• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Asal Mula Negara, Teori Hakekat Negara, dan Teori Tujuan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teori Asal Mula Negara, Teori Hakekat Negara, dan Teori Tujuan Negara"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Hukum

Universitas Singaperbangsa Karawang Karawang

2014

Pamungkas Satya Putra Disusun oleh:

(2)

Perkuliahan :Ketiga dan Keempat

Tema :Teori asal mula negara, teori tentang hakekat

(3)

TEORI ASAL MULA NEGARA

• Ilmu negara sebagai cabang ilmu kenegaraan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.

• Metode penyelidikan secara historis atau sejarah dipergunakan para ahli untuk melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Termasuk pula terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu negara yang terbagi atas masa-masa sebagai berikut:

1.Masa Yunani Purba (Kuno); 2.Masa Romawi;

3.Masa Abad Pertengahan; 4.Masa Renaissance;

(4)

1.Masa Yunani Purba (Kuno)

• Penyelidikan terhadap negara diawali pada masa Yunani Purba karena berdasarkan kebudayaan Yunani Purba yang berkembang dengan memfokuskan pada polis-polis atau disebut dengan The Greek State atau disebut dengan kumpulan masyarakat yang telah memiliki pemerintahan (struktur).

Polis (Politeia atau Politica) tersebut merupakan suatu tempat di puncak bukit, dengan jalan mendirikan tempat tinggal bersama dengan dikelilingin oleh benteng atau tembok untuk menjaga serangan musuh.

Para ahli berargumen bahwa polis disamakan (identiek) dengan masyarakat negara atau negara, maka polis merupakan negara kota (standstaat atau citystate).

(5)

• Sir Ernest Barker dalam buku “The Political Theory” menyatakan:

“(...) the Greek City is one unit of life and in the first place, even if is a city, it is redolent of the country. If it is the home of urbanity and of that “civility” from which we have drawn our world civilization, it is also the home of “summa rusticitas”. (...) It was not only politically self governed; it had also (what made its self government possible) a large freedom of social discussion”.

• Sistem pemerintahan yang dianut pada saat itu demokrasi langsung atau directe demokratie (direct-democratie atau klassieke democratie). Hal tersebut didasarkan bahwa rakyat ikut serta di dalam penentuan beleid atau kebijaksanaan pemerintah atau disebut dengan government by all the people.

(6)

• Hal tersebut didasarkan pada dua (2) hal utama yaitu:

1.Pengertian negara diidentikan dengan pengertian kota atau polis yaitu memiliki tempat tertentu yang memiliki wilayah sangat terbatas;

2.Penduduk warga kota masih relatif sedikit.

• Rakyat pada masa itu turut serta secara langsung di dalam pemerintahan sebagai corak khas kebudayaan Yunani Purba sebagai ciri mutlak demokrasi (demos = rakyat, cratein = pemerintahan).

• Pengawasan adalah rakyat. Pengawasan rakyat dijalankan dengan musyawarah (Bahasa Yunani Purba = Ecleseia, Bahasa Romawi =

Cometia, Bahasa Arab = Syura).

“Rakyat” atau warga polis disebut dengan citizen sebagai bagian dari penduduk Athena.

• R.M. Mac Iver dalam buku The Web of Government menyatakan bahwa: “(...) but the citizens were a smallish fraction of the population of Attica, the territory of the Athenian State. (...) Citizen is city

(7)

• Beberapa tokoh yang dipandang memiliki koneksitas dalam menjelaskan peristiwa penting di dalam perkembangan ilmu negara pada masa Yunani Purba yaitu:

a.Socrates (± 470-399 Sebelum Masehi (S.M)); b.Plato (± 429-347 Sebelum Masehi (S.M));

c.Aristoteles (± 384-322 Sebelum Masehi (S.M)); d.Epicurus (± 342-271 Sebelum Masehi (S.M)); e.Zeno (± 300 Sebelum Masehi (S.M));

(8)

a.Socrates (± 469-399 Sebelum Masehi (S.M))

• Lahir di Deme Alopece, Athena.

Berkembangnya paham kaum Sophis atau disebut Sophisme tentang hukum, keadilan dan negara di mana seketika merusak masyarakat termasuk pembesar negara yang kehilangan rasa susila yang berakibat pada tindakan sewenang-wenang, korupsi, pemerasan, serta ketidakadilan merajalela.

• Paham tersebut didasarkan pada Thrasymachus yang menyatakan bahwa “Justice is the interest of the stronger” atau keadilan merupakan keuntungan bagi pihak yang lebih kuat.

• Misalnya: Rahwana yang mengklaim sebagai inkarnasi dari segala kedzoliman dan angkara murka. “Keadilan di dalam negara yaitu keadilan yang menguntungkan penguasa negara”.

• Hukum dan keadilan bersifat subjektif (≠ hukum dan keadilan objektif) tergantung pada siapa yang memegang kekuasaan? Siapa yang membentuk hukum? Siapa yang menjalankan hukum? (menjalankan kebatilan dengan bertopeng pada keadilan)

(9)
(10)

• Berdasarkan hal tersebut Socrates membentuk suatu sistem ajar berdasarkan metode dialektis atau “tanya jawab (berdialog)”. Pencarian terhadap pengertian-pengertian tertentu, berdasarkan hukum dan keadilan yang bersifat objektif dan dapat dijalankan serta diterapkan kepada setiap manusia.

• Socrates tidak meninggalkan buku-buku akan tetapi prinsip dan ajarannya telah diabadikan oleh muridnya Plato dalam buku-bukunya.

• Hukum dan keadilan tersemayam di dalam hati manusia sebagai kesucian dari cahaya Tuhan Yang Maha Pemurah, Adil dan Penuh Kasih Sayang. Kendati kesucian tersebut terselubung, tertutupi oleh kegelapan hati, ketamakan, kezaliman, akan tetapi tidak dapat menghilangkan cahaya abadi.

(11)

• Negara bukan merupakan organisasi yang di buat untuk manusia dari kepentingan pribadinya. Negara dalam pandangan Socrates merupakan susunan objektif bersandar kepada sifat hakikat manusia untuk melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum objektif, termuat “keadilan bagi umum”, dan tidak hanya melayani kebutuhan para penguasa negara yang saling berganti-ganti orang.

• Negara harus menerapkan keadilan agar masyarakat dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan jiwanya, sebab kebatilan hanya merupakan kesenangan palsu.

• Sekitar tahun 399 S.M ajaran Socrates di pandang sebagai ajaran yang berbahaya dan merusak akhlak budi pekerti para pemuda, maka seketika itu Socrates dijatuhkan hukuman mati dengan cara meminum racun.

• Socrates berpandangan bahwa putusan negara harus dipatuhi dan oleh negarawan Kerajaan Inggris Lord Palmerston disebut sebagai “right or wrong my country”.

(12)

b.Plato (± 427-347 Sebelum Masehi (S.M))

• Lahir pada tahun ± 427 S.M. di Athena yang memiliki latar belakang bangsawan dan mengenyam pendidikan tinggi.

• Ajaran Plato mempergunakan metode deduktif-spekulatif transedental. Sebagai murid Socrates, Plato di usia sekitar dua puluh (20) tahun dan melakukan perjalanan ke Cyrene, Mesir, Italia Selatan dan Sisilia setelahnya. Sekitar tahun 389 S.M. Kembali ke Athena untuk membentuk sekolah ilmu filsafat yang diberi nama “Academia”.

• Buku-buku Plato yang menjelaskan tentang ilmu negara dan ilmu politik, terdapat tiga (3) buku utama yaitu:

1).Politeia (the Republic) tentang negara;

2).Politicos (the Statemen) tentang ahli negara; 3).Nomoi (the Law) tentang undang-undang;

4).Gorgias tentang kebahagian;

5).Sophist tentang hakikat pengetahuan; 6).Phaedo tentang keabadian jiwa;

7).Phaedrus tentang cinta kasih;

(13)
(14)

1).Politeia merupakan buku pertama Plato tentang negara yang mengajarkan tentang ideale staat atau negara sempurna harus dipimpin dan dipegang oleh penguasa yang memiliki pengetahuan ilmu filsafat (filsuf) atau disebut juga sebagai the Philosopher King. Plato mengajarkan tentang ajaran cita filsafatnya “Ideen Leer van Plato” atau disebut “Idealisme”.

Ideen Leer

Idenwereld (dunia cita) yang bersifat immateril, sebagai idea

atau “kenyataan sejati” yang bersemayam di alam cita “dunia palsu”. Dunia cita sebagai latar belakang untuk menjelmakan diri dalam dunia alam “alas”. Jenis-jenis dunia cita:

1.Cita kebenaran (idee der waarheid);

2.Cita keindahan dan keseniaan (idee der schoonheid); 3.Cita kesusilaan (idee der zedelijkheid).

Natuurweld (dunia alam) yang bersifat materil, sebagai dunia

fana yang bersifat “palsu”. Jenis-jenis dunia alam: 1.Pikiran (verstand);

2.Rasa (gevoel); 3.Kemauan (willen).

(15)

Idenwereld (dunia cita) terdapat cita-cita mutlak-mutlak (absolute ideen) yaitu:

1).idee der waarheid (logica) atau cita kebenaran;

2).idee der schoonheid (asthetica) atau cita keindahan dan kesenian; 3).idee der zedelijkheid (ethica) atau cita kesusilaan.

• Ketiga cita tersebut menurut pandangan Plato merupakan tingkah laku manusia yang mempunyai tiga (3) macam jenis, yaitu:

1).verstand atau pikiran demi mencari kebenaran;

2).gevoel atau rasa demi mencapai cita keindahan dan kesenian; 3).willen atau kemauan demi mencapai kesusilaan.

