• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani

Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi usahatani yaitu usahatani sebagai suatu organisasi, dimana didalamnya terdapat pelaku yang mengorganisir dalam hal memimpin dan mengambil keputusan (Hernanto 1989). Pelaku itu adalah petani dan keluarganya untuk mengorganisir faktor-faktor produksi yang dikuasai atau dapat dikuasai. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada dalam suatu usahatani (faktor intern), diantaranya tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan (manajemen).

(1) Tanah sebagai Faktor Produksi Usahatani

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Tanah memiliki beberapa sifat, antara lain: (1) Luasnya yang relatif tetap; (2) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan (3) Dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Sumber-sumber pemilikan tanah yang dikelola oleh petani dapat diperoleh dengan membeli, menyewa, menyakap (sistem bagi hasil), pemberian dari negara, warisan, wakaf dan membuka lahan sendiri (Hernanto 1989). Sumber-sumber pemilikan tanah tersebut berkaitan dengan status tanah pengolahan usahatani. Ada beberapa status tanah yang dikenal, antara lain tanah milik atau tanah hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai dan tanah pinjaman.

Tanah dapat dijadikan sebagai ukuran besar kecilnya suatu usahatani. Ukuran-ukuran itu antara lain total tanah usahatani, total luas pertanian dan luas tanaman utama. Intensitas penggunaan tanah menunjukkan perbandingan (rasio) dari total luas pertanaman dengan luas tanah usahatani. Biasanya diukur dengan persentase. Semakin besar nilai intensitas menunjukkan tingkat penguasaan yang semakin tinggi.

(2)

22 (2) Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi Usahatani

Jenis tenaga kerja dalam usahatani digolongkan menjadi tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia terdiri dari tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia tersebut dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan, sambatan dan arisan tenaga kerja. Potensi tenaga kerja keluarga petani adalah jumlah tenaga kerja potensial yang tersedia pada satu keluarga petani. Kegiatan usaha ternak yang memerlukan tenaga kerja meliputi hampir semua proses produksi berlangsung, diantaranya: (1) Pembuatan kandang/bila dikandangkan; (2) Pemeliharaan, yaitu pengobatan, perbaikan kandang dan pemberian makanan; dan (3) Panen.

Yang dalam Hernanto (1989) membuat konversi tenaga kerja, yaitu dengan membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan atau disetarakan dengan pria yaitu: 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP; 1 ternak = 2 HKP; dan 1 anak = 0,5 HKP. Satuan ukuran yang umum dipakai untuk mengatur tenaga kerja adalah jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja dari sejak persiapan sampai panen. Perhitungan dapat menggunakan inventarisasi jam kerja yaitu 1 hari = 7 jam kerja, kemudian dijadikan hari kerja total (HK Total). Satuan ukuran yang kedua yang dipakai juga adalah jumlah setara pria (Men

Equivalent) yaitu jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi

diukur dengan ukuran hari kerja pria. Hal ini berarti menggunakan konversi berdasarkan upah, dimana pria dinilai 1 HKP, wanita 0,7 HKP, ternak 2 HKP dan anak 0,5 HKP.

(3) Modal sebagai Faktor Produksi Usahatani

Modal adalah barang atau uang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan yang menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian (Hernanto 1989). Modal yang paling tinggi di antara tiga faktor produksi lain, khususnya modal operasional. Modal operasional dimaksudkan sebagai modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk

(3)

23 membiayai pengelolaan. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan-bangunan seperti gudang, kandang, lantai jemur dan pabrik, alat-alat pertanian antara lain traktor, cangkul, parang dan sprayer, tanaman, ternak dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit dan obat-obatan), piutang di bank dan uang tunai.

