• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN PERIKANAN EKOR KUNING (Caesio cuning Bloch, 1791) DI PERAIRAN KARIMUNJAWA NINDIA PERTIWI NINGRUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN PERIKANAN EKOR KUNING (Caesio cuning Bloch, 1791) DI PERAIRAN KARIMUNJAWA NINDIA PERTIWI NINGRUM"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN PERIKANAN EKOR

KUNING (Caesio cuning Bloch, 1791) DI PERAIRAN

KARIMUNJAWA

NINDIA PERTIWI NINGRUM

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keberlanjutan Pemanfaatan Perikanan Ekor Kuning (Caesio cuning Bloch, 1791) di Perairan Karimunjawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2019 Nindia Pertiwi NIngrum NIM C4415008

(3)

ABSTRAK

NINDIA PERTIWI NINGRUM. Keberlanjutan Pemanfaatan Perikanan Ekor Kuning (Caesio cuning Bloch, 1791) di Perairan Karimunjawa. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan IIN SOLIHIN.

Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan ikan asosiasi karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Karimunjawa. Tingginya tekanan penangkapan ikan ekor kuning di Karimunjawa menyebabkan ikan yang tertangkap masih dalam kondisi juvenil sehingga perlu adanya pengelolaan agar pemanfaatan dapat berkelanjutan. Tujuan penelitian ini yaitu menilai status pemanfaatan daerah penangkapan dan evaluasi keberlanjutan perikanan ekor kuning dengan domain teknik penangkapan ikan dan sumberdaya ikan pada instrumen EAFM di Perairan Karimunjawa. Status pemanfaatan daerah penangkapan ikan dianalisis menggunakan pendekatan Length-Based Spawning Potential Ratio (LB-SPR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan ekor kuning ditangkap menggunakan alat tangkap panah dengan alat bantu kompresor. Lebih lanjut, tingkat pemanfaatan daerah penangkapan ikan ekor kuning berdasarkan LB-SPR menggunakan data satu tahun (April 2018-Maret 2019) berada dalam pemanfaatan berlebih atau over exploited dengan nilai SPR 19% (SPR<20%). Ikan ekor kuning rata-rata tertangkap (SL50) pada ukuran

20.77 cm, sedangkan ikan matang gonad (Lm) pada ukuran 23.3 cm yang berarti bahwa ikan lebih dahulu tertangkap sebelum matang gonad (SL50<Lm). Evaluasi

keberlanjutan perikanan ekor kuning di Perairan Karimunjawa berdasarkan EAFM dari domain sumberdaya ikan berada dalam kondisi buruk (skor 43.33) dan pada domain teknik penangkapan ikan berada dalam kondisi sedang (skor 66.67). Secara keseluruhan kegiatan pemanfaatan ikan ekor kuning berada pada tingkat pemanfaatan yang kurang berkelanjutan (skor 55.00). Upaya pengelolaan perlu dilakukan untuk meningkatkan dan memulihkan untuk keberlanjutan kegiatan perikanan ekor kuning di Perairan Karimunjawa.

Kata kunci: EAFM, ikan ekor kuning (Caesio cuning), LB-SPR, Perairan Karimunjawa

(4)

ABSTRACT

NINDIA PERTIWI NINGRUM. Sustainability Study of the Utilization of Redbelly Yellowtail Fusilier (Caesio cuning Bloch, 1791) in Karimunjawa Waters. Supervised by BUDY WIRYAWAN and IIN SOLIHIN.

Redbelly yellowtail fusilier (Caesio cuning) are reef association fishes that has high economic value in Karimunjawa. High fishing intensity in Karimunjawa Waters causes yellowtail catch, composed by such high juvenile fish, therefore subject to unsustainable fisheries. The aim of this research was assessing the status of the utilization of yellowtail fishing ground and an evaluation of the sustainability of yellowtail fisheries with the domain of fish-resources and the fishing technology domain using EAFM instrument in Karimunjawa Waters. The status of utilization yellowtail fishing area was analyzed using the Length-Based Spawning Potential Ratio (LB-SPR) approach. The level of utilization of yellowtail fishing ground based on LB-SPR using one-year data (April 2018-March 2019) was in over-exploited with an SPR value of 19% (SPR <20%). Yellowtail fish were caught on average (SL50) at a size of 20.77 cm, their first

length of maturity (Lm) were 23.3 cm means that the fish which were caught before gonad ripening (SL50 <Lm). An evaluation of the sustainability was

analyzed using a tool for Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) in terms of the ecological domain of fish resources and the domain of fisheries techniques. The research results suggesting that yellowtail fish caught using speargun mainly equiped with compressor hookah. EAFM evaluation result indicated that condition of fisheries resources domain and technology domain were bad (score 43.33) and medium condition (score 66.67), respectively. In general, the utilization of yellowtail fish has at a level which is less sustainable (score 55.00). Significant management efforts required to be improved to achieve sustainability manners of yellowtail fisheries activities in Karimunjawa Waters. Keywords: EAFM, redbelly yellowtail fusilier (Caesio cuning), LB-SPR,

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

KEBERLANJUTAN PEMENFAATAN PERIKANAN EKOR

KUNING (Caesio cuning Bloch, 1791) DI PERAIRAN

KARIMUNJAWA

NINDIA PERTIWI NINGRUM

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2019 ini adalah Keberlanjutan Pemanfaatan Perikanan Ekor Kuning (Caesio cuning Bloch, 1791) di Perairan Karimunjawa.

Terimakasih penulis ucapkan kepada:

1) Ibu Siti Chikmatun, Bapak Mochamad Sapin, Mbak Lala, dan Mas Lupi atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis 2) Dr Ir Budy Wiryawan, MSc dan Dr Iin Solihin, SPi MSi selaku dosen

pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini

3) Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi selaku komisi pendidikan dan Prof Dr Ir Domu Simbolon, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis

4) Teman-teman “Jaring Nusantara 52” yang telah bersama dalam tiga tahun masa perkuliahan

5) Dosen dan staff departemen PSP yang telah banyak membantu dan memberikan segala kebutuhan informasi

6) Sutris Haryanta, SH beserta staff dari Balai Taman Nasional Karimunjawa yang telah membantu dalam perizinan, penginapan, dan transportasi selama di Karimunjawa

7) Pak Eko, Pak Yatin, Pak H. Aviv, Pak Yanto, dan seluruh masyarakat di Desa Karimunjawa yang telah membantu dalam pengambilan data dan memberikan banyak informasi

8) Mas Jamaludin, Mbak Siska Agustina, dan staff Wildlife Conservation Society (WCS) yang telah membantu dalam penelitian ini

9) Cikalancing’s Squad, Pondok Tebu, dan semua yang telah memberikan kekuatan dalam menghadapi tekanan penelitian

sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang menjadi sebagai syarat lulus di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2019 Nindia Pertiwi Ningrum

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE

Waktu dan Tempat 3

Bahan dan Alat 3

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 4

Analisis Data

Status Pemanfaatan Daerah Penangkapan Ikan Ekor Kuning 5

Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Ekor Kuning 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Perikanan Ekor Kuning di Perairan Karimunjawa 10

Status Stok Ikan Ekor Kuning Berdasarkan SPR 12

Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Ekor Kuning

Domain Sumberdaya Ikan 15

Domain Teknik Penangkapan Ikan 18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 26

(9)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan kegunaannya 3

2 Jenis dan metode pengumpulan 4

3 Status perikanan berdasarkan hasil perhitungan SPR 6 4 Kriteria penilaian indikator pada domain sumberdaya ikan 7 5 Kriteria penilaian indikator pada domain teknik penangkapan ikan 9

6 Nilai skor setiap indikator EAFM 9

7 Klasifikasi batasan nilai komposit EAFM 10

8 Analisis komposit domain sumberdaya ikan 15

9 Hasil perhitungan parameter pertumbuhan, laju mortalitas, dan SPR 18 10 Analisis komposit domain teknik penangkapan ikan 20

11 Analisis penilaian EAFM 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 3

2 Konstruksi alat tangkap panah 11

3 Armada kapal nelayan panah 11

4 Peta daerah penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa 12 5 Kurva selectivity-maturity ikan ekor kuning bulan Maret 2019 13 6 Kurva selectivity-maturity ikan ekor kuning bulan April 2018-Maret

2019 13

7 Sebaran ukuran ikan yang tertangkap (Maret 2019) 14 8 Sebaran ukuran ikan yang tertangkap (April 2018-Maret 2019) 14 9 Tren CPUE (kg/trip) ikan ekor kuning di Karimunjawa 16

10 Proporsi ikan juvenil 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat yang digunakan dan dokumentasi kegiatan penelitian 26 2 Perhitungan parameter pertumbuhan dan mortalitas 27

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Karimunjawa merupakan salah satu kawasan perikanan potensial di Kabupaten Jepara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara tahun 2017 menyebutkan bahwa 47.40% masyarakat Karimunjawa berprofesi sebagai nelayan. Nelayan Karimunjawa sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan karang sebagai sumber penghasilan utama mereka (Simbolon et al. 2016). Berdasarkan alat tangkap dan kapal yang digunakan, nelayan Karimunjawa termasuk dalam kategori nelayan tradisional (Qomarudin 2013). Menurut UU. No. 45 Tahun 2009, nelayan tradisional merupakan nelayan yang mengunakan teknologi penangkapan yang sederhana dengan ukuran kapal perikanan paling besar 5 GT (Gross Tonage) dan memiliki kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan pantai. Terdapat tujuh alat tangkap yang mereka gunakan, antara lain jaring insang (gillnet), jaring angkat (liftnet), muroami, pancing ulur (handline), pancing tonda (troll line), bubu (trap), dan panah (speargun). Hasil tangkapan yang diperoleh berupa ikan pelagis dan demersal (Ramadhan dan Apriliani 2016) dengan komoditas unggulan berupa ikan karang seperti ikan kerapu (Ephinephelus sp), ikan kuwe (Caranx sp), dan ikan ekor kuning (Caesio sp) (Irnawati et al. 2011).

Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan salah satu jenis ikan asosiasi karang dari famili Caesionidae yang memiliki nilai ekonomis penting di Karimunjawa. Permintaan pasar untuk ikan ekor kuning meningkat setiap tahun yang diikuti dengan peningkatan aktivitas penangkapannya. Berdasarkan data PPP Karimunjawa tahun 2018, total hasil tangkapan ikan ekor kuning yang di daratkan di Pulau Karimunjawa mengalami fluktuasi dari tahun 2013 hingga 2017. Tahun 2013 sampai 2015 jumlah hasil tangkapan meningkat sebanyak 448.93 kg (66.57%), namun pada tahun 2016 jumlah hasil tangkapan menurun sebanyak 530.00 kg (51.54%), dan meningkat kembali pada tahun 2017 sebanyak 256.67 kg (51.51%).

Ikan ekor kuning menyumbang 46% dari total komposisi jenis tangkapan di Karimunjawa pada tahun 2009-2017 (Agustina et al. 2018). Hal tersebut menandakan bahwa hasil tangkapan ikan ekor kuning berperan penting dalam perekonomian nelayan Karimunjawa. Namun pemanfaatan ikan ekor kuning di Karimunjawa mengalami permasalahan. Pada penelitian Pratiwi (2017) menyebutkan bahwa pemanfaatan perikanan ekor kuning di Perairan Karimunjawa berada pada kondisi growth over fishing. Kondisi tersebut dikarenakan masih banyak ikan yang tertangkap dalam kondisi belum matang gonad. Sementara itu, penangkapan ikan ekor kuning oleh nelayan didominasi oleh alat tangkap panah atau speargun. Penggunaan alat tangkap panah dianggap cukup efektif tapi tidak selektif terhadap ukuran (Mubarok et al. 2012). Hal itu dapat menjadi beberapa penyebab mengapa ikan banyak yang tertangkap dalam kondisi belum matang gonad. Jika aktivitas penangkapan tersebut terus dilakukan, maka dapat mengancam stok sumberdaya ikan dan keberlanjutan dari ikan ekor kuning di masa yang akan datang (Jaya 2017).

(11)

2

Beberapa permasalahan yang terjadi mendorong untuk melakukan evaluasi mengenai parameter biologi dan aspek-aspek penyebab banyaknya ikan ekor kuning tertangkap dalam kondisi belum matang gonad. Evaluasi ini digunakan dalam menentukan kebijakan pengelolaan kedepannya. Pengelolaan sumberdaya perikanan secara umum didasarkan pada kelimpahan stok sumberdaya ikan dan parameter biologi dari ikan target (Warsa et al. 2018). Sejauh ini, informasi data mengenai perikanan di Karimunjawa sangat terbatas (poor-data fisheries). Sehingga perlu adanya pendekatan alternatif untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai stok sumberdaya dan parameter biologi ikan ekor kuning. Maka dari itu, penelitian dengan tujuan menilai status pemanfaatan daerah penangkapan ikan dan melakukan evaluasi keberlanjutan dengan domain teknik penangkapan ikan dan sumberdaya ikan sangat diperlukan saat ini. Harapannya dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi pemanfaatan daerah penangkapan ikan ekor kuning dan tingkat keberlanjutannya.

Salah satu alternatif pengelolaan yang dapat digunakan pada penelitian yaitu melalui pendekatan Length-Based Spawning Potential Ratio (LB-SPR). LB-SPR merupakan salah satu metode dalam pengkajian stok sumberdaya ikan dengan kondisi miskin data atau poor data fisheries (Hordyk et al. 2014). Hasil dari pendekatan LB-SPR kemudian dianalisis menggunakan domain-domain biologi perikanan yang terdapat pada alat evaluasi Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) meliputi domain sumberdaya ikan dan teknik penangkapan ikan. Analisis tersebut digunakan untuk mengevaluasi kegiatan pemanfaatan perikanan ekor kuning yang nantinya dapat digunakan menjadi dasar pembuatan kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan ekor kuning yang lebih baik kedepannya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menilai status pemanfaatan daerah penangkapan ikan ekor kuning (Caesio cuning) di Perairan Karimunjawa

2) Melakukan evaluasi keberlanjutan dengan domain teknik penangkapan ikan dan sumberdaya ikan pada instrumen EAFM

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1) Memberikan informasi dasar mengenai kondisi pemanfaatan dan tingkat keberlanjutan pemanfaatan perikanan ekor kuning di Perairan Karimunjawa 2) Masukan bagi pemerintah dalam memberikan kebijakan pengelolaan perikanan

(12)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1-30 Maret 2019 di Desa Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Sedangkan gambar alat tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 1 Alat dan kegunaannya

Alat Kegunaan

Buku dan alat tulis Mencatat hasil wawancara dan pengukuran panjang ikan ekor kuning

Kuesioner Wawancara nelayan

Modul panduan penilaian EAFM

Pedoman penilaian

Penggaris Mengukur panjang ikan

Kamera handphone Dokumentasi kegiatan

Laptop Menginput, mengolah, dan menyimpan data

Situs online www.fishbase.org Menghitung parameter pertumbuhan Software Rstudio berbasis web

www.barefootecologist.com.au

Menghitung parameter mortalitas

(13)

4

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu panjang total ikan ekor kuning, total hasil tangkapan (kg) dan jumlah upaya penangkapan (trip) per tahun dari tahun 2013 hingga 2017, keragaan alat tangkap dan alat bantu, metode penangkapan, pelanggaran yang dilakukan, dan ukuran kapal penangkapan. Data panjang total didapatkan melalui pengukuran langsung selama satu bulan dan data monitoring (April 2018-Februari 2019) dari Lembaga Penelitian Wildlife Conservation Society (WCS), total hasil tangkapan (kg) dan jumlah upaya penangkapan (trip) diperoleh melalui data sharing dengan WCS, dan data keragaan alat tangkap dan alat bantu, metode penangkapan, pelanggaran yang dilakukan, ukuran kapal penangkapan diperoleh dari wawancara dengan nelayan. Jenis dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data Tujuan Penelitian Data yang

dikumpulkan

Metode

pengumpulan Hasil pengolahan Menilai kondisi/status

pemanfaatan daerah penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa

Panjang total Pengukuran Koefisien pertumbuhan Koefisien pertumbuhan Perhitungan

melalui situs online Fishbase Spawning Potential Ratio Melakukan evaluasi keberlanjutan dengan domain teknik penangkapan ikan dan sumberdaya ikan pada instrument EAFM

Jumlah hasil tangkapan ikan ekor kuning dan jumlah trip

penangkapan per tahun

Sharing data dengan Wildlife Conservation Society (WCS)

CPUE baku

Ukuran ikan dari tahun ke tahun

Wawancara Tren ukuran ikan Panjang total Pengukuran Proporsi ikan juvenil

yang ditangkap Panjang total Pengukuran Laju Eksploitasi (E) Frekuensi pelanggaran Wawancara Metode penangkapan

ikan yang bersifat destruktif dan ilegal Penggunaan alat bantu

penangkapan

Wawancara Alat bantu penangkapan Kapasitas penangkapan

pada tahun ini dan tahun sebelumnya

Wawancara Rasio kapasitas penangkapan Jumlah hasil tangkapan

ikan non-target

Pencatatan nota hasil tangkapan

Selektivitas jenis hasil tangkapan Metode pengambilan sampel ikan ekor kuning dilakukan menggunakan teknik accidental sampling. Teknik accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yang berarti bahwa sampel yang secara kebetulan ditemui oleh peneliti dan dirasa cocok sebagai sumber data (Sugiyono 2009). Sampel dipilih dengan cara mengambil 35 ekor ikan yang ada di dalam box setelah nelayan melakukan pendaratan dan penimbangan di tempat pengumpul ikan, kemudian ikan yang telah diambil diukur panjang totalnya. Menurut Cohen et al. (2007), semakin besar sampel yang diambil dari populasi akan mendapatkan hasil yang semakin baik, akan tetapi batas minimal sampel yang diambil yaitu sebanyak 30 sampel. Sedangkan untuk wawancara responden menggunakan

(14)

5 pendekatan metode survey. Metode survey adalah metode penelitian yang sumber informasinya diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner atau angket sebagai instrumen pengumpulan data (Sugiyono 2013). Hasil jumlah sampel nelayan yang diperoleh untuk diwawancarai sebanyak 25 orang.

