• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pemelajaran Bahasa Jepang Mahasiswa Program Studi Sastra Jepang Universitas Udayana ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi Pemelajaran Bahasa Jepang Mahasiswa Program Studi Sastra Jepang Universitas Udayana ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Pemelajaran Bahasa Jepang

Mahasiswa Program Studi Sastra Jepang Universitas Udayana

I Gede Oeinada

ABSTRACT

This study aims to examine whether or not undergraduated students of Japanese Literature Department, Udayana University used certain strategies in their language learning process. The Oxford’s language learning strategies classification and Strategy Inventory for Language Learning (SILL) questionnaire are employed. Based on the real situations of Japanese learning process, the students chose answers of how well the statements in the questionners suit their language learning process best. The subject of this study are 39 third-year students and 47 first-year students. The finding of this study shows that the frequency of language learning strategies usage by the students is in the range of middle to high. The most used strategy is Compensation Strategy for the third-year students and Metacognitive Strategy for the first-third-year students.

Keywords Language Learning Stategies, Japanese Literature Deparment Udayana University, Strategy Inventory for Language Learning (SILL)

1. Pendahuluan

Kemauan belajar dalam diri seseorang (kondisi internal) dan faktor lingkungan di luar pembelajar (kondisi eksternal) mempengaruhi pemelajaran seseorang. Dalam pemelajaran bahasa asing, pemahaman terhadap struktur gramatikal bahasa asing tersebut saja tidaklah cukup. Penguasaan terhadap kosakata pun merupakan suatu hal yang penting. Penguasaan kosakata yang memadai akan sangat mendukung pemerolehan keterampilan berbahasa. Dalam mengajarkan kosakata, Seal (dalam Tacac, 2008:19) menyarankan guru melakukan prosedur yang dinamakannya 3C, yakni: (1) conveys the meaning; (2) check meaning by, for example, asking questions; (3) consolidates the meaning in learners’ memory by, for example, relating it to the context or personal experience.

(2)

Baik pemelajaran struktur gramatikal maupun kosakata tentunya akan menjadi lebih mudah apabila pembelajar menggunakan strategi-strategi tertentu dalam pemelajaran mereka. Yang dkk. (2006:3) menyebutkan bahwa oleh karena guru tidak senantiasa mendampingi pembelajar sepanjang hayatnya maka penguasaan strategi-strategi pemelajaran ini memiliki peranan yang penting dalam membentuk kemampuan pemelajaran mandiri. Sebenarnya, disadari ataupun tidak, pembelajar bahasa asing biasanya telah menggunakan strategi-strategi tertentu dalam proses pemelajaran mereka. Begitu pentingnya peranan strategi pemelajaran bahasa sehingga Tacac (2008:40) mengatakan bahwa pembelajar yang tidak berhasil adalah mereka yang tidak menggunakan strategi-strategi pemelajaran secara memadai, tidak konsisten menggunakan strategi-strategi pembelajaran, dan mereka yang tidak mengembangkan strategi-strategi pemelajaran apapun.

Penelitian ini mencoba mencari tahu apakah pembelajar bahasa Jepang pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana menggunakan strategi-strategi tertentu dalam proses pemelajaran mereka. Selain itu, akan dilihat pula strategi yang terbanyak digunakan berdasarkan penggolongan kategori strategi menurut Oxford (1990). Penelitian ini menggunakan kuesioner Strategy Inventory for Language Learning (SILL) yang memiliki 50 butir pertanyaan dari Oxford untuk mengukur strategi pemelajaran yang digunakan. Kuesioner diberikan kepada 39 mahasiswa semester 6 dan 47 mahasiswa semester 2 Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. Dengan membandingkan hasil kuesioner dari kedua kelompok mahasiswa tersebut akan diketahui perbedaan pemanfaatan strategi pemelajaran yang ada dan yang dipergunakan pada pembelajar tingkat menengah (mahasiswa semester 6) dan pemula (mahasiswa semester 2).

