• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE DRILL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN METODE DRILL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE DRILL

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Sirajuddin Kamal dan Novita Triana

Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Lambung Mangkurat

Jl. Brigjend H. Hasan Basry Kotak Pos 87 Telp/Fax (0511) 3304914 Banjarmasin 70123, email: alsiyani@yahoo.com

Abstract

The teaching of English in Indonesia has been a compulsory subject for years in the Education System. In addition the English teaching has been applied from the elementary to the university levels. However, many experts have shown and expressed the unsatisfactory result of the successfulness of the program. This writing proposes one of the possibility ways of introducing the English teaching which is mainly focuses in the beginner level. The research uses a qualitative method which elaborates the outline of the teaching of foreign language and the decrees beyond the program. It also includes some definition about what drill is, what kinds, how many kinds, the advantages of the use of drilling technique and how it applies in the classroom. Considering the advantages, the effective use and easiness factors in applying the technique, therefore, the researcher would strongly recommend that this technique could be one of the alternative ways of teaching a foreign language, especially English. Hopefully, this would bring positive effects to the teaching of English in Indonesia.

Keywords: english language teaching, the development of English, drilling

technique

PENDAHULUAN

Globalisasi dunia memicu persaingan yang semakin tinggi dalam pergaulan antarbangsa yang meliputi segala bidang, seperti politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, pangan, pertahanan dan keamanan, seni budaya, pendidikan, dan sebagainya. Masing-masing bangsa berusaha untuk muncul dan berperan serta dalam pergaulan dan persaingan tersebut atau paling tidak mereka gigih untuk mempertahankan eksistensinya sebagai suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia hal yang demikian merupakan salah satu cita-cita bangsa yang diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945: “….mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Dalam pergaulan dan persaingan global tersebut secara umum alat komunikasi utama yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bagi bangsa Indonesia bahasa Inggris merupakan salah satu alat komunikasi internasional yang dapat membantu kemajuan pembangunan khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini merupakan suatu kewajaran dimana sumber-sumber ilmu pengetahuan dan teknologi dari media cetak dan elektronik berupa buku-buku, informasi dari internet, TV atau radio masih dominan menggunakan bahasa Inggris.

(2)

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang memfasilitasi pengajaran bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan mulai dari tingkat SMP. Kemudian melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993, bahasa Inggris diajarkan di sekolah dasar sebagai mata pelajaran muatan lokal mulai kelas empat. Bahkan di beberapa daerah perkotaan khususnya, bahasa Inggris sudah mulai diperkenalkan sejak taman kanak-kanak. Dengan demikian diharapkan bahwa penguasaan bahasa Inggris oleh masyarakat Indonesia akan dapat memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa di antara bangsa-bangsa lain di dunia.

Dilihat dari proses selama ini, pembelajaran bahasa Inggris di sekolah masih belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Penguasaan jumlah kosa kata masih rendah dan pengucapan kosa kata (pronounciation) oleh siswa juga masih belum memadai untuk dapat dimengerti secara lisan. Demikian juga halnya dengan kemampuan siswa untuk dapat mengerti dan menerapkan ungkapan atau kalimat-kalimat pendek/sederhana masih belum optimal.

Terlepas dari kemungkinan terbatasnya fasilitas belajar berupa buku-buku dan lingkungan belajar yang belum memadai untuk mendukung pembelajaran bahasa Inggris bagi siswa, ada faktor-faktor potensial yang seharusnya memungkinkan untuk dapat mengatasi keterbatasan tersebut antara lain faktor guru sebagai fasilitator pembelajaran bahasa Inggris yang harus dapat menerapkan pembelajaran bahasa Inggris yang PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) bagi siswa melalui metode atau teknik yang tepat.

Metode yang tepat tersebut akan dapat meningkatkan proses pembelajaran, motivasi siswa, dan hasil belajarnya apalagi bahasa Inggris sebagai bahasa asing bagi pembelajar pemula atau anak-anak (English for Young Learners/EYL). Dengan demikian dengan metode yang tepat akan dapat menutupi keterbatasan-keterbatasan yang mungkin menghambat kualitas proses dan hasil pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.

