• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK MENGENDALIKAN Bean common mosaic virus PADA KACANG PANJANG DI LAPANGAN NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK MENGENDALIKAN Bean common mosaic virus PADA KACANG PANJANG DI LAPANGAN NICKO SURYA SISWOYO PUTRA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK

MENGENDALIKAN Bean common mosaic virus PADA

KACANG PANJANG DI LAPANGAN

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014 Nicko Surya Siswoyo Putra NIM A34090007

____________________________________

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan luar pihak IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

(4)
(5)

5

ABSTRAK

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA. Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Kacang panjang merupakan sayuran penting di Indonesia. Salah satu faktor pembatas produksi kacang panjang adalah adanya infeksi Bean common mosaic

virus (BCMV). Di lapangan, infeksi BCMV sulit untuk dikendalikan. Salah satu

upaya pengendalian virus tanaman adalah dengan memanfaatkan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan beberapa ekstrak tanaman yang diduga memiliki substansi antivirus untuk mengendalikan BCMV pada kacang panjang di lapangan. Empat belas ekstrak tanaman terpilih diaplikasikan dalam bentuk ekstrak kasar dan ekstrak protein yang disemprotkan ke daun satu jam sebelum inokulasi mekanis BCMV. Percobaan dirancang dengan RAK dan tiap perlakuan terdiri dari 3 blok sebagai ulangan. Peubah yang diamati adalah waktu inkubasi, kejadian penyakit, gejala, keparahan penyakit dan titer BCMV yang dideteksi secara serologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik perlakuan ekstrak kasar maupun protein memperpanjang waktu inkubasi dan menekan keparahan penyakit. Tingkat hambatan relatif keparahan dan titer BCMV perlakuan ekstrak kasar berturut-turut sebesar 48,4% - 89.8% dan 59.8% - 99.1%, sedangkan pada perlakuan ekstrak protein berturut-turut sebesar 43.2% - 74.4% dan -55.1% - 42.7%. Perlakuan ekstrak kasar menunjukkan lebih efektif dalam menekan BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein. Diantara ekstrak kasar yang diuji, ekstrak bogenvil dan jambu biji menunjukkan penekanan BCMV tertinggi di lapangan.

(6)
(7)

7

ABSTRACT

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA. Efficacy of Plant Extracts to Control Bean

common mosaic virus on Yard Long Bean in the Field. Supervised by TRI

ASMIRA DAMAYANTI.

Yard long bean is an important vegetable in Indonesia. One of its production constraint is the infection of Bean common mosaic virus (BCMV). In the field, BCMV infection is difficult to be controlled. One of effort to control the virus is by utilizing antivirus substances from plant origin. The conducted research aim was to test the effectiveness of plant extracts considerably containing antivirus substances to control BCMV on yard long bean in the field trial. Fourteen plants species were applied as crude and protein extracts which were sprayed on the leaves an hour before mechanical inoculation of BCMV. The experiment was arranged by using randomized block design. Each treatment consist of 3 blocks as replicate. Incubation period, disease incidence, symptom, disease severity and titer of BCMV were measured. The result showed that either crude extract or protein extract prolonged the incubation period and decreased the disease severity. Relative inhibition level of severity and BCMV titer of crude extract treatments ranged from 48,4% to 89.8% and from 59.8% to 99.1%, whereas protein extract treatment ranged from 43.2% to 74.4% and from -55.1% to 42.7%, respectively. Crude extract treatment showed more effective to control BCMV infection than protein extract treatment. Among tested plant extracts, Bougainvillea spectabilis and Psidium guajava crude extracts showed highest relative inhibition level of severity and BCMV titer in controlling BCMV in the field.

(8)
(9)

9

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK

MENGENDALIKAN Bean common mosaic virus PADA

KACANG PANJANG DI LAPANGAN

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

3

Judul Usulan : Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean

common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan

Nama : Nicko Surya Siswoyo Putra NRP : A34090007

Disetujui oleh

Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen

(12)
(13)

3

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic

virus pada Kacang Panjang di Lapangan” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Siswoyo, Ibunda Lina Sarida, dan Adinda Rachmad Gemilang Siswoyo Putra yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan bimbingan selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kak Dita Megasari, Kak Sari Nurulita, Bapak Edi, Bapak Jaya, Martha Theresia Panjaitan, Nadzirum Mubin, Widyantoro Cahyo Setiawan, Kavy Shobah, Mansyur Tri Widodo, Hartodi Rahmansyah, Khoir Samsi, Tri Setyawan, Yola Walendra, Mega Purnama Sari dan seluruh anggota laboratorium Virologi Tumbuhan serta teman-teman PTN angkatan 46 yang telah memberikan bantuan serta memotivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis juga berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Februari 2014

(14)
(15)

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Perbanyakan Sumber Inokulum BCMV 3

Persiapan Lahan Percobaan 3

Persiapan Ekstrak Tanaman 3

Persiapan Tanaman Uji dan Perlakuan di Lapangan 5 Deteksi Serologi BCMV dengan ELISA Tidak Langsung 7

Analisis Data 7

HASIL 8

Waktu Inkubasi 8

Kejadian Penyakit 8

Gejala Infeksi BCMV 8

Keparahan Penyakit dan Tingkat Hambatan Relatif Keparahan 11

Titer dan Tingkat Hambatan Relatif BCMV 12

PEMBAHASAN 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

(16)
(17)

7

DAFTAR TABEL

1 Pemilihan tanaman pada setiap perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein 5 2 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap waktu inkubasi dan kejadian

penyakit 9

3 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala 10 4 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap keparahan dan tingkat

hambatan relatif penyakit 12

5 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV 14

DAFTAR GAMBAR

1 Lahan percobaan 4

2 Skor keparahan penyakit 6

3 Gejala infeksi BCMV 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak kasar 22 2 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI 22 3 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI 22 4 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak kasar 22

5 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak kasar 23

6 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak kasar 23 7 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak kasar 23 8 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak kasar 23 9 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak protein 24 10 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP 24 11 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP 24 12 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak protein 24

13 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak protein 25

14 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak protein 25 15 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak protein 25 16 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak protein 25 17 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap bobot polong 26 18 Data iklim bulanan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat1 26

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada kurun waktu 2008 hingga 2012, produksi kacang panjang (Vigna

unguiculata subsp. sesquipedalis) nasional berfluktuasi. Menurut BPS (2013),

pada 2008 hingga 2010 produksi kacang panjang nasional meningkat yaitu 455 524 ton pada 2008, 483 793 ton pada 2009, dan 489 449 ton pada 2010. Namun pada 2011 dan 2012 produksi kacang panjang nasional mengalami penurunan cukup tinggi yaitu berturut-turut menjadi 456 254 ton dan 455 615 ton. Penurunan produksi ini dapat disebabkan oleh gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang diketahui menyerang kacang panjang adalah dari golongan virus tanaman.

Damayanti et al. (2009) melaporkan bahwa pertanaman kacang panjang di daerah Jawa Barat telah terinfeksi BCMV strain Blackeye cowpea (BCMV-B1C) yang menginfeksi tunggal maupun ganda dengan Cucumber mosaic virus (CMV). Gejalanya berupa mosaik kuning pada daun, vein-clearing pada tulang daun, serta mosaik dan deformasi pada polong. Kejadian penyakit pada pertanaman tersebut mencapai 80% hingga 100%.

Penyebaran BCMV sangat luas karena sifatnya yang terbawa benih

(seed-borne disease) (Morales dan Castano 1987). Selain itu BCMV juga dapat

ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun secara non-persisten (Morales dan Bos 1988). Kehilangan hasil oleh BCMV bergantung pada varietas, waktu infeksi, dan kondisi lingkungan. Pada varietas yang sangat rentan kejadian penyakit mosaik dapat mencapai 100% (Mukeshimana et al. 2003).

