• Tidak ada hasil yang ditemukan

Application of Heat Moisture Treatment to Synthesize Sweet Potato Flour with Antioxidant Properties as Raw Materials for Non Wheat and Non Rice Food

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Application of Heat Moisture Treatment to Synthesize Sweet Potato Flour with Antioxidant Properties as Raw Materials for Non Wheat and Non Rice Food"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI METODE MODIFIKASI PANAS LEMBAB UNTUK

SINTESIS TEPUNG UBI JALAR DENGAN KARAKTERISTIK

ANTIOKSIDAN SEBAGAI BAHAN BAKU PANGAN NON TERIGU

NON BERAS

Application of Heat Moisture Treatment to Synthesize Sweet

Potato Flour with Antioxidant Properties as Raw Materials for

‘Non Wheat and Non Rice’ Food

Widya Dwi Rukmi Putri1, Dian Widya Ningtyas1, Intan Liza2, dan Ruly Agustin2

1

Staf pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

2Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

Jl. Veteran Malang 65145 E-mail: widya2putri@ub.ac.id

ABSTRACT

Indonesia is a country which has rich of biological diversity, but it has not been used properly. It proved by increasing of rice impor. Local commodities which can potentiallyusedare purple and orange sweet potato. The utilization of this commodity is still limited because of the instability of the starch characteristic. Therefore, the modification of starch is necessary by using Heat Moisture Treatments. Expect of that, sweet potato flour can be used as raw material for making artificial rice and noodle. The purpose of this research is to find out the length effect of steaming process and the proportion effect of adding beans flour to artificial rice characteristic. This study used Rondomized Block Design (RBD) with two factor. First factor was temperature of heat moisture treatment (50oC, 77oC, 105oC) and the second factor was the heat moisture treatment length (3, 6 and 9 hours) with three times repetition. The results showed that temperature and length of heat moisture treatments had significantly influenced on amylosa content, antocyanin and carotene contents of two types sweet potato flours. The best treatment of purple sweet potato is heat moisture treatment at 50oC for 9 hours with the characteristics as follows swelling power 7,04 g/g, solubillity 39,65 percent, starch content 51,45 percent, amylose content 10,76 percent and anthocyanin content 161,53 ppm. Whereas, the best treatment for orange sweet potato is heat moisture treatment at 105oC for 6 hours with the properties i.e. starch content 56,897 percent, amylose content 16,360 percent, amylopectin 40,537 percent, total carotene 341.123 ppm, swelling power 4.893 g/g and solubility 36,177 percent.

Keywords : multifunctional flour sweet potato, antioxidant activity. Physical modification, imitation rice, sweet potato noodle

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap beras sebagai bahan pangan pokok. Padahal Indonesia adalah Negara yang kaya akan komoditas tinggi karbohidrat, contohnya ubi-ubian. Ubi jalar banyak keunggulan dari ubi-ubian lainnya dari sisi nutrisi yaitu selain tinggi pati juga tinggi kandungan antioksidan dan senyawa prebiotik, selain itu umur panennya pendek dan produktifitasnya tinggi. Beberapa varietas ubi jalar

(2)

dengan karakteristik daging berwarna ungu dan oranye merupakan jenis ubi yang memiliki sifat fungsional tinggi karena dapat berperan sebagai antioksidan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pembuatan tepung dengan modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) untuk memodifikasi karakteristik dan mempertahankan nilai gizi serta kandungan senyawa antioksidan (antosianindan karoten) pada ubi jalar untuk menghasilkan tepung yang bersifat fungsional sebagai bahan baku dalam pembuatan beras instan dan mie.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor I adalah suhu HMT (50oC, 77oC, 105oC) dan faktor II lama waktu HMT (3 jam, 6 jam, 9 jam) dengan 3 kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan akibat suhu dan waktu HMT memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar amilosa, kadar antosianin dan kadar karoten tepung. Kombinasi perlakuan terbaik tepung ubi ungu adalah pada perlakuan suhu HMT 50oC dan lama HMT 9 jam dengan karakteristik swelling power 7,04 g/g, solubillity 39,65 persen, kadar pati 51,45 persen, kadar amilosa 10,76 persen dan kadar antosianin 161,53 ppm. Perlakuan terbaik tepung ubi oranye didapatkan pada perlakuan heat moisture treatment pada suhu 1050C selama 6 jam, dengan karakteristik kadar air 6,023 persen, kadar pati 56,897 persen, kadar amilosa 16,360 persen, kadar amilopektin 40,537 persen, kadar total karoten 341.123 ppm, kecerahan 58,910, swelling power 4.893 g/g dan kelarutan 36,177 persen.