Landasan Pembelajaran Bahasa Inggris

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan dengan jelas bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia sebagaimana kutipan berikut :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Depdiknas, 2003:6)

Usaha untuk mencapai tujuan tersebut harus ada tiga komponen pokok dalam proses pendidikan, yaitu komponen pendidik dan pengajaran, komponen administrasi dan supervisi, serta komponen bimbingan konseling (Sukardi, 2000: 1). Dari komponen pendidikan tersebut dalam praktek di sekolah ternyata proses belajar-mengajar merupakan bagian integral yang paling mendominasi kegiatan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

(3)

Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam situasi pendidikan. Pada pengertian interaksi sudah barang tentu ada unsur pemberi dan penerima, yaitu dari guru kepada peserta didik.

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993, bahasa Inggris diajarkan di sekolah dasar sebagai mata pelajaran muatan lokal mulai kelas IV. Bahkan di beberapa daerah perkotaan khususnya, bahasa Inggris sudah mulai diperkenalkan sejak taman kanak-kanak. Pengenalan bahasa Inggris di SD seperti yang disebutkan dalam Kurikulum bahasa Inggris SD sebenarnya ditargetkan untuk mencapai tingkat literasi yang disebut sebagai performative level. Artinya, lulusan SD diharapkan dapat memahami instruksi-instruksi di dalam kelas atau lingkungan sekolah, dapat berinteraksi dalam konteks sekolah, dan dapat membaca dan menulis kata-kata sederhana.

Kegiatan pembelajaran seperti ini dimaksudkan untuk menyiapkan peserta didik memasuki jenjang SMP sehingga pada jenjang ini mereka dapat lebih mudah memahami instruksi-instruksi dalam bahasa Inggris. Di tingkat SMP, guru dapat memulai memberikan pengetahuan linguistik (tata bahasa, kosa kata, dan lain-lain.) Tugas guru SD adalah mengembangkan kemampuan berkomunikasi lisan untuk tujuan interaksi kelas dan kegiatan sekolah. Bahasa tulis memang diperkenankan, tetapi ini dilakukan dalam rangka mengembangkan kemampuan berbahasa lisan. Oleh karena itu, kosa kata yang dikembangkan di SD diharuskan yang sangat sederhana yang ada disekitar kelas dan yang dapat untuk menunjang kegiatan sekolah.

Pelajaran bahasa Inggris di SD tidak mendapatkan alokasi waktu yang cukup banyak merupakan salah satu kendala bagi pembelajaran kosa kata. Sejak kelas IV di SD, peserta didik hanya mendapatkan pelajaran 2 x 35 menit perminggu. Jika setiap semester terdapat 15 minggu, dan 1 tahun terdapat 30 minggu, maka dalam setahun mereka belajar bahasa Inggris selama 70 menit x 30 = 2.100 menit. Jika mereka belajar mulai dari kelas empat hingga kelas enam SD, berarti mereka belajar selama 3 x 35 jam = 105 jam. Ini bukan jangka waktu yang cukup lama untuk membuat mereka dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Implikasinya, pengetahuan yang diberikan perlu sangat dibatasi sehingga sebagian besar waktu dapat digunakan untuk mentransformasikan pengetahuan tersebut menjadi kompetensi komunikatif: mereka mampu berinteraksi dalam konteks sekolah.

Kosa kata punya peran penting dalam memahami bahasa baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Proses kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan mulus apabila kosa kata yang ada dalam pembelajaran banyak yang tidak dipahami oleh siswa. Salah satu yang membuat teks sulit dipahami oleh pembaca adalah keterbatasan kosa kata yang dimiliki pembaca (Nuttall, 1987: 6 dalam Hamid, 2006).

2. 1 Teori Pembelajaran Bahasa

Ada dua teori yang biasa digunakan dalam pembelajaran bahasa Menurut Mackey dalam Febrianthi (2004:13) yaitu teori asosiasi (associative theory) dan teori kognitif (cognitive theory). Teori yang pertama oleh Brown (2001:57) dan para ahli lainnya lebih dikenal dengan teori tingkah laku (behaviorist theory). Dalam teori ini pemerolehan pengetahuan dan keterampilan terjadi melalui pendekatan trial and error dengan melakukan serangkaian latihan-latihan (drills) yang lebih diutamakan. Pembelajaran terjadi dengan adanya respon dari sejumlah rangsangan (stimuli).

(4)

Teori yang kedua sebaliknya didasari oleh teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget seorang ahli dari Perancis. Teori ini menekankan pada pemberdayaan kemampuan berfikir di dalam otak yang sejalan dengan usia manusia secara normal dan perkembangan secara fisik. Pembelajaran menurut teori ini merupakan kegiatan intelektual yang terjadi di dalam pusat organisasi mental dalam menyelesaikan masalah.