Modal dibedakan berdasarkan sifatnya menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis dalam satu periode produksi, misalkan tanah dan bangunan. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu yang lama. Jenis modal ini pun ada yang mengalami penyusutan, artinya nilai modal menyusut menurut jenis dan waktu. Modal bergerak adalah modal yang habis atau dianggap habis dalam waktu satu periode proses produksi, misalkan alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak dan ikan. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari modal milik sendiri, pinjaman atau kredit antara lain kredit bank atau dari pelepas uang/tetangga/famili, hadiah warisan, dari usaha lain dan kontrak sewa. Modal usahatani dapat berupa biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan dan biaya pengelolaan.

(4) Manajemen sebagai Faktor Produksi Usahatani

Hernanto (1989) menjelaskan bahwa manajemen usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengertian dan pemahaman prinsip teknis meliputi: (1) Perilaku cabang usaha yang diputuskan; (2) Perkembangan teknologi; (3) Tingkat teknologi yang dikuasai; (4) Daya dukung faktor yang dikuasai; dan (5) Cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Sementara, pengenalan dan pemahaman prinsip ekonomis, diantaranya: (1) Penentuan perkembangan harga; (2) Kombinasi cabang usaha; (3) Pemasaran hasil; (4)

(4)

24 Pembiayaan usahatani; (5) Penggolongan modal dan pendapatan; serta (6) Ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.

3.1.2. Teori Produksi

Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input-output dan mendeskripsikan tingkat dimana sumberdaya dirubah menjadi bentuk produk. Ada beberapa hubungan input-output dalam pertanian karena tingkat dimana input dirubah menjadi output akan bervariasi antara jenis tanah, hewan, teknologi dan sebagainya. Ada hubungan input-output tertentu yang mengkhususkan kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dibutuhkan untuk memproduksi produk tertentu. Doll dan Orazem (1978) memberikan contoh empiris fungsi produksi dengan beberapa asumsi tertentu, antara lain ketidakpastian sempurna, tingkat teknologi dan lama periode waktu (Gambar 1).

Keterangan : TPP = Total Physical Product Gambar 1. Fungsi Produksi Klasik

Sumber : Doll dan Orazem (1978)

Gambar tersebut menjelaskan bahwa output yang dihasilkan nol pada saat input variabel nol, kemudian output meningkat pada peningkatan beberapa input

C A 2 4 B 6 8 10 12 14 D 16 160 - 140 - 120 - 100 - 80 - 60 - 40 - 20 - 0 TPP Y (Output) X (Variable Input)

(5)

25 variabel pertama yang ditambahkan. Selanjutnya, output meningkat dengan tambahan yang semakin menurun pada tingkat input yang semakin tinggi.

Sementara, Lipsey dan Steiner (1928) menjelaskan bahwa untuk membatasi keputusan perusahaan dengan secara tetap membuat proporsi yang dapat diatur, para ahli ekonomi menguraikan keputusan tersebut ke dalam tiga kelompok teori diantaranya: (1) Bagaimana cara terbaik untuk membudidayakan tanaman dan perlengkapan saat ini (keputusan jangka pendek); (2) Apa jenis tanaman dan perlengkapan baru dan proses produksi dalam memilih kerangka kemungkinan teknis tertentu yang telah diketahui (keputusan jangka panjang); dan (3) Apa yang harus dilakukan mengenai percobaan penemuan baru atas teknologi baru (keputusan jangka sangat panjang). Keputusan jangka pendek dibuat ketika kuantitas sejumlah input tidak dapat bervariasi. Perusahaan tidak dapat memperoleh lebih banyak input-input tetap dari yang dimilikinya saat ini. Input-input yang dapat bervariasi dalam jangka pendek disebut dengan Input-input variabel. Keputusan jangka panjang dibuat ketika semua input dari seluruh faktor produksi dapat bervariasi tetapi teknologi produksi dasar tidak berubah.

