• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politeknik Negeri Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Politeknik Negeri Lampung"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TRANSFER TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS SIGER TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS USAHA

BERAS TIWUL TRADISIONAL

(Studi Kasus di Desa Margomulyo, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan) Effectiveness Of Technology Transfer Of “Siger” Rice Processing On Business

Productivity Improvement Of Traditional Tiwul

(Case Study on Margomulyo Village, Jati Agung, South Lampung)

Surfiana 1), Beni Hidayat1), dan Syamsu Akmal 1)

1)

Program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Jln. Soekarno-Hatta No.10 Rajabasa, Bandar Lampung 35144 Telp (0721) 703995, Fax (0721) 787309, Email : beni_lpg@polinela.ac.id

ABSTRAK

Beras siger adalah produk beras analog ubi kayu yang mengadopsi proses pembuatan tiwul tetapi dengan penampakan (bentuk yang lebih seragam, warna yang relatif lebih cerah) dan cita-rasa yang lebih baik. Produk beras siger ini pada dasarnya merupakan produk tiwul instan yang telah dimodernisasi. Karena diproses dengan metode yang sama, beras siger memiliki karakteristik sebagai pangan fungsional seperti halnya tiwul tradisional. Dalam rangka transfer teknologi pengolahan beras siger, telah dikembangkan sentra percontohan pengolahan beras siger Di Desa Margomulyo Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian bertujuan 1) mengkaji efektivitas transfer teknologi beras siger terhadap peningkatan produktivitas usaha pengrajin beras tiwul tradisional 2) mengkaji komposisi komponen fungsional beras siger hasil transfer teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) kegiatan transfer teknologi telah mampu meningkatkan produktivitas usaha yang tercermin dari peningkatan kapasitas produksi dari 10 kg menjadi 100 kg per minggu; peningkatan harga jual produk dari Rp 8.000/kg menjadi Rp 10.000/kg; peningkatan keuntungan usaha per minggu dari Rp 20.000 menjadi Rp 350.000; perluasan jangkauan pemasaran dari hanya Desa Margomulyo menjadi Kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandar Lampung 2) beras siger hasil transfer teknologi memiliki karakteristik sebagai pangan fungsional yang tercermin dari tingginya kandungan serat pangan (14,95%) dan pati resisten (7,78%); serta lebih lambat tercerna tubuh karena memiliki daya cerna pati yang rendah (17,65%).

(2)

ABSTRACT

“Siger” rice is cassava analogue rice adopt tiwul making process but with the appearance (more uniform shape, brighter colors) and the flavor is better. “Siger” rice is basically an instant tiwul that have been modernized. Because processed by the same method, the “siger” rice characterized as a functional food as well as traditional Tiwul. In order to transfer “siger” rice processing technology, has developed a pilot center for processing of “Siger” rice in Margomulyo village, Jati Agung, South Lampung. The study aims 1) to assess the effectiveness of technology transfer” siger” rice to increase productivity of traditional tiwul business 2) to reviewing the composition of the functional components of “Siger” rice result of technology transfer . The results showed that 1) the activities of technology transfer has been able to increase the productivity of the business as reflected in production capacity from 10 kg to 100 kg per week; selling price from Rp 8.000/kg to Rp 10.000/ kg ; profits per week from Rp 20.000 to Rp 350.000 ; expanding the marketing reach form Margomulyo village into South Lampung and Bandar Lampung and 2) “Siger” rice of technology transfer characterized as a functional food that is reflected in the high content of dietary fiber (14.95%) and resistant starch (7.78%) ; and more slowly digested the body because it has a low starch digestibility (17.65%).

Key words : technology transfer, “siger” rice, instant “tiwul”

I. PENDAHULUAN

Tiwul merupakan produk pangan pokok berbahan baku ubi kayu yang bagi sebagian masyarakat di Provinsi Lampung dijadikan alternatif sebagai selingan pangan pokok pengganti beras, dan pangan fungsional bagi penderita diabetes karena nilai indeks glikemiknya yang relatif rendah (Hasan, dkk., 2011).

Hasil kajian Hidayat, dkk. (2012b) menunjukkan bahwa upaya untuk memperluas pemasaran dan penggunaan beras tiwul sangat prospektif dilakukan dengan

mempromosikan tiwul sebagai pangan fungsional.