Pandangan kedua teori tersebut di atas berlaku dalam pembelajaran secara umum, termasuk pembelajaran bahasa. Bahasa dalam penggunaannya tentunya merupakan suatu kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pembelajaran serta latihan yang berulang-ulang. Penggunaan bahasa secara riil oleh Chomsky dalam Davis (1973:339-345) merupakan performance dan surface structure sebagai hasil proses internal pengetahuan dan skemata kebahasaan secara mental di dalam otak. Pengetahuan dan skemata kebahasaan merupakan kompetensi (competence dan deep structure) bahasa yang dimiliki yang meliputi aturan-aturan tata bahasa yang benar (grammatically correct), aturan penggunaan bahasa yang pantas dalam tata pergaulan (sociolinguistically

appropriate) dan aturan pemakaian bahasa yang efektif dalam menyampaikan ide-ide

(strategically effective). Dengan demikian, saat kita berbahasa atau menggunakan bahasa kita mengaktifkan kompetensi-kompetensi tersebut secara sadar ataupun tidak sadar di dalam otak yang terungkap dalam bentuk performan.

2. 2. Pendekatan dalam pembelajaran bahasa

Pendekatan dalam pembelajaran bahasa menurut Holderness dalam Brumfit dalam Febrianthi (2004:12) secara garis besar ada dua macam, yaitu topic-centered learning dan

activity-based learning. Dalam pendekatan topic-centered learning siswa dilibatkan dalam

kegiatan untuk mempelajari topik tertentu. Kegiatan pembelajaran secara topical atau tematik seperti itu akan bersifat ilmiah, kreatif, dan investigatif. Dengan pembelajaran yang demikian akan memberikan pemahaman konteks dan pemakaian bahasa yang akan membuat siswa merasakan kebermaknaan dalam mempelajari bahasa.

Pembelajaran yang berbasis kegiatan melibatkan siswa dalam perkembangan pemakaian bahasa secara alamiah dimana mereka belajar mengaktualisasikan diri secara kreatif dan mengembangkan rasa keingintahuannya (Curiousity) misalnya melalui permainan peran atau drama. Dengan demikian kegiatan mental dan fisik siswa menjadi lebih hidup dan menyenangkan karena siswa yang sedang dalam perkembangan sebagai pembelajar dan sebagai manusia akan menjadi aktif jika mereka diberikan kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri.

2. 3. Pembelajaran Bahasa Inggris bagi Pembelajar Pemula

Anak-anak sebagai pembelajar pemula bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing (English for Young Learners) memiliki kelebihan-kelebihan yang positif dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Krashen (1981:192) ada beberapa kelebihan yang dapat dikemukakan, antara lain bahwa,

a. anak-anak belajar bahasa lebih baik walaupun mungkin lebih lambat dibandingkan dengan dengan orang dewasa. Mereka lebih mengedepankan “pemerolehan” (acquisition) yang berlangsung secara tidak sadar terutama dalam memahami aturan-aturan bahasa dan kebahasaan. Sebaliknya, orang dewasa cenderung

(5)

menggunakan fikiran secara sadar dalam memahami aturan-aturan tersebut dalam proses kegiatan “belajar” (learning).

b. Anak-anak memiliki kesempatan yang lebih luas tanpa merasa khawatir dan terbebani oleh resiko-resiko yang mungkin terjadi seperti yang dialami oleh orang dewasa. Oleh karena itu, mereka lebih memiliki sikap yang lebih positif dan lebih termotivasi untuk mempelajari bahasa asing sekaligus dengan kultur-kultur bahasa tersebut.

c. Secara anatomis, karena memiliki otak yang masih muda dan lebih fleksibel anak-anak lebih mudah untuk menerima masukan-masukan pengetahuan melalui proses asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi.

Disamping ketiga hal di atas, dalam proses pembelajaran bahasa asing bagi pembelajar pemula atau anak-anak secara umum melalui tahapan-tahapan peran komunikasi. Tahapan peran komunikasi tersebut menurut Dulay, Burt, dan Krashen (1982:20) diidentifikasi menjadi tiga, yaitu: one-way (komunikasi satu arah), restricted

two-way (komunikasi dua arah yang terbatas), dan full two-way communication

(komunikasi penuh dua arah).

