• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia. Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia. Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program yang"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia 2.1.1. Pengertian Pemanfaatan ANC

Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Pusdiknakes (2003), menyatakan bahwa ANC (Ante Natal Care) adalah asuhan yang diberikan untuk ibu sebelum persalinan; prenatal care.

Tujuan ANC (antenatal care) menurut Kusmiyati (2009) yaitu:

1. Mempromosikan dan menjaga fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi.

2. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau obstetri selama kehamilan.

3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi 4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas

normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.

Menurut Depkes RI (2009), dalam pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi

(2)

anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) 4. Ukur tinggi fundus uteri

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.

7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

2.1.2. Efektivitas Asuhan Antenatal

Kusmiyati (2009) menyatakan bahwa dengan memberikan asuhan antenatal yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. Untuk meningkatkan efektivitas asuhan antenatal meliputi hal-hal berikut:

(3)

1. Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan.

2. Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan komplikasi. 3. Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus toksoid, suplemen

gizi, pencegahan konsumsi alkohol dan rokok, dan lain-lain).

4. Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita ibu hamil (preeklampsia, eklampsia, HIV/AIDS, tuberkulosis, hepatitis, hipertensi, diabetes, dan lain-lain).

2.1.3. Deteksi Dini Preeklampsia pada Ibu Hamil 2.1.3.1. Pengertian Deteksi Dini

Deteksi dini adalah suatu mekanisme berupa pemberian informasi secara tepat waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat/individu di daerah rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau mengurangi risiko dan mampu bersiap-siap untuk merespon secara efektif. Atau dapat juga dikatakan bahwa deteksi dini merupakan upaya memberitahukan kepada seorang klien yang berpotensi dilanda suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi suatu masalah (Rukiyah, 2011).

Deteksi dini terhadap tanda bahaya kehamilan dilakukan minimal 4 kali selama ibu hamil atau dilakukan pada tiap trimester yaitu: pada kunjungan pertama atau pada trimester I tanda bahaya yang harus diwaspadai adalah: adanya anemia, penyakit keturunan, infeksi dan degeneratif, perdarahan (abortus, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa), hiperemesis gravidarum, kelainan genetik janin (jika memiliki riwayat atau risiko) dan lain-lain.

(4)

Pada kunjungan ulang atau pada trimester kedua, yang harus diwaspadai tentang kejadian/tanda bahaya: perdarahan, preeklampsia, dan eklampsia, gangguan pertumbuhan janin. Pada kunjungan ulang di trimester ketiga, tanda bahayanya adalah: adanya kehamilan ganda, ibu mengalami perdarahan (plasenta previa atau solusio plasenta) (Rukiyah, 2011).

2.1.3.2. Deteksi Dini Preeklampsia pada Ibu Hamil

Deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil pada kegiatan antenatal care merupakan salah satu standar pelayanan kebidanan (SPK) yaitu dengan melakukan ukur tekanan darah (Depkes RI, 2009). Dalam pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan, bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya (Meilani, 2009).

Skrining untuk deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil dilakukan pemeriksaan dengan cara: anamnese untuk menanyakan keluhan utama atau keluhan yang dirasakan saat ini, kemudian ditanyakan seluruh riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang termasuk pemeriksaan ginekologi dan obstetri. Pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan yang dilakukan untuk meninjau apakah kondisi fisik ibu hamil ada masalah atau tidak dan dilakukan secara komprehensif atau lengkap dan detail dilakukan secara head to toe (dari kepala ke kaki) serta dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi (Rukiyah, 2011).

(5)

Tanda dan gejala preeklampsia secara umum tampak jelas pada stadium yang relatif lanjut pada kehamilan, biasanya pada trimester ketiga. Walaupun demikian, kelainan dihasilkan dari interaksi abnormal antara ibu dan adanya trofoblas endovaskuler yang lebih dini pada kehamilan. Untuk alasan tersebut, hal ini masuk akal untuk menemukan indikator yang lebih dini untuk kelainan ini; tentu saja tes-tes yang banyak telah diusulkan, khususnya selama dua dekade terakhir, dengan maksud sebagai prediksi perkembangan lebih lanjut dari penyakit (Pangemanan, 2008).