Melalui kerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, Hidayat, dkk. (2012a) mengembangkan produk beras siger. Beras siger adalah produk beras analog ubi kayu yang mengadopsi proses pembuatan tiwul tetapi dengan penampakan (bentuk yang lebih seragam, warna yang relatif lebih cerah) dan cita-rasa yang lebih baik. Produk beras siger ini pada dasarnya merupakan produk tiwul instan yang telah dimodernisasi. Modernisasi pengolahan tiwul tradisional dalam

(3)

bentuk beras siger mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Penggunaan alat perajang untuk memperkecil ukuran ubi kayu 2) Penggunaan alat penggiling

untuk menghasilkan tepung ubi kayu

3) Penggunaan granulator untuk membentuk butiran beras siger 4) Penggunaan rice cooker pada saat

penyajian nasi dari tiwul instan (Beras Siger).

Karena diproses dengan metode yang sama, beras siger memiliki kandungan gizi dan karakteristik fungsional yang sama dengan tiwul tradisional. Beberapa peneliti melaporkan bahwa tiwul yang diproses dengan metode tradisional ini memiliki sifat-sifat sebagai pangan fungsional, yang tercermin dari tingginya kandungan serat pangan dan pati resisten, serta daya cerna pati dan nilai indeks glikemiknya yang rendah (Hidayat dkk., 2014b; Hasan, dkk., 2011).

Pangan fungsional adalah pangan yang dapat memberikan manfaat tambahan di samping fungsi dasar pangan tersebut. Suatu bahan pangan dikatakan bersifat fungsional bila mengandung zat gizi atau non

gizi (komponen aktif) yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan.

Dalam rangka transfer teknologi pengolahan beras siger, Hidayat, dkk. (2014a), mengembangkan sentra percontohan pengolahan beras siger Di Desa Margomulyo Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, yang berjarak kurang lebih 20 km dari Kampus Politeknik Negeri Lampung. Produk beras tiwul yang diproduksi kelompok wanita tani (KWT) di Desa Margomulyo diproses dengan peralatan tradisional meliputi tahapan pembuatan gaplek dengan cara pengirisan menggunakan pisau/golok, pengeringan I, perendaman, pengeringan II, penumbukan dengan menggunakan penumbuk batu, pembentukan butiran dengan cara dikitir menggunakan tampah, pemasakan, dan pengeringan III. Produk beras tiwul yang dihasilkan berwarna coklat kehitaman, dengan

(4)

kapasitas produksi kurang lebih 10 kg tiwul per minggu.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan 1) mengkaji efektivitas transfer teknologi beras siger terhadap peningkatan produktivitas usaha pengrajin beras tiwul tradisional 2) mengkaji komposisi komponen fungsional beras siger hasil transfer teknologi.

II. METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian Kajian efektivitas transfer teknologi dilakukan di Sentra Percontohan Beras Siger Desa Margomulyo, Jati Agung, Lampung Selatan. Adapun pengujian komposisi dan komponen fungsional beras siger dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Kegiatan penelitian dilakukan pada Bulan April 2014 sampai dengan Oktober 2014.

Bahan dan Alat

Bahan utama penelitian adalah beras siger hasil transfer teknologi, serta bahan-bahan kimia untuk

pengujian komposisi dan komponen fungsional. Alat utama yang digunakan pada pembuatan beras siger adalah alat perajang, penggiling tife disk mill, ayakan tyler 60 mesh, dan granulator (pembentuk butiran beras), alat-alat tulis untuk pengisian kuesioner produktivitas, serta alat-alat analisis untuk pengujian komposisi dan komponen fungsional.

Metode Pembuatan Beras Siger Beras siger diperoleh melalui tahapan pencucian ubi kayu, pengupasan, pengecilan ukuran (pengirisan) menggunakan alat perajang, pengeringan, perendaman dan pengeringan tahap II, penggilingan menggunakan alat penggiling disk mill hingga diperoleh tepung ubi kayu 60 mesh, pembentukan butiran dengan menggunakan alat granulator pada kecepatan 26.4 rpm, pengukusan, dan pengeringan tahap III.

Foto peralatan yang digunakan untuk memodernisasi pengolahan tiwul instan dan hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 1, 2, 3, dan 4.

(5)

Metode Pengujian Efektivitas Transfer Teknologi

Pengujian efektivitas transfer teknologi dilakukan dengan membandingkan kondisi usaha sebelum dan sesudah transfer

teknologi. Kegiatan transfer teknologi dianggap efektif jika terjadi peningkatan produktivitas usaha minimal 100% dari kondisi usaha awal.