Pada tahap-tahap awal, anak-anak secara normal mengalami komunikasi satu arah. Mereka belum menggunakan bahasa asing yang dipelajari secara produktif, sebaliknya mereka mengalami proses pembelajaran secara reseptif terutama dalam mengembangkan pemahaman mereka. Mereka lebih banyak mendengar dan membaca. Selama tahap ini mereka bahkan belum dapat berbicara dalam bahasa target seperti yang dinyatakan dalam penelitian oleh Lenneberg, dalam Dulay, Burt, dan Krashen (1982:17-18). Tahap memahami bahasa tanpa berbicara seperti ini dinamakan the silent period.

Dengan demikian, dalam memfasilitasi anak-anak untuk mempelajari bahasa asing – Bahasa Inggris – perlu dipertimbangkan model-model atau metode pembelajaran yang dapat memberdayakan kelebihan-kelebihan dan tahapan-tahapan proses komunikasi tersebut. Sebagai salah satu prinsip pembelajaran atau cara menyerap pengetahuan seperti yang dikemukakan oleh Confucius (Kong Fu Cu), seorang filsuf besar dari China, adalah “Kamu dengar kamu lupa; Kamu lihat kamu tahu; Kamu lakukan kamu bisa”. Secara ringkas, prinsip tersebut dikatakan bahwa kalau siswa (bahkan kita orang dewasa) hanya mendengar keterangan-keterangan atau ceramah tentang pelajaran dengan hanya mengandalkan indera pendengaran, kemudian kita disuruh untuk mengulangi keterangan atau ceramah tersebut siswa cenderung tidak dapat menyampaikannya dengan baik atau persis. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mengingat kita yang cenderung tidak kuat untuk merekam segala informasi lisan persis seperti aslinya. Kita akan lebih cepat memahami dan mengetahui jika pendengaran tersebut dibantu dengan penglihatan atau dengan kata lain disamping kita mendengarkan kita juga melihat benda atau proses yang diterangkan sehingga kita akan menjadi lebih faham. Pengetahuan tersebut selanjutnya akan dapat menjadi milik kita seutuhnya jika kita melakukannya secara fisik berulang-ulang dan menjadi keterampilan bagi kita. Kesimpulannya adalah bahwa kalau siswa (anak-anak) kita dalam belajar Bahasa Inggris difasilitasi dengan metode yang pembelajaran yang memenuhi ketiga prinsip tersebut maka hasil pembelajaran akan lebih baik.

(6)

3. Penerapan Teori Drill 3. 1 Defenisi „Drill‟

Kata “drill” berarti latihan yang berulang-ulang baik yang bersifat “trial and error” ataupun melalui prosedur rutin tertentu (Sardiman, 2006:23). Menurut Richards dan Platt (1993:117) metode ini biasa digunakan dalam pembelajaran bahasa untuk melatih bunyi bahasa (sounds) atau pola-pola kalimat dalam bahasa yang berdasarkan latihan dan pengulangan yang dipandu.

Dengan kata lain, drill merupakan latihan dengan praktik yang dilakukan berulang kali atau kontinyu oleh siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu sehingga menjadi permanen, mantap dan dapat dipergunakan setiap saat secara otomatis. Dengan demikian, metode “drill” dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat memperluas pengertian siswa dan mampu menggunakan pengetahuan serta keterampilannya karena sudah dibiasakan.

3. 2 Kelebihan metode “Drill”

Kelebihan-kelebihan penggunaan metode “drill” dalam pembelajaran antara lain: a. Bahan ajar dapat diberikan secara bertahap dan teratur sehingga lebih mudah

melekat pada diri siswa dan benar-benar menjadi miliknya

b. Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi langsung oleh guru yang memungkinkan siswa untuk segera melakukan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahannya.

c. Pengetahuan dan keterampilan siap yang sudah terbentuk sewaktu-waktu dapat dipergunakan dalam keperluan sehari-hari.

d. Dapat dipergunakan untuk memperoleh kecakapan motoris berbahasa, seperti melafalkan dan menulis huruf, kata serta kalimat.

e. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan symbol, membaca peta, dan sebagainya.

f. Pembentukan kebiasaan yang yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan yang tidak terlalu memerlukan konsentrasi dalam pelaksanaannya. g. Metode “drill” dapat menambah minat siswa terhadap pelajaran dan merupakan

teknik yang tidak asing yang digunakan di berbagai lingkungan masyarakat dan sebagai strategi pembelajaran yang valid.