(16)

• Asal mula negara dalam pandangan Plato didasarkan pada kebutuhan serta keinginan manusia.

• Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan serta keinginan sendiri-sendiri. Berdasarkan kecakapan masing-masing, manusia dapat membagi tugas dengan dasar bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut.

• Plato menyatakan bahwa “The state areas out of the wants of mens; then, as we many wants, and many persons are needed to supply them, one takes a helper of one purpose and another for another; and when these partners and helper of one purpose and another; and when these partners and helper are gethered together in one habitation the body or inhabitations is termed a state”.

(17)

• Negara sempurna dan baik yang bersifat ideal-etis memiliki syarat sebagaimana dinyatakan oleh Socrates sebanyak dua (2) syarat dan Plato sebanyak tiga (3) syarat, yaitu:

1).Negara harus dijalankan oleh manusia yang terdidik khusus; 2).Pemerintahan harus ditujukan untuk kepentingan umum; 3).Harus mencapai kesempurnaan susila rakyat.

• Sifat manusia dan sifat negara menghendaki tiga (3) sifat utama yaitu: kebenaran, keberanian, dan kebutuhan.

• Berdasarkan hal tersebut, terdapat tiga (3) kelas dalam negara ideal-etis, yaitu:

1).The rulers atau para penguasa sebagai golongan manusia yang terdidik khusus sebagai pemimpin-pemimpin yang menyelenggarakan negara secara sempurna, good life, serta kepentingan umum atau disebut sebagai the Philosopher King. Plato berpandangan bahwa negara haruslah dipimpin oleh orang yang paling bijak, berperi, bukanlah dipimpin oleh orang yang paling berambisi, maupun yang terulet, terkeras, dan teramat cerdik dan pandai.

(18)

2).The guardians atau para pengawal negara yaitu mereka yang menyelenggarakan keamanan, ketertiban, dan keselamatan negara, dan 3).The artisans atau para pekerja, yaitu mereka yang menjamin makanan bagi kedua golongan tersebut.

• Negara dalam pandangan Plato didasarkan pada keadilan, dan keadilan itu harus memerintah serta menjelma dalam negara.

Dalam bagian kedelapan buku Politeia, Plato menjelaskan bentuk-bentuk negara berdasarkan sifat-sifat tertentu dalam jiwa manusia:

1).Aristokrasi (aristocratie atau aristocracy) di mana secara harfiah berasal dari istilah “aristoi” yaitu cerdik, pandai yang menunjukan pada golongan bangsawan termasuk cendikiawan, dan “archien” atau “cratia” yaitu memerintah. Suatu pemerintahan yang dipegang dan dipimpin sejumlah kecil para cerdik pandai yang memerintah berdasarkan keadilan.

2).Oligarki (Oligarchie atau oligarchy), istilah tersebut berasal dari kata “oligos” yaitu sedikit, kecil, dan “archien” yaitu memerintah. Apabila golongan kecil memerintah untuk memperoleh kekayaan, sehingga timbul hak milik pribadi.

(19)

3).Timokrasi (timocratie atau timocraty) yang berasal dari istilah “plutos” yaitu kekayaan, dan “criteria” yaitu memerintah. Pemerintahan yang diperintah oleh para bangsawan, di mana apabila rakyat menentang dan pertentangan terhadap golongan bangsawan melahirkan demokrasi.

4).Demokrasi (democratie atau democracy) yang berasal dari istilah “demos” yaitu rakyat, dan “cratein” yaitu memerintah. Kemudian apabila rakyat salah mempergunakan hak dan kemerdekaan, maka lahirlah anarki (anarchie) yang berasal dari kata “a” yaitu tidak, dan “archien” yaitu memerintah. Tanpa pemerintahan, keadaan kacau-balau atau chaos. Berdasarkan keadaan tersebut, maka masa memerlukan seseorang pemimpin yang dapat mengatasi keadaan tersebut dengan bertindak keras dan tegas.

5).Tirani (tyranie atau tyrany) yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seorang tiran yang bertindak sewenang-wenang sehingga sangat jauh dari cita-cita tentang keadilan.

(20)

• Setelah gagal dalam mengajari cita-cita idealnya terhadap penguasa negara Syracuse Dionysius II (366-360 S.M). Dalam buku kedua Plato yaitu “Politikos” timbul perubahan pikiran yang bersifat ideal mengarah kepada pikiran yang mendekati kenyataan. Pembedaan terhadap penguasan dan ahli-negara yang sejati harus menjalankan pendidikan ke arah kebijaksanaan dan keadilan serta berpendirian sesuai dengan “Politeia”.

• R.M. Mac Iver dalam buku “The Web of Government” bahwa Plato menggambarkan “Sementara orang berkeinginan mempertahankan hajat hidupnya, mereka pun berkumpul dalam kota-kota. Tetapi manakala mereka berkumpul, karena tak mengetahui cara-cara memerintah negeri, mereka pun saling menggangu antara sesamanya, dan mulailah kembali proses kekalutan dan kekacauan”.

(21)

• Bentuk Negara menurut Plato, yaitu:

1).The ideal form atau bentuk cita. Bentuk negara cita yang berusaha mencapai dan menyelenggarakan kesempurnaan, good, dan good life, serta kepentingan umum, berdasarkan keadilan. Keadilan itu memerintah dan menjelma di dalam negara. Terdapat tiga (3) bentuk negara cita, yaitu:

a).Monarki (monarchie atau monarchy) berasal dari istilah “mono” yaitu satu, dan “archien” atau “cratia” yaitu memerintah. Suatu pemerintahan yang dipegang dan dipimpin oleh satu orang biasanya merupakan kerajaan.

b).Aristrokrasi (aristocratie atau aristocracy) berasal dari istilah “aristoi” yaitu cerdik, pandai, golongan bangsawan yang berjumlah kecil “elite”, “geestelijk besten” dan “arcien” atau “cratia” yaitu memerintah. Suatu pemerintahan yang dipegang dan dipimpin oleh sejumlah kecil cerdik pandai atau kaum bangsawan.

c).Demokrasi (demokratie atau democracy) berasal dari istilah “demos” yaitu rakyat, dan “cratia” yaitu memerintah. Suatu pemerintahan yang dipegang dan dipimpin oleh rakyat.

(22)

2).The corruption form (the degenerate form) atau bentuk pemerosotan. Bentuk negara yang merupakan kebalikan dari bentuk negara cita atau bentuk negara cita yang merosot (ontaarding). Pemerosotan tersebut didasarkan pada pemerintahan tidak dapat menciptakan keadilan dan menyelenggarakan kepentingan umum karena tindakan sewenang-wenang. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh John Emerick Edward Dalberg Acton bahwa “Power tends to corrupt and absolute power tends to corrupt absolutely”.

Bentuk negara pemerosotan yaitu:

a).Tirani (tyranie atau tyrany) yaitu bentuk pemerosotan dari monarki, pemerintahan dipegang dan dipimpin oleh seorang tiran dan kekuasaan itu dipusatkan ditangannya sendiri dan memerintah dengan tangan besi demi kepentingannya sendiri.

b).Oligarki (oligarchie atau oligarchy) yaitu bentuk pemerosotan dari aristokrasi, di mana pemerintahan dipegang dan dipimpin oleh segolongan kecil (oligos = kecil, sedikit) yang memerintah demi kepentingan golongannya.

(23)

c).Mobokrasi (mobocratie atau mobocracy) yaitu bentuk pemerosotan dari demokrasi, pemerintah dipegang dan dipimpin oleh rakyat yang tidak tahu apa-apa, tidak terdidik atau pemerintahan dari gepeupel (the rule of the mob) atau ochlocratie (berasal dari istilah oklos artinya orang biadab tanpa pendidikan atau rakyat hina, dan cratein atau crateia artinya memerintah).

Kemudian di dalam buku ketiga Plato yaitu Nomoi, yang terdiri atas dua belas (12) buku, menegaskan pemikiran Plato bahwa pengutamaan dan pengarahan pada dunia kenyataan atas pandangannya mengenai negara dan hukum. Pemimpin yang ada wajib diawasi dengan suatu sistem hukum agar anarkhi dan tirani dapat dihindari.

(24)

c.Aristoteles (384-322 S.M.)

• Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Kerajaan Makedonia tengah).

• Aristoteles merupakan salah satu murid dari Plato.

• Berasa dari Kerajaan Macedonia yang datang ke Yunani pada usia ketujuh belas (17) tahun untuk belajar pada Plato.

• Aristoteles tiba di Yunani ketika Yunani mengalami keruntuhan dan kehilangan kemerdekaannya dan menjadi bagian dari kerajaan Macedonia.

• Aristoteles pernah diberi tugas oleh Raja Phillipus untuk mendidik Iskandar Dzulkarnain pada waktu 342 S.M.

• Aristoteles mendirikan sekolah Luceum di Yunani pada tahun 335 S.M.

(25)

• Aristoteles melanjutkan pemikiran idealisme Plato menuju realisme.

Idealisme Realisme.

• Sistem ajar yang dikembangkan oleh Aristoteles dikenal dengan

ajaran-ajaran tentang kenyataan atau disebut ontologi “ontologie”.

• Ontologi merupakan suatu cara berfikir realistis dengan

mempergunakan metode penyelidikan induktif-empiris.

• Kemudian berdasarkan hal tersebut Aristoteles disebut sebagai

Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris (Vader der Empirische

Wetenschap).

• Perbedaan pemikiran antara Plato dan Aristoteles terletak pada tata cara melihat dunia, di mana Plato membagi menjadi dua dunia (berdasarkan ideen leer dunia cita dan dunia alam). Sedangkan Aristoteles hanya mengakui satu dunia yang memiliki proses yang ditujukan kepada kenyataan yang sebenarnya dengan melalui panca indera.