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan. Oleh sebab itu, bila ibu hamil sudah ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan secara hati-hati (Rukiyah, 2011).

Menurut Manuaba (2008), pencegahan preeklampsia yaitu bagaimana penyakit ini dapat dideteksi sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Karena itu, pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsia dapat terdeteksi cepat untuk meminimalisir kemungkinan komplikasi yang lebih fatal. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan seksama, dan usahakan dilakukan oleh orang yang sama misalnya bidan atau dokter.

(6)

Alur prosedur tetap (protap) penanganan penderita preeklampsia yaitu:

Bagan 2.1. Skema Alur Protap Penanganan Preeklampsia Sumber : Manuaba dalam Rukiyah (2011).

Preeklampsia dan Eklampsia

Pemeriksaan 1. Fisik ibu a. Tekanan darah b. Berat badan-edema c. Proteinuria 1. Janin a. Gerakan janin b. Jantung janin c. Air ketuban 2. Konsultasi dokter a. Laboratorium b. Rujukan

Dasar diagnosis klinis : a. Kenaikan berat badan a. Kenaikan tekanan darah b. Proteinuria

c. Oliguria

d. Kejang atau koma e. Nyeri kepala/epigastrium f. Penglihatan kabur g. Edema paru-paru h. Gangguan kesadaran Terapi Aktif: 1. Indikasi vital 2. Gagal pengobatan 2 x 24 jam 3. Medis teknis: a. Induksi persalinan b. Pecahkan ketuban c. Kala II Forsep Konservatif: 1. Kamar isolasi 2. Observasi: a. Keseimbangan cairan b. Infus 2000 cc/24 jam 3. Pengobatan: a. StroganolPenthotal b. Diazepam c. Litik koktif d. Magnesium sulfat 4. Evaluasi pengobatan: a. Diuresis b. Kesadaran membaik c. Kejang berkurang d. Nadi dan tekanan

darah turun

e. Keluhan berkurang

Seksio sesarea: 1. Gagal induksi 2. Indikasi obstetri

Pengobatan konservatif berhasil: 1. Pengawasan hamil intensif 2. Kehamilan mencapai aterm 3. Persalinan per vaginam

(7)

Menurut Rambulangi (2003), pemeriksaan baku pada antenatal care (ANC) untuk mendeteksi preeklampsia adalah sebagai berikut:

1. Tekanan darah

Gambaran klinik yang khas pada preeklampsia yaitu ditemukannya kenaikan tekanan darah yang tinggi. Perbedaan kenaikan tekanan darah mempunyai arti klinis yang lebih penting dibandingkan dengan nilai absolut tekanan darah yang tinggi. Demikian pula kenaikan tekanan diastolik mempunyai arti prognostik yang lebih bermakna dari pada perubahan sistolik. Pengukuran tekanan darah sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, dengan penderita posisi duduk. Pengukuran dilakukan setelah penderita beristirahat sedikitnya 10 menit dan diulang sedikitnya 2 kali pemeriksaan. Dinyatakan hipertensi bila: a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik >30 mmHg atau tekanan sistolik mencapai

140 mmHg atau lebih.

b. Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik >15 mmHg atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih.

Mayoritas ibu hamil akan tetap normotensif selama kehamilan bila tekanan darah diastolik <75 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Sahetapy di Makassar pada tahun 1994 tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara nilai validitas tekanan darah diastolik dengan prevalensi hipertensi dalam kehamilan.

(8)

2. Kenaikan berat badan.

Seringkali gejala pertama yang mencurigakan adanya preeklampsia ialah terjadi kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan berat badan mencapai 1 kg per minggu atau 3 kg perbulan maka harus diwaspadai kemungkinan timbulnya preeklampsia. Ciri khas kenaikan berat badan penderita preeklampsia ialah kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat, bukan kenaikan berat badan yang merata sepanjang kehamilan, karena berat badan yang berlebihan tersebut merupakan refleksi daripada edema.

2.1.4. Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil terhadap Deteksi Dini Preeklampsia Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan watak tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang dimiliki seseorang dan membedakan dengan orang lain (Depdiknas, 2003).