3. 3. Jenis-jenis “drill” dalam pembelajaran bahasa Inggris

Menurut Brooks dalam Richards dan Rodgers (1990:54) ada 12 jenis “drill” yang digunakan dalam pembelajaran bahasa, yaitu:

1. Repetition (Pengulangan). Siswa mengulang ujaran dengan nyaring begitu guru selesai mengucapkannya. Siswa melakukan pengulangan ucapan tersebut tanpa melihat tulisan dari ujaran atau kata yang diucapkannya. Ujaran atau kata-kata yang dilatihkan harus singkat sehingga mudah ditangkap oleh telinga.

2. Inflection (Infleksi). Satu kata yang diucapkan oleh guru diulangi oleh siswa dengan bentuk yang berbeda.

3. Replacement (Penggantian). Satu kata dalam ujaran oleh guru diganti dengan kata yang lain saat diulang oleh siswa.

(7)

4. Restatement (Mengatakan kembali) Siswa memahami ujaran oleh guru kemudian mengatakan kembali dengan mengalamatkan kepada orang lain sesuai dengan perintah “drill”

5. Completion (Melengkapi). Siswa mendengar ujaran yang lengkap kecuali satu kata yang dihilangkan, kemudian siswa mengulangi ujaran tersebut dengan melengkapi satu kata yang dihilangkan.

6. Transposition (Pengubahan letak). Pengubahan susunan kata diperlukan jika satu kata ditambahkan.

7. Expansion (Ekspansi). Ketika satu kata ditambahkan, maka kata tersebut akan mengambil posisi urutan tertentu dalam kalimat.

8. Contraction (Penyingkatan dengan kata lain). Satu kata mewakili suatu frase atau klausa.

9. Transformation (Transformasi). Suatu kalimat diubah bentuknya saat diulangi oleh siswa, misalnya perubahan bentuk kalimat positif menjadi negatif atau pertanyaan; kalimat aktif menjadi pasif; tense dan aspects of tense, modality.

10. Integration (Penggabungan). Dua ujaran yang terpisah digabung menjadi satu. 11. Rejoinder. Siswa membuat rejoinder yang layak untuk ujaran tertentu. Mereka

diberitahukan terlebih dahulu untuk memberikan respons dengan salah satu cara yang ditawarkan/disuruh, seperti: bersikap sopan, menjawab pertanyaan, setuju, setuju dengan cara yang empatik, mengungkapkan rasa terkejut, mengungkapkan rasa penyesalan, dan lain-lain.

12. Restoration (Memperbaiki). Siswa diberikan serangkaian kata yang sudah diubah dari suatu kalimat tetapi masih menggambarkan makna aslinya. Mereka diminta untuk menggunakan kata-kata tersebut dengan melakukan perubahan dan penambahan seminimal mungkin untuk mengembalikan kalimat tersebut kedalam bentuk aslinya. Mereka mungkin diberitahu tentang perubahan tersebut misalnya menyangkut tenses.

Dari dua belas jenis “drill” yang dikemukakan di atas tidak semuanya dapat segera diterapkan dalam pembelajaran bahasa Inggris di SD. Pemilihan jenis “drill” harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa secara bertahap. Khusus untuk pembelajaran kosa kata di SD, jenis yang “drill” yang dapat diterapkan adalah Repetition (Pengulangan). Disamping itu, dalam penerapannya perlu adanya modifikasi-modifikasi yang mempertimbangkan situasi dan tingkat penguasaan para siswa.

3. 4 Langkah-Langkah dalam Penerapan Metode Drill

Dalam pelaksanaan metode “Drill” dapat ditempuh langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Davies dalam Sardiman (2006:23) di bawah ini.

a. Sebelum latihan dilaksanakan hendaknya siswa diberi penjelasan mengenai arti atau manfaat dan tujuan dari latihan tersebut.

b. Latihan hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana kemudian ke tarap yang lebih komplek atau sulit.

c. Prinsip dasar pengerjaan latihan hendaknya telah diberikan kepada anak.

d. Selama latihan berlangsung, perhatikanlah bagian-bagian mana yang dianggap sulit oleh anak.

(8)

e. Perbedaan individu perlu diperhatikan.

f. Jika suatu latihan telah dikuasai anak-anak, tarap berikutnya adalah aplikasi.