Gambar 1. Foto alat perajang dan irisan ubi kayu yang diperoleh setelah dikeringkan

(6)

Gambar 3. Foto alat granulator dan butiran tiwul yang diperoleh

Gambar 4. Foto tiwul yang telah dikemas dan nasi tiwul yang dimasak menggunakan rice cooker

Metode Pengujian Komposisi dan Komponen Fungsional Beras Siger

Pengujian komposisi dan komponen fungsional beras siger dilakukan dalam bentuk pengujian kandungan protein metode semi kjedahl, serat kasar metode hidrolisis asam-basa, dan karbohidrat metode

by difference (Sudarmaji, dkk., 1996),

serat pangan metode enzimatis (Asp,

et al., 1983), daya cerna pati

(Muchtadi, dkk., 1992), pati resisten (Goni et al., 1996), serta rasio amilosa-amilopektin pati metode spektrofotometer (Apriyantono et al., 1989).

(7)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Efektivitas Penerapan Teknologi

Hasil evaluasi produktivitas usaha tiwul instan sebelum dan

sesudah transfer teknologi disajikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Rekapitulasi produktivitas usaha sebelum dan sesudah transfer teknologi Parameter Produktivitas Usaha Sebelum Transfer Teknologi Sesudah Transfer Teknologi Keterangan Kapasitas produksi beras tiwul per minggu

10 kg 100 kg Terjadi peningkatan kapasitas produksi 1.000%

Harga jual produk Rp 8.000/kg Rp 10.000/kg Peningkatan harga jual 25%

Pendapatan usaha Rp 80.000 Rp 1.000.000 Peningkatan

pendapatan usaha 1.250%

Keuntungan usaha Rp 20.000 Rp 350.000 Peningkatan

keuntungan usaha 1.750% Jangkauan pemasaran Desa Margomulyo Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan Terjadi perluasan jangkauan pemasaran yang sangat signifikan

Pada Tabel 1, terlihat bahwa kegiatan transfer teknologi telah mampu meningkatkan produktivitas usaha yang tercermin dari jumlah produksi beras tiwul per minggu (10 kg menjadi 100 kg), harga jual produk (Rp 8.000/kg menjadi Rp 10.000/kg), pendapatan usaha (Rp 80.000 menjadi Rp 1.000.000), keuntungan usaha (Rp 20.000 menjadi Rp 350.000), jangkauan

pemasaran (Desa Margomulyo menjadi kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandar Lampung).

Penggunaan peralatan perajang, penggiling, dan granulator merupakan faktor utama yang mampu mendorong peningkatan jumlah produksi tiwul dari 10 kg menjadi 100 kg per minggu dengan jumlah tenaga kerja yang relatif sama (2 orang). Beras

(8)

Siger yang dihasilkan karena memiliki warna yang lebih menarik dan butiran yang lebih seragam mampu dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi (Rp 8.000/kg menjadi Rp 10.000/kg).

Pendapatan usaha per minggu merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi dan harga jual per kilogram. Oleh karena terjadi peningkatan jumlah produksi dan harga jual maka pendapatan usaha per minggu meningkat dari Rp 80.000 menjadi Rp 1.000.000. Keuntungan usaha merupakan selisih antara biaya produksi dan pendapatan usaha. Pada kegiatan produksi tiwul tradisional keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2.000 per kilogram. Penggunaan peralatan telah mampu mengefisienkan usaha dan meningkatkan harga jual

sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi Rp 3.500 per kilogram. Adanya peningkatan kapasitas produksi dari 10 kg menjadi 100 kg, menyebabkan keuntungan usaha per minggu juga meningkat dari Rp Rp 20.000 menjadi Rp 350.000.

Peningkatan kapasitas produksi harus dibarengi dengan perluasan jangkauan pemasaran produk. Perluasan akses pemasaran dilakukan dengan cara mempromosikan beras siger sebagai pangan fungsional dan kemudahan cara penyajiannya dengan menggunakan rice cooker. Melalui cara ini, konsumen yang berada di daerah perkotaan menjadi tertarik untuk mengkonsumsi produk. Contoh brosur yang digunakan untuk mempromosikan produk, disajikan pada Gambar 5.