2. Tinjauan Pustaka

Oxford (1990) mengategorikan strategi pemelajaran menjadi dua kelompok besar, yaitu: strategi langsung dan strategi tidak langsung. Strategi langsung dibagi lagi menjadi 3 subkategori, yakni: (1) Memory Strategies, (2) Cognitive Strategies, (3) Compensation Strategies. Strategi tidak langsung dibagi lagi menjadi 3 subkategori, yakni: (4) Metacognitive Strategies, (5) Affective Strategies, (6) Social

(3)

Strategies. Strategi Memori (Memory Strategies) adalah strategi-strategi yang digunakan untuk memasukkan informasi baru dalam ingatan dan memanggilnya kembali ketika diperlukan untuk komunikasi. Pembelajar membuat gambaran mental, mempergunakan bunyi, gerakan, dan sebagainya serta melakukan pengulangan kembali untuk membantu ingatan mereka. Beberapa contoh dari Strategi Memori adalah grouping, representing sounds in memory, structured reviewing, using physical response. Strategi Kognitif (Cognitive Strategies) adalah strategi-strategi yang digunakan untuk menghubungkan informasi baru dengan skema yang telah ada. Selain itu, strategi ini dipergunakan pula untuk menganalisis dan mengklasifikasikan informasi baru tersebut, proses penalaran yang lebih mendalam, membentuk dan merevisi model mental internal serta menerima dan memproduksi pesan dalam bahasa sasaran. Beberapa contoh dari Strategi Kognitif adalah repeating, getting the idea quickly, analyzing, dan taking notes. Strategi Kompensasi (Compensation Strategies) adalah strategi-strategi yang dipergunakan untuk mengisi kekosongan pengetahuan bahasa yang bersangkutan. Termasuk pula di dalamnya adalah menebak dan menggunakan gerak-isyarat. Strategi Kompensasi ini bermanfaat dalam membantu pembelajar mendapatkan solusi ketika menghadapi masalah. Beberapa contoh dari Strategi Kompensasi adalah switching to the mother tongue, using other clues, getting help, dan using a synonym. Strategi Metakognitif (Metacognitive Strategies) adalah strategi-strategi yang dipergunakan untuk mengorganisasi, merencanakan, memfokuskan, dan mengevaluasi pemelajaran seseorang. Strategi ini mencakup fokus pada satu tujuan, menetapkan target pemelajaran, dan mengukur kemajuan pemelajaran mereka sendiri. Beberapa contoh dari Strategi Metakognitif adalah linking new information with already known one, seeking practice opportunities, dan self-monitoring. Strategi Afektif (Affective Strategies) adalah strategi-strategi yang dipergunakan untuk menyesuaikan perasaan, sikap, dan motivasi pembelajar. Strategi Afektif membantu menciptakan kondisi yang sesuai untuk pemelajaran. Beberapa contoh dari Strategi Afektif adalah lowering anxiety by use of music, encouraging oneself and discussing feelings with others. Strategi Sosial (Social Strategies) adalah strategi-strategi yang dipergunakan untuk memfasilitasi interaksi dengan cara bertanya dan bekerja sama dengan orang lain dalam pemelajaran serta menyadari perasaan orang lain. Apabila pembelajar

(4)

berinteraksi dengan orang lain maka pembelajar sebenarnya telah menggunakan strategi sosial ini. Beberapa contoh dari Strategi Sosial adalah asking for clarification, cooperating with others, dan developing cultural understanding.

Ozeki (2012:25-31) menjelaskan sebuah istilah yakni: ten’i (転移) ‘penyebaran’ yang didefinisikan sebagai pengaruh dari kemampuan yang sudah dipelajari sebelumnya pada manusia yang dapat digunakan dan juga mempengaruhi ketika manusia tersebut mempelajari hal baru. Apabila pengaruh tersebut mendukung proses pembelajaran maka disebut sei no ten’i (正の転移) ‘penyebaran positif’. Begitu pun sebaliknya, apabila pengaruh tersebut tidak mendukung proses pembelajaran maka disebut fu no ten’i (負の転移) ‘penyebaran negatif/interference’. Ten’i ini bukan hanya berasal dari bahasa ibu pemelajar namun dapat pula berasal dari bahasa asing lainnya yang telah dipelajari oleh si pemelajar tersebut. Dijelaskan pula oleh Ozeki bahwa berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah ada hingga saat ini, ten’i memiliki pengaruh yang tidak begitu kuat pada pembelajaran bunpo ‘tata bahasa’, namun memiliki pengaruh yang kuat pada pembelajaran hatsuon ‘pelafalan’, goi no imi ‘makna kosakata’, dan danwa ‘percakapan’. Terkait dengan ten’i pada goi no imi, Ozeki mengatakan bahwa pemelajar memiliki kecenderungan yang kuat untuk mengasosiasikan satu kosakata bahasa asing dengan satu kosakata bahasa ibu mereka (1 対 1 の対応関係). Kecenderungan ini seringkali berakibat fu no ten’i. Sebagai contoh diberikan ilustrasi pengasosiasian kata byouki dan hataraku dengan kata sick dan work meskipun sebenarnya medan makna keduanya tidak sama.