Penguasaan secara penuh dari setiap langkah di atas memungkinkan pembelajaran secara keseluruhan lebih berarti. Penerapannya untuk melatih keterampilan, baik keterampilan fisik maupun keterampilan mental dapat memfasilitasi kegiatan yang berhubungan dengan pembentukan asosiasi-asosiasi mental yang siap untuk direproduksi (diingat kembali). Reproduksi menyangkut berbagai hal seperti definisi-definisi, tahun- tahun, simbol-simbol, rumus-rumus, dan perbendaharaan kata atau kosa kata.

KESIMPULAN

Harus diakui bahwa pembelajaran bahasa Inggris di sekolah masih belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Penguasaan jumlah kosa kata masih rendah dan pengucapan kosa kata (pronounciation) oleh siswa juga masih belum memadai untuk dapat dimengerti secara lisan. Demikian juga halnya dengan kemampuan siswa untuk dapat mengerti dan menerapkan ungkapan atau kalimat-kalimat pendek/sederhana masih belum optimal.

Metode yang tepat tersebut akan dapat meningkatkan proses pembelajaran, motivasi siswa, dan hasil belajarnya apalagi bahasa Inggris sebagai bahasa asing bagi pembelajar pemula. Dengan demikian dengan metode yang tepat akan dapat menutupi keterbatasan-keterbatasan yang mungkin menghambat kualitas proses dan hasil pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.

Penggunaan Metode drill merupakan latihan dengan praktik yang harus dilakukan berulang kali atau kontinyu oleh siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu sehingga menjadi permanen, mantap dan dapat dipergunakan setiap saat secara otomatis. Dengan demikian, metode “drill” dalam pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat memperluas pengertian siswa dan mampu menggunakan pengetahuan serta keterampilannya karena sudah dibiasakan.

(9)

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Azhar. 1996. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada .

Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language

Pedagogy. Second edition. New York: Addison Wesley Longman.

Davis, Philips W. 1973. Modern Theories of Language. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.

Depdikbud. 1995. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Kelas II SD. Dulay, Heidi; Burt, Marina; Krashen, Stephen. 1982. Language Two. New York: Oxford

University Press.

Febrianthi, Maya Marlina. 2004: Developing a Proposed English Syllabus as a Local

Content Subject for the Elementary School in South Kalimantan Province.

Unpublished Thesis. Malang: State University of Malang.

Gebhard, Jerry G. 2000. Teaching English as a Foreign or Second Language. University of Minchigan Press.

Hermawan, Asep Herrry, dkk. 2006. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Lightbown, Patsy M. & Spada, Nina. 1999. How Language are Learned. New Yok: Oxford University Press.

Masniah. 2004. Pembelajaran Menulis Deskripsi Melalui Strategi Pemetaan Semantik

Siswa Kelas I SMP Negeri 12 Kota Kendari. Tesis: Tidak Dipublikasikan.

Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Richards, Jack C.; Rodgers, Theodore S. 1986. Approaches and Methods in Language

Teaching. New York: Cambridge University Press.

Richards, Jack C.; Platt, John; Platt, Heidi. 1999. Longman dictionary of Language

Teaching and Applied Linguistics. Singapore: Longman Group UK Limited.

Sardiman, A. M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Bekerja dilakukan oleh tiga dari lima informan yang diwawancarai.-Orang usia madya yang telah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi masa pensiun dari pekerjaan yang mendatangkan

fenomena yang timbul adalah pada saat musim hujan adalah ketersediaan air sangat melimpah bahkan pada tempat-tempat tertentu sampai menimbulkan genangan dan banjir

SIMPEG sangat mendukung dalam pelayanan kepegawian di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Musi Rawas .Penelitian ini menghasilkan sebuah Sistem

(b) Uji Regresi Ganda; Berdasarkan hasil analisis regresi linier antara kemampuan manajerial kepala sekolah(Xi) dan kineija guru (X2) terhadap mutu pendidikan(Y) menunjukkan notasi Y

Jumlah saham yang ditawarkan 3.400.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 100,- (seratus rupiah) setiap saham.. Penjamin Pelaksana

Pada tabel 2 dapat dilihat hasil analisis statistik dengan Spearman Rho Correlation didapatkan nilai koefisien korelasi 0,679 dan p=0,031 yang berarti bahwa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh terhadap budgetary slack, kecukupan anggaran memoderasi hubungan antara