Hal terpenting dari keputusan jangka panjang dalam teori produksi yaitu menunjukkan situasi yang dihadapi perusahaan untuk merencanakan bisnis, memperluas skala usaha, mendirikan cabang usaha ke dalam produk baru atau wilayah usaha yang baru, atau memodernisasi, memindahkan atau mengorganisasi metode produksi yang baru. Keputusan ketiga yaitu keputusan jangka sangat panjang dimana muncul dari adanya perubahan teknologi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh perusahaan, terutama program penelitian dan pengembangan. Hubungan antara faktor jasa yang digunakan sebagai input ke dalam proses produksi dan kuantitas output yang ditentukan disebut dengan fungsi produksi. Lipsey dan Steiner (1928) menjelaskan fungsi produksi sederhana yang terdiri dari hubungan dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan modal. Variasi output dan biaya dibentuk dengan asumsi bahwa satu dari dua faktor tersebut adalah tetap. Gambar selanjutnya menjelaskan hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marjinal dengan penggunaan input tenaga kerja.

(6)

26 Keterangan : TP = Total Product (Produk Total)

AP = Average Product (Produk Rata-Rata)

MP = Marginal Product (Produk Marjinal)

Gambar 2. Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marjinal

Sumber : Lipsey dan Steiner (1928)

Total Product (TP) menjelaskan bahwa jumlah total yang diproduksi

selama periode waktu tertentu dengan memanfaatkan seluruh faktor produksi. Jika satu dari seluruh input tetap, produk total (TP) akan berubah karena penggunaan faktor variabel yang lebih besar atau lebih kecil. Average Product (AP) menggambarkan produk total per unit dari faktor variabel yang digunakan, AP awal meningkat dan kemudian menurun. Tingkat output (34 unit seperti contoh Gambar), dimana produk rata-rata (AP) mencapai maksimum disebut dengan titik produktivitas rata-rata yang semakin menurun (point of diminishing average

productivity). Marginal Product (MP) kadangkala disebut dengan incremental product (tambahan produk) adalah perubahan dari produk total yang dihasilkan

dari penggunaan satu unit input lebih banyak atau satu unit input lebih sedikit dari faktor variabel. Tingkat output dimana produk marjinal (MP) mencapai maksimum disebut dengan titik produktivitas marjinal yang semakin menurun (point of diminishing marginal productivity).

Variasi input yang dihasilkan dari penggunaan faktor variabel lebih banyak atau lebih sedikit pada kuantitas faktor tetap tertentu memunculkan hipotesis ekonomi baru yang disebut dengan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang atau law of diminishing returns. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa

0 Quantity of Labor MP AP Point of diminishing marginal productivity Point of diminishing average productivity TP T ot al P rodu c t (T P ) P roduc t pe r uni t o f L a bor Quantity of Labor 0

(7)

27 jika sejumlah faktor variabel yang digunakan dengan sejumlah faktor tetap tertentu, maka unit tambahan dari faktor variabel yang ditambahkan akan mengurangi produk total daripada unit sebelumnya. Kemudian, jika peningkatan faktor variabel yang digunakan pada sejumlah faktor tetap tertentu, produk marjinal dan produk rata-rata dari faktor variabel akan menurun.

3.1.3. Teori Biaya Produksi

Lipsey dan Steiner (1928) juga menggambarkan teori biaya, dimana perusahaan diasumsikan tidak dapat mempengaruhi harga faktor produksi. Oleh karena itu, perusahaan mengikuti harga faktor produksi menurut pasar untuk seluruh faktor produksi yang digunakan. Gambar 3 menjelaskan mengenai hubungan antara output yang diproduksi dengan biaya total dan biaya per unit.

Total Cost (TC) menggambarkan biaya total yang digunakan untuk memproduksi

berapapun tingkat output. Biaya total (TC) terdiri dari biaya total tetap atau total

fixed cost (TFC) dan biaya total variabel atau total variable cost (TVC). Biaya

tetap adalah biaya yang dikeluarkan tidak bervariasi bergantung kepada output yang diproduksi. Sementara, biaya yang dikeluarkan bervariasi bergantung kepada output, dimana biaya meningkat jika produksi output ditingkatkan dan menurun jika produksi output dikurangi.