Kata kunci : tepung multifungsional, ubi jalar, aktifitas antioksidan. modifikasi fisik, beras imitasi, mie ubi jalar

PENDAHULUAN

Ubi jalar ungu mempunyai berbagai kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih maupun ubi jalar orange. Kandungan nutrisi ubi jalar terdiri dari karbohidrat sebesar 27,9 gram yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 gram bahan, sumber serat pangan berupa serat larut yang dapat menyerap kelebihan lemak/kolesterol dalam darah, vitamin (vitamin A, B1, B2, B6 (piridoksin) yang berperan penting dalam kekebalan tubuh, niacin, asam pentatonat dan vitamin C), mineral (Ca, P, Fe, Na, K, Zn dan Cu) dan senyawa polifenol (Ishida et al., 2000). Komponen-komponen nutrisi tersebut menjadikan ubi jalar ini sebagai bahan baku pangan fungsional yang potensial. Menurut Suda et al. (2003), hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar ungu mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner. Antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik).

Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena memiliki daya simpan yang lebih lama, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Damardjati et. al., 2000). Namun dalam penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan bahan makanan seringkali tidak dapat ditambahkan dalam jumlah yang banyak karena karakteristik patinya yang memiliki stabilitas tekstur yang kurang kokoh, memiliki pola pengembangan terbatas saat pemanasan dan cenderung 804

(3)

mudah teretrogradasi karena mudah mengalami gelatinisasi dengan viskositas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi terhadap karakteristik pati dari tepung ubi jalar ungu.

Terdapat berbagai metode modifikasi pati, yaitu secara fisik, kimia dan enzimatis. Dari ketiga jenis modifikasi, yang paling efisien dalam mempertahankan kandungan antosianin tepung ubi jalar sekaligus mudah untuk diterapkan pada industri kecil menengah adalah modifikasi secara fisik. Modifikasi menggunakan panas pada kisaran suhu gelatinisasi pati atau Heat Moisture Treatment (HMT) dengan kadar air terbatas (<35%), akan menyebabkan pelemahan ikatan hidrogen inter- dan intramolekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati sehingga mengubah karakteristikmya (Collado et al., 2001).

Upaya untuk mempertahankan jumlah antosianin menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode modifikasi pati. Dengan adanya hal tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian karakterisasi tepung ubi jalar ungu dengan modifikasi

menggunakan metode Heat Moisture Treatment (HMT) untuk dapat

mempertahankan nilai gizi dan kandungan antosianin pada ubi jalar ungu serta dapat menghasilkan tepung yang bersifat fungsional sebagai bahan baku dalam pembuatan beras instan.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tepung ubi jalar oranye adalah ubi jalar oranye varietas Ase jantan dan ubi jalar ungu varietas

Ayamurasaki yang di dapat dari desa Sumber Pasir kecamatan Pakis Kabupaten

Malang dan air dan bahan yang digunakan untuk analisa adalah amilosa murni, karoten standar, etanol 95 persen, NaOH 1N, asam asetat 1N, iodine, aquades, alcohol 80 persen, kertas saring, arsenomolibdat, reagen nelson, petroleum eter, aseton, Na sulfat anhidrat, alumunium oksida. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor yaitu suhu heat moisture treatment (50, 77, dan 105˚C) dan lama heat

moisture treatment (3, 6, dan 9 jam) dengan 3 kali pengulangan sehingga

diperoleh 27 satuan percobaan.