(26)
(27)

• Penelitian Aristoteles tentang konstitusi-konstitusi polis-polis dalam kebudayaan Yunani dilakukan berdasarkan kurang lebih 150-200 konstitusi.

• Tulisan Aristoteles tentang konstitusi tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1).Penyelidikan pertumbuhan polis sebelum tahun 403 S.M; serta 2).Susunan polis semasa Aristoteles.

• Berdasarkan penyelidikan tersebut Aristoteles sampai pada kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hal-hal yang bersifat idiil sebagai pengertian-pengertian abstrak tentang kesusilaan, keadilan, hukum, serta lainnya.

• Dalam Buku I Aristoteles yang berjudul “Nicomachean Ethics” atau “Ethica” menjelaskan: “Every art and every inguiry, and

similarly every action and pursuit, is thought to aim at some good; and for this reason the good has rightly been declared to be that at which all things aim”.

(28)

• Penekanan etika dalam buku pertama Aristoteles merupakan pendahuluan terhadap hal-hal yang bersifat kenyataan dengan penegasan bahwa ajaran negara merupakan pembahasan yang bersifat realistis.

• Buku pertama diletakan sebagai pendahuluan untuk memberikan dasar pada buku Aristoteles lainnya berjudul “Politica” terdiri atas delapan (8) buku yang membicarakan persoalan bentuk negara, undang-undang, hubungan-hubungan sosial dan hal-hal lainnya yang bersifat riil.

• Pemisahan pembahasan tersebut dimaksudkan bahwa “Ethica” merupakan pengantar bagi pembahasan “Politica” sehingga memisahkan pembahasan pengertian-pengertian yang bersifat abstrak dan pengertian-pengertian yang bersifat riil.

(29)

• Dalam buku “Politica” Aristoteles menjelaskan tujuan negara yang sependapat dengan pemikiran Plato bahwa:

1).Tujuan negara untuk menyelenggarakan kepentingan warga negaranya; dan

2).Tujuan negara dimaksud berusaha agar setiap warga negara hidup baik dan bahagia (good life) didasarkan atas keadilan, dan keadilan itu memerintah dan harus menjelma di dalam negara.

Berdasarkan hal tersebut pula Aristoteles menjelaskan cara

terjadinya negara dengan peristilahan “zoon politicon” atau manusia berbeda dengan hewan di mana manusia pada kodratnya tidak dapat terlepas dari kelompok manusia itu sendiri. Apabila ada manusia yang terlepas dari ikatan kelompok

maka manusia itu tidak bersifat manusia akan tetapi dewa atau hewan.

(30)

• P.J. Bouman dalam buku “Algemene Maatschappijleer” yang diterjemahkan oleh Sugito-Sujitno “Ilmu Masyarakat Umum” menegaskan bahwa “Manusia baru menjadi manusia setelah ia hidup bersama dengan manusia lain”.

Man is a social being and political being-Hans Kelsen

Manusia itu selalu hidup dalam suatu pergaulan hidup manusia dan manusia itu selalu berorganisasi-Sudirman Kartohadiprodjo

Summa summarum manusia tidak dapat lepas dari kepribadiannya.

• Menurut Sjachran Basah manusia hidup bersama dengan manusia di dalam suatu kelompok dan penggabungan-penggabungan di antara beberapa kelompok tersebut mengakibatkan timbulnya negara. Negara sebagai otoritas utama yang memberikan jaminan terhadap warga negara agar terpelihara. Hal tersebut sebagaimana berdasarkan paham

universalism atau collectivisme yang menjadi paham umum di Yunani

(31)

Aristoteles meletakan dasar terhadap maksud dari tujuan negara yang berhubungan dengan paham universalisme, yang lebih diutamakan adalah negara. Maka pemerintah sebaik-baiknya ditujukan kepada kepentingan umum, berlandaskan keadilan yang merupakan dasar keseimbangan kepentingan di atas daun neraca Thermis (Dewi Keadilan di dalam mitologi Yunani).

• Contoh penyimpangan paham Aristoteles:

1).Nazi Pemimpin Adolf Hitler dalam buku “Main Kamff” dengan penerjemahan universalisme yang sangat berlainan. Individu sebagai opgeslorpt sebagai masyarakat merupakan penjumlahan dari individu dengan slogan Dein Volk ist alles, und du bist nicht (...) Ein Volk, ein Fürther, Ein Ja. Kejatuhan Nazi sebagai de Dritte Reich telah menyebabkan nilai-nilai kemanusiaan dirobek-robek dan penyelewenang kekuasaan hingga hukum digunakan sebagai alat kepentingan segelinting orang yang tidak memberikan keadilan kepada warga.

(32)

2).Facist Italia yang dipimpin oleh Bennito Mussolini yang menggangap dirinya sebagai il Duce mengalami nasib sama seperti Adolf Hitler dan konco-konconya.

Tujuan negara menurut Sjachran Basah adalah kesempurnaan

warganya yang berdasarkan atas keadilan, keadilan memerintah dan harus menjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap manusia apa sebenarnya yang berhak ia terima.

Bentuk negara menurut Arsitoteles berdasarkan penyelidikan

150-200 buah konstitusi polis-polis di Yunani menjelaskan terdapat tiga bentuk dasar, yaitu:

1).bentuk cita (ideal form);

2).bentuk pemerosotan (corruption or degenerate form), dan

3).bentuk gabungan (mixed form) antara bentuk cita dengan bentuk pemerosotan.

(33)

• Bentuk negara berdasarkan jumlah orang yang memerintah dalam pandangan Aristoteles, yaitu:

1).One man rule atau pemerintahan satu orang disebut monarki;

2).A few men rule atau pemerintahan beberapa/ sedikit orang disebut autokrasi; dan

3).The many men or the people rule atau pemerintahan orang banyak dengan tujuan untuk kepentingan umum: politeia, polity atau republik.

• Bentuk negara berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam pandangan Aristoteles, yaitu:

1).Tujuan didasarkan pada kepentingan satu orang secara diri sendiri untuk kepentingan pribadi disebut tirani atau despotie;

2).Tujuan didasarkan pada kepentingan segolongan orang atau beberapa orang disebut oligarki atau clique form atau Plutocrasi (Pluto = kekayaan dan cratia atau cratein = memerintah). Pemerintahan yang dipimpin oleh segolongan orang kaya dan kekayaanlah yang dihormati. 3).Tujuan didasarkan tidak untuk kepentingan rakyat seluruhnya akan tetapi menggunakan nama rakyat atau demokrasi.

(34)

• Kesimpulan yang dipahami oleh Aristoteles yaitu di dalam kenyataan terhadap bentuk negara tidak terdapat bentuk negara cita, seperti yang disampaikan oleh Plato (monarki, autokrasi, politeia/ demokrasi) tidak pernah terlaksana karena selalu menjadi bentuk negara campuran (mixed form).

• Bentuk Negara yang dipahami oleh Aristoteles pada akhirnya dapat disimpulkan terdiri atas dua (2) bentuk, yaitu:

1).Bentuk negara campuran (mixed form);

(35)

d.Epicurus “Epikuros” (± 341-271 S.M.)

• Epicurus merupakan ahli pikir dan ahli hukum yang dilahirkan di Samos.

• Mendapatkan pendidikan di Yunani ketika Yunani telah menjadi negara jajahan Kerajaan Macedonia. Ketika Raja Alexander (The Great) wafat, kerajaan dunia terpecah-pecah, sehingga timbul perserikatan kota-kota seperti Atcoha dan Archacia. Hal tersebut berakhir ketika Yunani menjadi bagian dari imperium Romawi.

• Keadaan seketika itu menimbulkan ketidakpekaan siapapun terhadap soal-soal kenegaraan dan lebih bersifat skeptis dan apatis.

• Kemudian lahir pendapat yang menyimpang dari pendapat umum yang terdapat di Yunani pada saat itu. Menurut Epicurus “Masyarakat itu ada, karena adanya kepentingan manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakatnya sebagai suatu kesatuan tetapi manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat itu”.

(36)
(37)

• Pandangan pada saat itu lebih bersifat individualistis.

• Kemudian Epicurus menjelaskan bahwa terjadinya negara disebabkan terdorong oleh adanya kepentingan sebagai unsur-unsur perseorangan. Tujuan negara hanyalah menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dengan tidak memperdulikan macam apa dan bagaimana negara itu.

• Sedangkan tujuan masyarakat di mana kepentingan perorangan yang berarti keenakan diri pribadi bukan dalam arti matrealistis atau kebendaan. Akan tetapi keenakan jiwa atau rohani yang bersifat abadi. Undang-undang dipergunakan sebagai instrumen agar menyelesaikan perselisihan antara para warga.

• Pemikiran Epicurus lebih kepada penggambaran negara dan hukum pada suatu saat tertentu dan pemikiran putus asa dan kondisi diambang keruntuhan yang tidak memikirkan siapa dan cara bagaimana negara itu diselenggarakan.

(38)

e.Zeno (± 300-371 S.M.)

• Zeno lahir di Mauretania sekitar tahun 300 Sebelum Masehi.

• Zeno hidup di dalam keadaan yang serba lesu dan morat-marit.

Zeno merupakan pemimpin aliran filsafat Stoazijnen (stoa = jalan pasar yang bergambar) atau “beschilderde marktgaanderij”.

• Sistem ajar yang dipergunakan dengan mengambil tempat di jalan yang bergambar dan banyak tonggak temboknya.

• Aliran tersebut juga merupakan dasar dari paham Yunani yang disebut dengan “natural law/ natuurrecht” atau hukum alam (kodrat, asasi).