Analisis Data

Status Pemanfaatan Daerah Penangkapan Ikan Ekor Kuning

Spawning Potential Ratio (SPR) atau rasio potensi pemijahan yang diperoleh melalui penjumlahan ikan yang memijah selama hidupnya dengan adanya penangkapan dibagi dengan jumlah ikan yang memijah tanpa adanya penangkapan (Brook et al. 2010). Metode analisis LB-SPR membutuhkan komposisi data panjang dari hasil tangkapan, seperti panjang asimptotik (L∞), panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm), nilai laju kematian secara alami (M), koefisien pertumbuhan (K), dan data suhu perairan (T). Data yang digunakan yaitu data gabungan antara data pengukuran panjang total selama satu bulan dan data panjang ikan dari WCS. Data pengukuran panjang ikan merupakan data yang paling sering digunakan karena mudah dan data itu yang tersedia didalam perikanan skala kecil (Hordyk et al. 2014). Panjang asimtotik ikan (L∞), koefisien pertumbuhan (K), dan nilai kematian alami (M) dapat dianalisis menggunakan situs online www.fishbase.org atau dapat menggunakan perhitungan manual menurut Froose dan Binohlan (2000):

Log(L∞) = 0.044 + 0.9841 * log(Lmax) ………...(1)

Log(Lm) = 0.8979 * log(L∞) – 0.0782 ………...(2) Nilai kematian alami (M) menurut Pauly (1980) dapat dihitung secara manual dengan persamaan:

Log(M) = -0.0152 – 0.279 Log(L∞) + 0.6543 log(K) + 0.4634 log(T) …...(3) Keterangan:

L∞ = Panjang asimptotik (cm)

Lmax = Panjang total maksimum ikan (cm)

Lm = Panjang ikan telah matang gonad (cm) M = Nilai kematian ikan secara alami (tahun-1) K = Koefisien pertumbuhan (tahun-1)

T = Suhu perairan (oC)

Hasil dari perhitungan pada fishbase kemudian diolah di software Rstudio berbasis web di www.barefootecologist.com.au untuk mendapatkan nilai kematian ikan secara alami (M) dari berbagai metode perhitungan. Nilai M diperoleh dengan melihat modus hasil dan dibandingkan dengan sumber literatur yang berkaitan. Suhu perairan diperoleh berdasarkan literatur yang berkaitan dengan lokasi dan keadaan yang sama, sedangkan L95 diperoleh berdasarkan distribusi

kurva sigmoid dengan menarik garis 95% dari data pengukuran. Nilai L∞, Lm, M, K, dan L95 kemudian dianalisis kembali menggunakan software Rstudio. Hasil

(15)

6

analisis tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai acuan dari (Prince et al. 2014) yang tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Status perikanan berdasarkan hasil perhitungan SPR

Presentase SPR (%) SPR > 40% 20% < SPR<40% SPR<20% Status/Kondisi Under exploited Fully-moderately Over exploited Sumber: Prince et al. (2014)

Nilai SPR menunjukkan kondisi status daerah penangkapan ikan di suatu perairan. Titik acuan yang digunakan Prince et al. (2014) untuk ikan berjenis teleostei sebesar 20% (biological reference point). Sedangkan Ault et al (2008) mengatakan bahwa nilai titik acuan untuk ikan karang sebesar 30%.

Analisis Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Ekor Kuning

Evaluasi keberlanjutan dianalisis dengan menggunakan domain sumberdaya ikan dan teknik penangkapan ikan pada instrumen EAFM. EAFM merupakan salah satu analisis multi kriteria dengan pendekatan mengenai gejala atau performa pada kondisi perairan secara umum (Adrianto et al. 2011). Analisis ini digunakan untuk merubah indikator parsial menjadi indikator komposit yang berujung pada tingkat pencapaian sebuah pengelolaan perikanan sesuai kaidah EAFM (Ecosystem Approach Fisheries Management) (Adel et al. 2016). Evaluasi yang dilakukan hanya menggunakan dua dari enam domain karena ingin melihat dari segi ekologi sumberdaya, yaitu domain sumberdaya ikan dan domain teknik penangkapan ikan (Sulistyowati 2016).

Domain sumberdaya ikan

Pada domain sumberdaya ikan, indikator yang digunakan yaitu CPUE baku, tren ukuran ikan, proporsi ikan juvenil yang tertangkap, dan laju eksploitasi. indikator-indikator tersebut dipilih dengan pertimbangan kondisi di Karimunjawa yang minim data atau data poor fisheries. Kriteria penilaian dari domain sumberdaya ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Catch per unit effort (CPUE) didefinisikan sebagai laju penangkapan per tahun yang diperoleh dengan menggunakan data time series minimal selama lima tahun. Data tahunan yang dikumpulkan berupa data hasil tangkapan (kg) dan data jumlah trip penangkapan (trip) yang diperoleh melalui data sharing dengan lembaga penelitian Wildlife Conservation Society (WCS) yang telah melakukan monitoring sejak tahun 2009. Perhitungan CPUE menurut Gulland (1983) dapat dirumuskan sebagai berikut:

CPUE=Total produksi pada tahun ke-i

Jumlah trip pada tahun ke-i ...(4)

Pengambilan data tren ukuran ikan dilakukan dengan cara wawancara kepada nelayan yang telah menangkap ikan ekor kuning selama lebih dari lima tahun. Data yang dihasilkan berupa data presepsi nelayan mengenai ukuran ikan yang ditangkap dari dulu sampai sekarang, apakah terjadi perubahan ukuran atau tidak.

(16)

7 Ikan juvenil merupakan ukuran suatu tahap dalam pertumbuhan ikan yang belum masuk kategori ukuran dewasa (mature) (KKP 2014). Penilaian indikator ini bertujuan untuk mengetahui proporsi ikan juvenil yang ditangkap terhadap hasil tangkapan dari suatu alat tangkap tertentu. Data panjang ikan yang didapat kemudian dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu mature dan immature.

Laju ekspoitasi (E) ikan merupakan tingkat pemanfaatan ikan yang dapat dianalisis berdasarkan ukuran ikan yang tertangkap. Parameter yang dibutuhkan untuk mencari nilai E yaitu laju kematian alami (M) dan laju kematian akibat penangkapan (F) yang dapat diperoleh dari hasil pengolahan data di software Rstudio. Laju eksploitasi (E) dapat dihitung melalui persamaan (Pauly 1984): E=M+FF ...(5) Keterangan:

F = Laju kematian akibat penangkapan M = Laju kematian alami

Tabel 4 Kriteria penilaian indikator pada domain sumberdaya ikan

Indikator Kriteria Skor Bobot Nilai indikator

(skor x bobot) 1. CPUE Baku Menurun tajam (rerata turun

>25% per tahun)

Menurun sedikit (rerata turun <25% per tahun)

Stabil atau meningkat

1 2 3

30

2. Tren ukuran ikan Tren ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil Tren ukuran relatif tetap Tren ukuran semakin besar

1 2 3 25 3. Proporsi ikan juvenil yang ditangkap Banyak sekali (>50%) Banyak (31-50%) Sedikit (<30%) 1 2 3 20 4. Laju eksploitasi ikan (E) E>0.5 E=0.5 E<0.5 1 2 3 25

Sumber: Adrianto et al. (2014)

Pemberian bobot dinilai berdasarkan tingkat kepentingan dari masing-masing indikator tersebut. Indikator CPUE baku dianggap sebagai killer indikator pada domain sumberdaya ikan karena memiliki nilai bobot tertinggi (bobot 30). Hal ini dikarenakan CPUE baku dipakai sebagai pengganti atau proxy untuk parameter biomass ketika biomass tidak ada (Andrianto et al 2014) dan dapat melihat kecenderungan produktivitas suatu alat tangkap dalam kurun waktu tertentu (Akoit dan Nalle 2018). Tren ukuran memiliki nilai bobot tertinggi kedua (bobot 25) karena indikator ini melihat perubahan kondisi ukuran ikan yang ditangkap oleh nelayan pada tahun-tahun sebelumnya. Sama halnya dengan indikator tren ukuran ikan, indikator laju eksploitasi juga memiliki bobot yang sama (bobot 25). Hal ini dikarenakan laju eksploitasi melihat tingkat eksploitasi sumberdaya ikan dalam kurun waktu satu tahun dan dapat menentukan bagaimana kondisi terkini sumberdaya ikan di alam. Indikator terakhir yang memiliki nilai

(17)

8

bobot terendah (bobot 20) yaitu indikator proporsi ikan juvenil yang tertangkap. Hal ini merupakan lanjutan dari hasil CPUE baku untuk melihat komposisi ukuran ikan yang ditangkap setiap tahunnya.

