahanan politik terdapat beberapa hal yang masih perlu dilakukan penyempurnaan dalam pemberdayaan sosialisasi politik dan rekrutmen elit politik pada partai politik. Perbedaannya dengan riset peneliti terletak pada peranan partai politik dalam pendidikan politik, sementara peneliti menyoroti pada persepsi fungsi partai politiknya.

Kesimpulan peneliti terhadap keaslian penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang ditemukan sejauh ini lebih pada partisipasi politik terhadap pelaksanaan pemilu dan keterlibatan elit dalam mensukseskan pemilu serta mengkaitkannya dengan ketahanan politik. Penelitian ini substansinya sama-sama mengkaji kehidupan politik. Sementara fokus kajian peneliti lebih kepada persepsi pemuda terhadap partai politiknya dan implikasinya terhadap ketahanan politik. Penelitian terdahulu sama-sama mengkaji kehidupan

(13)

poltik, tetapi riset peneliti berfokus pada cara pandang pemuda melihat citra kehidupan partai politik yang kemudian dianalisis implikasinya terhadap ketahanan politik wilayah.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini diuraikan dari mulai bab I Pengantar yang menguraikan latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sisitematika penulisan penelitian dan keaslian penelitian. Bab II tinjauan pustaka dan landasan teori, landasan teori tersebut terdiri dari teori persepsi, konsep pemuda, teori partai politik dan fungsi partai politik, konsep demokrasi dan partisipasi politik, serta konsep ketahanan politik wilayah. Bab III metode penelitian menguraikan tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan nalisis data.

Bab IV profil KNPI Provinsi Banten yang menguraikan tentang sejarah KNPI Banten, visi dan misi KNPI Banten, pengurus KNPI Banten periode 2010-2013, OKP yang tergabung dalam KNPI Banten dan program kegiatan KNPI Banten. Kemudian, bab V persepsi pemuda terhadap partai politik nasional peserta pemilu 2014 menejelasakan gambaran umum partai politik nasional peserta pemilu 2014. Penejlasan berikutnya yaitu pengetahuan dasar pemuda terhadap partai politik nasional, persepsi pemuda terhadap partai politik nasional peserta pemilu 2014 dalam melaksanakan fungsinya, persepsi pemuda terhadap kinerja partai politik, dan persepsi terhadap masa depan partai politik peserta pemilu 2014.

(14)

Bab VI implikasi persepsi pemuda pada partai politik nasional terhadap ketahanan politik wilayah di Banten. dalam bab ini menguraikan mengenai implikasi persepsi pemuda terhadap legitimasi pemerintah di wilayah Provinsi Banten. Menjelaskan implikasi persepsi pemuda terhadap kebijakan publik di wilayah Provinsi Banten. Selanjutnya yaitu implikasi persepsi pemuda terhadap kesadaran partisipasi politik di wilayah Provinsi Banten. Sub berikutnya implikasi persepsi pemuda terhadap sisitem politik demokrasi dan stabilitas politik di wilayah Provinsi Banten. Kemudian implikasi persepsi pemuda terhadap integrasi politik dan upaya menjaga ketahanan politik wilayah di Provinsi Banten. Selanjutnya yang terakhir bab VII penutup yang menjelaskan kesimpulan dan rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis yaitu memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu dan menambah literatur penelitian studi

Penelitian ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan, menjadi refrensi untuk pengembangan keilmuan dan dapat menambah informasi untuk yang berkaitan dengan faktor

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat; (1) untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya

Pada manfaat akademis yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu diharapkan bahwa penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

Manfaat Teoritis ialah penelitian ini diharapkan dapat memberi infrormasi dan menambah wawasan pengetahuan dalam bidang sintaksis khususnya dalam aspek kalimat deklaratif

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan film, analisis semiotika, dan Representasi Perempuan di Ruang Publik

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya. 1) Secara Teoritis,

Manfaat Teoritis Menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai Asuhan Kebidanan Pada Ny G 28 Tahun P2A0 Post Partum Normal Dengan Pemberdayaan Pijat Oksitosin Dan Konsumsi Daun