(9)

Komposisi Kimia dan Komponen Fungsional Beras Siger Hasil Transfer Teknologi

Komposisi kimia dan komponen fungsional beras siger hasil transfer teknologi, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia dan komponen fungsional beras siger hasil transfer teknologi

No Komponen Komposisi (per 100 g bahan)

1 Air (g) 8,96 2 Abu (g) 0,25 3 Serat kasar (g) 4,45 Serat pangan (g) 14,95 4 Lemak (g) 0,17 5 Protein (g) 1,02 6 Karbohidrat (g) 85,15 7 Pati resisten (%) 7,78

8 Daya cerna pati (%) 17,65

Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 2, terlihat bahwa beras siger memiliki kandungan komponen fungsional dalam bentuk serat pangan (14,95%) dan pati resisten (7,78%) serta memiliki daya cerna pati yang rendah (17,65%).

Kajian Berdasarkan Kandungan Serat Pangan

Serat pada bahan pangan dibedakan menjadi serat kasar dan serat pangan. Serat kasar (crude

fiber) didefinisikan sebagai

komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam dan basa, sedangkan serat pangan (dietary fiber) didefinisikan sebagai

komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim percernaan manusia (Schmidl and Labuza, 2000).

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan serat pangan dapat lebih mewakili karakteristik pangan fungsional suatu bahan pangan dibandingkan kandungan serat kasarnya. Oleh karena sebagian komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim percernaan manusia dapat terhidrolisis oleh asam dan basa, maka umumnya kandungan serat pangan suatu bahan pangan

(10)

akan lebih tinggi dibandingkan kandungan serat kasarnya.

Hasil pengujian pada Tabel 2, menunjukkan bahwa beras siger memiliki kandungan serat kasar dan serat pangan berturut-turut sebesar 4,45% dan 14,95%. Tingginya kandungan serat pangan beras siger hasil transfer teknologi (14,95%) menunjukkan bahwa beras siger memiliki karakteristik sebagai pangan fungsional.

Bahan pangan dengan kandungan serat pangan yang tinggi dapat digunakan sebagai pangan fungsional untuk menurunkan kadar kolestrol darah. Nirmagustina (2007), melaporkan bahwa minuman fungsional yang mengandung isoflavon dan serat pangan larut dapat menurunkan kadar total kolesterol, HDL, LDL, dan trigeliseride serum tikus setelah 2 bulan percobaan.

Serat pangan dapat menurunkan kadar total kolesterol serum melalui mekanisme pengikatan asam sempedu. Asam empedu dibentuk dari kolesterol di hati, dipekatkan dan disimpan di kantong empedu. Serat yang

dikonsumsi dapat mengikat asam empedu kemudian dikeluarkan bersama feses. Apabila asam empedu berkurang maka akan dibentuk lagi dari kolesterol, karena asam empedu berfungsi membantu penyerapan lemak (Muchtadi, dkk., 1993).

Kajian Berdasarkan Pati Resisten Menurut AACC (2001), pati resisten (resistant starch)

didefinisikan sebagai sejumlah pati dari hasil degradasi pati yang tidak dapat diserap oleh usus halus manusia dan dikelompokkan ke dalam serat pangan (dietary fiber). Di dalam usus kecil, pati resisten tidak diserap sehingga tetap utuh sampai di dalam usus dan akan difermentasi oleh bakteri-bakteri

menguntungkan seperti

Bifidobacteria dan Lactobacilli,

sehingga pati resisten juga berpotensi sebagai prebiotik (Haralampu, 2000).

Prebiotik didefinisikan sebagai bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang mampu berfungsi sebagai substrat bagi pertumbuhan atau penyeleksian sejumlah bakteri yang menguntungkan yang tumbuh dalam usus manusia (Schmidl and Labuza, 2000).

(11)

Tingginya kandungan pati resisten beras siger (7,78%), diduga terbentuk selama tahapan proses pengeringan setelah pemasakan akibat proses retrogradasi pati. Frederikson et al. (1998), melaporkan bahwa beberapa jenis pati mengalami retrogradasi selama penyimpanan setelah tergelatinisasi. Kajian Berdasarkan Daya Cerna Pati

Pengujian daya cerna pati dilakukan dengan metode in vitro dengan cara hidrolisis menggunakan enzim alpha-amilase dan maltosa yang terbentuk diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm setelah direaksikan dengan pereaksi asam dinitrosalisilat (Muchtadi, dkk., 1992).