• Ajaran hukum alam dibedakan dua (2) aliran, yaitu: 1).Kodrat manusia (natuur van de mens), dan

(39)
(40)

• Hukum alam didasarkan pada pandangan terhadap Tuhan yang merupakan kodrat itu sendiri (God is de natuur zelf). Karena manusia merupakan sebagian kodrat, maka manusia merupakan sebagian dari Tuhan, sehingga budi manusia merupakan sebagian dari budi Tuhan. Tuhan bersifat langgeng (eewig en alemyattend), demikian pun manusia, di mana hukum sebagai ciptaan budi manusia pun merupakan hal yang abadi dan langgeng serta meliputi segala-galanya.

• Hukum alam itu bersifat langgeng serta meliputi segala-galanya, karena berlaku bagi setiap orang di dalam keadaan tempat dan waktu yang mana dan bagaimanapun. Dengan demikian manusia itu dilukiskan secara statis sehingga hukum bagi manusia itu tidak mengalami perubahan karena sifatnya abadi dan langgeng.

(41)

• Paham kenegaraan sebagai “kosmos politis” yang tidak mengenal perasaan bangsa, karena manusia berfikir sehat dan tak perlu orang-orang mencintai negara, akan tetapi cukup mencintai dan menaati undang-undang sebagai syarat “cinta” kepada negara.

• Kodrat benda merupakan kodrat yang timbul di dalam kebudayaan Yunani yang memiliki pengertian sentral kosmos (tata susunan satu kesatuan yang teratur rapi) sebagai lawan dari chaos (paksaan yang tidak ada ordening dan tidak mengenal tata sehingga di dalam masyarakat terdapat kekacauan).

• Paham dan cita-cita Zeno diterima oleh Imperium Romawi, dan paham Zeno memiliki perbedaan dengan Socrates, Plato, dan Aristoteles di dalam penyelidikan yang tidak terbatas pada polis, melainkan sifat negara dunia sehingga terdapat universalisme yang meliputi seluruh manusia, dan mengenai batin yang merupakan budi manusia.

(42)

f.Polibios “Polybius” (± 204-122 S.M.)

• Polybius merupakan ahli negara dan sejarah Yunani dari Megalopolis. Polybius mendapat pendidikan di lapangan sejarah dan kenegaraan Yunani dan bekerja sebagai ahli politik di Yunani.

• Jatuhnya Yunani dan menjadi negara jajahan imperium Romawi menyebabkan Polybius menjadi tawanan orang Romawi di Roma. Polybius mendapatkan kesempatan untuk mempelajari serta meneliti susunan sistem pemerintahan dan jalannya perkembangan negara Romawi.

• Penyelidikannya tersebut menghasilkan sebuah buku yang terdiri atas empat puluh (40) jilid yang merupakan hasil karya historis terbesar dan sangat mengherankan para ahli di zamannya.

(43)
(44)

• Polybius melanjutkan paham Aristoteles tentang negara dalam buku

tersebut dijelaskan proses perkembangan, pertumbuhan, dan

kemerosotan bentuk-bentuk negara secara psikologis bertalian dengan sifat–sifat manusia menurut ajaran aristoteles.

• Ajaran tersebut menjelaskan bahwa tiada bentuk negara yang abadi, hal itu disebabkan sudah tergantung benih-benih pengerusakan, seperti pemberontakan, revolusi dan kudeta, serta lainnya.

• Polybius menjelaskan bahwa benih-benih tersebut timbul karena

sifat-sifat manusia, yaitu:

1).Keinginan akan persamaan, di mana terdapat hasrat bagi sebagian manusia yang merasa dirinya sama dengan orang-orang yang lebih beruntung/ kaya, dan

2).Keinginan akan perbedaan, di mana terdapat hasrat perbedaan sebagian manusia yang merasa dirinya berbeda dengan orang-orang lain/ lebih tinggi hingga merasa perlu diperlakukan berbeda.

(45)

• Polybius menjelaskan tentang teori proses, perkembangan, pertumbuhan dan kemesorotan atas bentuk-bentuk negara dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis yang dinamakan dengan teori siklus (cyclish ferlop).

• Teori tersebut menjelaskan tentang perjalanan perputaran bentuk negara sebagai suatu lingkaran yang tertutup sebagaimana pendapat Aristoteles bahwa terdapat hubungan sebab akibat (causaliteitleer).

• Bentuk-bentuk negara satu sama lain memiliki hubungan sebab akibat. Bentuk negara yang satu merupakan sebab terhadap bentuk negara yang lain, di mana hal tersebut merupakan akibat.

• Hal tersebut tergambar secara sederhana, yaitu:

(46)

• Polybios menjelaskan bahwa bentuk negara tertua yaitu monarki, pemerintahan dijalankan oleh seorang pimpinan negara, di mana pimpinan negara memiliki bakat kepandaian dan keberanian sehingga:

1).Primus iner pares sebagai yang pertama di antara sesama dengan onder de gelijken “memerintah dengan baik untuk tujuan demi kepentingan umum berlandaskan keadilan”. Akan tetapi para penggantinya kemudian bertindak sewenang-wenang, memerintah demi kepentingan diri pribadi dan bertindak sewenang-wenang karena itu timbullah tirani.

2).Bentuk negara tirani kemudian menyebabkan warga memberontak karena tidak tahan terhadap penderitaan dan penindasan yang ditimbulkan. Hasil dari perlawanan tersebut yaitu pemilihan pemimpin oleh warga kepada golongan bangsawan yang cerdik pandai untuk diberi kepercayaan untuk memerintah yang disebut dengan bentuk negara aristokrasi.

(47)

3).Bentuk negara aristokrasi yang mengalami proses kemunduran dan kemerosotan dikarenakan pimpinan negara bertindak demi kepentingan mereka yang memerintah, bertindak main hakim sendiri secara semena-mena. Hal tersebut yang mengakibatkan bentuk negara oligarki.

4).Bentuk negara oligarki mengalami nasib yang sama seperti tirani, karena tindakan sewenang-wenang dan memperkosa hukum, menimbulkan perlawanan dari warganya terhadap beberapa pimpinan negara. Perjuangan warga di dalam mengambil alih kekuasaan itulah menimbulkan kekuasaan pimpinan negara dipegang olah dan untuk kepentingan rakyat. Pemerintahan dipegang oleh dan untuk kepentingan rakyat pada umumnya disebut dengan bentuk negara demokrasi.

Perbedaan pandangan Polybius terhadap Plato dan Aristoteles, di mana menegaskan bahwa bentuk negara demokrasi merupakan proses kemajuan, akan tetapi Polybius menggangap sebagai proses kemunduran.

(48)

5).Bentuk negara demokrasi dalam prosesnya mengalami kemunduran, yang disebabkan para warganya atau rakyat tidak tahu sedikit pun tentang pemerintahan dan tanpa pendidikan untuk turut campur dalam pemerintahan, maka timbulah pemerintahan secara liar dari rakyat atau disebut sebagai bentuk negara okhlokrasi.

6).Bentuk negara okhlokrasi yang menimbulkan kebejatan dan kebobrokan dari demokrasi merupakan titik puncak yaitu para warga sadar dan mengginginkan adanya pemerintahan yang baik dan adil. Kemudian pimpinan negara diambil oleh seorang warga yang berani maju di mana timbul kembali akhirnya bentuk negara monarki.

Demikian bentuk negara yang mengalami proses perkembangan, perubahan, dan musnahnya antara bentuk negara yang satu dengan bentuk negara yang lain. Demikian seterusnya hingga pada akhirnya kembali lagi kepada pangkal permulaan.

(49)

Teori Perjalanan Siklus: Overzight dan Inzicht Okhlokrasi Monarki Tirani Aristokrasi Oligarki Demokrasi

(50)

2.Masa Romawi

• Sejak Yunani menjadi daerah bagian dari Imperium Romawi pada tahun 146 S.M. Tidak banyak peningggalan orang-orang Romawi tentang tulisan-tulisan kenegaraan. Hal tersebut dikarenakan luasnya daerah kenegaraannya dan lebih mengutamakan pembangunan organisasi-organisasi dan peraturan-peraturan yang bersifat praktis untuk menjangkau dan mengatur persoalan-persoalan kenegaraannya.

• Sifat bangsa Yunani selaku ahli fikir berbeda dengan sifat bangsa Romawi selaku ahli praktik yang menjalakan dan mempraktikan segala sesuatu yang timbul dan hidup dalam alam pikirannya.

• Berdasarkan hal tersebut pengaruh kebudayaan Romawi di dalam lapangan ilmu pengetahuan lebih bersifat ilmu pengetahuan hukum dogmatis atau dogmatische rechtswetenschap atau disebut sebagai systimatische rechtswetenschap (wetenschaap van het positievrecht/ hantering van het positiev recht).

(51)

• Ilmu pengetahuan hukum dogmatis merupakan ilmu pengetahuan yang dijalankan oleh ahli hukum sebagai “pemain” yang turut mengambil peranan. Pada kenyataannya orang Romawi meniru orang Yunani terutama mengenai polis (polis-gedachte) yang menganggap bahwa kota Roma sebagai polis sedangkan daerah lain di luar Roma sebagai lampiran-lampiran (aanghangsels).

• Lebih dari pada itu orang-orang Romawi membuntut dan meniru bangunan kedaulatan rakyat orang-orang Yunani, berhubungan dengan polis terdapat demokrasi langsung atau volkssouvereiniteit.

• Berdasarkan hal-hal tersebut perkembangan sejarah politik Romawi meliputi 4 masa yaitu: Masa Kerajaan, Masa Republik, Masa Prinsipat, Masa Dominat.