Domain teknik penangkapan ikan

Indikator yang digunakan pada domain teknik penangkapan ikan yaitu metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal, modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, kapasitas perikanan dan upaya penangkapan, dan selektivitas jenis hasil tangkapan. Beberapa indikator tidak dimasukkan dalam penilaian karena beberapa pertimbangan seperti indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen ilegal dan indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen ilegal diabaikan karena rata-rata ukuran kapal perikanan di Perairan Karimunjawa berukuran <5 GT. Kapal perikanan dengan ukuran <5 GT tidak diwajibkan untuk memiliki dokumen-dokumen izin penangkapan ikan. Indikator sertifikasi awak kapal sesuai dengan peraturan dihilangkan karena nelayan melaut sudah dari kecil dengan mempelajari teknik dan pengetahuan yang dimiliki berdasarkan pengalaman mereka. Kriteria penilaian domain teknik penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Penilaian indikator metode penangkapan yang bersifat destruktif dan ilegal dapat dilihat dari jumlah pelanggaran yang dilakukan nelayan panah dalam melakukan aktivitas penangkapan. Metode penangkapan yang bersifat destruktif dapat diartikan bahwa metode tersebut dapat merusak sumberdaya dan ekosistemnya, sedangkan ilegal adalah penangkapan yang melanggar atau bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan merupakan upaya nelayan untuk dapat menangkap ikan dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Upaya ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan dan kelestariannya apabila tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Semakin banyaknya alat bantu yang digunakan dalam trip, maka semakin banyak pula sumberdaya yang dieksploitasi.

Kapasitas perikanan merupakan input yang ada pada manajemen perikanan tangkap. Input yang berlebih dapat mengakibatkan kapasitas berlebih (over capacity). Apabila over capacity terus menerus dilakukan, hal tersebut akan menimbulkan overfishing pada sumberdaya ikan di perairan tersebut. Kapasitas perikanan dan upaya penangkapan dapat dilihat melalui nilai ratio kapasitas penangkapan. Apabila nilai rasio kapasitas penangkapan dibawah satu, maka dapat dipastikan bahwa akan terjadinya over capacity pada kegiatan penangkapan. Rasio kapasitas penangkapan (R) dapat diketahui dari perhitungan:

R=Kapasitas penangkapan tahun sebelumnyaKapasitas penangkapan tahun sekarang ...(6) Selektivitas penangkapan dapat dinilai dari luasan daerah penangkapan, lama waktu penangkapan dan keragaman spesies hasil tangkapan. Semakin banyaknya proporsi ikan non-target menandakan bahwa alat tangkap tersebut tidak selektif dalam menangkap satu jenis ikan tangkapan.

(18)

9 Tabel 5 Kriteria penilaian indikator pada domain teknik penangkapan ikan

Indikator Kriteria Skor Bobot Nilai indikator

(skor x bobot) Metode

penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal

Frekuensi pelanggaran >10 kasus per tahun

Frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun

Frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun 1 2 3 30 Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

Penggunaan alat bantu <50% trip Penggunaan alat bantu 31-50% trip

Penggunaan alat bantu <30% trip 1 2 3 30 Kapasitas perikanan dan upaya penangkapan

Rasio kapasitas penangkapan <1 Rasio kapasitas penangkapan =1 Rasio kapasitas penangkapan >1

1 2 3 20 Selektivitas jenis hasil tangkapan

Rendah (75% ikan hasil tangkapan adalah non target) Sedang (50-75% ikan hasil tangkapan adalah non target) Tinggi (<50% ikan hasil tangkapan adalah non target)

1 2 3

20

Sumber: Adrianto et al. (2014)

Pemberian bobot pada domain teknik penangkapan ikan ini berdasarkan tingkat kepentingan dari masing-masing indikator. Metode penangkapan ikan yang besifat destruktif dan ilegal serta modifikasi alat tangkap dan alat bantu penangkapan merupakan indikator penting dalam teknik penangkapan ikan (bobot 30). Hal ini dianggap penting karena dua indikator ini berpengaruh terhadap kepatuhan nelayan terhadap peraturan yang telah ditetapkan dan berdampak pada kerusakan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya. Sedangkan indikator kapasitas penangkapan serta selektivitas jenis hasil tangkapan merupakan indikator turunan dari dua indikator sebelumnya, sehingga memiliki bobot yang sama yaitu sebesar 20.

Visualisasi penilaian indikator EAFM menggunakan flag modelling dengan pendekatan MCA (Multi Criteria Analysis). MCA merupakan sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis keragaan wilayah pengelolaan perikanan yang dilihat dari pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit dengan tahapan sebagai berikut (Adrianto et al. 2014):

1. Menentukan kriteria yang terdapat pada EAFM (sumberdaya ikan dan teknik penangkapan ikan) yang dapat dilihat di Tabel 6.

2. Mengkaji keragaan setiap kriteria

3. Memberikan skor untuk setiap indikator dengan menggunakan skor Likert (berbasis ordinal 1, 2, 3). Skor yang digunakan dipilih dengan melihat kompleksitas dari suatu perikanan.

Tabel 6 Nilai skor setiap indikator EAFM

Skor Indikator Deskripsi/Keterangan

1 Buruk

2 Sedang

3 Baik

(19)

10

4. Menetapkan bobot dari setiap atribut dalam skala 0-100. Pembobotan berjumlah 100 yang dibagi habis dalam setiap atribut.

5. Menentukan nilai setiap indikator dengan formula:

Nilai Indikator = Nilai Skor×Bobot ...(7) 6. Nilai pada masing-masing indikator kemudian dianalisis menggunakan

analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmatik. Indek komposit ini merupakan nilai konversi nilai total setiap domain EAFM. Nilai konversi skala setiap domain yaitu:

Nk-i= Cat-i

Cat-imax×100 ...(8) Keterangan:

Cat-i = Nilai total EAFM dari satu atribut dalam domain

Cat-imax = Nilai maksimum dari satu atribut dalam domain yang diperoleh

saat semua atribut memiliki skor 3.

7. Nilai yang didapat kemudian diklasifikasikan kedalam 5 kategori. Pengklasifikasian tersebut menggambarkan tingkat status pengelolaan perikanan di suatu wilayah. Pengklasifikasian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi batasan nilai komposit EAFM

Rentang Nilai Deskripsi

33.33 ≤ Nilai ≤ 46.66 Buruk

46.66 < Nilai ≤ 60.00 Kurang

60.00 < Nilai ≤ 73.33 Sedang

73.33 < Nilai ≤ 86.67 Baik

86.67 < Nilai 100.00 Sangat baik

Sumber: Adrianto et al. (2014)

Data yang telah dilakukan skoring selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengubah data mentah menjadi data yang berbentuk informasi yang lebih ringkas dan mudah dipahami (Istijanto 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Perikanan Ekor Kuning di Perairan Karimunjawa

Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan salah satu ikan asosiasi karang yang menjadi target penangkapan karena harga jualnya yang relatif tinggi. Terdapat dua jenis ikan ekor kuning yang didaratkan di Desa Karimunjawa yaitu Caesio cuning dan Caesio teres. Keduanya memiliki harga jual yang sama yaitu sekitar Rp. 20.000,-/kg. Harga tersebut dinilai setara dengan kondisi fisik ikan ekor kuning yang mengalami kerusakan fisik akibat penangkapan.

Alat penangkapan ikan ekor kuning biasanya menggunakan alat tangkap panah dengan ukuran panjang 90-150 cm (dapat dilihat pada Gambar 2).

(20)

11 Konstruksi alat tangkap panah yang digunakan terdiri dari senapan panah (laras) yang terbuat dari kayu, anak panah yang terbuat dari batang besi tahan karat dengan ujung yang tajam dan berkait, dan karet ban untuk melontarkan anak panah. Alat bantu penangkapan yang digunakan yaitu kompresor, senter kedap air, masker selam, kaki katak (fin), sepatu renang (coral boot), sarung tangan, pakaian selam (wetsuit), pemberat, pengait untuk membawa hasil tangkapan.

Gambar 2 Konstruksi alat tangkap panah

Metode penangkapannya yaitu dimulai dengan persiapan alat tangkap dan alat bantu kemudian nelayan menyelam dengan bantuan kompresor untuk bernapas. Pada kedalaman tertentu, nelayan mulai mengoperasikan alat tangkap panah dengan cara menekan pelatuk yang telah diarahkan ke ikan target. Anak panah yang telah dilontarkan oleh tali karet akan melukai ikan dan ikan yang telah dipanah kemudian diambil dan dibawa menggunakan pengait.