Penggunaan insektisida untuk mengendalikan vektor kutudaun kurang efektif karena dapat berdampak buruk terhadap serangga penyerbuk dan musuh alami hama. Pengendalian yang efektif adalah dengan menggunakan varietas tahan terhadap BCMV (Mukeshimana et al. 2003). Namun sampai saat ini varietas tahan BCMV belum tersedia. Sehingga perlu dicari upaya lain untuk mengendalikan BCMV, salah satunya dengan menggunakan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus.

Penggunaan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus menunjukkan efektif menekan beberapa virus (Verma et al. 1998; Al-Ani et al. 2011; Madhusudhan et al. 2011). Ekstrak tanaman berperan sebagai penginduksi ketahanan sistemik tanaman, bukan bereaksi langsung terhadap virus. Induksi ketahanan sistemik oleh ekstrak tanaman bersifat non-spesifik dan efektif terhadap virus yang kisaran inangnya luas (Verma et al. 1998).

Induksi ketahanan sistemik atau induced systemic resistance (ISR) umumnya diinduksi oleh patogen lemah atau patogen strain avirulen, agen botani, seperti ekstrak tanaman, dan cekaman lingkungan (Zeller 2006). ISR tidak secara langsung menghambat perkembangan virus melainkan meningkatkan ketahanan tanaman itu sendiri dengan menginduksi tanaman untuk memproduksi suatu senyawa yang dapat menghambat perkembangan patogen (Prasad et al. 1995; Verma et al. 1998). ISR tidak bergantung pada proses pembentukan asam salisilat, melainkan bergantung pada asam jasmonic dan ethylene sebagai molekul sinyal. Selain itu ISR juga tidak berasosiasi dengan pathogenesis related (PR) proteins (Zeller 2006; Choudhary et al. 2007). ISR akan memicu ekspresi gen yang

(20)

2

menghasilkan senyawa yang mampu menghambat perkembangan patogen seperti senyawa flavonoid, fitoaleksin, resin, peroksidase, dan lain sebagainya, serta memicu perubahan morfologi, seperti penebalan lignin, peningkatan jumlah

papilla, dan penebalan dinding sel (Percival 2001).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan beberapa ekstrak tanaman yang diduga memiliki substansi antivirus dalam mengendalikan BCMV pada kacang panjang di lapangan.

Manfaat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah tentang efektivitas ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus untuk mengendalikan BCMV.

(21)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan pertanaman kacang panjang di Desa Carangpulang, Dramaga, Bogor dan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2013.

Metode Penelitian Perbanyakan Sumber Inokulum BCMV

Isolat BCMV strain Blackeye cowpea (BCMV-BlC) diperoleh dari koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Inokulum BCMV diperbanyak dengan menginokulasikan cairan perasan (sap) BCMV pada tanaman kacang panjang kultivar Parade secara berkala. Tanaman sumber inokulum ditanam dalam polybag dan dipelihara hingga siap digunakan.

Inokulasi mekanis dilakukan pada tanaman kacang pajang berumur 7 hari setelah tanam. Sap BCMV dibuat dengan mencampurkan daun sakit dengan bufer fosfat dengan perbandingan 1:10 (b/v). Bufer fosfat dibuat dengan cara mencampur 38.5 ml 1 M KH2PO4 dengan 61.5 ml 1 M K2HPO4. Campuran tersebut diencerkan sepuluh kali untuk mendapat bufer fosfat 0.1 M pH 7. Sebelum digunakan bufer diberi 1% 1,2-mercaptoethanol. Kemudian sap BCMV dioleskan pada daun tanaman kacang panjang sehat yang telah ditaburi

carborundum 600 mesh, lalu permukaan daun dibilas dengan akuades.

Persiapan Lahan Percobaan

Lahan percobaan yang digunakan berukuran 500 m2 dibagi menjadi 3 blok yang mewakili masing-masing kelompok uji. Setiap kelompok uji terdiri dari 24 perlakuan yang terbagi atas 2 perlakuan utama, yaitu perlakuan ekstrak kasar dan perlakuan ekstrak protein. Setiap blok dibatasi oleh tanaman jagung (varietas Laksmi IPB) baris ganda sebagai tanaman pagar untuk melindungi tanaman dari penularan virus yang dibawa kutudaun ke pertanaman (Gambar 1).

Persiapan Ekstrak Tanaman

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan yang dilakukan oleh Damayanti dan Megasari (2013, data tidak dipublikasikan) dan Panjaitan (2013). Empat belas tanaman tersebut menunjukkan tingkat hambatan relatif lesio lokal nekrotik (LLN) yang tinggi pada tanaman

Chenopodium amaranticolor (data tidak ditampilkan). Masing-masing sepuluh

spesies tanaman digunakan sebagai perlakuan ekstrak kasar dan perlakuan ekstrak protein (Tabel 1).

Persiapan Ekstrak Kasar. Ekstrak kasar dibuat sesuai prosedur yang dikemukakan oleh Deepthi et al. (2007) dengan modifikasi minor pada rasio bahan tanaman dengan bufer yaitu dari 1:1 (b/v) menjadi 1:5 (b/v) dan tanpa sonifikasi pada pembuatan ekstrak tersebut. Ekstrak kasar dibuat dengan menggerus 10 g bagian tanaman (daun/ kulit buah/ rimpang) dengan mortar dan pistil dalam 50 ml 0.01 M bufer fosfat pH 7.2. Filtrat hasil penyaringan dengan

(22)

4

kain kasa kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit. Supernatan selanjutnya dimasukkan dalam botol semprot kecil yang biasa digunakan sebagai botol parfum dan siap digunakan dalam pengujian.

Gambar 1 Lahan percobaan: (a) Sebelum penanaman; (b) Setelah penanaman dengan tanaman pagar; (c) peta perlakuan kelompok (kiri - kanan; kelompok 1 - 3). Perlakuan ekstrak kasar (□) dan ekstrak protein (■), serta tanaman jagung sebagai tanaman pinggir (■; jarak 1 m). Perlakuan ekstrak yang diuji yaitu BNG (bogenvil), JGR (jengger ayam), TYG (Tempuyung), JMB (jambu biji), BP4 (bunga pukul empat), SMB (sambiloto), PTH (patah tulang), TLK (temulawak), MMB (mimba), PGD (pagoda), JHM (jahe merah), MGS (manggis), KCB (kecubung), KYP (kunyit putih), serta K(+) (kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan) dan K(-) (kontrol sehat)

Persiapan Ekstrak Protein. Supernatan hasil ekstraksi ekstrak kasar ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:1 (v/v). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 4 oC selama satu malam. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentifugasi selanjutnya dilarutkan dalam bufer fosfat pH 7.2 dengan rasio 1:1 (v/v). Larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol parfum kecil dan siap digunakan.

(23)

5 Tabel 1 Spesies tanaman yang diuji pada perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak

protein No Spesies Bagian tanaman Ekstrak kasar1 Ekstrak protein1

1 Pagoda (Clerodendrum japonicum) Daun  

2 Pukul Empat (Mirabilis jalapa) Daun  

3 Jambu Biji (Psidium guajava) Daun  

4 Mimba (Azadirachta indica) Daun  

5 Tempuyung (Sonchus arvencis) Daun  

6 Temulawak (Curcuma xanthorizzha) Rimpang  

7 Bogenvil (Bougainvillea spectabilis) Daun 

8 Jengger Ayam (Celosia cristata) Daun 

9 Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubra) Rimpang  10 Manggis (Garcinia mangostana) Kulit buah 

11 Kecubung (Datura stramonium) Daun 

12 Kunyit Putih (Curcuma manga) Rimpang 

13 Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) Daun 

14 Sambiloto (Andrographis paniculata) Daun 

1

Ekstrak dipilih berdasarkan seleksi awal pada C. amaranticolor (Damayanti dan Megasari 2013, data tidak dipublikasikan; Panjaitan 2013)

Persiapan Tanaman Uji dan Perlakuan di Lapangan

Kacang panjang kultivar Parade ditanam pada lahan pertanaman yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tiap perlakuan terdiri dari 40 tanaman yang ditanam pada 2 guludan. Sedangkan tanaman pinggir jagung ditanam 21 hari sebelum penanaman kacang panjang.