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa karakteristik seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, pengetahuan, sikap, perilaku, etnis, jenis kelamin, pendapat dan spiritual. Menurut Sigmund Freud, “karakteristik” adalah kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu system daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku, yang akan ditampilkan secara mantap. Karakteristik merupakan aktualisasi diri seseorang potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan menjadi nilai yang intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku.

(9)

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat.

Dalam penelitian ini, karakteristik ibu hamil yang diteliti berkaitan dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi ibu hamil dalam melakukan deteksi dini preeklampsia.

2.1.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku individu yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application). Analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluation (evaluation) (Notoatmodjo, 2007).

(10)

Selanjutnya Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

2) Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering mengembara.

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

(11)

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5) Cara akal sehat (Common sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).

6) Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.

7) Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

8) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam

(12)

memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

Pengetahuan yang baru pada ibu hamil akan membentuk perilaku baru bagi ibu hamil, apabila seorang ibu hamil memiliki pengetahuan yang lebih tentang komplikasi kehamilan seperti preeklampsia maka kemungkinan besar ibu akan berpikir

untuk menentukan sikap, berperilaku untuk mencegah, menghindari atau mengatasi

masalah resiko kehamilan tersebut dengan melakukan deteksi dini. Dengan pengetahuan

tersebut, ibu memiliki kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal (memeriksakan

kehamilannya), sehingga apabila terjadi resiko pada masa kehamilan tersebut dapat

ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga kesehatan seperti terjadinya preeklampsia

(Notoatmodjo, 2007).

2.1.4.2. Persepsi

Secara etimologi bahwa persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu perception yang artinya tanggapan, daya untuk memahami sesuatu. Menurut Walgito (2008) persepsi merupakan suatu proses yang dialami oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.

(13)

Menurut Nugroho J. Setiadi (2003) dalam Syafrudin (2011) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktivitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Menurut Daryanto (2010) prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :

a. Persepsi itu relatif bukannya absolut

Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya. Seseorang tidak dapat menyebutkan secara persis berat suatu benda yang dilihatnya atau kecepatan sebuah mobil yang sedang lewat, tetapi ia dapat secara relatif menerka berat berbagai benda atau kecepatan mobil-mobil. Dalam hubungan dengan kerelatifan persepsi ini dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan dirasakan lebih besar dari pada rangsangan yang datang kemudian.

b. Persepsi itu selektif

Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak rangsangan yang ada di sekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa yang ada suatu saat menarik perhatiannya dan ke arah mana persepsi itu

(14)

mempunyai kecenderungan. Ini berarti bahwa ada keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan.

c. Persepsi itu mempunyai tatanan

Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika rangsangan yang datang tidak lengkap, ia akan melengkapinya sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.

d. Persepsi itu dipengaruhi harapan dan kesiapan (penerima rangsangan)

Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih, itu akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterpretasi.

e. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi seseorang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsang yang masuk ke rangsang yang dihasilkan. Persepsi (perception) merupakan praktik tingkat pertama berupa pengenalan dan pemilihan berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Misalnya seorang remaja berpikir untuk melakukan diet untuk membentuk tubuhnya seperti para model. Kondisi ini membuat remaja tersebut melakukan diet yang berarti membatasi dengan

(15)

cermat konsumsi kalori atau jenis makanan tertentu yang bisa membuat berat badan berkurang dan tubuh tetap sehat atau sebaliknya membahayakan diri sendiri. Demikian juga dengan ibu hamil, ibu hamil yang mempunyai persepsi baik tentang ANC dan deteksi dini kehamilan maka akan melakukan tindakan ANC dengan pergi ke petugas kesehatan untuk memeriksa kehamilannya (Notoatmodjo, 2007).

2.1.4.3. Sikap

Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan (Walgito, 2008).

Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.

Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu terhadap suatu objek.

(16)

2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada sekumpulan objek-objek

Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok dimana orang tersebut bergabung.

4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah diubah.

5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.

Sikap terhadap sesuatu objek akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif terhadap objek tersebut. Sikap juga mengandung motivasi, yang mempunyai daya dorong bagi industri untuk berperilaku secara individu terhadap objek yang dihadapinya.