Pengamatan terhadap tepung ubi jalar modifikasi heat moisture treatment meliputi analisis kadar air (Sudarmaji et al., 1997), kadar pati metode hidrolisis asam (AOAC, 1990 dalam Sudarmaji et al., 1997) kadar amilosa dan amilopektin metode iodometri menggunakan larutan iodin (Apriyantono et al., 1989), swelling

power dan kelarutan metode Abera et al. (2003), total karoten metode AOAC

(1975) dalam Sudarmaji (1997), warna metode L*a*b* Hunter (Yuwono dan Susanto, 1998), sedangkan analisis pada mie kering meliputi penentuan cooking

time, cooking loss, rasio pengembangan dan penyerapan air (Oh et al., 1985),

aktivitas antioksidan metode DPPH (Hatano et al., 1989).

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT)

(4)

dengan selang kepercayaan 5 persen dan jika terdapat interaksi antara kedua perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT selang kepercayaan 5 persen dan untuk perlakuan terbaik ditentukan dengan metode Zeleny (1982).

Pembuatan tepung ubi jalar

Proses pembuatan tepung ubi jalar meliputi pencucian ubi jalar oranye dan kemudian dikupas kulitnya, selanjutnya dilakukan pencucian dengan air mengalir. Ubi jalar bersih kemudian diiris menjadi 4-7 bagian dengan ketebalan ±3 cm

kemudian dikukus suhu 1000C selama 5 menit. Ubi jalar kukus diiris menjadi chip

kemudian dikeringkan menggunakan cabinet drying selama 12 jam pada suhu

600C. Chip kering dihaluskan dengan menggunakan blender dan menjadi tepung.

Tepung diayak 60 mesh sehingga didapatkan tepung ubi jalar oranye.

Penerapan metode heat moisture treatment pada tepung ubi jalar

Tepung ubi jalar yang diketahui kadar airnya ditambah air sampai berkadar

air 30 persen, selanjutnya dikondisikan pada suhu 50C selama 12 jam. Tepung

basah kemudian ditingkatkan suhunya pada suhu ruang sebelum dimodifikasi.

Modifikasi heat moisture treatment dilakukan pada suhu 50,77 dan 1050C selama

3, 6 dan 9 jam dalam keadaan tertutup alumunium foil. Tepung hasil modifikasi

kemudian dikeringkan pada suhu 50o C selama 12 jam, selajutnya diblender dan

diayak 60 mesh.

Pembuatan mie

Tepung perlakuan terbaik hasil modifikasi heat moisture treatment diaplikasikan pada pembuatan mie. Tepung ditambah dengan 2,5 persen garam dapur, 60 persen air dan 1 persen putih telur kemudian dicampur hingga adonan kalis dan dapat dibentuk. Adonan dipress menggunakan press roll dengan ketebalan ± 1,5 mm berbentuk lembaran, selanjutnya dicetak dengan pencetak

mie. Mie dikukus dengan suhu 1000C selama 5 menit. Mie kemudian didinginkan

pada suhu ruang yang selanjutnya dikeringkan pada cabinet drying suhu 600C

selama 8 jam dan jadilah mie tepung ubi jalar oranye modifikasi heat moisture

treatment.