Perlakuan. Perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein dilakukan dengan penyemprotan pada daun tanaman kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam (HST). Inokulasi BCMV dilakukan 1 jam setelah penyemprotan ekstrak (ekstrak kasar dan ekstrak protein). Tanaman kontrol diinfeksi BCMV tanpa perlakuan ekstrak (K+). Sedangkan tanaman kontrol sehat (K-) tidak diberi perlakuan ekstrak tanaman dan tidak diinokulasi BCMV. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai 7 minggu setelah inokulasi (MSI).

Parameter Pengamatan. Parameter yang diamati meliputi waktu inkubasi, kejadian penyakit, gejala, keparahan penyakit dan titer BCMV.

Kejadian penyakit dihitung pada minggu ke 4 setelah perlakuan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Yaitu, n adalah jumlah tanaman bergejala mosaik; dan N adalah jumlah tanaman yang diamati. Kejadian penyakit untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala dikonfirmasi secara serologi dengan metode DIBA (dot-blot immunobinding

assay) sesuai dengan protokol yang digunakan oleh Anggraini (2011).

Keparahan penyakit dihitung setiap minggu dengan ketentuan skala keparahan sebagai berikut (Gambar 2).

(24)

6

Skor 0 = Tanaman tidak bergejala

Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun Skor 2 = Gejala mosaik sedang

Skor 3 = Gejala mosaik berat

Skor 4 = Gejala mosaik berat diikuti dengan malformasi daun, tanaman kerdil atau mati

Persentase keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

yaitu, ni adalah jumlah tanaman pada kategori serangan i; vi adalah skala kategori serangan i; Z adalah nilai skala kategori serangan tertinggi; dan N adalah jumlah seluruh tanaman yang diamati.

Gambar 2 Skor keparahan penyakit: (a) Skor 0; (b) Skor 1; (c) Skor 2; (d) Skor 3; (e) Skor 4

Waktu inkubasi dihitung dari inokulasi BCMV sampai 4 minggu setelah inokulasi (MSI). Tingkat hambatan relatif (THR) keparahan ditentukan berdasarkan nilai keparahan penyakit setiap perlakuan dengan rumus sebagai berikut.

Yaitu, THR keparahan (i) adalah persentase tingkat hambatan relatif keparahan suatu perlakuan (i); KP adalah keparahan penyakit; dan K+ adalah kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

Titer BCMV diperoleh dari hasil analisis serologi (ELISA) sampel daun yang diambil pada 4 MSI dan selanjutnya ditentukan THR virusnya menggunakan rumus sebagai berikut.

Yaitu, THR virus (i) adalah persentase tingkat hambatan relatif virus perlakuan (i); NAE adalah nilai absorbansi ELISA; dan K+ adalah kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

(25)

7 Deteksi Serologi Titer BCMV dengan ELISA Tidak Langsung

Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV ditentukan secara serologi dengan mendeteksi daun-daun sampel dari setiap perlakuan. Deteksi serologi dilakukan dengan metode ELISA tidak langsung (Indirect-ELISA) dengan antiserum BCMV (Agdia, USA). Daun sampel dari setiap perlakuan dibuat menjadi 8 sampel komposit dan tiap komposit diambil dari 5 tanaman. Antigen berasal dari daun sampel yang diperoleh dari lapangan kemudian digerus dengan pistil di dalam plastik bening tebal dengan bufer ekstraksi [1.59 g Na2CO5, 2.93 g NaHCO3, 0.20 g NaN3, 20 g PVP yang dilarutkan dalam 1 000 ml akuabides, pH 9.6] dengan perbandingan 1:100 (b/v). Sap sampel, kontrol positif dan kontrol negatif diisikan ke dalam sumuran ELISA masing-masing sebanyak 100 µl. Kemudian plat ELISA diinkubasi selama satu malam pada suhu 4 oC dalam kotak plastik lembab.

Plat ELISA selanjutnya dicuci dengan 1x Phosphate Buffer Saline Tween 20 (PBST) [8.0 g NaCl, 1.15 g Na2HPO4, 0.20 g KH2PO4, 0.20 g KCl, 0.50 g Tween-20 dilarutkan dalam 1 000 ml akuades, pH 7.4] sebanyak delapan kali. Tiap sumuran kemudian diberi 100 µl antiserum pertama BCMV (1:300 v/v) yang dicampurkan dengan bufer ECI [1000 ml PBST, 2.0 g BSA, 20 g PVP, 0.2 g NaN3, pH 7.4] dan diinkubasi dalam kotak plastik lembab selama 2 jam pada suhu ruang. Kemudian plat ELISA dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali.

Antiserum kedua (Rabbit Antimouse IgG-Alkaline Phosphate, Agdia) yang dilarutkan dalam bufer ECI (1:300 v/v) diisi ke dalam sumuran sebanyak 100 µl dan diinkubasi dalam kotak plastik lembab selama 1 jam pada suhu ruang. Pencucian plat dilakukan delapan kali dengan PBST.

Plat ELISA selanjutnya diisi dengan substrat PNP (P-nitrophenylphosphate) [10 mg PNP dalam 10 ml bufer PNP (0.1 g MgCl2·6H2O, 0.2 g NaN3, 97.0 ml diethanolamine, 1 000 ml akuabides, pH 9.6)] sebanyak 100 µl. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Kemudian plat ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader (BIO-RAD Model 550) pada panjang gelombang 405 nm setiap interval 15 menit sampai 60 menit. Pengujian dikatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji besarnya 2 kali NAE kontrol negatif ELISA (tanaman sehat).

Analisis Data

Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pada uji lapangan digunakan 24 perlakuan termasuk kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan dan kontrol sehat dengan kelompok perlakuan sebanyak 3 kelompok sebagai ulangan. Hasil percobaan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) pada taraf nyata α = 5%. Data diolah menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 17.0. Perlakuan yang menunjukkan adanya pengaruh langsung kemudian diuji lanjut dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

(26)

8

HASIL

Waktu Inkubasi

Ekstrak Kasar. Waktu inkubasi semua perlakuan ekstrak kasar tanaman menunjukkan nyata lebih panjang dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, kecuali perlakuan ekstrak manggis (Tabel 2). Waktu inkubasi terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak pukul empat (19.1 hari setelah inokulasi (HSI)) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali dengan perlakuan ekstrak kasar manggis (12.7 HSI) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

Ekstrak Protein. Waktu inkubasi semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan nyata lebih panjang dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan kecuali perlakuan ekstrak temulawak (Tabel 2). Perlakuan yang menunjukkan waktu inkubasi terpanjang adalah perlakuan ekstrak pagoda (19.1 HSI) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain kecuali perlakuan ekstrak temulawak (13.0 HSI) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

Kejadian Penyakit

Ekstrak Kasar. Kejadian penyakit semua perlakuan ekstrak kasar tanaman menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 2). Perlakuan ekstrak bogenvil, pagoda dan pukul empat efektif menurunkan kejadian penyakit yang tidak berbeda nyata dengan kontrol sehat. Kejadian penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak jahe merah (58.7%) dan bogenvil (10.3%).

Ekstrak Protein. Kejadian penyakit semua perlakuan ekstrak protein tanaman menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan kecuali perlakuan kunyit putih (Tabel 2). Kejadian penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kunyit putih (86.6%) dan pagoda (45.0%). Kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein lebih tinggi dibandingkan perlakuan ekstrak kasar.

Gejala Infeksi BCMV

Ekstrak Kasar. Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan menunjukkan gejala gejala mosaik berat (MB) diikuti dengan malformasi daun (MD). Perlakuan ekstrak bogenvil dan pukul empat hanya menunjukkan gejala pemucatan tulang daun (Pm) dan mosaik ringan (MR). Sedangkan perlakuan ekstrak jahe merah, manggis, mimba, tempuyung, dan temulawak menunjukkan gejala gejala mosaik berat (MB) tanpa malformasi daun (Gambar 3e - h).

Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein tanaman menunjukkan gejala mosaik berat (MB) diikuti malformasi daun. Namun perlakuan ekstrak tempuyung dan kecubung hanya menunjukkan gejala pemucatan tulang daun (Pm), mosaik ringan (MR) hingga mosaik sedang (MS) (Gambar 3i-k). Gejala tanaman perlakuan ekstrak protein menunjukkan gejala mosaik ringan, mosaik sedang dan mosaik berat diikuti malformasi daun. Sedangkan tanaman perlakuan ekstrak kasar masih menunjukkan gejala yang lebih ringan (Gambar 3i-k).

(27)

9 Tabel 2 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap waktu inkubasi dan

kejadian penyakit

No Tanaman Waktu inkubasi

(HSI1)2 Kejadian penyakit (%) 3

Ekstrak Kasar

1 Pagoda 18.6 ± 3.0 c 21.0 ± 11.0 abc

2 Pukul Empat 19.1 ± 5.4 c 24.7 ± 12.3 abcd 3 Jambu Biji 15.0 ± 1.6 bc 31.5 ± 0.8 bcd 4 Mimba 15.5 ± 2.5 bc 57.7 ± 31.9 cd 5 Tempuyung 15.9 ± 3.3 bc 49.5 ± 18.6 cd 6 Temulawak 16.7 ± 0.6 bc 54.3 ± 31.7 cd 7 Bogenvil 17.5 ± 1.7 bc 10.3 ± 2.5 ab 8 Jengger Ayam 16.9 ± 0.3 bc 40.9 ± 26.9 bcd 9 Jahe Merah 14.4 ± 0.9 bc 58.7 ± 9.7 d 10 Kulit Manggis 12.7 ± 3.8 ab 41.4 ± 31.3 bcd 11 K+4 8.9 ± 0.9 a 100.0 ± 0.0 e 12 K-4 - 0.0 ± 0.0 a Ekstrak Protein 1 Pagoda 19.1 ± 6.2 c 45.0 ± 32.5 b 2 Pukul Empat 17.1 ± 3.3 bc 46.5 ± 28.8 b 3 Jambu Biji 14.7 ± 3.3 bc 52.0 ± 21.6 b 4 Mimba 18.0 ± 2.4 bc 47.2 ± 23.6 b 5 Tempuyung 16.3 ± 1.3 bc 49.1 ± 21.2 bc 6 Temulawak 13.0 ± 0.3 ab 60.4 ± 17.5 bc 7 Kecubung 16.0 ± 2.8 bc 48.0 ± 20.2 b 8 Kunyit Putih 14.5 ± 3.1 bc 86.6 ± 7.6 cd 9 Patah Tulang 17.1 ± 3.5 bc 68.9 ± 23.1 bc 10 Sambiloto 18.1 ± 2.7 bc 47.5 ± 21.8 b 11 K+4 8.5 ± 0.4 a 100.0 ± 0.0 d 12 K-4 - 0.0 ± 0.0 a

1HSI: hari setelah inokulasi; 2Untuk setiap kelompok ekstrak, angka yang diikuti huruf yang

berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda

Duncan α = 0.05; - = tidak bergejala; 3

Kejadian penyakit berdasarkan gejala visual dan

dikonfirmasi dengan dot-blot immunobinding assay (DIBA); 4K+ = kontrol terinfeksi BCMV

(28)

10

Tabel 3 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala

No Tanaman Gejala1 Ekstrak Kasar 1 Pagoda Pm, MR, MS 2 Pukul Empat Pm, MR 3 Jambu Biji Pm, MR, MS 4 Mimba MR, MS, MB 5 Tempuyung MR, MS, MB 6 Temulawak MR, MS, MB 7 Bogenvil Pm, MR 8 Jengger Ayam Pm, MR, MS 9 Jahe Merah MR, MS, MB 10 Manggis MR, MS, MB 11 K+2 MS, MB, MD, Pb, K 12 K-2 - Ekstrak Protein 1 Pagoda MR, MS, MB 2 Pukul Empat MR, MS, MB 3 Jambu Biji MR, MS, MB 4 Mimba MR, MS, MB 5 Tempuyung Pm, MR, MS 6 Temulawak MR ,MS, MB 7 Kecubung Pm, MR, MS 8 Kunyit Putih MR, MS, MB 9 Patah Tulang MR, MS, MB 10 Sambiloto MR, MS, MB 11 K+2 MS, MB, MD, Pb, K 12 K-2 -

1Pm= pemucatan tulang daun, MR= mosaik ringan, MS= mosaik sedang, MB= mosaik berat, MD=

mosaik berat yang diikuti malformasi daun Pb= penebalan tulang daun, K= klorosis, - = tidak

(29)

11

Gambar 3 Gejala infeksi BCMV di lapangan. Tanaman kontrol sehat (a) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (b-d), gejala perlakuan ekstrak kasar (e-h), gejala perlakuan ekstrak protein (i-k). (a) tidak bergejala; (b, e, i) pemucatan tulang daun; (f, j) mosaik ringan;(g) mosaik sedang; (c, h, k) mosaik berat; (d) mosaik berat diikuti klorosis Keparahan Penyakit dan Tingkat Hambatan Relatif Keparahan

Ekstrak Kasar. Keparahan penyakit semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan nyata lebih rendah dibanding kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). Keparahan penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak mimba (35.1%) dan bogenvil (6.6%).

Semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan THR keparahan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). THR keparahan tertinggi dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak bogenvil (89.8%) dan tempuyung (48.4%) serta mimba (48.4%).

Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan keparahan penyakit yang nyata lebih rendah dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). Keparahan penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kunyit putih (33.0%) dan tempuyung (15.8%). Semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan THR keparahan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). THR keparahan tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak tempuyung (74.4%) dan kunyit putih (43.2%).

a b c d

e f g h

(30)

12

Titer dan Tingkat Hambatan Relatif BCMV

Ekstrak Kasar. Semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan NAE nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). Hanya perlakuan ekstrak bogenvil yang negatif terdeteksi BCMV diantara perlakuan lainnya. NAE tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak pagoda (0.515) dan bogenvil (0.171).

Semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan THR BCMV yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). THR BCMV tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak bogenvil (99.1%) dan pagoda (59.8%). Perlakuan ekstrak bogenvil menunjukkan THR BCMV paling tinggi diantara perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan ekstrak tanaman.

Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan NAE yang tidak berbeda nyata dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). Diantara ekstrak yang diuji, ada delapan perlakuan ekstrak protein tanaman yang memiliki NAE lebih tinggi daripada kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, yaitu perlakuan jambu biji, temulawak, kecubung, kunyit putih, sambiloto, mimba, pukul empat, dan pagoda, sehingga THR virusnya negatif.

Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan THR BCMV dibawah 50% (Tabel 5). THR BCMV perlakuan ekstrak tanaman tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh tempuyung (42.7%) dan jambu biji (-55.1%).