Nelayan panah melakukan kegiatan penangkapan selama 4 sampai 5 jam dalam sekali melaut yaitu dari pukul 19.00 hingga 04.00 pagi atau one night fishing. Hasil tangkapan yang diperoleh dapat mencapai 150 kg/trip. Hal tersebut bergantung pada cuaca, banyaknya nelayan yang menangkap atau menyelam, dan daerah penangkapan.

Armada kapal yang digunakan nelayan panah berukuran panjang 12 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 0.8 meter (Gambar 3). Tenaga penggerak yang digunakan berupa mesin inboard berdaya 16-23 PK dan kapasitas palka sebesar 0.5-3 GT (Gross tonnage). Alat bantu kompresor biasaya ditempatkan pada ruangan dibawah dek kapal dan selangnya diletakkan diatas dek kapal untuk memudahkan saat operasi penangkapan (tersaji pada Lampiran 1). Satu kapal penangkapan biasanya terdiri dari 1-5 nelayan dalam melakukan operasi penangkapan.

(21)

12

Terdapat dua jenis nelayan panah yang ada di Desa Karimunjawa yaitu nelayan kompresor dan non-kompresor. Perbedaannya yaitu kedalaman yang dapat dijangkau yang akan mempengaruhi hasil tangkapan. Kedalaman yang dapat dijangkau nelayan kompresor mencapai 25 hingga 30 meter, sedangkan nelayan non-kompresor hanya sampai di kedalaman 1 sampai 3 meter saja. Hasil tangkapan nelayan kompresor dapat mencapai tiga kali lipat jumlah total hasil tangkapan yang didapatkan oleh nelayan non-kompresor. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa nelayan panah di Karimunjawa lebih banyak yang menggunakan alat bantu kompresor saat melakukan operasi penangkapan dibandingkan tanpa alat bantu. Namun ukuran ikan yang mereka tangkap memiliki kesamaan karena tidak ada penolakan dari pihak pengepul untuk membeli ikan ekor kuning dalam ukuran yang kecil.

Daerah penangkapan ikan ekor kuning berada pada daerah terumbu karang dengan kedalaman 2-60 meter dan hidup secara bergerombol (schooling). Lokasi-lokasi penangkapan ikan ekor kuning di Karimunjawa yaitu Pulau Menjangan Kecil, Menjangan Besar, Menyawakan, Pulau Cemara Kecil, Pulau Cemara Besar, Karang Kapal, Pulau Nyamuk, Pulau Bengkoang, Pulau Galeang, Pulau Parang, Pulau Genting, Taka Burung, Pulau Cendekian, Pulau Krakal Besar, Batu Lawang (Gambar 4). Daerah terumbu karang diketahui merupakan daerah mencari makan, daerah asuhan, dan daerah bermain ikan. Hasil tangkapan nelayan panah lainnya yaitu berupa ikan kerapu, kakatua, sotong, dan ikan-ikan lainnya yang memiliki harga jual yang tinggi.

Sumber: Darmawan (2018)

Gambar 4 Peta daerah penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa

Status Pemanfaatan Daerah Penangkapan Ikan Ekor Kuning

Ikan ekor kuning (Caesio cuning) yang diukur pada saat pengambilan data sebanyak 632 ekor dan dilakukan penambahan dengan data dari Wildlife Conservation Society (WCS) sebanyak 1,149 ekor (April 2018-Februari 2019). Rata-rata ikan ekor kuning (Caesio cuning) tertangkap (SL50) pada ukuran 20.77

(22)

13 cm dan panjang ikan saat matang gonad (Lm) 23.3 cm (perhitungan tersaji pada Lampiran 2). Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ikan tertangkap belum dalam kondisi matang gonad (SL50<Lm). Pada segi pengelolaan, hal ini buruk

untuk keberlanjutan ikan ekor kuning karena ikan tidak memiliki kesempatan untuk memijah pertama kalinya.

Kurva maturity berada di sebelah kanan kurva selectivity (Gambar 5 dan 6) menunjukkan bahwa ikan ekor kuning lebih dahulu tertangkap sebelum melakukan pemijahan untuk pertama kalinya. Hal ini menunjukkan bahwa nelayan panah tidak selektif dalam dalam aspek ukuran ikan. Kedua hasil tersebut sama-sama menunjukkan bahwa ikan lebih dahulu ditangkap sebelum matang gonad, namun pada Gambar 5 rata-rata ukuran ikan yang tertangkap jauh lebih kecil dibanding dengan ukuran rata-rata ikan tertangkap pada bulan April 2018 hingga Maret 2019 (Gambar 6).

Gambar 5 Kurva selectivity-maturity ikan ekor kuning bulan Maret 2019

Gambar 6 Kurva selectivity-maturity ikan ekor kuning bulan April 2018-Maret 2019 Selectivity Maturity SL50= 19.4 cm Lm= 23.3 cm Maturity Selectivity SL50= 20.77 cm Lm= 23.3 cm 0.00 0.25 0.75 0.50 Panjang (cm) 20 30 40 0.00 0.25 0.75 0.50 1.00 P ropor si (%) Panjang (cm) 20 30 40 1.00 P ropor si (%)

(23)

14

Sebaran ukuran ikan ekor kuning yang tertangkap bersifat sebaran normal dengan arah kurva lebih cenderung ke arah kiri (Gambar 7 dan 8). Sebaran yang digunakan yaitu sebaran ukuran dalam satu tahun (Gambar 8) yang dapat mewakili kondisi perikanan dalam berbagai musim. Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan masih banyak yang tertangkap dalam kondisi belum matang gonad. Ikan ekor kuning yang tertangkap dan telah matang gonad sebanyak 912 ekor (51%) dari 1781 ekor dengan panjang ikan yang telah matang gonad berukuran 23.3 cm. Ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan berukuran 21-25 cm. Berbeda dengan hasil penelitian Darmawan (2018) yang mengatakan bahwa rata-rata ikan ekor kuning tertangkap pada panjang cagak 23.3 cm sedangkan ikan matang gonad pada ukuran panjang cagak 17.9 cm.

Gambar 7 Sebaran ukuran ikan yang tertangkap (Maret 2019)

Gambar 8 Sebaran ukuran ikan yang tertangkap (April 2018-Maret 2019) 0 100 200 40 30 20 Panjang (cm) Jum lah (e kor) Lm 0 25 50 75 100 Jum lah (e kor) 20 Lm 30 40 Panjang (cm)

(24)

15 SPR merupakan indikator perikanan yang dijadikan fisheries reference point untuk melihat kondisi pemanfaatan dan stok sumberdaya ikan di suatu perairan (Badrudin 2015). Estimasi SPR dapat menggunakan data bulanan sebaran frekuensi panjang minimal 12 bulan untuk ikan karang (Badrudin 2015). Nilai SPR menggambarkan populasi memijah ikan setelah adanya penangkapan dengan populasi memijah ikan sebelum adanya penangkapan. Nilai SPR akan menurun mengikuti aktivitas penangkapan yang meningkat. Pendekatan LB-SPR digunakan untuk melihat tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di dalam suatu daerah penangkapan secara lebih spesifik melalui data panjang ikan. Parameter-parameter yang digunakan dalam menganalisis rasio potensi pemijahan ikan ekor kuning (Caesio cuning) di Perairan Karimunjawa yaitu panjang asimptotik (L∞), panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm), laju kematian secara alami (M), koefisien pertumbuhan (K), dan data suhu perairan. Hasil nilai laju kematian alami (M) dari berbagai metode tersaji pada Lampiran 3.

Hasil estimasi rasio potensi pemijahan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa menggunakan perangkat lunak Rstudio sebesar 19% (SPR <20%). Nilai SPR<20% merupakan nilai biological limit reference point yang berarti bahwa keadaan tersebut perlu adanya upaya pemulihan. Kondisi pemanfaatan perikanan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa menurut Prince et al. (2014), termasuk dalam tingkat kondisi over exploited atau tangkap berlebih. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian Pratiwi (2017) yang mengatakan bahwa nilai rasio potensi ikan ekor kuning di Karimunjawa sebesar 18% atau SPR<20%. Nilai SPR lebih rendah dari nilai batas SPR standar dapat mengganggu laju rekruitmen dari ikan tersebut. Selain nilai SPR, kondisi perikanan juga dapat dilihat dari nilai laju eksploitasi (E) untuk melihat tekanan penangkapan yang memiliki nilai standar sebesar 0.5 (Pauly 1984). Berdasarkan nilai laju eksploitasi (E), ikan ekor kuning memiliki nilai sebesar 0.62 yang berarti laju eksploitasi ikan ekor kuning lebih tinggi dari nilai standar sebesar 0.5. Parameter hasil dapat dilihat pada Tabel 8 dan perhitungan nilai SPR tersaji pada Lampiran 3.