Pembuatan beras imitasi dari tepung ubi jalar

Tepung perlakuan terbaik dari hasil modifikasi heat moisture treatment diaplikasikan pada pembuatan beras. Tepung ditambah air sebanyak 100 persen (b/v) selanjutnya dilakukan pengadukan hingga rata, dilakukan proses pencetakan menggunakan pencetak ekstruksi modifikasi dari alat pembuat mie. Selanjutnya adonan yang sudah dicetak dilakukan pengukusan (suhu 90±5ºC, 15 menit)

kemudian dikeringkan menggunakan pengeringan kabinet suhu 50o-60oC, selama

3 jam sehingga didapatkan beras imitasi kering. Untuk dibuat nasi maka beras

(5)

direndam dengan air mendidih selama 5 menit, penirisan dan pengukusan suhu 90±5ºC, 5 menit sehingga didapatkan nasi ubi matang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar yang segar atau baru dilepas ke pasaran, sehingga perlu diteliti untuk mengetahui sifat fisik dan kimianya sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ubi jalar yang akan dimodifikasi HMT. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah hasil analisis karakteristik ubi jalar segar dan tepung ubi jalar keringnya. Hasil analisis ubi jalar segar dengan daging umbi warna ungu, kuning dan putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Ubi Jalar

Parameter Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu

Kadar air (%) Kadar pati (%) Kadar fenol (mg/100g) Kadar antosianin (ppm) Kadar betakaroten (ppm) 68,34 24,66 - - 360,68 67,85 22,87 - 184,23 -

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar pati ubi jalar hasil analisa sebesar 31,04 persen. Hasil analisa ini sesuai dengan data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2012), yang menyebutkan bahwa kadar pati ubi jalar varietas Sukuh sebesar 31,16 persen. Sebelum ubi jalar diekstrak menjadi pati, perlu diketahui terlebih dahulu kandungan patinya agar dapat memperhitungkan rendemen pati yang akan dihasilkan. Semakin tinggi kandungan pati ubi jalar segar diharapkan semakin tinggi pula pati hasil ekstraksi yang diperoleh.

Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, umur panen, musim tanam, iklim dan lokasi budidaya. Pada musim kemarau dari varietas yang sama akan menghasilkan rendemen yang relatif lebih tinggi dari pada musim penghujan, demikian juga komposisi kimia yang berbeda akan menghasilkan mutu pati yang bervariasi pula.

Karakteristik Tepung Ubi Jalar

Karakteristik fisik dan kimia tepung dari dua varietas ubi jalar sebelum dilakukan modifikasi dengan metode heat moisture treatment disajikan pada Tabel 2. Terdapat perbedaan karakteristik tepung ubi jalar karena perbedaan varietas.

(6)

Varietas yang berbeda menyebabkan efek pengeringan menghasilkan karakter tepung yang tidak sama.

Tabel 2. Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Ubi Jalar dari Dua Varietas

Analisis Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu

Kadar air (%) 6,57 6,80 Kadar pati (%) 62,12 51,66 Amilosa (%) 16,93 10,10 Amilopektin (%) Total Karoten (ppm) Total Fenol (mg/100g) 45,19 553,76 - 41,58 - - Total antosianin (ppm) Kadar serat (%) - 2,60 171,10 2,61 Swelling power (g/g) 45,46 34,39 Kelarutan (%) Kecerahan 7,78 44,40 6,24 38,41 Keterangan : data diperoleh dari tiga kali ulangan

Berdasarkan hasil analisa tepung ubi jalar tanpa perlakuan, nilai kadar air tepung ubi jalar dari ketiga varietas tidak berbeda signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena karakteristik jaringan penyusun ubi yang cenderung sama sehingga proses penguapan air saat pengeringan dalam waktu yang sama akan berlangsung serupa.

Kadar pati ubi jalar kuning lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih maupun ubi jalar ungu. Perbedaan ini diakibatkan karena perbedaan umur panen masing-masing varietas Menurut Marzempi (2012), panen ubi jalar dapat dilakukan bila ubi sudah tua. Waktu panen berpengaruh terhadap hasil komoditas, komposisi kimia, dan kandungan serat ubi. Secara umum, umur panen optimum varietas/klon ubi jalar pada penanaman musim kering berkisar 120-130 hari setelah tanam.