(31)

13 Tabel 4 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap keparahan dan tingkat

hambatan relatif penyakit

No Tanaman Keparahan penyakit (%)1 THR keparahan (%)1 Ekstrak Kasar 1 Pagoda 10.4 ± 3.2 abc 83.2 ± 7.1 bcd 2 Pukul Empat 7.5 ± 5.3 ab 87.0 ± 10.8 bcd 3 Jambu Biji 18.6 ± 1.1 abc 69.6 ± 8.8 bcd

4 Mimba 35.1 ± 24.4 c 48.4 ± 33.8 b

5 Tempuyung 29.8 ± 13.7 bc 48.4 ± 31.5 b 6 Temulawak 28.6 ± 24.9 bc 52.6 ± 48.6 bc

7 Bogenvil 6.6 ± 1.9 ab 89.8 ± 2.2 cd

8 Jengger Ayam 15.6 ± 15.3 abc 79.1 ± 15.6 bcd 9 Jahe Merah 27.5 ± 14.4 bc 53.4 ± 31.2 bc 10 Kulit Manggis 29.5 ± 24.1 bc 59.4 ± 19.8 bc 11 K+2 65.5 ± 22.0 d 0.0 ± 0.0 a 12 K-2 0.0 ± 0.0 a 100.0 ± 0.0 d Ekstrak Protein 1 Pagoda 21.6 ± 16.9 ab 62.2 ± 29.9 b 2 Pukul Empat 19.9 ± 18.1 ab 64.5 ± 35.5 b 3 Jambu Biji 21.5 ± 17.8 ab 61.9 ± 33.6 b 4 Mimba 20.3 ± 14.9 ab 65.0 ± 26.2 b 5 Tempuyung 15.8 ± 8.4 ab 74.4 ± 14.9 bc 6 Temulawak 31.0 ± 7.8 b 48.3 ± 18.9 b 7 Kecubung 17.5 ± 3.8 ab 72.1 ± 3.2 bc 8 Kunyit Putih 33.0 ± 17.0 b 43.2 ± 34.5 b 9 Patah Tulang 23.3 ± 9.8 b 61.0 ± 21.7 b 10 Sambiloto 24.4 ± 19.5 b 56.8 ± 37.7 b 11 K+2 62.5 ± 10.7 c 0.0 ± 0.0 a 12 K-2 0.0 ± 0.0 a 100.0 ± 0.0 c

1Untuk setiap kelompok ekstrak, angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lajur yang sama

menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α = 0.05; 2K+ =

(32)

14

Tabel 5 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV

No Tanaman NAE1, 2 THR5 virus1

Ekstrak Kasar3 1 Pagoda 0.515 ± 0.323 b 59.8 ± 36.0 b 2 Pukul Empat 0.413 ± 0.236 ab 72.5 ± 27.5 b 3 Jambu Biji 0.328 ± 0.138 ab 81.2 ± 17.5 bc 4 Mimba 0.509 ± 0.289 b 60.3 ± 32.1 b 5 Tempuyung 0.472 ± 0.234 ab 64.9 ± 27.5 b 6 Temulawak 0.441 ± 0.216 ab 68.6 ± 25.5 b 7 Bogenvil 0.171 ± 0.033 a 99.1 ± 1.2 c 8 Jengger Ayam 0.428 ± 0.253 ab 70.6 ± 29.2 b 9 Jahe Merah 0.496 ± 0.274 ab 62.3 ± 30.6 b 10 Kulit Manggis 0.479 ± 0.224 ab 64.1 ± 26.7 b 11 K+6 1.181 ± 0.256 c 0.0 ± 0.0 a 12 K-6 0.159 ± 0.065 a 100.0 ± 0.0 c Ekstrak Protein4 1 Pagoda 1.315 ± 0.525 bcd -15.6 ± 64.9 abc 2 Pukul Empat 1.329 ± 0.450 bcd -3.5 ± 4.5 abc 3 Jambu Biji 1.715 ± 0.495 d -55.1 ± 78.3 a 4 Mimba 1.363 ± 0.565 bcd -5.7 ± 17.9 abc 5 Tempuyung 0.832 ± 0.334 b 42.7 ± 17.7 c 6 Temulawak 1.714 ± 0.903 d -35.5 ± 40.8 ab 7 Kecubung 1.552 ± 0.350 cd -30.0 ± 26.4 ab 8 Kunyit Putih 1.450 ± 0.373 cd -17.9 ± 11.9 abc 9 Patah Tulang 1.067 ± 0.494 bc 15.4 ± 34.0 bc 10 Sambiloto 1.445 ± 0.592 cd -11.7 ± 15.5 abc

11 K+6 1.280 ± 0.395 bcd 0.0 ± 0.0 abc

12 K-6 0.151 ± 0.046 a 100.0 ± 0.0 d

1Untuk setiap kelompok ekstrak, angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lajur yang sama

menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05; 2NAE = nilai

absorbansi ELISA; 3NAE K- ELISA = 0.131. Uji dinyatakan positif jika NAE perlakuan > 2 x

NAE K- ELISA (NAE perlakuan > 0.262); 4NAE K- ELISA = 0.121. Uji dinyatakan positif jika

NAE perlakuan > 2 x NAE K- ELISA (NAE perlakuan > 0.242); 5THR = tingkat hambatan relatif;

6K+ = kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat.

Secara umum, perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman. Produktivitas polong perlakuan ekstrak kasar cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Bahkan produktivitas polong tanaman perlakuan pagoda, pukul empat, jambu biji, mimba, tempuyung, bogenvil, jengger ayam dan jahe merah tidak berbeda nyata dengan produktivitas polong tanaman kontrol sehat. Hanya perlakuan temulawak yang terendah dibandingkan perlakuan lainnya, termasuk kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Lampiran 17).

Produktivitas polong perlakuan ekstrak protein cenderung tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Hanya perlakuan pagoda yang menunjukkan produktivitas polong yang tidak berbeda nyata dengan kontrol sehat. Perlakuan tempuyung menunjukkan produktivitas polong terendah

(33)

15 (Lampiran 17). Produktivitas tanaman juga sangat dipengaruhi oleh banyaknya tanaman yang mati karena serangan penyakit dan kondisi cuaca yang buruk.

PEMBAHASAN

Penggunaan ekstrak tanaman untuk mengendalikan virus berpotensi untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Ekstrak tanaman mudah dibiodegradasi, kurang fitotoksik dan lebih sistemik serta aman dan spesifik target (Deepthi et al. 2007). Secara umum, ekstrak tanaman mampu secara nyata memperpanjang waktu inkubasi dan menurunkan kejadian dan keparahan penyakit oleh BCMV di lapangan. Baik pengujian di lapangan maupun di rumah kaca (Damayanti dan Megasari 2013, data tidak dipublikasikan; Panjaitan 2013), perlakuan ekstrak kasar menunjukkan lebih efektif menekan kejadian dan keparahan penyakit, serta titer BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein.

Pada uji efikasi ekstrak kasar di rumah kaca, NAE perlakuan beberapa ekstrak kasar seperti bogenvil, jambu biji, jahe merah, kulit manggis, mimba, tempuyung, dan temulawak menunjukkan lebih tinggi (Panjaitan 2013) dibandingkan NAE pengujian di lapangan. Hal ini diduga karena suhu di rumah kaca lebih tinggi dan konstan yang mendukung ekspresi gejala dan perkembangan BCMV di dalam jaringan tanaman. Saat pengujian lapangan dilakukan (Mei – September) curah hujan tinggi berkisar antara 110 mm – 290 mm, dengan kelembaban nisbi 28.0 % - 85.4% dan suhu rata-rata 25.1 oC – 26.3 oC (Lampiran 18). Kondisi lingkungan ini kemungkinan kurang mendukung ekspresi gejala tanaman perlakuan (keparahan penyakit) sehingga NAE pengujian di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca. Pada perlakuan ekstrak kasar bogenvil menunjukkan adanya gejala infeksi virus ringan, namun secara serologi tidak terdeteksi BCMV. Hal ini menunjukkan gejala tersebut bukan disebabkan oleh BCMV, namun kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor abiotik atau virus lain yang menginfeksi secara alami di lapangan. Infeksi campuran virus atau mikroorganisme lainnya merupakan hal yang umum terjadi di alam (Syller 2012).