Tacac (2008:19) mengatakan bahwa strategi pengajaran kosakata dapat dikategorikan menjadi 2 yakni: (1) presentation of meaning and form of new lexical items; (2) review and consolidation (recycling and practising) of presented lexical items. Kategori pertama, yakni penyajian makna dan bentuk dari kosakata baru dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: menghubungkan kosakata baru bahasa kedua dengan padanannya dalam bahasa pertama; mendefinisikan makna dengan berbagai cara seperti: sinonim, antonim, definisi analitis, definisi taksonomi, pemberian contoh, istilah superordinat, deskripsi fungsi, definisi gramatikal, definisi berdasarkan klasifikasi, dll.; penyajian melalui konteks situasi; menghubungkan langsung makna pada objek nyata ataupun fenomena; partisipasi aktif dari pembelajar. Lebih lanjut dijelaskan oleh Tacac bahwa untuk membentuk hubungan

(5)

antara makna dan bentuk, pembelajar perlu melakukan stimulasi antara bentuk tulisan (orthographic form) dan bunyi (phonological form) dari kosakata baru tersebut. Beberapa cara untuk melakukan hal tersebut di antaranya adalah latihan pengucapan lisan (oral drill), transkripsi fonetik dan penyajian tulisan (phonetic transcription and graphic presentation), penyajian bentuk tulisan (presentation of the graphic form), menyemangati pembelajar untuk mencoba dan mengeja kosakata baru tersebut. Kategori kedua, yakni pengulangan kembali dan konsolidasi kosakata baru merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengubah dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang. Schmitt (dalam Tacac, 2008:21) berpendapat bahwa setelah belajar untuk pertama kalinya, adalah penting untuk melakukan pengulangan kembali (5-10 menit setelah belajar), kemudian melakukan pengulangan kembali belajar secara berkala (24 jam kemudian, 1 minggu kemudian, 1 bulan kemudian, 6 bulan kemudian). Tugas guru adalah menyediakan kesempatan kepada pemelajar untuk dapat berlatih dan menghubungkan kosakata baru tersebut dalam berbagai cara dan juga memancing keluar kosakata baru tersebut dari ingatan mereka dan digunakan pada semua keterampilan berbahasa. Beberapa kegiatan yang dikatakan dapat membantu mengingat kosakata di antaranya: pengulangan pengucapan, menuliskan kosakata tersebut, memanipulasi kata, menghubungkan dengan kata yang telah diketahui sebelumnya, membuat gambaran mental, personalisasi, tugas mengidentifikasi kosakata, tugas mengingat kembali kosakata, tugas memperluas pengetahuan leksikal, penggunaan secara produktif dari kosakata, perjumpaan kembali sesering mungkin dengan kosakata baru tersebut. Selain itu, Tacac (2008:59-60) menyebutkan bahwa hasil penelitian hingga saat ini menunjukkan bahwa banyak pembelajar yang menggunakan strategi pembelajaran (learning strategies) untuk mempelajari kosakata lebih sering daripada aktivitas pemelajaran bahasa yang lainnya. Berikut ini merupakan model kerangka pembelajaran khas masing-masing individu menurut Ellis (dalam Tacac, 2008:29).