(52)

1. Masa Kerajaan

Masa kerajaan atau koningschap merupakan bentuk negara di mana disebut sebagai bentuk negara monarki yang pimpinan negara yaitu seorang raja. Masa tersebut tidak menujukan pertalian dengan isi kedaulatan rakyat atau bersifat legende.

2. Masa Republik

Republik (Republiek = Res “kepentingan” dan Publica “umum”).

• Republik merupakan suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Pimpinan negara dipegang oleh konsul-konsul yang menyelenggarakan dan menjalankan pemerintahan demi kepentingan umum.

Contoh: Pada kondisi biasa pemerintahan dipegang oleh dua (2) konsul. Akan tetapi apabila terdapat keadaan bahaya atau darurat seperti perang, bencana alam, paceklik, maka dipilih seseorang untuk memegang kekuasaan selama keadaan bahaya untuk mengatasi yang pada akhirnya dapat melahirkan diktator. Misalnya Cincinnatus, Solon, Pompey, dan Caesar.

(53)

3.Masa Prinsipat

Masa Caesar dinilai sebagai awal dari Masa Principat. Kendati Princep’s atau raja-raja Romawi belum memiliki kewibawaan (gezag), akan tetapi pada hakikatnya merupakan orang yang memerintah secara mutlak.

Hal tersebut tidak dapat lepas dari caesarismus atau perwakilan yang menghisap dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat (Absorptieve representation atau abosorberede vertegenwoorfdiging). Kondisi itu yang menyebabkan tindakan raja yang menyeleweng dari kedaulatan rakyat dapat dibenarkan dan dihalalkan berdasarkan landasan hukumnya.

Terdapat sekitar lima (5) ahli hukum (doctoris iuris) yang terkenal seperti Gaius, Modestinus, Paulus, Papinianus, dan Ulpinianus.

(54)

• Konsep dari kedaulatan rakyat dipergunakan untuk mengkonstruksi

Caesarismus pada masa prinsipat dan dominat, yang menyebakan

kedaulatan rakyat disalahgunakan. Berdasarkan pandangan Ulpianus bahwa “Kedaulatan rakyat itu diberikan kepada Prinsep atau Raja melalui perjanjian yang termuat di dalam Undang-undang yang disusun dan termaktum dalam Lex Regia”.

Kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada Prinsep maka rakyat dalam kenyataannya tidak dapat meminta pertanggungjawaban atau perbuatan-perbuatan Prinsep.

Semboyan Caesarismus yaitu Solus publica suprema lex (kepentingan umum mengatasi Undang-undang), dan Princep legibus solutus est (rajalah yang menentukan kepentingan umum itu).

Lex Regia yang baik dan tinggi nilainya disalahgunakan untuk

kepentingan dan keuntungan diri pribadi pimpinan negara berdasarkan landasan hukum.

(55)

• Kedaulatan rakyat dipergunakan sebagai kedok belaka oleh Pricep untuk mendapatkan feitelijk gezag atau kewibawaan nyata yang tidak terbatas dengan cara konstruksi: “rakyat berkuasa, akan tetapi kekuasaan itu dipindahkan kepada Raja lewat perjanjian yang menelan kekuasaan rakyat, sehingga rakyat tidak dapat menggugatnya, sebab pemindahan kekuasaan itu tidaklah merupakan penyerahan bersyarat (voorwardelijke overdracht), melainkan merupakan penyerahan tanpa syarat dan terhisap (onvoorwardelijke geabsorbeerd overdracht).

(56)

• Peraturan-peraturan hukum Romawi itu pada abad ke-6 atas perintah Kaisar Justinianus (572-562) dikodifikasikan dan diberi nama “Corpus Iuris Civilis”, yang terbagi atas empat (4) bagian yaitu:

1).Institutiones: merupakan buku pelajaran atas lembaga-lembaga hukum Romawi dan berlaku sebagai himpunan Undang-undang, yang diambil dari karangan-karangan Gaius yang ditulis pada tahun 161.

2).Pandectae atau Digesta: merupakan himpunan karangan-karangan yang memuat anggapan-anggapan para ahli hukum Romawi yang memiliki pengaruh sangat besar “lex citandi”.

3).Codex: merupakan kumpulan Undang-undang yang dibuat dan ditetapkan oleh raja-raja Romawi yang tersusun tidak secara sistematis akan tetapi kronologis.

4).Novalle: merupakan himpunan tambahan dan penjelasan keterangan bagi “codex”. Perundang-undangan tambahan tersebut merupakan sarana untuk melakukan interpretasi terhadap hal yang kurang jelas.

Sendi keseimbangan “abstractenorm” menurut Ulpianus: a. Honeste vivere atau hiduplah jujur, b. Alterum non laendre atau janganlah berbuat yang bersifat merugikan sesama manusia lainnya, c. Suum cuiqum tribuere atau bersikap adil.

(57)

4.Masa Dominat

• Masa Dominat atau masa para kaisar telah terang-terangan tanpa malu menjadi raja mutlak yang bertindak sewenang-wenang dan melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan. Contoh: manusia di bakar hidup-hidup, manusia dijadikan gladiator untuk bertarung dengan binatang buas semisalnya singa.

(58)

• Sosial etik dari rakyat harus tunduk kepada negara di samping berdasarkan hukum, rakyat benar-benar harus dijamin hak-hak dalam masa sebelum prinsipat dan dominat. Negara sebelum masa-masa tersebut di konstruksi sebagai badan hukum “rechtpersoon”, dengan ciri:

a).hidup sendiri;

b).terdapat kepentingan sendiri;

c).kepentingan negara sebagai badan hukum dapat bertentangan dengan kepentingan warganya;

d).pimpinan negara merupakan penjelmaan dari kemauan negara, di samping terdapat hak-hak rakyat yang dijamin oleh hukum (undang-undang dua belas meja “twaalf tafelen wet”).

Hal tersebut menimbulkan hukum publik (ius publicium) dan hukum perdata (ius privatum). Untuk mengatur ketatanegaraan Roma maka diberlakukan ius gentium atau hukum antarbangsa dan hukum perdata internasional.

(59)

Tugas pengadilan Roma dijalankan oleh Praetor sedangkan daerah taklukan yang merupakan bagian Roma diangkat sebagai wakil

Praetor. Tugas dari Judex yaitu mengenai masalah “ten aanzien de

feiten” fakta-fakta terhadap pertimbangan-pertimbangan hukum. Sedangkan tugas Praetor yaitu “aku menentukan apa itu hukum”, “aku menunjukkan hakimnya”, “aku memberinya kekuasaan”. Judex diberikan kekuasaan oleh Praetor untuk bertindak.

• Undang-undang dua belas (12) meja kemudian tidak dapat mengakomodir persoalan-persoalan yang timbul antara orang-orang Romawi dengan bangsa lain, maka untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diadakan dua (2) macam Praetor yaitu:

a).Praetor Urbanus yaitu melaksanakan ius civilis yang termuat di dalam Undang-undang dua belas (12) meja terhadap rakyat Romawi. Praetor Urbanus dapat mengadakan: 1. Adivire (menyesuaikan), 2. Supplere (menambah), dan 3.Corrigere (mengubah).

b). Praetor Peregrinus yaitu melakukan pelaksanaan ius gentium di dalam persoalan antara rakyat Romawi dengan bangsa-bangsa lainnya, atau orang asing dengan orang asing lainnya. Putusannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasa keadilan (billijkheidsrechtspraak).

(60)

5.Cicero “Marcus Tullius Cicero” (± 106-43 S.M.)

• Cicero merupakan pemikir dan pengacara dari negara dan hukum bangsa Romawi. Pengaruh Plato dan Zeno melekat di dalam buku-bukunya misalnya:

a).De Oratore atau kumpulan orasi Cicero (In Verrem, In Catilinam

I-IV, Philippicae);

b).De Republica atau tentang negara;

c).De Legibus atau tentang Undang-undang yang melukiskan pikiran-pikiran ketatanegaraan pada masa imperium Romawi.

d).De Finibus, De Natura Deorum, De Officiis.

• Cicero menolak paham Epicurus yang bersifat individualistis yang bertitik berat pada kepentingan perseorangan. Cicero yang dipengaruhi oleh paham Zeno mendasarkan paham kepada ratio murni, di mana hukum positif harus didasarkan pada hukum alam. Apabila hukum positif bertentangan dengan hukum alam, maka kekuatan mengikatnya akan lenyap.

(61)
(62)

Peraturan-peraturan Roma disebut logis dan membawa Pax Romana atau perdamaian dunia. Kemudian di dalam bidang susunan ketatanegaraan disesuaikan dengan ratio-ratio murni agar tidak meminta pengorbanan terlalu banyak dari rakyat.

• Sistem ketataneagraan tersebut hanyalah dapat dipertahankan apabila terbentuk corps pegawai dan tentara yang setia dan suka mengabdi pada negara.

• Hukum dipandang oleh Cicero sebagai satu-satunya ikatan dalam negara, sebab pikiran yang murni itu merupakan hukum yang benar.

• Setelah Cicero dibuang dan meninggal karena di bunuh akibat perkembangan politik sebagai pengikut partai Senat.

• Kemudian ketika Caesar Nero memerintah terdapat banyak penyelewengan dari penguasa-penguasa.

(63)

• Para ahli seperti Seneca (meninggal 65 Masehi), Marcus Aurelius (121-180) merupakan orang-orang yang putus asa dan hanya menonton kebatilan dan kezoliman, serta hanya merenung dan mengasingkan diri demi mencari kesucian pribadi.

• Berdasarkan paham yang diajarkan pada saat itu bahwa orang-orang melepaskan neagra dan menganjurkan pandangan pikiran ke arah Ketuhanan yang indah dan serba gaib.