Sebagian besar tanaman perlakuan ekstrak protein di lapangan menunjukkan gejala berkedok (masking); diduga karena terhambatnya translokasi virus tetapi proses replikasi virus di dalam sel tanaman tidak terhambat (Wahyuni 2005). Hal ini dibuktikan oleh keparahan penyakit yang nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, namun titer virus tinggi. Rendahnya THR BCMV oleh perlakuan ekstrak protein diduga karena jenis pelarut yang digunakan. Pada berbagai uji ekstrak tanaman, perbedaan pelarut memberikan hasil yang bervariasi terhadap kandungan senyawa aktif yang dihasilkan dan juga terhadap aktivitas ekstrak tanaman tersebut (Baranwal dan Verma 1997; Vivanco

et al. 1999; Sanches et al. 2005; Umamaheswari et al. 2008; Porwal et al. 2012;

Velmurugan et al. 2012). Namun penggunaan aseton sebagai pelarut pada beberapa ekstrak tanaman diantaranya ekstrak daun jambu biji dilaporkan efektif menekan infeksi Tobamovirus (Tobacco mosaic virus dan Tomato mosaic virus) (Deepthi et al. 2007). Dalam penelitian ini semua perlakuan ekstrak kasar termasuk daun jambi biji justru lebih efektif menekan titer BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein dengan pelarut aseton. Hal ini menunjukkan bahwa

(34)

16

keefektifan ekstrak tanaman dalam menekan virus tergantung dari inang, spesies virus dan pelarut yang digunakan.

Mekanisme penekanan ekstrak tanaman terhadap infeksi BCMV pada percobaan ini belum diketahui. Namun beberapa ekstrak tanaman diketahui mengandung protein antivirus yang tergolong ke dalam ribosome-inactivating

proteins (RIPs) dan memiliki sifat menginduksi ketahanan sistemik (induced systemic resistance, ISR). ISR tidak secara langsung menghambat perkembangan

virus, melainkan meningkatkan ketahanan tanaman itu sendiri dengan menginduksi tanaman untuk memproduksi suatu senyawa yang dapat menghambat perkembangan patogen (Prasad et al. 1995; Verma et al. 1998).

Kandungan Bougainvillea Antiviral Protein (BAP) pada bogenvil, Mirabilis

Antiviral Protein (MAP) pada pukul empat dan Celosia Cristata Protein (CCP)

pada jengger ayam (Kataoka et al. 1991; Balasaraswathi et al. 1998; Balasubrahmanyam et al. 2000; Rajesh et al. 2005; Begam et al. 2006) diduga berperan dalam penekanan infeksi BCMV. Kandungan substansi antivirus ekstrak tanaman lainnya belum diketahui. Pada Clerodendrum inerme dilaporkan memiliki substansi antivirus yang disebut sebagai single chain

ribosome-inactivating proteins (Jassim dan Naji 2003), namun pada Clerodendrum japonicum yang digunakan dalam penelitian ini kandungan substansi antivirusnya

belum diketahui.

Selain protein antivirus, kandungan senyawa aktif dalam tanaman dilaporkan mampu menekanan infeksi suatu virus. Senyawa aktif tersebut antara lain flavonoid, terpenoid, coumarin, tannin, quercetin, saponin dan fenol. Senyawa flavonoid dan coumarin bekerja dengan cara menghalangi sintesis RNA. Senyawa terpenoid dan saponin mampu menghambat sintesis DNA virus. Senyawa tannin dan fenol bekerja dengan cara menghambat replikasi RNA dan DNA virus. Sedangkan senyawa quercentin mampu menghambat enzim reverse transcriptase (RT) dan polymerase (Jassim dan Naji 2003).

Beberapa ekstrak tanaman pernah dilaporkan efektif mengendalikan

Cucumber mosaic virus (CMV) (Mahdy et al. 2010; Hersanti 2004), Tobacco mosaic virus (TMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CAbMV) (Rajesh et al.

2005), Tomato mosaic virus (ToMV) (Deepthi et al. 2007; Madhusudhan et al. 2011), Tomato spotted wilt virus (TSWV), Turnip mosaic virus (TuMV) (Balasaraswathi et al. 1998), (Sunnhemp rosette virus (SRV), Citrus ring spot

virus (CRSV) (Balasubrahmanyam et al. 2000), Potato virus Y (PVY), Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV) (Kubo et al. 1990), Potato virus X (PVX), Potato spindle tuber viroid (PSRVd) dan Potato leaf roll virus (PLRV) (Vivanco et al. 1999).

Penekanan infeksi BCMV pada penelitian ini selain substansi antivirus dalam ekstrak tanaman diduga juga karena adanya induksi ketahanan oleh ekstrak tanaman yang digunakan. Induksi ketahanan sistemik oleh ekstrak tanaman bersifat non-spesifik dan efektif terhadap virus yang kisaran inangnya luas (Verma et al. 1998). Hasil penelitian ini juga memperkaya hasil penelitian sebelumnya tentang keefektifan ekstrak tanaman tersebut dalam mengendalikan virus. Namun perlu diteliti lebih lanjut mekanisme penekanan BCMV oleh ekstrak tanaman potensial yang didapatkan penelitian ini.

(35)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan ekstrak kasar lebih efektif menekan infeksi BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein. Semua perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein menunjukkan dapat memperpanjang waktu inkubasi infeksi BCMV, kecuali perlakuan ekstrak kasar kulit manggis dan ekstrak protein temulawak. Perlakuan ekstrak kasar secara nyata menekan keparahan penyakit dan titer BCMV. Sedangkan perlakuan ekstrak protein hanya nyata menekan keparahan penyakit saja dengan gejala yang lebih ringan namun tidak nyata menekan titer BCMV dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan gejala berkedok, kecuali pada perlakuan daun patah tulang dan tempuyung. Diantara ekstrak yang diuji, perlakuan ekstrak kasar daun bogenvil dan jambu biji menekan keparahan penyakit dan titer BCMV tertinggi diantara perlakuan lainnya

Saran

Perlu dilakukan; (1) pengujian keefektifan ekstrak tanaman terhadap penekanan BCMV dengan frekuensi aplikasi berulang yang berbeda; (2) pengujian keefektifan ekstrak tanaman terhadap kemampuan kutudaun dalam menularkan BCMV; (3) pengujian keefektifan ekstrak tanaman terhadap penekanan BCMV dalam bentuk formulasi sederhana; (4) kajian mekanisme aktivitas antivirus dan (5) karakterisasi metabolit tanaman yang potensial yang didapat dalam penelitian ini.

(36)

18

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ani RA, Adhab MA, Diwan SNH. 2011. Systemic resistance induced in potato plants against Potato Virus Y common strain (PVYo) by plant extracts in Iraq. Advances in Environmental Biology 5(1):2009-215.

Anggraini S. 2011. Deteksi Bean common mosaic potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) berdasarkan teknik serologi dan polymerase chain reaction [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Balasaraswathi R, Sadasivam S, Ward M, Walker JM. 1998. An antiviral protein from Bougainvillea spectabilis roots, purification and characterization.

Phytochemistry 47(8):1561-1565.

Balasubrahmanyam A, Baranwal VK, Lodha ML, Varma A, Kapoor HC. 2000. Purification and properties of growth stage-dependent antiviral proteins from the leaves of Celostia cristata. Plant Science 154(1):13-21.

Baranwal VK, Verma HN. 1997. Characteristic of a virus inhibitor from the leaf extract of Celosia cristata. Plant Pathology 46(4):523-529.

Begam M, Narwal S, Roy S, Kumar S, Lodha ML, Kapoor HC. 2006. An antiviral protein having deoxyribonuclease and ribonuclease activity from leaves of post-flowering stage of Celosia cristata. Biochemistry 71:44-48. (1 Suplemen).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Okt 2]. Tersedia pada: http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat =3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70.

Choudhary DK, Prakash A, Johri BN. 2007. Induced systemic resistance (ISR) in plants: mechanism of action. Indian Journal of Microbiology 47(4):289-297.

Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java [short communication]. Hayati Journal of Biosciences 16(2):78-82.

Deepthi N, Madhusudhan KN, Udayashankar AC, Kumar HB, Prakash HS, Shetty HS. 2007. Effect of plant extracts and acetone precipitated proteins from six medicinal plants against tobamovirus infection. International Journal of

Virology 3(2):80-87.