Average Total Cost (ATC) juga disebut sebagai Average Cost (AC) adalah

biaya total dari memproduksi berapapun tingkat output dan dibagi dengan sejumlah unit output yang diproduksi atau biaya per unit. Biaya total rata-rata (ATC) juga dibagi ke dalam dua kelompok biaya, yaitu biaya tetap rata-rata atau

average fixed costs (AFC) dan biaya variabel rata-rata atau average variable costs

(AVC). Meskipun biaya variabel rata-rata dapat meningkat atau menurun jika produksi meningkat (tergantung peningkatan atau penurunan produksi lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan dengan biaya total variabel), maka biaya tetap rata-rata (AFC) akan menurun secara terus-menerus seiring dengan peningkatan output.

(8)

28 Keterangan : TC = Total Cost (Biaya Total)

TVC = Total Variable Cost (Biaya Variabel Total)

TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)

MC = Marginal Cost (Biaya Marjinal)

ATC = Average Total Cost (Biaya Total Rata-Rata)

AVC = Average Variable Cost (Biaya Variabel Rata-Rata)

AFC = Average Fixed Cost (Biaya Tetap Rata-Rata)

Gambar 3. Kurva Biaya Total, Biaya Rata-Rata dan Biaya Marjinal

Sumber : Lipsey dan Steiner (1928)

Marginal Costs (MC) atau kadangkala disebut dengan incremental cost atau biaya

tambahan adalah peningkatan biaya total yang dihasilkan dari peningkatan tingkat produksi satu unit output. Karena biaya tetap tidak bervariasi terhadap output, biaya tetap marjinal selalu bernilai nol. Oleh karena itu, biaya marjinal selalu merupakan biaya marjinal variabel dan perubahan dalam biaya tetap tidak akan mempengaruhi biaya marjinal. Berdasarkan Gambar kurva biaya, pada harga faktor tetap, ketika produk rata-rata per tenaga kerja yang digunakan adalah maksimum, biaya variabel rata-rata adalah minimum.

Hal ini mengimplikasikan bahwa setiap tambahan tenaga kerja yang digunakan pada sejumlah biaya yang sama tetapi sejumlah output berbeda, maka output per tenaga kerja akan meningkat, biaya per unit output akan menurun dan sebaliknya. Output yang menunjukkan biaya total rata-rata minimum pada Gambar tersebut disebut sebagai kapasitas perusahaan (Lipsey dan Steiner, 1928). Kapasitas yang dimaksudkan adalah bukan kapasitas batas tertinggi yang dapat

TFC TVC TC 0 Output 0 qc Output AFC AVC ATC MC T ot al Cos t Cos t p e r u ni t

(9)

29 diproduksi. Kapasitas output pada qc unit dapat ditingkatkan dan perusahaan akan menghadapi tambahan biaya dengan meningkatnya output tersebut. Perusahaan yang memproduksi dengan kapasitas berlebih merupakan produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan titik biaya total rata-rata minimum. Perusahaan sebaiknya tidak memproduksi sama sekali jika penerimaan rata-rata dari produknya minimal tidak sama atau melebihi biaya rata-rata variabelnya. Perusahaan dapat memproduksi dengan kondisi menguntungkan jika penerimaan marjinal lebih besar daripada biaya marjinal, sehingga perusahaan dapat melakukan ekspansi atau perluasan usaha hingga penerimaan marjinal sama dengan biaya marjinal.