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

(17)

2. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

(18)

2.1.4.4. Motivasi

Banyak para ahli mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu (Djamarah, 2008).

McDonald mengatakan bahwa motivation is a energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat ia lakukan untuk mencapainya.

Dalam membicarakan soal macam-macam motivasi, terdiri dari dua sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang disebut motivasi intrinsik, dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang disebut motivasi ekstrinsik (Djamarah, 2008).

2.1.5. Preeklampsia 2.1.5.1. Pengertian

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga

(19)

pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2005).

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2005).

Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar, 2008).

Kejadian preeklampsia dan eklampsia bervariasi di setiap negara bahkan pada setiap daerah. Dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia dan eklampsia diantaranya jumlah primigravida, terutama primigravida muda, distensi rahim berlebihan hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa, penyakit yang menyertai hamil seperti diabetes melitus, kegemukan, jumlah usia ibu lebih dari 35 tahun, preeklampsia berkisar antara 3-% dari kehamilan yang dirawat (Manuaba, 2010).

2.1.5.2. Etiologi Preeklampsia

Penyebab preeklampsia saat ini tidak dapat diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah

(20)

sebabnya preeklampsia disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori. Menurut Rukiyah (2011), adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasopasme dan kerusakan endotel.

2. Peran faktor imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklampsia-eklampsia: beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti proteinuria. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivitas komplemen terjadi pada

(21)

preeklampsia-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan preeklampsia-eklampsia.

3. Faktor genetik

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia-eklampsia antara lain: (1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia, (2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia-eklampsia, (3) Kecende-rungan meningkatnya frekuensi pada preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan bukan pada ipar mereka, (4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).

2.1.5.3. Patofisiologi Preeklampsia

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia-eklampsia. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidasi lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak

(22)

jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif (Rukiyah, 2011).

Pada preeklampsia-eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak (Manuaba, 2008).

2.1.5.4. Jenis-Jenis Preeklampsia

Menurut Rukiyah (2011), jenis-jenis preeklampsia adalah sebagai berikut : 1. Preeklampsia ringan

Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini

(23)

dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Penyakit preeklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.

Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi : (1) Kenaikan tekanan darah sistole 30 mHg atau lebih, diastole 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistolik 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastole 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg. (2)Proteinuria: secara kualitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2), (3) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

Pemeriksaan dan diagnosis untuk menunjang keyakinan petugas kesehatan atas kemungkinan ibu mengalami preeklampsia ringan jika ditandai dengan kehamilan lebih 20 minggu, kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit), edema tekan pada tungkai (pretibia), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan, proteinuria lebih 0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2.

Penanganan preeklampsia ringan dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul, yakni :

a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklampsia ringan, dengan cara: ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet : cukup protein,

(24)

rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian sedative ringan: tablet Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari (atas instruksi dokter), roborantia, kunjungan ulang setiap 1 minggu,. Pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan berdasarkan kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu), timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia berat.

2. Preeklampsia berat

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala dan tanda preeklampsia berat: tekanan darah sistolik >160 mmHg, tekanan darah diastolik >110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati atau/dan ikterus, trombosit <100.000/mm3

Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet), bahkan dapat , oliguria <400 ml/24 jam, proteinuria >3 gr/liter, nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat, perdarahan retina, ode pulmonum.

(25)

terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklampsia tidak segera diatasi dengan baik dan benar.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi: (1)Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi ditambah pengobatan medicinal, (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

a. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan Non Stress Test (NST) dan Ultrasonografi (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni :

1) Ibu: usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan). 2) Janin: hasil fetal assessment jelek (NST & USG): adanya tanda intra

uterin growth retardation (IUGR).

3) Hasil laboratorium: adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

b. Pengobatan medicinal pasien preeklampsia berat (dilakukan di rumah sakit atau atas instruksi dokter) yaitu: segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap

(26)

jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan Antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang: MgSO4

c. Anti hipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolic lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

: diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

Secara ringkas, Manuaba (2010) mengklasifikasikan preeklampsia sebagai berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Preeklampsia Tipe Preeklampsia Tanda dan Gejala

Preeklampsia ringan - Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.

- Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.

- Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1 minggu.

- Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urine kateter atau urine aliran pertengahan.

(27)

Preeklampsia berat - Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil, sudah dapat digolongkan preeklampsia berat.

- Tekanan darah 160/110 mmHg. - Oligouria, urine <400 cc/24 jam. - Proteinuria >3 g/liter

- Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema paru dan sianosis.

- Gangguan kesadaran.

- Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus

- Perdarahan pada retina - Trombosit <100.000/mm. 2.1.5.5. Diagnosa Preeklampsia

Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna (Rukiyah, 2011).

Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama: hipertensi dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri (Rukiyah, 2011).

Diagnosis diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan

(28)

muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosa penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklampsia jarang timbul sebelum trimester 3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Tes fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan (Manuaba, 2008).

2.1.5.6. Faktor Risiko Preeklampsia 1. Faktor Predisposisi

Menurut Rozikhan (2007), wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:

a. Nulipara

b. Kehamilan ganda (kembar) c. Usia < 20 atau > 35 tahun

d. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya e. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia

f. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum ibu mengalami kehamilan

(29)

2. Status Reproduksi a) Faktor Usia

Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi badan 1%. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 tahun).

Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-eklampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan.

b) Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3-8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravidae.

(30)

Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman.

c) Kehamilan Ganda

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.

d) Faktor Genetika

Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari.

3. Status Kesehatan a) Riwayat Hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau

(31)

hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan otak.

b) Riwayat Penderita Diabetes Melitus

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg % terdapat 23 (14,1%) kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol (bukan preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).

c) Status Gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia. d) Stres / Cemas

Meskipun di beberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah.

(32)

2.1.5.7. Pencegahan Preeklampsia

Menurut Manuaba (2010), untuk mencegah kejadian preeklampsia dapat diberikan nasehat sebagai berikut :

1. Diet-makanan. Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak, kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema, makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna, untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.

2. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan, lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

3. Pengawasan antenatal (hamil). Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian yaitu:

a. Uji kemungkinan preeklampsia

1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya 2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri.

3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema 4) Pemeriksaan protein dalam urine

5) Jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata.

(33)

b. Penilaian kondisi janin dalam rahim 1) pemantauan tinggi fundus uteri.

2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban.

3) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Kusmiyati (2009) mengatakan bahwa strategi untuk mencegah preeklampsia dan eklampsia adalah sebagai berikut:

1. Asuhan antenatal dan mengenali hipertensi

2. Identifikasi dan perawatan preeklampsia oleh penolong yang terampil. 3. Kelahiran tepat waktu.

4. Penggunaan magnesium sulfat.

2.1.5.8. Penatalaksanaan Preeklampsia

Bila tekanan darah meningkat, ibu hamil perlu istirahat sampai tekanan darah turun kembali. Hentikan makanan yang mengandung garam, makanan kemasan atau yang diawetkan. Istirahat dan lakukan relaksasi secukupnya, karena relaksasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Awasi tanda-tanda komplikasi kehamilan. Periksa teratur tekanan darah ibu hamil. Anjuran diet khusus dapat dilakukan bagi wanita hamil beresiko tinggi. Kurangi makanan tinggi sodium dan perbanyak minum (Indiarti, 2009).

Menurut himpunan Kedokteran Feomaternal (HKFM) tahun 2010 bahwa penatalaksanaan preeklampsia dapat secara rawat jalan dan rawat inap.

(34)

Penatalaksanaan secara rawat jalan (ambulatoir) adalah sebagai berikut:

1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.

2. Diet regular: tidak perlu diet khusus. 3. Vitamin prenatal

4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam

5. Tidak perlu pemberian diuretik, anithipertensi, dan sedativum. 6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

Penatalaksanaan secara rawat inap (hospitalisasi) yaitu : 1. Indikasi preeklampsia dirawat inap (hospitalisasi)

a. Hipertensi yang menetap selama >2 minggu. b. Proteinuria menetap selama >2 minggu c. Hasil tes laboratorium yang abnormal

d. Adanya gejala au tanda 1 (satu) atau lebih preeklamisa berat 2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu

a. Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur.

b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen.

c. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari.

d. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklampsia: 1) Nyeri kepala frontal atau oksipital

2) Gangguan visus

3) Nyeri kuadran kanan atas perut 4) Nyeri epigastrum

(35)

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang-kurangnya diikuti 2 hari setelahnya.

b. Hematokrit dan trombosit: 2 x seminggu. c. Tes fungsi hepar : 2 x seminggu

d. Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN. e. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap) 4. Pemeriksaan kesejahteraan janin

a. Pengamatan gerakan janin setiap hari b. NST 2 x seminggu

c. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif.

d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu. e. Ultrasound Doppler arteri umbilikus, arteri uterine.