Hersanti. 2004. Uji keefektivan ekstrak daun tanaman pagoda (Clerodendrum

japonicum) sebagai agen penginduksi ketahanan sistemik tanaman cabai

merah terhadap Cucumber mosaic virus (CMV). Jurnal Bionatura 6(3):285-293.

Jassim SAA, Naji MA. 2003. Novel antiviral agents: a medicinal plant perspective. Journal of Applied Microbiology 95(3):412-427.

Kataoka J, Habuka N, Furuno M, Miyano M, Takanami Y, Koiwai A. 1991. DNA sequence of Mirabilis antiviral protein (MAP), a ribosome-inactivating protein with an antiviral property, from Mirabilis jalapa L. and its expression in Escherichia coli. Journal of Biology Chemistry 266(13):8426-8430.

(37)

19 Kubo S, Ikeda T, Imaizumi S, Takanami Y, Mikami Y. 1990. A potent plant virus inhibitor found in Mirabilis jalapa L. Japanese Journal of Phytopathology 56(4):481-487.

Madhusudhan KN, Vinayarani G, Deepak SA, Niranjana SR, Prakash HS, Singh GP, Sinha AK, Prased BC. 2011. Antiviral activity of plant extracts and other inducers against Tobamoviruses infection in bell pepper and tomato plants. International Journal of Plant Pathology 2(1):35-42.

Mahdy AMM, Hafez MA, EL-Dougdoug KhA, Fawzy RN, Shahwan ESM. 2010. Effect of two biotic inducers on salicylic acid induction in tomato infected with Cucumber mosaic cucumovirus. Egyptian Journal of Virology. Suplemen:352-372.

Morales FJ dan Bos L. 1988. Description of plant viruses: BCMV [Internet]. [diunduh 2013 Okt 2]. Tersedia pada: http://www.dpvweb.net/dpv/showdpv .php?dpvno=337.

Morales FJ dan Castano M. 1987. Seed transmission characteristics of selected

Bean common mosaic virus strains in differential bean cultivars. Plant Disease 71(1):51-53.

Mukeshimana G, Hart LP, Kelly JD. 2003. Bean common mosaic virus and Bean

common mosaic necrosis virus [extension Bulletin E-2894]. Michigan (US):

Michigan State University.

Panjaitan MT. 2013. Seleksi substansi antivirus asal tanaman dan efikasinya dalam mengendalikan Bean common mosaic virus strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada kacang panjang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Percival GC. 2001. Induction of systemic acquired disease resistance in plant: potential implications for disease management in urban forestry. Journal of

Arboriculture 27(4):181-192.

Porwal V, Singh P, Gurjar D. 2012. A comprehensive study on different methods of extraction from guajava leaves for curing various health problem.

International Journal of Engineering Research and Application

2(6):490-496.

Prasad V, Srivastava S, Varsha, Verma HN. 1995. Two basic proteins isolated from Clerodendrum inerme Gaertn. are inducers of systemic antiviral resistance in susceptible plants. Plant Science 110(1):73-82.

Rajesh S, Balasaraswathi R, Doraisamy S, Sadasivam S. 2005. Synthesis and cloning of cDNA encoding an antiviral protein from the leaves of

Bougainvillea spectabilis Willd. (Nyctaginaceae) World Journal of Agricultural Science 1(2):101-104.

Sanches NR, Cortez DAG, Schiavini MS, Nakamura CV, Filho BPD. 2005. An evaluation of antibacterial activities of Psidium guajava (L.). Brazilian

Archives of Biology and Technology 48(3):429-436.

Syller J. 2012. Facilitative and antagonistic interactions between plant viruses in mixed infections. Molecular Plant Pathology 13(2): 204-216

Umamaheswari A, Shreevidya R, Nuni A. 2008. In vitro antibacterial activity of

Bougainvillea spectabilis leaves extracts. Advances in Biological Research

2(1-2):1-5.

Velmurugan S, Babu MM, Punitha SMJ, Viji VT, Citarasu T. 2012. Screening and characterization of antiviral compounds from Psidium guajava Linn.

(38)

20

Root bark against white spot syndrome virus. Indian Journal of Natural

Products and Resources 3(2):208-2014.

Verma HN, Baranwal VK, Srivastava S. 1998. Alternatives strategies for engineering virus resistance in plants. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK, Kuganezawa H, editor. Plant Viruses Diseases Control. St. Paul (US): APS Press. hlm 154-159.

Vivanco JM, Querci M, Salazar LF. 1999. Antiviral and antiviroid activity of MAP-containing extracts from Mirabilis jalapa roots. Plant Disease 83(12):1116-1121.

Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Zeller W. 2006. Status on induced resistance against plant bacterial diseases.

(39)

21

(40)

22

Lampiran 1 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak kasar Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 920.563 70.813 10.383 0.000 Intercept 1 7330.686 7330.686 1074.848 0.000 Perlakuan 11 917.172 83.379 12.225 0.000 Kelompok 2 3.392 1.696 0.249 0.782 Error 22 150.045 6.820 Total 36 8401.294 Total Terkoreksi 35 1070.608

Lampiran 2 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 24867.862 1912.912 7.370 0.000 Intercept 1 50778.537 50778.537 195.625 0.000 Perlakuan 11 22089.476 2008.134 7.736 0.000 Kelompok 2 2778.386 1389.193 5.352 0.013 Error 22 5710.559 259.571 Total 36 81356.957 Total Terkoreksi 35 30578.421

Lampiran 3 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 11648.768 896.059 4.552 0.001 Intercept 1 18864.800 18864.800 95.825 0.000 Perlakuan 11 10080.390 916.399 4.655 0.001 Kelompok 2 1568.378 784.189 3.983 0.033 Error 22 4331.076 196.867 Total 36 34844.644 Total Terkoreksi 35 15979.844

Lampiran 4 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak kasar Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 26138.696 2010.669 4.991 0.000 Intercept 1 145337.564 145337.564 360.756 0.000 Perlakuan 11 22280.795 2025.527 5.028 0.001 Kelompok 2 3857.901 1928.951 4.788 0.019 Error 22 8863.126 402.869 Total 36 180339.386 Total Terkoreksi 35 35001.822

(41)

23 Lampiran 5 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak kasar

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 3.050 0.235 8.404 0.000 Intercept 1 7.824 7.824 280.286 0.000 Perlakuan 11 2.414 0.219 7.863 0.000 Kelompok 2 0.635 0.318 11.379 0.000 Error 22 0.614 0.028 Total 36 11.488 Total Terkoreksi 35 3.664

Lampiran 6 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak kasar Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 31477.787 2421.368 13.079 0.000 Intercept 1 161349.500 161349.500 871.534 0.000 Perlakuan 11 20952.796 1904.800 10.289 0.000 Kelompok 2 10524.991 5262.495 28.426 0.000 Error 22 4072.923 185.133 Total 36 196900.210 Total Terkoreksi 35 35550.710

Lampiran 7 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak kasar Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 15.557 1.197 1.411 0.231 Intercept 1 1469.214 1469.214 1731.891 0.000 Perlakuan 11 8.333 0.758 0.893 0.561 Kelompok 2 7.223 3.612 4.257 0.027 Error 22 18.663 0.848 Total 36 1503.434 Total Terkoreksi 35 34.220

Lampiran 8 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak kasar Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 720.074 55.390 5.732 0.000 Intercept 1 2794.532 2794.532 289.195 0.000 Perlakuan 11 346.167 31.470 3.257 0.009 Kelompok 2 373.907 186.954 19.347 0.000 Error 22 212.589 9.663 Total 36 3727.195 Total Terkoreksi 35 932.663

(42)

24

Lampiran 9 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak protein Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 966.796 74.369 8.949 0.000 Intercept 1 7434.594 7434.594 894.627 0.000 Perlakuan 11 942.703 85.700 10.313 0.000 Kelompok 2 24.093 12.047 1.450 0.256 Error 22 182.826 8.310 Total 36 8584.216 Total Terkoreksi 35 1149.622