Nilai daya cerna pati secara in vitro secara tidak langsung menggambarkan kemudahan pati dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Semakin tinggi daya cerna suatu pati, maka akan semakin mudah pati tersebut terhidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan, dan sebaliknya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa beras siger hasil transfer teknologi memiliki daya cerna pati sebesar 17,65%. Hal ini menunjukkan bahwa pati beras siger yang merupakan sumber kalori akan tercerna dengan lambat oleh tubuh.

Rendahnya daya cerna pati juga didukung dengan data tingginya kandungan pati resisten beras siger. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kandungan pati resisten berkaitan erat dengan daya cerna pati suatu produk pangan. Pangan dengan kandungan pati resisten yang tinggi akan cenderung memiliki daya cerna pati yang rendah, dan sebaliknya.

Daya cerna pati beras siger yang rendah (17,65%), selain disebabkan terbentuknya pati resisten selama pengolahan juga berkaitan dengan rasio amilosa-amilopektin pati tepung ubi kayu. Menurut Hidayat, dkk. (2009) pati tepung ubi kayu memiliki rasio amilopektin sebesar 84,8%.

Pati merupakan polimer glukosa yang tersusun dalam bentuk rantai amilosa (berantai lurus) dan amilopektin (berantai lurus dan

(12)

cabang). Menurut Kearsley and Dziedzic (1995), berdasarkan mekanisme hidrolisis enzimatis, amilosa dapat dihidrolisis dengan satu enzim yaitu α-amylase, sedangkan amilopektin yang berantai lurus dan cabang membutuhkan dua jenis enzim yaitu α-amylase dan β-amylase (glukoamilase). Oleh karenanya amilopektin akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dicerna dibandingkan amilosa.

Kandungan serat pangan, pati resisten, dan daya cerna pati merupakan faktor-faktor yang saling berinteraksi sehingga beras siger akan memiliki nilai IG yang rendah. Hasan (2011), melaporkan bahwa tiwul yang diperoses dengan metode tradisional memiliki nila IG yang rendah yaitu sebesar 29.

Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan

jumlah makanan yang dikonsumsi (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pangan dengan IG rendah memiliki potensi sebagai pangan fungsional untuk pengganti makanan pokok beras bagi penderita diabetes mellitus yang kian hari semakin meningkat. Hasil penelitian Purwani, dkk. (2007) menunjukkan bahwa sebagian besar varietas beras memiliki nilai IG sedang hingga tinggi.

KESIMPULAN

Kegiatan transfer teknologi telah mampu meningkatkan produktivitas usaha dari aspek jumlah produksi beras tiwul per minggu (10 kg menjadi 100 kg), harga jual produk (Rp 8.000/kg menjadi Rp 10.000/kg), pendapatan usaha (Rp 80.000 menjadi Rp 1.000.000), keuntungan usaha (Rp 20.000 menjadi Rp 350.000), jangkauan pemasaran (Desa Margomulyo menjadi Kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandar Lampung).

Beras siger hasil transfer teknologi memiliki karakteristik sebagai pangan fungsional yang tercermin dari tingginya kandungan serat pangan (14,95%) dan pati

(13)

resisten (7,78%); serta lebih lambat tercerna tubuh karena memiliki daya cerna pati yang rendah (17,65%) UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, atas pendanaan kegiatan transfer teknologi ini melalui penugasan Program Pengabdian Kepada Masyarakat Skim Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Tahun Anggaran 2014.

DAFTAR PUSTAKA

American Association of Cereal Chemist (AACC). 2001. The Definition of Dietary Fiber. Cereal Foods World. Asp, N.G., Johansson, C.G., Halmer

H., and Siljestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agricultural Food Chemistry 31 : 476 – 482. Apriyantono, A., D. Ferdiaz., N.L.

Puspitasari., S. Yasni., dan Budianto, 1989. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Istitut Pertanian Bogor. Bogor.

Fredricson, H., J. Silverio, R. Anderson, A.C. Elliason, and P. Aman. 1998. The Influence of amylose and amylopectin characteristic on gelatinization and retrogradation properties. J. Carbohydr. Polym. 35 : 119-134.

Purwani, E.Y., S. Yuliani, S.D. Indrasari, S. Nugraha dan R. Tahir. 2007. Sifat fisiko-kimia beras dan indeks glikemiknya. Jurnal Teknologi Industri Pangan, Volume 18, No. 1 Tahun 2007. Hal 59 – 66.