Terapi medika mentosa adalah sebagai berikut : 1. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatory.

2. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur kehamilan ≥ 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

Penatalaksanaan obstetrik tergantung usia kehamilan. Bila umur kehamilan <37 minggu dan tanda gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. Bila umur kehamilan ≥37 minggu: 1)kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partu, 2)Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan.

(36)

2.2. Landasan Teori

Notoatmodjo (2007) mengatakan meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda tersebut disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Menurut Widianingrum (1999) perilaku seseorang dipengaruhi oleh karakteristik, yang mana karakteristik tersebut terdiri dari: pengetahuan, sikap, budaya, umur, sosial ekonomi dan sebagainya. Green dalam Notoatmodjo (2007) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Salah satu faktor perilaku adalah faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor predisposisi ini merupakan determinan atau faktor internal yang mempengaruhi perilaku seseorang.

(37)

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat. Namun demikian, pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya masyarakat, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan,

oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah perkembangan

preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat

mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan preeklampsia tidak memberikan

gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat

dibuat dengan antepartum care. Jika calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke

klinik prenatal selama 4-6 minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk

melakukan tes proteinuri, dan mengukur tekanan darah. Setelah diketahui diagnosa dini

(38)

Perilaku pemanfaatan ANC untuk deteksi dini preeklampsia merupakan resultan dari karakteristik ibu (faktor internal) atau yang disebut Green sebagai faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi ibu hamil.

Bagan 2.2. Determinan Perilaku Manusia

2.3. Kerangka Konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah alur penelitian ini digambarkan dalam rangka konsep seperti berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

• Pr

Bagan 2.3. Kerangka Konsep Karakteristik Psikologis : 1. Pengetahuan 2. Persepsi 3. Sikap 4. Motivasi Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia • Pengalaman • Keyakinan • Fasilitas • Sosiobudaya Perilaku • Pengetahuan • Persepsi • Sikap • Keinginan • Kehendak • Motivasi • Niat Karakteristik Demografi : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Jumlah Kehamilan 4. Pendapatan

(39)

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi ibu hamil berpengaruh terhadap deteksi dini preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Biaya pada usaha penggilingan padi UD Padi Mulya dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan dalam usaha ini, serta pendapatan

Abstrak: Kerusakan tebing (Erosi) yang terjadi disebabkan oleh gerusan pada pias sungai Krueng Aceh di desa Lamsie karena didominasi oleh perubahan perilaku

• Formulir Pengajuan Perubahan Dana Investasi asli wajib diiisi dengan leng- kap dan ditandatangani oleh Pemegang Polis sesuai dengan tanda tangan yang tercantum dalam SPAJ dan

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat presensi responden, kemudian melakukan observasi satu per satu yang dibantu oleh asisten peneliti sejumlah 4 orang

Penggunaan t epung bul u ayam pada t er nak r umi nansi a unt uk memenuhi sel ur uh pr ot ei n supl emen pada r ansum anak domba yang sedang t umbuh dan pada per i ode

Pada fitur mengunci pintu aktor yang berperan adalah pengguna, sedangkan obyek yang ada antara lain sistem keamanan, aplikasi pengontrolan pintu pada mobile

Kiranya, profesionalisme penerjemah sulit diraih melalui pendidikan yang berbentuk program diploma tiga (D-3) atau kursus-kursus, karena keterampilan menerjemah

cash flow para konsumen untuk hal-hal lain dengan lebih bijaksana. Dan biasanya marketing menjalankan strategi persuade nya dengan menjelaskan kepada para konsumen, ketika