Lampiran 10 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 21596.604 1661.277 8.545 0.000 Intercept 1 69384.154 69384.154 356.888 0.000 Perlakuan 11 16055.729 1459.612 7.508 0.000 Kelompok 2 5540.875 2770.438 14.250 0.000 Error 22 4277.112 194.414 Total 36 95257.869 Total Terkoreksi 35 25873.715

Lampiran 11 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 8456.626 650.510 4.903 0.001 Intercept 1 21140.670 21140.670 159.348 0.000 Perlakuan 11 7024.492 638.590 4.813 0.001 Kelompok 2 1432.135 716.067 5.397 0.012 Error 22 2918.739 132.670 Total 36 32516.035 Total Terkoreksi 35 11375.365

Lampiran 12 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak protein Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 26339.648 2026.127 6.364 0.000 Intercept 1 125819.248 125819.248 395.219 0.000 Perlakuan 11 18082.749 1643.886 5.164 0.001 Kelompok 2 8256.899 4128.449 12.968 0.000 Error 22 7003.764 318.353 Total 36 159162.660 Total Terkoreksi 35 33343.412

(43)

25 Lampiran 13 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak protein

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 9.884 0.760 7.603 0.000 Intercept 1 57.861 57.861 578.641 0.000 Perlakuan 11 6.113 0.556 5.558 0.000 Kelompok 2 3.771 1.885 18.853 0.000 Error 22 2.200 0.100 Total 36 69.945 Total Terkoreksi 35 12.084

Lampiran 14 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak protein Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 61814.842 4754.988 4.781 0.001 Intercept 1 70.560 70.560 0.071 0.792 Perlakuan 11 53920.007 4901.819 4.928 0.001 Kelompok 2 7894.835 3947.418 3.969 0.034 Error 22 21882.078 994.640 Total 36 83767.480 Total Terkoreksi 35 83696.920

Lampiran 15 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak protein Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 29.026 2.233 3.450 0.005 Intercept 1 1247.185 1247.185 1927.259 0.000 Perlakuan 11 21.504 1.955 3.021 0.013 Kelompok 2 7.522 3.761 5.812 0.009 Error 22 14.237 .647 Total 36 1290.448 Total Terkoreksi 35 43.263

Lampiran 16 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak protein Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Model Terkoreksi 13 325.315 25.024 4.229 0.001 Intercept 1 990.676 990.676 167.409 0.000 Perlakuan 11 244.208 22.201 3.752 0.004 Kelompok 2 81.107 40.554 6.853 0.005 Error 22 130.189 5.918 Total 36 1446.180 Total Terkoreksi 35 455.504

(44)

26

Lampiran 17 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap bobot polong No Ekstrak kasar Bobot polong

(ton/ha)1 Ekstrak protein

Bobot polong (ton/ha)1 1 Pagoda 10.45 ± 2.36 bcd Pagoda 10.02 ± 5.71 b 2 Pukul Empat 9.81 ± 3.57 abcd Pukul Empat 5.21 ± 0.33 a 3 Jambu Biji 9.15 ± 5.86 abc Jambu Biji 2.68 ± 0.62 a 4 Mimba 9.86 ± 2.38 abcd Mimba 5.46 ± 2.41 a 5 Tempuyung 15.34 ± 9.98 d Tempuyung 2.64 ± 1.41 a 6 Temulawak 4.27 ± 1.01 a Temulawak 4.88 ± 0.39 a 7 Bogenvil 8.99 ± 4.19 abc Kecubung 5.68 ± 1.36 a 8 Jengger Ayam 8.72 ± 4.63 abc Kunyit Putih 2.76 ± 0.68 a 9 Jahe Merah 7.35 ± 3.30 abc Patah Tulang 3.38 ± 1.17 a 10 Manggis 4.79 ± 0.37 ab Sambiloto 5.13 ± 0.45 a

11 K+2 4.70 ± 0.57 ab K+5 4.05 ± 1.30 a

12 K-2 12.28 ± 9.18 cd K-5 11.06 ± 7.69 b

1

Angka yang diikuti huruf mutu yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda

nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05; bobot polong pada 6 dan 7 MSI; 2K+ =

kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat

Lampiran 18 Data iklim bulanan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat1 Bulan Curah hujan (mm) Kelembaban

rata-rata (%) Temperatur rata-rata (oC) Mei 260 85.4 26.2 Juni 250 79.8 26.3 Juli 290 84.8 25.4 Agustus 110 85.4 25.7 September 280 78.0 25.1 1

(45)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Lampung Tengah, pada tanggal 10 Agustus 1992 dari ayah Siswoyo dan ibu Lina Sarida. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Terbanggi Besar dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, melaui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Patogen pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar pada tahun ajaran 2011/2012, dan asisten praktikum Pengantar Virologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif sebagai tentor fisika di IAAS Express Course. Selain itu penulis pernah aktif sebagai staf Departemen Human Resource Development Keluarga Mahasiswa Lampung (Kemala) IPB, staf Departemen Eksternal International Association of

Student in Agricultural and Related Sciences Local Committee (IAAS LC) IPB,

staf Departemen Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, staf Departemen Informasi dan Komunikasi Tanoto Scholar IPB, dan staf Departemen Pengembangan Keilmuan Organic Farming Club Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) IPB. Penulis juga pernah menerima beasiswa PPA dan Tanoto Foundation Scholarship.

Penulis juga aktif mengikuti kompetisi dibidang olahraga. Penulis pernah menjadi ketua kontingen Fakultas Pertanian dalam ajang Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI). Beberapa prestasi yang diraih penulis antara lain membawa Departemen Proteksi Tanaman meraih medali perak pada cabang futsal dan medali emas pada cabang sepak bola dalam ajang Sport and Entertainment Event

in Region A (SERI-A) Fakultas Pertanian IPB 2011 serta membawa Fakultas

Pertanian meraih medali perunggu pada cabang futsal dan medali emas pada cabang sepak bola dalam ajang OMI 2012.

Gambar

Gambar 1   Lahan  percobaan:  (a)  Sebelum  penanaman;  (b)  Setelah  penanaman  dengan  tanaman  pagar;  (c)  peta  perlakuan  kelompok  (kiri  -  kanan;
Gambar 2   Skor keparahan penyakit: (a) Skor 0; (b) Skor 1; (c) Skor 2; (d) Skor  3; (e) Skor 4
Tabel 3  Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala
Gambar 3   Gejala  infeksi  BCMV  di  lapangan.  Tanaman  kontrol  sehat  (a)  dan  kontrol  terinfeksi  BCMV  tanpa  perlakuan  (b-d),  gejala  perlakuan  ekstrak  kasar  (e-h),  gejala  perlakuan  ekstrak  protein  (i-k)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tokoh utamanya adalah Rapingun (RM.. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 24 Sutanta), tokoh tambahannya: Raden Ajeng Tien

Hingga di tahun 2012 telah dilakukan gebrakan baru untuk meremediasi limbah partikel logam berat dengan menggunakan serat kapuk dengan cara mengubah sifat serat

Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas IX MTs Negeri 1 Pringsewu dalam menulis iklan baris tergolong baik sekali dengan skor rata-rata

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Rancang Bangun Aplikasi E-commerce Sebagai Peningkatan Penjualan Hasil Pertanian Desa Dukuhwulung kesimpulan

Pada bulan Agustus, yaitu saat kebutuhan energi desa Praingkareha tidak dapat dipenuhi oleh PLTMH Laputi, maka PLTD Tabundung akan membantu dalam memasok energi

Harapan lain DAS adalah bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkannya selama belajar di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Salatiga dan menjadi orang

Otok-otok adalah salah satu kebudayaan yang ada di Pulau Madura yang sampai saat ini masih dijaga kelestariaanya oleh masyarakat madura. Otok-otok merupakan kegiata yang tidak

Untuk nilai F hitung diperoleh sebesar 20,109 > F tabel sebesar 3,09 yang artinya kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak secara simultan berpengaruh terhadap