• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. 1. Sejarah Singkat Kabupaten Lampung Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. 1. Sejarah Singkat Kabupaten Lampung Selatan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

1. Sejarah Singkat Kabupaten Lampung Selatan

Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar tersebut, pada bab VI pasal 18 disebutkan bahwa pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang serta memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan Negara dan Hak-hak Asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Sebagai realisasi dari pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, lahirlah Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini mengatur tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah, yang pada hekekatnya adalah Undang-undang pemerintah di daerah yang pertama. Isinya antara lain mengembalikan kekuasaan Pemerintahan di daerah kepada aparatur berwenang yaitu Pamong Praja dan Polisi. Selain itu, untuk menegakkan pemerintahan di daerah yang rasional dengan mengikut sertakan

(2)

wakil-wakil rakyat atas dasar kedaulatan rakyat. Selanjutnya disusul dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 tentang Pembentukan Daerah Otonom dalam wilayah Republik Indonesia yang susunan tingkatannya sebagai berikut:

1. Propinsi Daerah Tingkat I;

2. Kabupaten/Kotamadya (Kota Besar) Daerah Tingkat II; 3. Desa (Kota Kecil) Daerah Tingkat III.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948, maka lahirlah Propinsi Sumatera Selatan dengan Perpu Nomor 3 tanggal 14 Agustus 1950, yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 6 tahun 1950. Dalam perkembangan selanjutnya, pada bulan Februari tahun 1946, tentara Jepang yang menduduki daerah Lampung telah selesai seluruhnya meninggalkan Lampung menuju Palembang. Namun demikian, sejak negara Republik Indonesia diproklamirkan, sistem Pemerintahan Jepang masih diteruskan. Pada Surat Keputusan Gubernur Sumatera (Medan) tanggal 17 Mei 1946 Nomor 113, Karesidenan Lampung dibagi menjadi 3 Kabupaten, 11 Kawedanan. Setiap Kawedanan dibagi atas beberapa Kecamatan dan setiap Kecamatan dibagi lagi menjadi beberapa Marga.

Kabupaten-kabupaten dan Kawedanan-kawedanan di daerah Karesidenan Lampung itu adalah:

1. Kabupaten Lampung Utara dengan Kawedanan: 1. Kawedanan Menggala Bupati: Burhanuddin 2. Kawedanan Kotabumi

3. Kawedanan Way Kanan 4. Kawedanan Krui

2. Kabupaten Lampung Tengah, dengan Kawedanan: 1. Kawedanan Sukadana Bupati: Zainabun 2. Kawedanan Metro

(3)

3. Kabupaten Lampung Selatan, dengan Kawedanan: 1. Kawedanan Kalianda Bupati: R. A. Basyid 2. Kawedanan Telukbetung

3. Kawedanan Kedondong

(http://arizka-giddens.blogspot.com/2011/08/sejarah-pembentukan-provinsi-lampung.html diakses pada hari Selasa 11 Juni 2013 Pukul 20:00)

Bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah untuk Daerah Propinsi, Kabupaten, Kota Besar dan Kota Kecil, maka keluarlah Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Selatan Nomor 6 tahun 1950 tentang Pembentukan DPRD Kabupaten di seluruh Provinsi Sumatera Selatan.

Perkembangan selanjutnya, guna lebih terarahnya pemberian otonomi kepada daerah bawahannya, diatur selanjutnya dengan Undang-Undang Darurat Nomor 4 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 14 Kabupaten, diantaranya Kabupaten Lampung Selatan beserta DPRD-nya dan 7 (tujuh) buah Dinas otonom. Untuk penyempurnaan lebih lanjut tentang struktur Pemerintahan Kabupaten, lahirlah Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 yang tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948. Hanya dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 dikenal dengan sistem otonomi riil yaitu pemberian otonomi termasuk medebewind.

Kemudian untuk lebih sempurnanya sistem Pemerintahan Daerah, lahirlah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang mencakup semua unsur-unsur progresif daripada:

(4)

1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948; 3. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957; 4. Penpres Nomor 6 tahun 1959;

5. Penpres Nomor 5 tahun 1960.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965 dimaksud sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, maka Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965 ditinjau kembali. Sebagai penyempurnaan, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang sifatnya lebih luas dari Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang Pemerintahan saja, tetapi lebih luas dari itu, termasuk dinas-dinas vertikal (aparat pusat di daerah) yang diatur pula di dalamnya.

Selain itu, Undang Nomor 5 tahun 1974 diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian disempurnakan oleh Undang Nomor 32 tahun 2008. Undang-undang yang terakhir ini lebih jelas dan tegas menyatakan bahwa prinsip yang dipakai bukan lagi otonomi riil dan seluas-luasnya, tetapi otonomi nyata dan bertanggung jawab serta bertujuan pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan.

(5)

2. Letak Geografi

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105°14’ sampai dengan 105°45’ Bujur Timur dan 5°15’ sampai dengan 6° Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini, daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.