Di samping itu, klasifikasi biaya menjadi penting dalam membandingkan pendapatan usahatani, ada empat kategori atau pengelompokkan biaya, yaitu: (1) Biaya tetap (fixed costs) yang dimaksudkan dengan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya tetap tersebut antara lain pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan ke dalam biaya tetap apabila tidak terdapat biaya imbangan dalam penggunaannya, terutama untuk usahatani maupun di luar usahatani;

(2) Biaya variabel (variable costs) yaitu biaya yang besar kecilnya tergantung kepada skala produksi dan dapat digolongkan ke dalam biaya tunai dan tidak tunai. Biaya variabel ini diantaranya seperti biaya pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh untuk tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah, baik yang merupakan kontrak maupun upah harian dan sewa tanah;

(3) Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah. Sedangkan, untuk biaya variabel antara lain berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja keluarga; dan

(4) Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap, biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan, biaya variabel tidak tunai antara lain biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai.

(10)

30 3.1.4. Teori Pendapatan Usahatani

Soekartawi et al (1986) menjelaskan mengenai penerimaan tunai usahatani (farm receipts) sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani dan pengeluaran tunai usahatani (farm payments) sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) merupakan selisih dari penerimaan dan pengeluaran tunai usahatani yang menggambarkan kemampuan usahtani untuk menghasilkan uang tunai. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani, seperti pinjaman tunai harus ditambahkan dan pengeluaran tunai usahtani yang tidak ada kaitannya dengan pembelian barang dan jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok harus dikurangkan. Neraca ini merupakan kelebihan uang tunai usahatani (farm cash surplus) dan dihasilkan usahatani untuk keperluan rumah tangga. Kelebihan uang tunai yang ditambah dengan penerimaan tunai dari luar usahatani seperti upah kerja di luar usahatani adalah pendapatan tunai rumah tangga (household net cash income). Berdasarkan kedua ukuran terakhir ini, yaitu kelebihan uang tunai dan pendapatan tunai rumah tangga, dapat diketahui besarnya kemampuan petani atau likuiditas usahatani dalam mengembalikan pinjaman usahatani serta kontribusi usahatani dan pekerjaan di luar usahatani dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Arus uang tunai belum menceritakan keadaan seluruhnya. Ukuran pendapatan juga mencakup nilai transaksi barang dan perubahan nilai inventaris atau kekayaan usahatani selama kurun waktu tertentu (Soekartawi et al 1986). Pendapatan kotor ternak dapat dihitung dari total penjumlahan atas penjualan ternak, nilai ternak yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga, pembayaran dan hadiah, nilai ternak pada akhir tahun pembukuan, nilai hasil ternak seperti susu dan telur. Total pendapatan tersebut kemudian dikurangi dengan pembelian ternak, nilai ternak yang diperoleh sebagai upah dan hadiah dan nilai ternak pada awal tahun pembukuan.

Pengeluaran total usahatani termasuk pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani adalah pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari oenggunaan

(11)

31 faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Penghasilan bersih usahatani (net farm earning) diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani. Apabila penghasilan bersih usahatani ditambahkan dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani, seperti upah dalam bentuk uang atau benda, maka diperoleh penghasilan keluarga (family

earnings).

Ukuran ketiga yaitu analisis R/C rasio yang dilakukan untuk menunjukkan besar rasio kelipatan penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan kelayakan suatu usahatani sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan. Tingkat kelayakan suatu usahatani apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang berarti bahwa setiap selisih biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan selisih penerimaan yang lebih besar daripada selisih biaya. Dan apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu maka setiap selisih biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan selisih penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya.

Sedangkan apabila nilai R/C rasio sama dengan satu berarti setiap selisih biaya yang dikeluarkan sasma dengan selisih penerimaan yang diperoleh sehingga memperoleh keuntungan normal. R/C rasio yang dihitung terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu, sementara R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis imbangan penerimaan antara biaya usahatani sebagai berikut (Soekartawi, 1986):

R/C rasio atas biaya tunai = TR/Biaya Tunai R/C rasio atas biaya total = TR/TC

(12)

32 Keterangan: TR = Total penerimaan usahatani (Rp)

TC = Total biaya usahatani (Rp)

Penyusutan nilai untuk alat-alat pertanian yang digunakan termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan, dihitung melalui metode garis lurus yaitu setiap tahun biaya penyusutan yang dikeluarkan relatif sama hingga habis umur ekonomis alat tersebut. Penghitungan penyusutan nilai alat-alat pertanian dimaksudkan untuk menilai aset usahatani.