Goni, L., L. Gracia-Diz, and F. Saura-Calixto. 1996. Analysis of resistant starch: method of food product. J. Food Chem. 56 (4) : 445-449. Haralampu, S.G. 2000. Resistant

starch- a review of the physical properties and biological impact of RS. J. Carbohydr. Polym. 41 : 285-292.

Hasan, V., S. Astuti, dan Susilawati. 2011. Indeks glikemik oyek dan tiwul dari umbi garut (Marantha arundinaceae L), suweg (Amorphallus, campanullatus BI), dan singkong (Manihot utilisima). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 16, No. 1 Tahun 2011. Hal 34 – 50.

Hidayat, B., Syamsu Akmal, dan Surfiana. 2014a. IbM

Kelompok Wanita Tani (KWT) Pengolahan Beras Siger (Beras Tiwul Modifikasi). Laporan Akhir

(14)

Kegiatan IbM Tahun 2014. Politeknik Negeri Lampung. Hidayat, B., Syamsu Akmal, dan

Surfiana. 2014b. Optimasi Proses Pengolahan Beras Siger (Beras Tiwul

Modifikasi) yang

Difortifikasi dengan Tepung Jagung Modifikasi. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun I. Politeknik Negeri Lampung. Hidayat, B., Yatim Rahayu W., dan

Hertini Rani. 2012a. Kajian Ilmiah Peningkatan Kualitas Tiwul Instan. Laporan Kegiatan, Kontrak Nomor 800/893.1/II.05/2012. Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung.

Hidayat, B., Nurbani Kalsum, dan Surfiana. 2012b. Uji Selera Konsumen untuk Produk Tiwul, dalam Rangka Pengembangan Pangkin di Provinsi Lampung. Laporan Kegiatan. Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung.

Hidayat, B., Nurbani Kalsum, dan Surfiana. 2009. Karakteristik tepung ubi kayu modifikasi yang diproses menggunakan metode pragelatinisasi parsial. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. Volume 14 No.2, September 2009.

Kearsley, M.W. and Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolisis Product and Their Derivatives. Blackie

Academic & Profesional, Glasgow.

Muchtadi, D., N.S. Palupi, dan Made Astawan. 1992. Petunjuk Laboratorium: Metode Kimia Biokimia dalam Evaluasi Nilai Gizi Olahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, D., N.S. Palupi, dan Made

Astawan. 1993.

Metabolisme Zat Gizi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Nirmagustina, D.E. 2007. Pengaruh minuman fungsional mengandung tepung kedelai kaya isoflavon dan serat pangan larut terhadap kadar total kolestrol dan trigliserida serum tikus percobaan. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 12, No. 2, September 2007. Hal 47 – 52.

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Bahan Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya. Jakarta. Schmidl, M.K. and T.P. Labuza.

2000. Essentials of Functional Food. Aspen Publisher, Inc. Gaitherburg, Maryland.

Sudarmaji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa untuk Bahan Pangan dan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Gambar  1.    Foto  alat  perajang  dan  irisan  ubi  kayu    yang  diperoleh  setelah  dikeringkan
Gambar  4.  Foto  tiwul  yang  telah  dikemas  dan  nasi  tiwul  yang  dimasak  menggunakan rice cooker
Gambar 5.  Contoh Brosur Produk

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang dihadapi oleh perusahaan adalah ketidakpuasan karyawan pada level operator terhadap penilaian kerja

Asupan makanan yang mengandung karbohidrat dan lemak yang tidak terpakai akan disimpan sebagai cadangan makanan di jaringan adiposa, jika tubuh memerlukan energi maka

Analisis kuantitatif kandungan hidrokuinon pada sampel krim pemutih wajah yang beredar di wilayah Surabaya Pusat dan Surabaya Utara menunjukkan bahwa seluruh

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan

gelar sarjana (S1) pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Wijaya

10.3 untuk memetakan wilayah seperti posisi rumah, posisi bak kontrol eksisting dan yang akan direncanakan, posisi pipa eksisting dan yang akan direncanakan,

Selain itu, kajian ini dilakukan bagi mendedahkan bahawa gaya retorik merupakan elemen yang penting dalam penyampaian ceramah agama kerana menurut Rahman Shaari 1993, gaya bahasa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unram (FEB Unram) merupakan salah satu unit pendidikan yang secara rutin menjalankan UU Dikti terkait dengan penjaminan mutu. Untuk mendukung