Kabupaten Lampung Selatan bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah pelabuhan yaitu Pelabuhan Panjang, dimana kapal-kapal dalam dan luar negeri dapat merapat. Secara umum, pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi penduduk Lampung. Sejak tahun 1982, Pelabuhan Panjang termasuk dalam wilayah Kota Bandar Lampung.

Kabupaten Lampung Selatan masih mempunyai sebuah pelabuhan yang terletak di Kecamatan Penengahan, yaitu Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transit penduduk dari pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian, Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu gerbang pulau Sumatera bagian Selatan. Jarak antara pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) dengan pelabuhan Merak (Provinsi Banten) kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar 1,5 jam.

(6)

Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih 2.007,01 km², dengan kantor Pusat Pemerintahan di Kota Kalianda, yang diresmikan menjadi Ibukota Kabupaten Lampung Selatan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 11 Februari 1982. Sampai saat ini Kabupaten Lampung Selatan telah mengalami pemekaran dua kali. Pertama berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997 yang ditetapkan pada tanggal 3 Januari 1997 tentang pembentukan Kabupaten Tanggamus. Kemudian yang kedua berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pesawaran tanggal 10 Agustus 2008. Wilayah administrasi Kabupaten Lampung Selatan mempunyai batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur;

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Selat Sunda;

Sebelah Barat : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pesawaran; Sebelah Timur : berbatasan dengan Laut Jawa.

3. PENDUDUK

Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk tahun 2011 berjumlah 922.397 jiwa, yang terdiri dari 476.053 jiwa laki-laki dan 446.344 perempuan. Sex ratio penduduk atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan 106,66 yang berarti bahwa setiap 100 jiwa perempuan terdapat 106 laki-laki.

(7)

Berdasarkan data yang ada, penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu Penduduk Asli Lampung dan Penduduk Pendatang. Penduduk Asli Lampung, khususnya sub suku Lampung Peminggir, umumnya berkediaman di sepanjang pantai pesisir, seperti di Kecamatan Penengahan, Kalianda, Katibung. Penduduk sub suku Lampung yang lain tersebar di seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan.

Penduduk yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari seluruh Indonesia, seperti dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh dan lain-lain. Dari semua suku tersebut, yang merupakan penduduk pendatang yang terbesar adalah berasal dari pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Yogyakarta).

Besarnya penduduk Lampung Selatan yang berasal dari pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda, dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan.

(8)

Tabel 1. Nama Ibukota Kecamatan, Banyaknya Desa/Kelurahan dan Luas Kabupaten Lampung Selatan menurut Kecamatan, 2011

Kecamatan Ibu Kota Banyaknya

Desa / Kelurahan Luas Km2 Persentase Terhadap Total 1 2 4 5 6

1. Natar Merak Batin 22 213,77 10,65

2. Jati Agung Marga Agung 21 164,47 8,19

3. Tangjung bintang Jati Baru 16 129,72 6,46

4. Tangjung Sari Merbau

Mataram

8 103,32 5,15

5. Katibung Tanjung Ratu 12 175,77 8,76

6. Merbau Mataram Merbau

Mataram

15 113,94 5,68

7. Way Sulan Karang Pucung 8 46,54 2,32

8. Sidomulyo Sidorejo 15 122,53 6,11

9. Candipuro Titiwangi 14 84,69 4,22

10. Way Panji Sidoharjo 4 38,45 1,92

11. Kalianda Kalianda 27 161,40 8,04 12. Rajabasa Banding 15 100,39 5,00 13. Palas Bangunan 21 171,39 8,54 14. Sragi Kuala Sekampung 10 81,92 4,08 15. Penengahan Pasuruan 22 132,98 6,63

16. Ketapang Bangun Rejo 16 108,60 5,41

17. Bakauheni Hatta 5 57,13 2,85

Jumlah 251 2 007,01 100,00 Sumber : Bagian Otonomi Daerah Pemda Kab. Lampung Selatan

4. Pendidikan

Data pendidikan yang disajikan adalah data pendidikan di sekolah umum maupun lembaga pendidikan keagamaan, dengan rincian : jumlah sekolah, kelas, guru dan murid dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas. Jumlah sekolah umum di Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 872 sekolah, yang terdiri dari 553 sekolah negeri dan 319 sekolah swasta. Untuk tingkat TK terdapat 170 sekolah dengan jumlah murid dan guru yang tercatat masing-masing sebanyak 6.825 murid dan 687 guru. Pada tingkat SD, lebih dari 95 persennya adalah sekolah negeri sedangkan untuk tingkat SMP jumlah sekolah swasta lebih banyak dari

(9)

sekolah negeri dengan persentase SMP negeri tidak mencapai 40 persen. Tingkat SMA/K tidak jauh berbeda dengan SMP dimana persentase SMA/K negeri hanya 26,74 persen dan sisanya adalah SMA/K swasta.