Rumus metode garis lurus tersebut yaitu sebagai berikut:

Dp = c – s

n

Keterangan:

Dp = penyusutan/tahun s = nilai sisa

c = nilai beli n = umur ekonomis barang

3.1.5. Teori Skala Usaha (Return to Scale)

Skala usaha (return to scale) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing,

constant atau decreasing return to scale. Analisis skala usaha merupakan analisis

produksi untuk melihat kemungkinan perluasan usaha dalam suatu proses produksi. Dalam suatu proses produksi, perluasan skala usaha pada dasarnya merupakan suatu upaya maksimisasi keuntungan dalam jangka panjang. Dengan perluasan skala usaha, rata-rata komponen biaya input tetap per unit output menurun sehingga keuntungan produsen meningkat. Dalam hal ini tidak selamanya perluasan skala usaha akan menurunkan biaya produksi, sampai suatu batas tertentu perluasan skala usaha justru dapat meningkatkan biaya produksi. Analisis skala usaha sangat penting untuk menetapkan skala usaha yang efisien.

Hubungan antara faktor-faktor produksi atau input dengan tingkat produksi atau output skala usaha (return to scale) menggambarkan respon dari output terhadap perubahan proporsional dari input. Dalam hal ini Teken (1977) yang diacu dalam Fatma (2011) menyebutkan ada tiga kemungkinan hubungan antara input dengan output, yaitu: (1) Skala usaha dengan kenaikan hasil bertambah (increasing return to scale) yaitu kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah; (2) Skala usaha dengan

(13)

33 kenaikan hasil tetap (constant return to scale), yaitu penambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi yang sama; dan (3) Skala usaha dengan kenaikan hasil yang berkurang (decreasing return to scale) yaitu apabila pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin berkurang.

Pengetahuan mengenai keadaan skala usaha sangat penting sebagai salah satu pertimbangan mengenai pemilihan ukuran usahatani. Keadaan skala usahatani dengan kenaikan hasil berkurang berarti luas usaha sudah perlu dikurangi. Jika keadaan skala usaha berada pada kenaikan hasil yang bertambah, maka luas usaha diperbesar untuk menurunkan biaya produksi rata-rata dan diharapkan dapat menaikkan keuntungan. Keadaan skala usaha dengan kenaikan hasil yang tetap, berarti luas rata-rata unit usaha yang ada tidak perlu dirubah.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka berpikir operasional memberikan kemudahan dalam melakukan pelaksanaan penelitian dalam menjawab tujuan dan permasalahan penelitian. Masing-masing kotak dalam Gambar 4 merupakan variabel-variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat dan ditunjukkan melalui tanda panah. Kerangka berpikir ini berlaku untuk seluruh responden peternak yang menjadi objek penelitian, baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra. Tingkat perbedaan pendapatan dan efisiensi usaha ternak dapat dijelaskan dengan mengidentifikasi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha ternak dan dinilai berdasarkan masing-masing harga faktor produksi tersebut. Faktor-faktor produksi yang diidentifikasi antara lain modal dan tenaga kerja.