Kadar amilosa dan amilopektin juga mengalami perbedaan. Hal ini diakibatkan perbedaan klon ubi jalar yang diuji antara tepung ubi jalar kuning dan ubi jalar ungu. Menurut Dewi (2007), perbedaan varietas pada ubi jalar dapat mempengaruhi komposisi kimia dan fisik ubi jalar, sehingga menghasilkan nilai yang berbeda. Perhitungan amilopektin didapatkan dengan mengurangi kadar pati dengan kadar amilosa.

Proses pengeringan menghasilkan efek yang berbeda terhadap komponen antioksidan. Kadar karoten tepung ubi jalar kuning sebesar 553,760 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kadar karoten pada ubi jalar segarnya. Hal ini

menunjukkan bahwa karoten lebih tahan terhadap panas pengeringan (50-60oC)

dibandingkan senyawa fenol dan antosianin, Adanya panas yang diterima, cahaya, oksigen yang berbeda akan mempengaruhi jumlah karoten pada bahan, nilai

(7)

karoten pada tepung lebih besar dibandingkan pada ubi jalar segarnya karena adanya penurunan kadar air.

Antosianin merupakan senyawa penyusun warna merah, biru dan ungu pada ubi jalar. Ubi jalar ungu jepang mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi dari pada ubi jalar jenis lain yang berwarna putih, kuning dan jingga (Aripnur, 2010). Jumlah antosianin tepung yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan ubi segarnya menunjukkan bahwa antosianin cenderung lebih sensitif terhadap suhu. Hal yang sama terjadi juga pada senyawa fenol pada ubi jalar putih. Perbedaan kadar komponen antioksidan berpengaruh terhadap tingkat kecerahan tepung ubi jalar. Seperti yang dikemukakan Marzempi (2012) yang menyatakan bahwa waktu panen berpengaruh terhadap hasil, komposisi kimia, dan kandungan serat ubi. Maga et al. (1994) menyatakan bahwa kadar antosianin juga bisa menentukan warna dari tepung ubi jalar ungu.

Karakteristik beras dan mie ubi jalar

Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat diproses menjadi nasi dengan waktu pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-10 menit. Kunci utama terbentuknya nasi siap santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya pori-pori beras sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh waktu rehidrasi yang cepat (Hubeis, 1984 dalam Widowati et. al., 2010). Beras instan dibuat dari tepung ubi jalar ungu modifikasi HMT hasil analisa perlakuan terbaik yang dijadikan butir-butir beras dan mempunyai porous (berpori-pori) sehingga air dan uap panas lebih cepat masuk kedalamnya dan mengakibatkan waktu pemasakan menjadi jauh lebih cepat. Hasil analisa beras dari tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisa Beras Instan Ubi Jalar

Beras Instan Parameter Hasil Analisa

Mentah Kadar Antosianin 85,33 ppm

Kemampuan Penyerapan Air 266,7%

Matang

Pengembangan Volume 60,6%

Teksture Sedikit keras, kenyal

Kepulenan Pulen

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar antosianin yang diperoleh dari hasil analisa beras instan mentah sebesar 85,3 ppm. Kadar antosianin beras instan mentah mengalami penurunan kadar antosianin dari tepung modifikasi HMT perlakuan terbaik. Rendahnya kadar antosianin pada beras instan mentah disebabkan karena proses pengolahan dalam pembuatan beras instan banyak menggunakan pemanasan yang dapat menyebabkan degradasi antosianin sehingga menurunkan kadar antosianin. Menurut James (1995), pemanasan mempengaruhi stabilitas pigmen antosianin. Kemampuan penyerapan air yang diperoleh dari hasil analisa beras instan mentah sebesar 266,7 persen. Tingginya

(8)

kemampuan penyerapan air dipengaruhi oleh kandungan pati yang terkait dengan peranan komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981) dalam Widowati et al. (2010) menyatakan bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi akan semakin mudah menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin yang bersifat reaktif terhadap molekul air, sehingga jumlah air yang terserap ke dalam bahan pangan semakin banyak.