(6)

Gambar 1. Model Kerangka Pembelajaran Individu

Tarigan (1979:2) mengatakan bahwa kata-kata yang akan dipakai dan dipelajari oleh seorang anak biasanya ditentukan oleh perangsangan (stimuli) yang mereka temui dan yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide mereka. Lebih lanjut dalam hubungan antara menyimak dan membaca, Tarigan (1979:3) berpendapat bahwa korelasi antara kosakata baca (reading vocabulary) dan kosakata simak (listening vocabulary) adalah sangat tinggi, sekitar 80% atau lebih. Terkait dengan hal ini, Dawson (dalam Tarigan, 1979:3) memberikan saran untuk mengadakan diskusi (sebelum, selama, dan sesudah membaca) apabila kita ingin meningkatkan serta memperkaya kosakata, pemahaman umum, serta pemilikan ide-ide para pelajar yang kita asuh. Selain itu, Tarigan (1979:14) menyebutkan bahwa guru dapat menolong para pelajar memperkaya kosa kata mereka dengan jalan: (a) memperkenalkan sinonim kata-kata, antonim kata-kata, parafrase, kata-kata yang berdasar sama; (b) memperkenalkan imbuhan, yang mencakup awalan, sisipan, dan akhiran; (c) mengira-ngira atau mereka makna kata-kata dari konteks atau hubungan kalimat; (d) kalau perlu, menjelaskan arti sesuatu kata abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah atau bahasa ibu pelajar.

3. Pembahasan

Pada subbab pembahasan ini akan disajikan hasil perhitungan data kuesioner yang telah dilakukan yang dibagi dalam dua tabel yakni Tabel Persentase Frekuensi

(7)

Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa dan Tabel Rerata Frekuensi Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa.

3.1 Frekuensi Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa

Kuesioner Stategy Inventory for Language Learning (SILL) yang terdiri atas 50 butir pertanyaan memiliki 6 kategori. Pembagian kategori ini sesuai dengan pembagian subkategori strategi pembelajaran langsung dan tidak langsung, yakni: (1) Memory Strategies, (2) Cognitive Strategies, (3) Compensation Strategies, (4) Metacognitive Strategies, (5) Affective Strategies, (6) Social Strategies. 9 butir pertanyaan pada bagian A dari kuesinoer bertujuan untuk mengukur frekuensi penggunaan strategi langsung yang berupa Memory Strategies. 14 butir pertanyaan pada bagian B dari kuesioner bertujuan untuk mengukur frekuensi penggunaan strategi langsung yang berupa Cognitive Strategies. 6 butir pertanyaan pada bagian C dari kuesinoer bertujuan untuk mengukur frekuensi penggunaan strategi langsung yang berupa Compensation Strategies. 9 butir pertanyaan pada bagian D dari kuesinoer bertujuan untuk mengukur frekuensi penggunaan strategi tidak langsung yang berupa Metacognitive Strategies. 6 butir pertanyaan pada bagian E dari kuesinoer bertujuan untuk mengukur frekuensi penggunaan strategi tidak langsung yang berupa Affective Strategies. 6 butir pertanyaan pada bagian F dari kuesinoer bertujuan untuk mengukur frekuensi penggunaan strategi tidak langsung yang berupa Social Strategies. Hasil perhitungan data yang telah dilakukan menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Persentase Frekuensi Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa

Respon terhadap Penggunaan Strategi Pemelajaran Tidak Pernah Biasanya Tidak

Kadang-kadang Biasanya Ya Selalu Mahasiswa semester 6 (tingkat menengah) 9% 19% 32% 23% 17% Mahasiswa semester 2 (tingkat pemula) 8% 17% 31% 25% 19%

(8)

Angka persentase frekuensi penggunaan strategi pembelajaran bahasa pada tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan strategi pemelajaran bahasa baik oleh pembelajar tingkat menengah (semester 6) maupun pembelajar tingkat pemula (semester 2) adalah pada tingkat frekuensi sedang ke tinggi.

3.2 Kategori Strategi Pemelajaran Bahasa yang Terbanyak digunakan

Hasil perhitungan data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mahasiswa tingkat menengah (semester 6) paling banyak menggunakan strategi kompensasi. Sedangkan mahasiswa tingkat pemula (semester 2) paling banyak menggunakan strategi metakognitif. Berikut ini disajikan hasil perhitungan rerata dari masing-masing strategi dari hasil kuesioner yang telah diperoleh.