Tabel 8 Hasil perhitungan parameter pertumbuhan, laju mortalitas dan SPR Spesies

Parameter Pertumbuhan Mortalitas

Lm (cm) Lmax (cm) SPR L∞ (cm) K (/tahun) t0 (tahun) M* (/tahun) F (/tahun) E Caesio cuning 40.7 0.32 -0.48 0.66 1.23 0.65 23.3 39 0,19 *Hasil perhitungan terdapat pada Lampiran 2

Ikan dengan nilai SPR 19% menggambarkan bahwa kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan ekor kuning saat ini berada pada tingkat pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Kondisi pemanfaatan sumberdaya yang berstatus over exploited merupakan target utama untuk dilakukan pengelolaan demi keberlanjutan suatu sumberdaya tersebut. Sebelum melakukan pengelolaan, perlu adanya evaluasi dahulu untuk merumuskan kebijakan yang akan dikeluarkan. Sehingga dalam pengaplikasian kebijakan tersebut tidak salah sasaran.

Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Ekor Kuning

(25)

16

Domain sumberdaya ikan merupakan salah satu domain EAFM yang sangat berhubungan dengan aspek biologi ikan. Indikator dari domain sumberdaya ikan yang digunakan yaitu CPUE baku, tren ukuran ikan selama lima tahun terakhir, laju eksploitasi (E), dan proporsi juvenil. Indikator yang ada pada domain sumberdaya ikan merupakan modifikasi dari domain sumberdaya ikan yang dikembangkan oleh Sulistyowati (2009) untuk melihat keberlanjutan suatu kegiatan perikanan karang.

CPUE baku

CPUE baku ikan ekor kuning mengalami fluktuasi dari tahun 2013 sampai 2017. Nilai CPUE dari tahun 2013 sampai 2017 secara berturut-turut yaitu 50.42 kg/trip, 41.38 kg/trip, 51.42 kg/trip, 37.91 kg/trip, dan 46.47 kg/trip. Nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tren CPUE menurun 9% per tahun dari tahun 2013-2017 (Gambar 9). Hasil yang sama ditunjukan oleh penelitian Jayanti (2018) yang mengatakan bahwa CPUE ikan ekor kuning di Karimunjawa cenderung stabil dengan penurunan sebesar 9%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pardede et al. (2016) di Taman Nasional Karimunjawa bahwa penurunan CPUE dapat diakibatkan oleh penurunan kondisi terumbu karang, suhu meningkat yang berakhir pada pemutihan (bleaching) karang. Minimnya data hasil tangkapan yang diperoleh nelayan yang tercatat juga dapat menjadi salah satu alasan menurunnya CPUE.

Gambar 9 Tren CPUE (kg/trip) ikan ekor kuning di Karimunjawa

Grafik CPUE yang menurun dan cenderung stabil dapat menandakan bahwa kondisi ikan di alam cukup baik sesuai dengan keadaan di alam sedang mengalami recovery sejak adanya pelarangan alat tangkap muroami pada tahun 2012. Sejak adanya pelarangan tersebut, tidak hanya memberikan dampak pada jumlah stok sumberdaya ikan ekor kuning di alam, akan tetapi juga pada ukuran ikan yang semakin kecil dan cepat mengalami matang gonad.

Tren ukuran ikan

Tren ukuran panjang ikan dinalisis untuk melihat kecenderungan ikan yang ditangkap oleh nelayan dari tahun ke tahun. Ukuran ikan ekor kuning yang

y = -1,083x + 2227,8 R² = 0,0867 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 CP UE (kg/ tr ip ) Tahun

(26)

17 nelayan tangkap sampai saat ini mengalami penurunan. Penurunan ukuran ikan ekor kuning dapat terjadi karena aktifitas penangkapan yang berat pada penangkapan sebelumnya.

Ukuran ikan yang mengalami penurunan merupakan dampak terjadinya overfishing (Agustina et al. 2019). Overfishing yang dimaksud yaitu growth overfishing atau tangkap berlebih pada pertumbuhan ikan. Menurut Pauly (1988), Growth overfishing merupakan ikan ditangkap oleh nelayan pada saat masa pertumbuhan dan belum matang gonad. Alasan lainnya yaitu perubahan iklim yang menjadikan lingkungan tidak berada pada kondisi optimal dapat menurunkan laju metabolisme, pertumbuhan dan kemampuan bertelur dari ikan, juga merubah metamorphosis, dan mempengaruhi sistem endokrin (Syahailatua 2008). Perubahan ukuran ikan di alam juga dapat menjadi tanda sederhana dari tekanan penangkapan ikan yang berlebih pada penangkapan sebelumnya.

Laju eksploitasi

Laju eksploitasi merupakan indikator untuk mengukur tekanan penangkapan pada suatu perairan. Parameter-parameter dalam perhitungan laju eksploitasi yaitu laju mortalitas akibat penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M). Laju kematian akibat penangkapan (F) pada ikan ekor kuning sebesar 1.23 dan laju kematian alami (M) sebesar 0.66. Nilai F lebih tinggi dari pada nilai kematian alami menandakan bahwa kematian ikan ekor kuning dominan disebabkan oleh aktivitas penangkapan.

Laju eksploitasi ikan ekor kuning di Karimunjawa sebesar 0.65. Nilai tersebut sudah melebihi nilai batasan yang dikemukakan oleh Pauly (1984) yaitu sebesar 0.5. Pada penelitian sebelumnya juga mengatakan bahwa laju eksploitasi ikan ekor kuning di Karimunjawa lebih besar dari laju eksploitasi maksimum (0.5) yaitu sebesar 0.69 (Yuliana 2019). Tingginya laju eksploitasi menunjukkan belum adanya regulasi yang nelayan dan pengelola terapkan untuk keberlanjutan kegiatan penangkapan ikan ekor kuning di Karimunjawa

Proporsi juvenil yang tertangkap

Proporsi ikan juvenil yang tertangkap menunjukkan bagaimana selektivitas alat tangkap yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 401 ekor (63%) ikan dalam kondisi juvenil atau tidak layak tangkap. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Pratiwi (2018) yang mengatakan bahwa 64.52% ikan ekor kuning yang tertangkap belum matang gonad. Keadaan tersebut sesuai dengan pernyataan Stevens et al. (2000) bahwa eksploitasi dengan skala besar menyebabkan populasi di alam didominasi oleh ikan berukuran kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan kematangan gonad yang lebih awal. Ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa telah matang gonad pada ukuran panjang total (Lm) 23.3 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap yang digunakan saat ini tidak selektif untuk menangkap ikan ekor kuning dari segi ukuran. Proporsi juvenil ikan ekor kuning yang tertangkap disajikan pada Gambar 10.

(27)

18

Gambar 10 Proporsi Ikan Juvenil

Berdasarkan hasil analisis terhadap keempat indikator pada domain sumberdaya ikan dapat disimpulkan bahwa pada indikator CPUE, tren ukuran panjang ikan, laju eksploitasi, dan proporsi ikan juvenil memiliki nilai total sebanyak 130 dengan rata-rata skor sebesar 1.25. Nilai komposit yang diperoleh dari pembagian nilai total dengan nilai maksimum domain sumberdaya ikan yaitu sebesar 43.33 (Lihat Tabel 9). Hal tersebut menandakan bahwa pemanfaatan perikanan ekor kuning di Perairan Karimunjawa pada domain sumberdaya ikan dalam kondisi tidak berkelanjutan atau buruk. Pengangkapan ikan dengan alat tangkap muroami tidak hanya merusak sumberdaya ikan, akan tetapi juga merusak habitat ikan.

Tabel 9 Analisis komposit domain sumberdaya ikan

Domain sumberdaya Ikan Hasil Skor Bobot Nilai Total Nilai

CPUE Baku Menurun 9% 2 30 60 130

Tren ukuran ikan Menurun 1 25 25

Laju Eksploitasi E = 0.65 1 25 25

Proporsi ikan juvenil yang ditangkap

63% ikan <Lm 1 20 20

Nilai maksimum 300 Nilai komposit 43.33

Domain Teknik Penangkapan Ikan

Penilaian pada domain teknik penangkapan ikan meliputi beberapa indicator. Indikator-indikator tersebut yaitu penangkapan ikan yang bersifat destruktif, modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, rasio kapasitas perikanan (R), dan selektivitas jenis hasil tangkapann.

Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal

Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan panah. Tidak ada peraturan yang mengatur pelarangan alat tangkap panah. Menurut Darmono et al.

<Lm 63% >Lm

(28)

19 (2016), nelayan dengan alat tangkap panah (speargun) merupakan alat tangkap ramah lingkungan yang tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya. Pelanggaran yang disebabkan karena pengoperasian alat tangkap panah tidak pernah terjadi dalam 10 tahun terakhir. Dalam hal ini nelayan panah di Karimunjawa tidak pernah terjerat pelanggaran yang berujung ke ranah hukum. Hasil ini bersifat kontradiktif, karena pada kenyataannya alat tangkap panah tidak seselektif yang dibayangkan. Lemahnya peraturan dan tidak adanya petugas yang mengawasi disepelekan oleh nelayan. Akibatnya, nelayan dapat mengeksploitasi ikan ekor kuning di segala ukuran tanpa ada batasan. Hal tersebut dibuktikan dengan proporsi juvenile yang tertangkap pada domain sumberdaya ikan. Hasil yang diperoleh apabila berpedoman pada jumlah pelanggaran yang dilakukan akan bernilai baik (skor 3). Namun apabila penilaian sesuai dengan dampak yang terjadi, hasil tersebut akan bernilai buruk (skor 1). Hal tersebut akan merubah hasil dari penilaian domain teknik penangkapan ikan pada instrumen EAFM.