Pengembangan volume yang diperoleh dari hasil analisa beras instan matang sebesar 60,6 persen, tekstur yang sedikit keras dan kenyal. Kekerasan tekstur beras instan matang mungkin disebabkan oleh retrogradasi amilosa setelah dingin karena retrogradasi berimplikasi pada keluarnya sejumlah cairan, peningkatan ikatan pati dan pembentukan kristalin. Namun, meskipun beras instan matang yang dihasilkan bertekstur sedikit keras, beras instan matang tersebut pulen karena ketika dipijat teksturnya lekat diantara kedua jari. Menurut Hubeis (1985) dalam Widowati et al. (2010), kepulenan merupakan gabungan antara kelekatan dan kekerasan atau kelunakan nasi yang dihasilkan dan juga respon enak atau tidak enaknya nasi yang dicicip. Penilaian kepulenan nasi umumnya didasarkan atas parameter kelengketan dan kekerasan dari sifat tekstur nasi yang dapat dilakukan dengan cara dicicip dan pijat. Kepulenan nasi secara dicicip didasarkan pada tekstur nasi yang dikunyah, sedangkan pada cara dipijat, nasi dikatakan pulen bila lekat diantara kedua jari dan pera bila tidak melekat diantara kedua jari.

Untuk mengetahui perbedaan karakteristik tepung ubi jalar hasil modifikasi dengan perlakuan terbaik dan tanpa perlakuan maka tepung hasil modifikasi diaplikasikan pada pembuatan mie kering untuk mengetahui perbedaan karakteristik tepung modifikasi dengan tepung tanpa modifikasi, sedangkan sebagai pembanding keberhasilan modifikasi, dilakukan juga pembuatan mie dengan menggunakan tepung terigu (Tabel 4).

Tabel 4. Karakteristik Mie dari Berbagai Jenis Tepung

Parameter Mie tepung ubi jalar Mie tepung ubi jalar modifikasi

Mie tepung terigu Penyerapan air (%)

Pengembangan volume (%) Cooking time (menit) Cooking loss (%) Aktivitas antioksidan (%) 140,246 148,184 2,356 19,167 14,100 124,820 131,501 2, 778 13,821 8,200 162,152 185,487 3,879 4,174 5,490

Penyerapan air tertinggi terdapat pada mie dari tepung terigu sebesar 162,152 persen dan penyerapan air terendah pada mie tepung ubi jalar modifikasi sebesar 124,820 persen. Tepung terigu mempunyai keistimewaan dibanding dengan tepung lain karena mampu membentuk gluten saat dibasahi dengan air, akibat interaksi antara prolamin yang sedikit gugus polarnya dengan glutelin yang banyak gugus polarnya (De Man, 1976). Gluten yang terbentuk dari ikatan prolamin dan glutelin dapat menahan serapan air hingga lebih dari dua kali 810

(9)

beratnya. Hal inilah yang menyebabkan penyerapan air yang tinggi pada mie tepung terigu. Sedangkan mie tepung ubi jalar lebih tinggi dari pada mie tepung ubi jalar modifikasi. Hal ini disebabkan kemampuan mengembang (swelling power) tepung ubi jalar lebih tinggi yaitu 7,413 dan tepung ubi jalar modifikasi 4,893.

Swelling power diakibatkan karena struktur pati yang merenggang sehingga

mudah menyerap air. Oleh karena itu, semakin tinggi swelling power maka kemampuan menyerap air juga akan semakin tinggi.