Tabel. 2 Rerata Frekuensi Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa

Kategori

Strategi Memori Kognitif Kompensasi Metakognitif Afektif Sosial Rerata Mahasiswa semester 6 (tingkat menengah) 2,75 3,06 3,68 3,52 3,01 3,39 3,3235 Mahasiswa semester 2 (tingkat pemula) 3,28 3,15 3,06 3,84 3,22 3,25 3,3

Angka rerata frekuensi penggunaan strategi pemelajaran bahasa pada Tabel Rerata Frekuensi Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa menunjukkan bahwa pada pembelajar tingkat pemula lebih dari separuh melakukan pengorganisasian, perencanaan, pemfokusan, dan proses evaluasi terhadap pemelajaran mereka. Sedangkan pada tingkat menengah, strategi pemelajaran bahasa yang lebih ditekankan adalah pada strategi-strategi untuk mengisi kekosongan pengetahuan bahasa yang mereka pelajari (filling the gaps in the knowledge of the language).

4. Simpulan

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa pembelajar bahasa Jepang pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, baik disadari ataupun tidak, sebenarnya telah mempergunakan strategi-strategi pemelajaran dalam

(9)

proses belajar mereka. Namun, angka rerata frekuensi penggunaan strategi pemelajaran bahasa pada Tabel 2 pada masing-masing subkategori strategi masih menunjukkan angka di bawah 3,5 (3,3235 untuk mahasiswa semester 6 dan 3,3 untuk mahasiswa semester 2) yang artinya frekuensi penggunaannya masih belum cukup tinggi. Masih rendahnya rerata frekuensi penggunaan strategi pemelajaran bahasa ini dapat disebabkan oleh kekurangtahuan mereka akan strategi-strategi pemelajaran bahasa yang ada. Tuntunan terhadap penguasaan dan pemanfaatan terutama pada strategi kognitif dan metakognitif yang baik akan membantu pembelajar menjadi pembelajar aktif yang mandiri. Agar strategi-strategi pemelajaran tersebut dapat berfungsi secara lebih efektif maka perlu diberikan penjelasan ataupun bimbingan cara kerja strategi-strategi tersebut dengan lebih eksplisit dan terperinci.

5. Daftar Pustaka

Ozeki, Hiromi. 2012. Nihongo wo Oshieru tame no Dai ni gengo shuutokuron Nyuumon. Tokyo: Kuroshio Shuppan.

Oxford, Rebecca, L.. 1990. Language Learning Strategies: What Every Teacher Should Know. Boston: Heinle & Heinle Publishers.

Tarigan, Henry Guntur. 1979. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.

Tacac, Visnja Pavicic. 2008. Vocabulary Learning Strategies and Foreign Language Acquisition. Great Britain: Cromwell Press Ltd.

Yang, Szu-Hsin, Yu Ting-Hui, dan Wu Tzu-Ying. 2006. Language Learning Strategy Use of Applied Foreign Language Students in Si-Hu Senior High School” (www.shs.edu.tw/works/essay/2007/03/2007032815370457.pdf, diakses tanggal 01 Maret 2014 pukul 20.00)

Gambar

Gambar 1. Model Kerangka Pembelajaran Individu
Tabel 1. Persentase Frekuensi Penggunaan Strategi Pemelajaran Bahasa

Referensi

Dokumen terkait

bahasa yang baik agar dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi yang interaktif antara guru dan siswa.. Namun dalam prakteknya sering terjadi kesalahan dalam memahami

boleh berkurang dengan yang tersebut di dalam gambar

Secara garis besar kegiatan sosialisasi yang dilakukan secara terpadu oleh Tim Ditjen Dikti dan Ditjen PMPTK diawali dengan penyusunan pedoman program sertifikasi, sosialisasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesim- pulan bahwa faktor faktor personal penyuluh (kemampuan, motivasi, tingkat pendidikan dan masa

[r]

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak. lain terhadap keaslian dari karya

Sumber dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan dana milik bank sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat, sehingga

OEN SURAKARTA, dapat diketahui bahwa perawat wanita bagian rawat inap yang bekerja saat shift malam lebih banyak mengalami kelelahan kerja dibandingkan dengan