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

Alat bantu utama yang digunakan oleh nelayan panah di Desa Karimunjawa yaitu kompresor (Lampiran 2), senter kedap air dan masker selam, sedangkan alat bantu lainnya yaitu kaki katak (fin), sepatu renang (coral boot), sarung tangan, pakaian selam (wetsuit), pemberat, pengait untuk membawa ikan hasil tangkapan ke atas kapal. Penggunaan alat bantu kompresor menjadi perhatian penting karena dapat merusak sumberdaya ikan yang ada. Selain dapat merusak sumberdaya ikan, penggunaan kompresor juga berdampak pada kesehatan nelayan penggunanya. Penggunaan alat tangkap panah memang diperbolehkan, akan tetapi apabila alat tangkap tersebut dipadukan dengan penggunaan kompresor justru akan dilarang. Pelarangan penggunaan alat bantu kompresor telah ditetapkan oleh Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan pada Pasal 9. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 19 nelayan pengguna kompresor (76%) dan 6 nelayan non-kompresor atau merayap (24%). Penggunaan alat bantu kompresor tersebut sangat mendukung nelayan di Karimunjawa untuk dapat mengeksploitasi ikan yang lebih banyak dari kapasitas penangkapannya dalam waktu yang singkat (Mubarok et al. 2012).

Rasio kapasitas perikanan (R)

Kondisi suatu perairan yang memiliki kecenderungan terhadap terjadinya kapasitas perikanan atau fishing capacity berlebih yang mengancam keberlanjutan sumberdaya ikan dapat diketahui secara tidak langsung. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai rasio antara fishing capacity pada tahun sebelumnya dengan fishing capacity tahun terakhir. Penilaian baik buruknya indikator kapasitas perikanan dan upaya penangkapan dapat dilihat dari nilai rasionya (R). Apabila nilai rasio (R) kurang dari 1 maka dapat diartikan bahwa ada kecenderungan terjadi overcapacity dan berakhir pada overfishing (Adrianto et al. 2014). Hasil tangkapan ikan ekor kuning pada tahun 2016 sebesar 5,980 kg dan pada tahun 2017 sebesar 9,060 kg. Hasil perbandingan tersebut yaitu sebesar 1.55 atau nilai R>1. Hasil tersebut cukup baik karena tidak terjadi kecenderungan

(29)

20

kapasitas penangkapan yang dapat menyebabkan overcapacity dan berujung pada overfishing.

Selektivitas jenis hasil tangkapan

Alat tangkap panah yang digunakan oleh nelayan di Perairan Karimunjawa merupakan alat tangkap yang selektif terhadap spesies hasil tangkapan. Target tangkapan mereka adalah ikan ekor kuning dan ikan-ikan yang tidak dilarang serta bernilai ekonomis tinggi. Dalam pengambilan sampel selama penelitian didapatkan bahwa rata-rata nelayan menangkap hasil tangkapan non-target sebesar 33.87% dari total hasil tangkapan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat tangkap bersifat selektif <50% ikan non-target. Hasil dari penelitian Jayanti (2018) juga menyebutkan bahwa komposisi jenis hasil tangkapan ikan ekor kuning oleh alat tangkap panah didominasi oleh ikan ekor kuning (80%) dan dapat disimpulkan bahwa alat tangkap panah selektif dalam menangkap ikan ekor kuning.

Secara keseluruhan, domain teknik penangkapan ikan memperoleh total nilai sebesar 200 dari total nilai maksimum sebesar 300. Nilai komposit yang diperoleh yaitu sebesar 66.67% atau dalam kondisi sedang. Penilaian domain teknik penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Analisis komposit domain teknik penangkapan ikan Domain Teknik

Penangkapan Ikan Hasil Skor Bobot Nilai Total

Penangkapan ikan yang bersifat destruktif

Tidak ada pelanggaran

3 30 90 200

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu

penangkapan

Penggunaan alat bantu 76% nelayan

1 30 30

Rasio kapasitas perikanan (R)

Rasio kapasitas perikanan (R) bernilai 1.55

3 20 20

Selektivitas jenis hasil tangkapan Ikan HT non-target rata-rata 33.87% dari total tangkapan 3 20 60 Nilai maksimum 300 Nilai komposit 66.67 Hasil analisis terhadap dua domain EAFM yaitu domain sumberdaya ikan dan teknik penangkapan ikan berada pada kondisi kurang atau nilai komposit 55.00 (Tabel 11). Berdasarkan nilai komposit yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa perikanan ekor kuning (Caesio cuning) menggunakan alat tangkap panah (speargun) dalam kondisi kurang berkelanjutan. Domain sumberdaya perikanan berada pada kondisi yang buruk sedangkan domain teknik penangkapan berada pada kondisi sedang. Hal tersebut terjadi karena adanya dampak eksploitasi pada penangkapan tahun sebelumnya yang mengakibatkan sumberdaya ikan di alam mengalami degradasi yang cukup besar. Peran setiap stakeholder sangat diperlukan agar kegiatan perikanan ekor kuning dapat tetap berkelanjutan.

(30)

21 Pengawasan mengenai kapasitas penangkapan serta sosialisasi mengenai penggunaan kompresor yang membahayakan kesehatan nelayan merupakan aksi perbaikan dalam menjaga keberlanjutan perikanan ekor kuning dari segi sumberdaya maupun teknik penangkapannya.

Tabel 11 Analisis penilaian EAFM

Domain EAFM Nilai Total Domain nilai total EAFM

Sumberdaya Ikan 130

330

Teknik Penangkapan Ikan 200

Nilai EAFM 55.00

Hasil evaluasi yang diperoleh dapat menjadi dasar pertimbangan pengelolaan perikanan kedepannya. Upaya pengelolaan perlu dilakukan untuk meningkatkan dan memulihkan kondisi pemanfaatannya agar keberlanjutan suatu perikanan tetap stabil. Keberhasilan suatu pengelolaan tidak hanya bergantung pada nelayan panah itu sendiri, akan tetapi peran beberapa stakeholder seperti pemerintah, pengumpul dan pembeli harus ikut andil dalam pengelolaan tersebut. Salah satu alternatif pengelolaan modern yang dianjurkan yaitu melalui pendekatan harvest strategy.

Harvest strategy merupakan salah satu masukan dalam strategi pengelolaan yang muncul sebagai salah satu inovasi dalam pengelolaan perikanan (Hermann 2015). Strategi ini mencoba menggabungkan seluruh aspek untuk dijadikan sebuah informasi dalam pembuatan kebijakan pengelolaan. Terdapat dua faktor strategi berdasarkan penilaian SPR dan evaluasi EAFM yang telah dilakukan yaitu faktor strategi input dan output. Faktor strategi input yang dilakukan yaitu mengatur jumlah armada, jumlah kapasitas penangkapan, dan musim penangkapan yang tidak mengganggu ikan ekor kuning ketika masa memijah. Musim penangkapan ikan ekor kuning di Karimunjawa menurut Jayanti (2018) terjadi pada bulan Februari sampai April. Namun berbeda dengan hasil penelitian Yuliana (2019) yang mengatakan bahwa musim penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa terjadi sepanjang tahun, sehingga tidak ada musim paceklik. Sedangkan faktor output yang diperlukan yaitu adanya pengaturan mengenai pelarangan penangkapan ikan ekor kuning dengan ukuran dibawah Lm (Lm = 23.3 cm), pengaturan penggunaan alat bantu kompresor yang dapat mengeksploitasi sumberdaya ikan melebihi kapasitas penangkapannya serta adanya kegiatan monitoring dan evaluasi perikanan di Karimunjawa setiap tahunnya.

Pengelolaan yang tepat untuk perikanan ekor kuning (Caesio cuning) di Perairan Karimunjawa pada hakekatnya berada pada pengelolaan manusia yang memanfaatkan sumberdaya tersebut. Serta perlu adanya kolaborasi antara pihak Balai Taman Nasional dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mendampingi proses pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan oleh nelayan. Pemanfaatan perikanan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan juga merupakan upaya agar ekosistem tetap terjaga dan lestari. Kesadaran mengenai kondisi perikanan ekor kuning saat ini dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan agar terciptanya perikanan yang berkelanjutan.

(31)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Status pemanfaatan daerah penangkapan ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa berdasarkan SPR yaitu sebesar 0.19 atau 19%. Nilai SPR 19% menunjukkan bahwa kondisi pemanfaatan ikan ekor kuning berada dalam pemanfaatan berlebih atau over exploited (SPR<20%) dan kondisi tersebut dapat mengancam keberlanjutan perikanan ekor kuning di Perairan Karimunjawa.