Faktor produksi modal menjelaskan penggunaan modal investasi yang merupakan alat-alat peternakan dan modal operasional yang meliputi penggunaan bibit, pakan, obat-obatan dan vitamin serta vaksin. Faktor produksi kerja menjelaskan tentang penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga dalam usaha ternak. Faktor-faktor produksi bersama harga masing-masing faktor produksi menghasilkan biaya usaha ternak, sehingga menyebabkan munculnya biaya usaha ternak. Faktor-faktor produksi usaha ternak diorganisir oleh setiap peternak dan menghasilkan produksi usaha ternak, kemudian dinilai

(14)

34 menurut harga jual hasil produksi (output) usaha ternak dan menghasilkan penerimaan usaha ternak. Biaya dan penerimaan usaha ternak menentukan pendapatan usaha ternak setiap peternak meliputi pendapatan tunai dan pendapatan total usaha ternak. Kedua ukuran tersebut merupakan ukuran keuntungan usaha ternak. Pendapatan total usaha ternak digunakan untuk menentukan dua ukuran lainnya, yaitu R/C rasio usaha ternak yang merupakan efisiensi usaha ternak dan ukuran imbalan atas modal dan tenaga kerja keluarga yang merupakan ukuran tingkat keuntungan investasi usaha ternak sebagai penentu kelayakan pengembangan usaha ternak pada kondisi saat ini.

Program kemitraan yang dijalankan usaha ternak bersama perusahaan swasta berupa modal pinjaman usaha ternak dan pelatihan dalam manajemen pemeliharaan ternak. Modal pinjaman usaha ternak yang digunakan dengan tingkat keuntungan investasi usaha ternak yang dihasilkan pada kondisi saat ini memunculkan alternatif pengembangan skala usaha ternak. Alternatif pengembangan skala usaha ternak ini mempertimbangkan beberapa faktor yang diterapkan dalam manajemen pemeliharaan usaha ternak, seperti tatalaksana perkandangan, pembibitan ayam buras dan pengendalian penyakit ternak.

(15)

35 Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Pengembangan Usaha

Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam Tahun 2011

Harga Faktor-Faktor Produksi Usaha Ternak Biaya Usaha Ternak Produksi Usaha Ternak Harga Jual Produksi Usaha Ternak Pendapatan Tunai Usaha Ternak

Imbalan atas Modal & Tenaga Kerja Pendapatan Usaha Ternak

Penerimaan Usaha Ternak

Tingkat Keuntungan Investasi Usaha Ternak

Alternatif Pengembangan Skala Usaha Ternak Pendapatan Total

Usaha Ternak

R/C Rasio Usaha Ternak

Efisiensi Usaha Ternak

Keuntungan Usaha Ternak Pelatihan Manajemen Pemeliharaan - Tatalaksana Perkandangan - Pembibitan - Pengendalian Penyakit Program Kemitraan Modal Usaha Ternak

Faktor-Faktor Produksi Usaha Ternak

Modal - Modal Investasi Alat-Alat Peternakan - Modal Operasional Bibit Pakan Obat & Vitamin Vaksin

Tenaga Kerja

- Tenaga Kerja Dalam Keluarga

- Tenaga Kerja Luar Keluarga

Gambar

Gambar 2.  Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marjinal

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan keselamatan, kesihatan, dan alam sekitar yang khusus untuk produk yang berkenaan. Bahan Aktif Produk Racun Perosak (Akta Racun Perosak 1974, Jadual Pertama, seperti

Kloset Duduk keramik merk toto manual buah Kloset Duduk keramik merk Ina manual buah Kloset Duduk keramik merk Lolo manual buah Kloset Duduk keramik merk Mono Blok American Standar

Hal ini disebabkan karena jumlah butiran lemak dalam susu kambing memiliki diameter yang lebih kecil dan homogen dibandingkan dengan susu sapi, sehingga selama proses

Tujuan penyusunan makalah adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi Manajemen, Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi komponen

Temok PNS dari Rumkitban 04.08.05 Blora jika ingin anaknya lulus menjadi TNI-AD minta bantuan kepada Terdakwa anggota Kesdam IV/Diponegoro dan Saksi-2 dikasih

Hasil pemeriksaan diperoleh kenyataan bahwa dari lima sampel minuman isotonik hanya sampel A dan sampel B yang menggunakan pengawet benzoat dianalisis sebagai asam benzoat

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah FH menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD), melakukan simulasi tinggi

pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Kondisi