Analisa cooking time pada Tabel 4 menunjukkan bahwa waktu pemasakan mie tepung terigu lebih lama jika dibanding dengan mie lainnya yaitu 3,897 menit dan mie tepung ubi jalar memiliki waktu pemasakan yang paling singkat yaitu 2,356 menit. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi protein maka waktu yang dibutuhkan untuk mematangkan mie semakin lama. Cooking loss pada mie tepung ubi jalar kunig lebih besar (19,167%) dari pada mie tepung ubi jalar oranye modifikasi (13,821%). Hal ini disebabkan karena tepung ubi jalar oranye memiliki nilai kelarutan (solubility) yang lebih tinggi (44,400%) dari pada tepung ubi jalar oranye modifikasi (36,17%). Semakin tinggi nilai kelarutan maka nilai cooking loss juga akan semakin tinggi.

Aktivitas antioksidan yang disajikan pada Tabel 18 menunjukkan mie tepung ubi jalar memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 14,100 persen jika dibanding dengan mie tepung ubi jalar modifikasi (8,200%) dan mie dari tepug terigu (5,490%). Hal ini disebabkan kandungan total karoten sebagai antioksidan tepung ubi jalar oranye lebih besar yaitu 553,76 ppm dan total karoten pada tepung ubi jalar oranye lebih rendah yaitu 341,723 ppm sehingga aktivitas antioksidan pada mie tepung ubi jalar akan lebih tinggi jika dibandingkan mie tepung ubi jalar modifikasi. Sedangkan pada mie tepung terigu aktivitas antioksidanya sebesar 5,490 persen.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu heat moisture

treatment berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar amilosa, kadar karoten,

tingkat kecerahan dan swelling power pada dua varietas ubi yang digunakan. Perlakuan lama heat moisture treatment memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar pati, kadar amilosa, kadar karoten, tingkat kecerahan dan kelarutan

Kombinasi perlakuan terbaik tepung ubi ungu adalah pada perlakuan suhu

HMT 50oC dan lama HMT 9 jam dengan karakteristik swelling power 7,04 gr/gr,

solubillity 39,65 persen, kadar pati 51,45 persen, kadar amilosa 10,76 persen dan

kadar antosianin 161,53 ppm. Perlakuan terbaik tepung ubi oranye didapatkan

pada perlakuan heat moisture treatment pada suhu 1050C selama 6 jam, dengan

karakteristik kadar air 6.023 persen, kadar pati 56,897 persen, kadar amilosa 16,360 persen, kadar amilopektin 40,537 persen, kadar total karoten 341.123 ppm, kecerahan 58,910, swelling power 4,893 g/g dan kelarutan 36,177 persen.

(10)

Penggunaan tepung ubi jalar termodifikasi menjadi beras dan mie menunjukkan adanya potensi untuk menggantikan beras maupun terigu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membiayai penelitian ini melalui dana Hibah Strategis Nasional tahun 2012 dan juga kepada Lembaga penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya yang telah memfasilitasi kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud. 2012. Indonesia Importir Gandum Terbesar di Dunia. http://berita.liputan6.com/read/413446/indonesia-importir-gandum-terbesar-kedua-di-dunia. diakses 30 juli 2012

BPS. 2012. Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Jalar Seluruh Provinsi. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. diakses tanggal 30 Juli 2012

FAOSTAT. 2003. Database Statistik Tentang Keseimbangan Makanan. http://www.fao.ora. Diakses tanggal 4 April 2011.

Apraidji. W. H., 2007. Khasiat Ubi Jalar Merah Bagi Kesehatan http://vibizlife.com/healthdetail.php?p-health&awal=470&puge=48&id=1. Diakses tanggal 15 Oktober 2011.

Syamsir, E dan T, Honestin. 2009. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Ubi Jalar dengan Variasi Proses Penepungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta. IPB. Bogor

Nugroho, J,S. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) dan Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas l.) untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu dalam Pembuatan Biskuit. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB. Bogor.

Collado, L.S. dan H. Corke. 1999. Heat Moisture Treatment Effects on Sweet Potato Differing in Amylose Content. Food Chemistry 65: 329-346.

Collado,L.S, L.B.Mabesa,C.G. Oates and H. Corke. 2001. Bibon Types Noodles from Heat Moisture Treatment – Moisture Treated Sweet Potatoes Starch. Journal of Food Science.

Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment (HMT) dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. [Tesis]. Program Pascasarjana, IPB, Bogor

Sudarmaji, S. Haryono. B, Suhardi. 1997.Prosedur Analisa Untuk Bahan Pangan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

(11)

Abera, S. K, Rakshit. 2003. Comparison of Physicochemical and Fungsional Properties of Cassava starch extracted from Fresh Root and Dry Chips. Starch/ Starke 55: 287-296

Oh, N.H., D.A. Seib, C.W. Deyoe dan A.B.Ward.1985. The Surface Firmness of Cooked Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cerea chemistry62(6):431-436.

Muhamed, A, Jamilah B, Abbas KA, Rahman KA and K. Roseline. 2008. A Review on Physicochemical and Thermorheological Properties of Sago Starch. Am J of Agric and bio sci.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Khasanah U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Kikuta,C. Y, Sugimoto. A, Yamasaki. K, Tanaka. N, Kawanishi. M, Asaoka. Effects of Native and Modified Tapioca Starches on The Properties of Sponge Cakes. Faculty of agriculture. Kinki University. Japan

Lu, S. C-Y. Chen and C-Y. Lii. 1996. Gel-Cromatrography Fractionation and Thermal Characterization of Rice Starch Affected by Hidrotermal Treatment. Cereal Chem. 73(1):5-11.

Socaciu, Carmen. 2008, Food Colorants Chemical and Functional Properties. CRC Press. Boca Raton.

Klaui, H dan J.C, Bauernfeind. 1981. Carotenoid as Food Colors. Di dalam: Carotenoid as Colorants and Vitamin A Precursor. Bauernfeind, J.C (ed), hal 30. Academic Press, New York.

Kanner ,J. 1978. Carotene Oxidazing Factors in Red Pepper Fruits (Capsicum annuum,L) Ascorbid Acid and Coper in a β-Caroten-Linoleic Acid Solid Model. J.Food Sci., 43:524.

Anonymous. 2012. Uji Gluten dan Daya Serap Terigu.

http://enchantedboyz.blogspot.com/2012/03/uji-gluten-dan-daya-serap-tepung-terigu.html. diakses 31 Juli 2012

Calligaris, S., P. Falcone and M. Anese. 2002. Color Changes of Tomato Purees During Storage at Freezing Temperatures. Journalof Food Science. 67(6):2432 -2435. Yuwono, S.S. dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya. Malang.

Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. McGraw-Hill Co. New York.

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa pemerintahan dinasti bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa.. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat,

Menurut ISA 320.9 menyatakan bahwa materialitas pelaksanaan (performance materiality) adalah suatu jumlah yang ditetapkan oleh auditor pada tingkat yang lebih rendah

Fakta lain yang mampu membuktikan bahwa peradaban Islam telah lebih dulu menemukan kacamata adalah pencapaian dokter Muslim dalam ophtalmologi, ilmu tentang mata.. Dalam

Hal ini didukung oleh adanya peluang pemasaran daging sapi yang relatif besar dengan adanya perusahaan- perusahaan pertambangan di sekitar wilayah Kabupaten Raja

Setelah proses elektroforesis selesai kemudian melakukan proses pewarnaan yang berguna untuk mengetahui hasil yang diperoleh (Bollag dan Edelstein, 1991).Kegunaan

1) Sebaran hujan yang dipengaruhi oleh fisiografi dan arah angin menyebabkan zona barat dan tengah wilayah penelitian memiliki curah hujan yang lebih tinggi dan

Hal ini sejalan dengan Teori Notoatmodjo (2003), yang mengatakan Umur dianggap faktor yang memengaruhi persepsi seseorang terhadap penyakit, baik gejala dan

Perubahan nilai slip (s) ini akan mengakibatkan arus stator, arus rotor dan torka Dari kedua kondisi tersebut diperoleh nilai denominator pada persamaan (9), (10)