• Imperium Romawi jatuh tatkala diserbu oleh bangsa Barbar dari Jerman kuno abad ke 4-5. Sedangkan bagian barat diserbu bangsa Jerman tahun 476, dan bagian timur diserbu oleh bangsa Turki tahun 1453.

(64)

3.Masa Abad Pertengahan

• Beerling menegaskan bahwa terdapat sifat khas yang membentuk adab pertengahan yaitu manusia abad pertengahan tak bebas bergantung pada berbagai hal (kolektivitas).

• Masa abad pertengahan disebut juga sebagai masa biadab atau the dark ages (sebagai antithese dari masa renaissance).

• Problematika terhadap pengaruh agama Kristen dan penguasa-penguasa Romawi tidak dapat lagi dihindari. Cara berfikir manusia pada abad pertengahan yaitu:

Teologis – Dogmatis Teokratis – Naturalis

(65)

• Kaum Legist: Wakil Tuhan di dunia yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah Raja Kodifikasi oleh Raja (Corpus Juris);

• Kaum Canonist: Wakil Tuhan di dunia yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah Paus Kodifikasi oleh Paus (Corpus Juris Canonici).

(66)

negara dan hukum sifatnya sangat teokratis. Segala sesuatu didasarkan kehendak Tuhan.

2. Sesudah Perang Salib abad ke-XII sampai dengan XV: Ajaran negara dan hukum dipengaruhi sarjana Yunani. Berpikir kritis, unsur ratio masuk.

(67)

M)

• Augustinus menyusun pemikiran abad pertengahan berdasarkan pikiran-pikiran pada masa Yunani dan pikiran dari ajaran agama Kristen. Buku yang ditulis oleh Augustinus yaitu:

1).Civitas Dei atau negara Tuhan. Negara tersebut merupakan kerajaan Tuhan yang langgeng dan abadi. Semangat keduniawian yang terdapat dalam gereja Kristus sebagai bentuk perwakilan dari Civitas Dei dalam dunia fana.

2).Civitas Terrena (Diabolis) atau negara setan. Negara tersebut merupakan hasil kerja setan atau keduniawian di dalam dunia kotor dan fana. Ampunan Tuhan datang dalam paham Civitas Terrena merupakan kondisi yang menyatakan bahwa negara baik.

Civitas Terrena (terdapat pencampuran antara agama, ilmu pengetahuan

kesenian, dan lainnya) mengabdikan diri kepada Civitas Dei. Hal yang dicontohkan yaitu Imperium Romawi sebagai Civitas Terrena yang tumbuh berkembang dan musnah karena keserakahan, kejahatan, dan hawa nafsu.

(68)

Pemimpin negara diharuskan memerintah dengan semangat Civitas Dei yang mempraktekan dan menganjurkan ajaran agama Kristen dimasukkan dalam negara seperti Konstantinopel yang dipimpin oleh Konstantin Theodisius.

• Peran agama pada saat itu sangat sentral, di mana ilmu pengetahuan dan lainnya harus tunduk dan taat pada agama. Tujuan negara saat itu merupakan persiapan bagi negara Tuhan.

b.Thomas Aquinas (1225-1274)

• Teori Aquinas merupakan landasan filsafat Katolik Roma, yang memberikan dasar terhadap hukum yang berlaku bagi golongan Katolik tersebut. Hukum alam atau hukum alam thomistis (thomistish

natuurrecht) merupakan ajaran dasar dari Thomas Aquinas. Tidak ada

negara setan. Semua negara merupakan perwujudan kehendak Tuhan. Negara lahir dari pergaulan antarmanusia yang ditentukan oleh hukum dan tata alam. Sehingga terdapat negara “Civitas Dei” dan “Civitas Terrana”. Sebaik-baiknya negara adalah yang tunduk pada hukum-hukum gereja (Civitas Dei).

(69)

• Pemikiran Aquinas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan paham

Stoacijnen terutama terhadap permasalahan kenegaraan. Pandangannya

yang tidak terlepas dari agama, dan sependapat dengan Aristoteles yang menegaskan kodrat manusia merupakan makhluk sosial “zoon politicon”.

• Aquinas menjelaskan terdapat asas-asas hukum alam yang terbagi menjadi dua (2) jenis, yaitu:

1).Principia Prima atau asas-asas umum. Asas-asas umum tersebut dimiliki oleh manusia sejak kelahirannya dan mutlak untuk diterima. Contoh: Manusia diperintahkan berkelakuan baik dan dilarang berbuat kejahatan sebagaimana Sepuluh Perintah Tuhan “Tien Geboden”;

2).Principia Secundaria atau asas-asas yang diturunkan dari asas-asas umum (derivatif). Asas-asas tersebut merupakan hasil dari rasio manusia berdasarkan penafsiran principia prima. Kemudian hal tersebut menyebabkan bahwa asas-asas tersebut tidak berlaku mutlak dan berubah menurut tempat dan zaman. Asas tersebut tergantung atas hasil penafsiran apakah baik atau buruk. Contoh: Penafsiran yang dimaksudkan untuk mementingkan dirinya sendiri dan merugikan kepentingan orang lain.

(70)

• Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam empat (4) golongan, yaitu:

1).Lex Aeterna (Hukum Abadi): Hukum yang berasal dari rasio Tuhan yang mengatur segala hal yang ada sesuai dengan tujuan dan sifatnya dan merupakan sumber dari segala hukum.

2).Lex Divina (Hukum Ketuhanan): Hukum yang berasal dari rasio manusia sebagai bagian kecil dari rasio Tuhan yang diwahyukan kepada manusia.

3).Lex Naturalis (Hukum Alam): Hukum tersebut merupakan bagian dari lex divina yang dapat ditangkap oleh rasio manusia atau merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia.

4).Hukum Positif: Hukum yang berlaku dan sungguh-sungguh di dalam masyarakat.

(71)

• Aquinas menegaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial berdasarkan tabiatnya membentuk negara dengan pemerintahan yang merupakan jiwa bagi negara. Kemudian bentuk negara monarki sebagaimana paham Aristoteles diyakini olehnya sebagai bentuk terbaik yang dipimpin oleh satu orang.

• Tujuan negara memiliki hubungan dengan tujuan manusia yaitu kemuliaan abadi dan negara memiliki tujuan luas yaitu memberikan dan menyelenggarakan kebahagiaan untuk dapat mencapai kehidupan susila dan kemuliaan abadi berdasarkan syarat-syarat agama.

• Perbedaan pandangan antara Augustinus dan Aquinas yaitu tentang hubungan antara negara dan gereja.

-Augustinus: pada dasarnya negara dan gereja terpisah satu sama lain. -Aquinas: negara itu didukung serta dilindungi oleh gereja demi tercapainya kemuliaan yang abadi, sehingga terdapat hubungan antara gereja dan negara.

Hal tersebut dapat diketengahi berdasarkan teori dua (2) belah pedang (tweezwaarden theorie).

(72)

• Teori tersebut menjelaskan tentang dua (2) penafsiran yang dilakukan oleh Paus dan Kaisar.

• Penafsiran Paus: dua (2) pedang tersebut sebagai alat guna untuk melindungi agama. Dalam hal ini satu pedang merupakan pedang rohaniah yang dipakai oleh gereja, dan pedang satunya merupakan pedang duniawi yang diberikan pada Kaisar. Maka kedudukan Paus lebih tinggi derajatnya dari kedudukan Kaisar, termasuk dalam kehidupan politik. Kemudian Kaisar diperbolehkan menggunakan pedang duniawi demi kepentingan dan kebutuhan gereja. Kerja sama antara negara dan gereja di dukung dan dilindungi oleh gereja untuk mencapai kemuliaan yang abadi.

• Penafsiran Kaisar: pedang duniawi diberikan secara langsung kepada Kaisar tanpa melalui Paus, dan pedang rohani diberikan secara langsung kepada Paus. Tata cara menerima sama, maka Kaisar berpandangan memiliki derajat yang sama dengan Paus.

(73)

c.Dante Alighieri (1265-1321)

• Alighieri merupakan seorang penyair Italia yang terkenal dan mendapat kedudukan tinggi di Florence di masa kekacauan perebutan kekuasaan.

• Ajarannya anti Paus. Dante menulis kekuasaan keduniawian dan menolak setiap kekuasaan Paus dalam urusan keduniawian. Kaum legist mendapatkan kemenangan. Pemerintahan yang baik berarti pemusatan kekuasaan pada satu orang.

• Dalam buku yang berjudul “De Monarchia” tahun 1313 yang merupakan karya tentang kenegaraan, Dante memimpikan kerajaan dunia sebagai lawan dari kerajaan Paus. Kerajaaan dunia tersebut dipergunakan untuk menyelenggarakan perdamaian dunia.

• Tujuan negara dalam pandangan Dante yaitu untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan jalan mengadakan undang-undang yang sama bagi semua umat.

(74)

• Buku Dante terdiri atas tiga (bab), yaitu

1).Bab Pertama: tentang kerajaan dunia “imperium”. Dante menekankan perlu adanya kerajaan dunia yang didirikan di muka bumi untuk kepentingan dunia sendiri dan penyelenggara perdamaian umum. Pemerintahan tersebut dipimpin oleh satu orang yang menurutnya serasi dengan kesatuan Tuhan pencipta alam semesta. Kekuasaan merupakan instansi tertinggi sebagai pemisah dalam perselisihan-perselisihan antara raja. Kerajaan dunia merupakan kemerdekaan dan keadilan tertinggi sebagai satu satunya kekuasaan yang tidak dapat dibagi-bagi, karena apabila hal tersebut dibagi-bagi maka akan musnah.