2. Evaluasi keberlanjutan perikanan ekor kuning (Caesio cuning) di Perairan Karimunjawa berdasarkan penilaian EAFM dari domain sumberdaya ikan berada dalam kondisi buruk (skor 43.33). indikator bernilai buruk terdapat pada tren ukuran ikan, laju eksploitasi, dan proporsi juvenil yang tertangkap. Sednagkan pada domain teknik penangkapan ikan berada dalam kondisi sedang (skor 66.67). indikator dengan penilaian buruk terdapat pada Hasil tingkat keberlanjutan berdasarkan nilai komposit EAFM secara keseluruhan berada pada tingkat pemanfaatan yang kurang berkelanjutan dengan nilai komposit sebesar 55.00.

Saran

1. Monitoring secara rutin perlu dilakukan untuk menghasilkan data time series yang lebih akurat dengan melibatkan pemangku kepentingan yang berada di Karimunjawa seperti yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian Wildlife Conservation Society (WCS) untuk pengelolaan perikanan yang dituangkan dalam kebijakan otoritas pengelola perikanan atau pihak Balai Taman Nasional Karimunjawa.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai evaluasi dari aspek tata kelola perikanan pada instrumen EAFM yang menyangkut pada domain ekonomi, sosial, dan kelembagaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adel Y, Yonvitner, Rahardjo MF. 2016. Pengelolaan sumber daya perikanan Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni, Koumans 1933) dengan pendekatan ekosistem (studi kasus Pulau Banggai Kabupaten Banggai Laut). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 21(3): 186-194.

Adrianto L, et al. 2011. Kajian Awal Kerangka Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan perikanan ( Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Bogor: PKSPL-IPB.

Adrianto L, et al. 2014. Modul Penilaian Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan (EAFM). Jakarta (ID): Direktorat Sumberdaya Ikan, WWF-Indonesia, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.

(32)

23 Akoit, MY dan Nalle, MN. 2018. Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Kabupaten Timor Tengah Utara berbasis pendekatan bioekonomi. Jurnal Agribisnis Indonesia. 6(2): 85-108.

Agustina S, Hartati ID, Muttaqin A, Kartawijaya T, Ningtyas P, Ripanto, Jamaludin. 2018. Laporan Teknis: Status Perikanan Karang di Taman Nasional Karimunjawa. Bogor (ID): Wildlife Conservation Society.

Agustina S, Yulianto I, Natsir M. 2019. Analisis data perikanan dengan perangkat lunak Rstudio. Bogor (ID): Wildlife Conserfation Society.

Ault JS, Smith SG, Luo J, Monaco ME, Appeldoorn RS. 2008. Length-based aassessment of sustainability benchmarks for coral reef fishes in Puerto Rico. Environmental Conservation. 35(3): 221-231.

Badrudin, M. 2015. Pedoman teknis estimasi spawning potential ratio (SPR) In Ghofar A, P Martosubroto, Wudianto. Protokol Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Cohen L, Manion L, Morrison K. 2007. Research Methods in Education. London (NY): Routledge.

Darmawan R. 2018. Evaluasi sumber daya ikan ekor kuning di Perairan Karimunjawa pada musim peralihan untuk pengelolaan perikanan tangkap [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Darmono OP, Sondita MFA, Martasuganda S. 2016. Teknologi penangkapan baronang ramah lingkungan di Kepulauan Seribu. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 7(1): 47-54.

Froese R, Binohlan C. 2000. Empirical relationships to estimate asymptotic length, length at first maturity and length at maximum yield per recruit in fishes, with a simple method to evaluate length frequency data. Journal of Fish Biology. 56: 758-773.

Gulland JA. 1983. Fish Stock Assesment. A. Manual of Basic Methods. Roma (IT): FAO Technical Paper.

Hermann R. 2015. Harvest strategies: the next phase of fisheries management. [internet] [Diakses pada tanggal 8 Juli 2019]. Tersedia pada: http://www.pewtrust.org.

Hordyk A, Ono K, Valencia S, Loneragan N, Prince J. 2014. A novel length-based empirical estimation method of spawning potential ratio (SPR) and test of its performance for small scale, data-poor fisheries. ICES Journal Marine Science. 72(1): 217-231.

Irnawati R, Simbolon D, Wiryawan B, Murdiyanto B, Nurani TW. 2011. Analisis komoditas unggulan perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Saintek Perikanan. 7(1): 1-9.

Istijanto. 2005. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Jaya MM. 2017. Keberlanjutan perikanan tuna skala kecil yang berbasis di Pelabuhan Pondokdadap Kabupaten Malang [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jayanti TP. 2018. Daerah penangkapan ikan ekor kuning potensial di Perairan Kepulauan Karimunjawa [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(33)

24

[KKP 2014] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Lampiran keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 18/kep-djpt/2014 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem. Jakarta (ID): KKP.

Mubarok HA, Wisudo SH, Iskandar BH. 2012. Status perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah berdasarkan CCRF. Jurnal Marine Fisheries. 3(2): 115-122.

Pauly D. 1980. On the interrelationships between natural mortality, growth parameters, and mean environmental temperature in 175 fish stocks. ICES Journal of Marine Science. 39(2): 175-192.

Pauly D. 1984. Some Simple Methods for The Assessment of Tropical Fish Stock. Roma (IT): FAO Fisheries Technical Paper.

Pauly D. 1988. Some definitions of overfishing relevant to coastal zone management in Southeast Asia. Tropical Coastal Area Management. 3(1): 14-15.

Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa. 2018. Laporan Tahunan. Semarang (ID): Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa.

Pardede S, Tarigan SAR, Setiawan F, Muttaqin E, Muttaqin A, Muhidin A. 2016. Laporan Teknis: Monitoring Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa 2016. Bogor (ID): Wildlife Conservation Society.

Pratiwi SU. 2017. Rasio potensi pemijahan ikan ekor kuning (Caesio cuning) sebagai input pengelolaan perikanan tangkap di Perairan Karimunjawa [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prince J, Hordyk A, Valencia SR, Loneragan N, Sainsbury K. 2014. Revisiting the concept of Beverton-Holt life-history invariants with the aim of informing data-poor fisheries assessment. ICES Journal of Marine Science. 72(1): 194-203.

Qomarudin. 2013. Perubahan sosial dan peran masyarakat dalam pengembangan kawasan wisata Kepulauan Karimunjawa. Jurnal of Educational Social Studies. 2(1): 41-46.

Ramadhan A dan Apriliani T. 2016. Karakteristik penangkapan sumberdaya ikan di Karimunjawa. Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(1): 9-17.

Simbolon D, Irnawati R, Wiryawan B, Murdiyanto B, Nurani TW. 2016. Zona penangkapan ikan di Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 8(1): 129-143.

Steven JD, Bonfil R, Dulvy NK, Walker PA. 2000. The effect of fishing on shark, rays, and chimaeras (Chondrichtyans), an the implications for marine ecosystems. ICES Journal of Marine Science. 57(3): 476-494.

Sulistyowati BI. 2016. Pengelolaan sumberdaya perikanan kerapu dengan pendekatan ekosistem (studi kasus di Pulau Karimunjawa) Taman Nasional Karimunjawa [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta.

Syahailatua A. 2008. Dampak perubahan iklim terhadap perikanan. Jurnal Oseana. 33(2): 25-32.

(34)

25 Yuliana E. 2019. Analisis keberlanjutan sumber daya ikan karang family Caesionidae di Kawasan Konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi. 20(1): 57-67.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, maka harga jual produk masih aman dan masih dapat diterima namun mana- jemen Elsari tetap harus berhati-hati di dalam menaikkan harga, karena

di Desa Ngadas digunakan sebagai sesaji pada setiap ritual adat, spesies edelweis yang dimanfaatkan bunganya merupakan Anaphalis longifolia dan Anaphalis javanica yang oleh

Tugas akhir penciptaan karya seni grafis cetak dalam yang berjudul “Paradoks Bunuh Diri “Puri” merupakan syarat kelulusan bagi mahasiswa S-1 Fakultas Seni Rupa, Jurusan Seni

Berdasarkan analisis koefisien beta, pengaruh pemanfaatan pelayanan dalam penelitian ini lebih besar dari variabel bebas lainnya, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel

Uji korelasi Pearson yang dilakukan menunjukkan bahwa indeks kerentanan suatu genotipe atau varietas jagung berkorelasi positif nyata dengan jumlah keturunan baru dan

Setelah pengolahan data lalu dilakukan analisa data untuk membuktikan efektif tidaknya Pengaruh Kompetensi Paedagogik Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Karyawan dan juga memberikan masukan dan umpan balik kepada pemimpin dalam pengambilan keputusan

Komitmen untuk meningkatkan upaya pelayanan air minum dan sanitasi terutama kepada masyara- kat yang belum terlayani serta me- ningkatkan praktik higiene melalui kemauan