2).Bab Dua: tentang legitimasi kekuasaan kaisar Jerman sah atau tidak? Diawali dengan penggambaran bangsa Romawi yang menaklukan bangsa-bangsa yang menjelma menjadi keadilan tertinggi yang mengganggap bahwa raja-raja pada masa abad pertengahan merupakan pewaris sah dari raja Romawi. Kemudian hukum dalam pandangan Dante sebagai hubungan benda dan pribadi antara manusia dengan manusia, yang justru karena inilah keutuhan masyarakat akan tetap terjamin.

(75)

3).Bab tiga: tentang penjelasan kekuasaan kaisar berasal dari Tuhan atau berasal dari seorang perantara? Sebagai penganut “royalist” atau penganut raja, Dante menjelaskan tentang kekuasaan raja. Kaisar memperoleh kekuasaan langsung dari Tuhan untuk memerintah dan mengurus negara. Kaisar tidak bergantung lagi pada seorang perantara yang menjelma dalam diri Paus. Paus hanya berkuasa dalam kerohanian, kendati negara bertugas menganjurkan soal-soal keagamaan.

4.Marsiglio di Padua (1270-1340)

• Marsiglio “marsilius” dilahirkan di kota Padua, sebagai kota perdagangan di Italia. Pandangannya menegaskan negara sebagai kekuasaan sudunia diganti oleh negara sebagai pusat kekuasaan tetap yang berdiri lepas dengan hubungan kekuasaan yang lebih tinggi seperti gereja. Rakyat dapat menghukum para penguasa apabila melanggar undang-undang.

(76)

• Tahun 1324 terbit buku Marsillius yang berjudul “Defenser Pacis” yang terdiri atas tiga (3) buku, yaitu:

1).dictiones pertama tentang dasar-dasar negara. Asal mula negara didasarkan kepada perkembangan alam sebagaimana pengaruh dari Aristoteles. Kemudian negara merupakan badan iudicialis seu

consiliativa “hidup bebas” yang memiliki tujuan tertinggi yaitu

mempertahankan perdamaian, memajukan kemakmuran dan memberi kesempatan kepada rakyatnya untuk memperkembangkan dirinya secara bebas, serta tugas utama negara untuk mencapai pembuatan undang-undang demi kesejahteraan rakyat.

2).dictiones kedua tentang dasar-dasar gereja dan hubungannya dengan negara. Penyerangan secara hebat terhadap susunan gereja yang dihubungkan dengan kekuasaan duniawi dengan kekuasaan rohani sebagai ajaran dua belah pedang, ajaran tentang cahaya dan perihal hadiah dari Constanti ditentang dan disingkirkan, sehingga dinyatakan tidak berharga untuk dijadikan bukti.

(77)

3).dictiones ketiga tentang kesimpulan-kesimpulan. Marsilius memiliki keinginan di mana Paus seharusnya dipilih oleh rakyat, sehingga kekuasaan tertinggi terletak pada badan permusyawaratan gereja-gereja (concilie).

• Gereja hanya mengurus kepentingan kerohanian saja, sedangkan Paus memiliki kedudukan yang tidak lebih tinggi dari uskup. Kedudukan gereja seharusnya berada di bawah negara dan gereja tidak berhak membuat undang-undang karena rakyat lebih berhak.

• Terbentuknya negara tidak semata-mata karena kehendak Tuhan, melainkan terjadi karena perjanjian dari orang-orang yang hidup bersama untuk menyelenggarakan perdamaian. Dalam perjanjian itu, rakyat menunjuk seseorang yang diserahi tugas untuk memelihara perdamaian. Rakyat selain mengadakan perjanjian utk membentuk negara juga berjanji menundukkan diri (Pactum Subjectiones). Sifat perjanjian bertingkat.

(78)

kekuasaan dari rakyat, sifatnya hanya eksekutif. Raja tidak boleh membuat undang-undang, yang membuat undang-undang adalah rakyat sendiri.

2).Bersifat Translatio:

Rakyat tunduk pada penguasa/ raja secara mutlak. Hak membuat undang-undang ada pada raja, jadi kekuasaan raja tidak hanya bersifat eksekutif, tetapi konstitutif.

Marsilius menganut pactum subjectiones concessio karena kedaulatan ada pada rakyat. Jadi rakyatlah yang berhak membuat undang-undang, raja hanya melaksanakan kedaulatan rakyat.

(79)

Negara lahir karena takdir Ilahi, termasuk kekuasaan yang dimiliki negara juga karena kehendak dan kekuasaan Tuhan.

• Friedrich Hegel:

(80)

4.Masa Renaissance

• Masa tersebut selalu mendapat pertentangan dari orang zaman pertengahan yang memberlakukan kebenaran mutlak dan agama (kekuatan gereja dan wahyu).

Masa Renaissance merupakan akibat dari masa Reformasi (Prancis) hegemonie gereja Katolik Roma, yang dianggap sebagai zaman individualistis yang memiliki paham terhadap kemajuan dan pembebasan berbagai ikatan dan kewajiban serta menuntut hak-haknya.

• Dalam pandangan J.J. von Schmid menegaskan masa Renaissance memiliki sisi terang dan gelap, karena tata susila dipengaruhi oleh kebebasan bertindak yang seluas-luasnya.

(81)

a.Niccolo Machiavelli (1469-1527)

• Machiavelli merupakan ahli sejarah dan negarawan Italia yang menulis buku, yaitu:

1).Pada tahun 1512-1517 “Discorsis opra la prima of Titus Livius (Discourses on first Ten Books of Titus Livius)” yang terdiri atas tiga (3) jilid.

2).Pada tahun 1513 “Il Principe (The Prince)”. Buku tersebut menjelaskan keadaan masyarakat masa Romawi yang perkembangannya mencakup empat (4) tingkat masa seperti Kerajaan, Republik, Prinsipat, dan Dominat untuk dipergunakan pada masa Renaissance.

• Pandangan hidup Machiavelli tidak menitikberatkan pada faktor moral, akan tetapi kosmos sebagai proses alam. Hal tersebut diyakini bahwa dunia pada saat itu merupakan dunia tanpa moral dan saling beradu kekuatan, maka faktor kekuasaan’lah yang terpenting.

(82)

• Dalam buku “Il Principe” Machiavelli menegaskan “penguasa, yaitu pemimpin negara harus’lah mempunyai sifat-sifat seperti kancil dan singa. Penguasa harus menjadi kancil untuk mencari lubang jaring dan menjadi singa untuk mengejutkan serigala”.

• Pandangan Machiavelli menegaskan moral dan kesusilaan tidak diperlukan, yang pada akhirnya menimbulkan kritik keras oleh ahli-ahli lainnya dan setelahnya.

• Tujuan paham Machiavelli yaitu untuk mencapai cita-cita atau tujuan politik demi kebesaran dan kehormatan negara Italia seperti masa keemasan Romawi. Kekuatan dan kekuasaan merupakan hal yang diperlukan untuk mempersatukan daerah-daerah tunggal. Hal tersebut disebabkan daerah-daerah-daerah-daerah masih terpecah-pecah (seperti: Naples, Roma, Negara Gereja, Venesia, Florence, Milan, Saluze, Monfernat, Mantua, Ferrara, Modena, Lucca, serta Piombino) serta upaya penaklukan yang dilakukan oleh Spanyol, Prancis, dan Jerman.

(83)

• Raja atau pimpinan negara dalam pandangan Machiavelli dapat berbuat apapun demi mewujudkan tujuan (het doel heilight de middelen atau tujuan itu menghalalkan atau membenarkan semua cara dan usaha) ajaran tersebut disebut sebagai ajaran negara kekuasaan (machts-staatsgedachte): kepentingan negara-negara “realpolitik” diutamakan dan menindak kepentingan individu “raison d’etat”.

• Raja harus kuat dan tahu cara mengatasi segala kekacauan yang dihadapi negara. Raja dapat mempergunakan segala alat yang menguntungkan baginya. Jika perlu, alat yang digunakan boleh melanggar perikemanusiaan.

• Demi mencapai tujuan (keutuhan negara) segala cara dapat digunakan  “menghalalkan segala cara”-Marciavellismus.

(84)

b.Jean Bodin (1530-1596)

• Bodin merupakan sarjana hukum dan pengacara dari Toulouse. Tahun 1551 tiba di Paris, Prancis dan tinggal di dekat istana.

• Tahun 1576 Bodin menulis buku yang berjudul “Lex six Livres de la Republique” dan “Heptaplomeres”.

• Pada masa Jean Bodin, kekuasaan raja Prancis Henry IV (1589-1610) makin meluas dan kuat. Pemerintahan absolut yang dilakukan oleh raja Henry IV dibenarkan dan diberikan landasan hukum oleh Jean Bodin.

• Perbedaan paham antara Machiavelli dengan Bodin, terletak pada pengakuan hukum yang mengandul moral dan moral itu tidak dapat diabaikan.

• Pemerintahan absolut terletak pada kedaulatan yaitu kekuasaan raja yang superior-“Lex six Livres de la Republique”.

(85)

• Kemudian negara dalam buku Bodin “la republique” merupakan keseluruhan keluarga-keluarga dengan segala miliknya yang dipimpin oleh akal seorang penguasa yang berdaulat. Kedaulatan “maiestatem” merupakan kekuasaan tertinggi untuk memerintah. Kekuasaan tertinggi dimiliki oleh negara terhadap para warga negara dan penduduk di wilayah negara.

• Kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak atau “puissance absolute” yang berada di tangan raja dan tidak dibatasi dengan undang-undang. Raja sebagai pembuat undang-undang tidak mungkin membatasi pembuatnya.

• Kendati demikian tidaklah terdapat kedaulatan mutlak, akan tetapi kedaulatan terbatas sebagaimana di dalam dan di luar wilayah negara “hukum antarbangsa/ hukum internasional”.

• Kedaulatan komparatif superlatif. Berdaulat merupakan sifat dan tanda negara. Jean Bodin “bapak ajaran kedaulatan”.

(86)

• Bentuk negara terbaik dalam pandangan Jean Bodin yaitu monarki yang secara turun temurun dan hanya laki-laki yang dapat memerintah.

• Dalam karyanya yang berjudul “Heptoplomeres” digambarkan terdapat tujuh organisasi gereja yang mendapat hak untuk berdiri asalkan tidak melanggar undang-undang.

• Kemudian teori Jean Bodin pada abad ke XVII tentang kedaulatan dipergunakan sebagai landasan hukum raja Louis XIV sebagai pemimpin yang memerintah secara mutlak. Hal tersebut melahirkan prase atau “phraseologie” L’etat c’est moi (negara adalah saya).

(87)

c.Aliran Monarchomachen

• Aliran tersebut disebut sebagai pembenci raja atau musuh-musuh raja. Hal tersebut dimaksudkan terhadap perlawanan keburukan-keburukan tertentu kepada pemerintahan yang bersifat absolut atau terhadap raja secara langsung.

1).Persoalan yaitu hubungan antara agama dan negara, serta gerakan pembaharuan agama dan absolutisme. Contoh: kaum buruh Protestan di negara Jerman memberontak pada tahun 1524-1525. Perang 80 tahun di negeri Belanda pada tahun 1568-1648. kekacauan di negeri Prancis pada malam Bartholomeus pada tanggal 24 Agustus 1572. Perang 30 tahun di negara Jerman pada tahun 1618-1648.

a).Hotman pada tahun 1573 menerbitkan buku berjudul “Franco Gallia” pada pokoknya menentang absolutisme dengan dasar historis bukan teologis.

(88)

b).Brutus pada tahun 1579 dalam buku yang berjudul “Vindiciae contra Tyranos” menjelaskan alat-alat hukum melawan raja-raja

yang sewenang-wenang dengan mengemukakan empat (4)

pertanyaan:

Apakah bertentangan dengan perintah-perintah Tuhan? Bolehkah perlawanan ini bersifat umum?

Bolehkah melanggar agama, menindas dan membawa negara kepada keruntuhannya?

Apakah raja-raja asing wajib menolong bangsa-bangsa asing?

c).George Buchanan dalam buku “De Jure regni apud Scotos” yang menjelaskan tentang kekuasaan pada bangsa Skot. Tugas raja yaitu menyelenggarakan keadilan dalam masyarakat. Kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang. Undang-undang dibentuk oleh raja melalui badan perwakilan rakyat, dan dijalankan oleh para hakim dengan diberi keleluasaan untuk menafsirkan kekurangan hukum.

(89)

• Buchanan berpandangan keadaan tirani terjadi apabila raja mendapat kekuasaan tanpa bantuan rakyat dan perlakuannya secara tidak adil. Karena raja berada di luar undang-undang maka diharuskan bertanggung jawab kepada rakyat atas pelanggaran undang-undang tersebut.

d).Johan Althaus atau Johannes Althusius dalam buku yang berjudul “Politica Methodice Digesta” merupakan karangan tentang susunan ketatanegaraan yang sistematik dan diperkuat dengan contoh-contoh biasa dan sejarah suci. Kekuasaan raja berasal dari suatu perjanjian “oblichkeitsvertrag” yang melahirkan peraturan-peraturan.

Persekutuan yang berkembang dan menjadi negara membutuhkan peraturan berdasarkan perjanjian antara rakyat dengan raja. Kekuasaan raja berasal dari kesukarelaan rakyat dan menyerahkannya pada raja. Rakyat memberikan kuasa kepada raja untuk memerintah.

(90)

Kekuasaan berada di tangan rakyat, sehingga kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan segala sesuatu menuju kepentingan materiil maupun spiritual rakyat. Negara merupakan persetujuan masyarakat “contractus societatis” di mana raja merupakan pihak dalam perjanjian tersebut, dan apabila raja melanggar perjanjian dikenakan sanksi diberhentikan.

e).Juan de Marianan pada tahun 1599 di Spanyol menerbitkan buku berjudul “De Rege ac Regis Institutione” tentang hal raja dan kedudukannya. Pembunuhan terhadap para tiran diperbolehkan asalkan secara diam-diam.

(91)

2).Bellarmin (1542-1621) dalam buku “disputationes” menegaskan menurut teori bentuk negara yang baik yaitu monarki absolut, akan tetapi dalam prakteknya menimbulkan keadaan sebaliknya disebabkan kemerosotan akhlak manusia. Kemudian buku tersebut menegaskan bahwa Paus tidak memiliki kekuasaan langsung dalam urusan keduniawian.

3).Francesco Suarez (1548-1617) merupakan sarjana asal Spanyol yang menerbitkan buku berjudul “Tractatus de Legibus as Des Regislatore” atau uraian tentang undang-undang dan Tuhan Pembentuk Undang-undang. Tulisannya tersebut menjelaskan hubungan antara raja, hukum Tuhan dan hukum alam. Semua makhluk yang bersusila dengan segala hubungan ditentukan dengan undang-undang. Peraturan yang dikeluarkan oleh seorang raja yang tak beragama atau tuna susila tidak mengikat rakyatnya. Hukum alam merupakan peraturan yang lebih tinggi kekuasaannya dari kekuasaan manusia.

(92)

4).John Milton dalam buku “Elkonoklostes” tentang bantahan-bantahan atas pikiran dan pendapat raja Charles I dan menyetujui pelaksanaan hukuman mati terhadap raja Charles I (Inggris). Rakyat menjadi sumber dari kekuasaan pemerintah, sehingga rakyat itu memang benar ada.

Kesimpulan:

1. Ajaran Monarchomachen memberi dasar baru kekuasaan raja, berhubungan raja tidak lagi seperti Tuhan Yang Maha Adil;

2. Ajaran Monarchomachen memberi landasan bagi rakyat apabila raja bertindak sewenang-wenang dan melampaui batas-batas kekuasaannya. Maka rakyat diberi dasar untuk mengadakan perlawanan.

(93)

5.Masa Hukum Kenegaraan Positif

• Masa tersebut merupakan perkembangan dari paham kedaulatan negara (staats-souvereiniteit). Paham kedaulatan negara timbul karena ilmu pengetahuan tentang hukum kenegaraan positif (“staatsrechtsdogmatiek” atau “wetenschap van het positief”) sebagai pengaruh dari aliran legisme sebagai ajaran yang diterima secara rasio waktu bahwa peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang dibentuk oleh badan pembentuk undang-undang atau badan legislatif yang menggunakan rasionya, dan hukum kebiasaan tidak dapat diterima sebagai hukum karena tidak sesuai dengan sifat hukum alam yang berlaku (universal) yang tergantung pada waktu dan tempat tertentu.

(94)

Mulai sadar akan kesewenang-wenangan Raja, bersifat konstruktif, menerangkan. Cara berpikir induktif, dimulai dari keadaan yang khusus menuju ke keadaan yang umum.

2. Teori Hukum Alam abad ke-XVIII

Sudah memberikan penilaian, propagandis dan politis. Cara berpikir deduktif, dari hal-hal umum menuju hal-hal khusus.

(95)

• Negara terjadi karena diselenggarakannya suatu perjanjian.

• Mengapa orang mengadakan perjanjian? Karena orang adalah makhluk sosial, selalu ada hasrat untuk hidup bersama, bermasyarakat dan karena manusia memiliki rasio.

• Perjanjian masyarakat sifatnya bertingkat. Penyerahan kekuasaan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian kepada raja melalui masyarakat.

• Dasar ajaran Grotius adalah manusia dalam keadaan alamiah, manusia in abstracto yang pada dasarnya bersifat sosial.

(96)

naluri sosial alamiahnya. Untuk menghindari ketidakbahagiaan mereka menyelenggarakan “perjanjian sukarela”.

• Perjanjian bersifat bertingkat:

1. Perjanjian untuk membentuk masyarakat;

2. Perjanjian penundukan dengan penguasa/ raja.

• Raja dipilih dan kekuasaannya tidak absolut karena dibatasi oleh Tuhan, hukum alam dan adat kebiasaan.

• Tujuan masyarakat didirikan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umum.

(97)

hak secara pribadi:

1. Hak akan hidup;

2. Hak akan kebebasan atau kemerdekaan;

3. Hak akan milik.

• Untuk menjamin hak-haknya kemudian melakukan Perjanjian Bertingkat.

Referensi

Dokumen terkait

Oxfam International cooperate with the local communities in Somalia by building water sanitation, providing clean water, delivering assistances such as foods, medicines, and

Tabel 30 Tabulasi Hasil Angket orang tua mencium atau mengusap-ngusap kepala anda jika anda mendapatkan prestasi belajar yang baik..a. Tabel 31 Tabulasi hasil Angket

Sebelum melakukan gerakan sosial, masyarakat bersama LSM menyusun strategi yang bertujuan mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk mengeluarkan SK penutupan industri pengelolaan

Dampak Penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ) (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan, Penyuluhan,

Tabel 4.2 Tabel hasil Uji Normalitas Kadar Protein pada Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis ) Berdasarkan Metode Pengasapan

 Keterbelakangan mental adalah keadaan dengan tingkat kecerdasan yang di bawah rata-rata atau kurangnya kemampuan mental dan keterampilan yang diperlukan dalam.

telah penulis rumuskan di atas maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui persepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru bi- dang studi Ekonomi di Kelas

Dalam basisdata, data yang ada tidak hanya diletakkan dan disimpan begitu saja dalam sebuah media penyimpanan, akan tetapi dikelola dengan sebuah sistem