Untuk lembaga pendidikan Agama Islam yang berada di bawah naungan Kantor Kementerian Agama berjumlah 330 lembaga pendidikan yang terdiri dari 72 RA, 128 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 97 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 33 Madrasah Aliyah (MA). Dari 330 lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan, lembaga pendidikan swasta jauh lebih banyak disbanding lembaga pendidikan negeri (lebih dari 95 persen adalah lembaga pendidikan swasta).

B. Gambaran Umum Bappeda Kabupaten Lampung Selatan

1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kabupaten Lampung Selatan

Tugas pokok dang fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Selatan terdapat di dalam Peraturan Bupati Lampung Selatan Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rincian Tugas Jabatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

Pada bab II pasal 2, Susunan Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Selatan sebagai berikut:

1. Kepala Badan;

2. Sekretaris, membawahi:

(10)

b. Kepala Sub Bagian Perencanaan; c. Kepala Sub Bagian Keuangan. 3. Kepala Bidang Ekonomi, membawahi:

a. Kepala Sub Bidang Pertanian, Perikanan, Pariwisata, Kehutanan dan Perkebunan;

b. Kepala Sub Bidang Industri, Dunia Usaha, Keuangan dan Pertambangan.

4. Kepala Bidang Pemerintahan, Sosial, dan Budaya, membawahi: a. Kepala Sub Bidang Pemerintahan dan Kependudukan;

b. Kepala Sub Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.

5. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Wilayah, membawahi: a. Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

b. Kepala Sub Bidang Prasarana Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Permukiman dan Pengairan.

6. Kepala Bidang Penelitian Pengembangan dan Pendataan, membawahi: a. Kepala Sub Bidang Penelitian Pengembangan;

b. Kepala Sub Bidang Pendataan.

7. Kepala Bidang Pengendalian, membawahi;

a. Kepala Sub Bidang Monitoring dan Pelaporan;

b. Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Analisis Pembangunan Daerah. 8. Unit Pelaksana Teknis; dan

9. Kelompok Jabatan Fungsional.

Sedangkan pada Pasal 3, Struktur Organisasi yaitu bagan struktur organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagaimana tercantum pada lampiran dan merupakan bagan yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(11)

C. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Lampung Selatan

Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2011 terbagi dalam 17 kecamatan, 248 desa, dan 3 kelurahan. Dari keseluruhan desa yang ada, 248 desa sudah berstatus definif. Pelaksanaan pemerintahan daerah Kabupaten Lampung Selatan diawasi oleh wakil-wakil rakyat melalui DPRD. Pada tahun 2011, sebagian besar anggota DPRD Kabupaten Lampung Selatan berasal dari fraksi Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). DPRD Kabupaten Lampung Selatan terdiri atas beberapa komisi, yaitu Komisi A (Bidang Pemerintahan), Komisi B (Bidang Perekonomian dan Keuangan), Komisi C (Bidang Pembangunan), dan Komisi D (Bidang Kesejahteraan Masyarakat). Jumlah anggota DPRD Kabupaten Lampung Selatan secara keseluruhan adalah 45 orang.

Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor: 05/DPRD-LS/2013 tentang perubahan susunan personalia alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdapat di dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Tata Tertib dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

(12)

D. Gambaran Umum Masyarakat Kabupaten Lampung Selatan.

1. Adat Istiadat.

Pada dasarnya jurai Ulun Lampung adalah berasal dari Sekala Brak, namun dalam perkembangannya, secara umum masyarakat adat Lampung terbagi dua yaitu masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun. Masyarakat Adat Saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sedangkan Masyarakat adat Pepadun yang baru berkembang belakangan kemudian setelah seba yang dilakukan oleh orang abung ke banten lebih berkembang dengan nilai demokrasinya yang berbeda dengan nilai-nilai Aristokrasi yang masih dipegang teguh oleh Masyarakat Adat Saibatin.

a. Masyarakat adat Lampung Saibatin.

Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di Propinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masing masing terdiri dari:

(13)

1. Paksi Pak Sekala Brak (Lampung Barat) 2. Keratuan Melinting (Lampung Timur) 3. Keratuan Darah Putih (Lampung Selatan) 4. Keratuan Semaka (Tanggamus)

5. Keratuan Komering (Provinsi Sumatera Selatan) 6. Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten).

b. Masyarakat adat Lampung Pepadun

Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:

1. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.

2. Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.

3. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.

4. Sungkay Way Kanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Sungkay Way Kanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.

(14)

c. Falsafah Hidup Ulun Lampung.

Falsafah Hidup Ulun Lampung termaktub dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:

1. Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)

2. Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)

3. Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)

4. Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)

5. Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).

Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.

d. Bahasa Lampung.

Bahasa Lampung, adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Propinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten. Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan sebagainya.

Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api) yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung

(15)

Pepadun). Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun). Bahasa Lampung diklasifikasikan dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.

e. Aksara Lampung.

Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda-tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.

Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.

Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung

(16)

yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.

2. Sosial Budaya dan Agama.

Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang. Penduduk asli khususnya sub suku Lampung Peminggir umumnya berkediaman di sepanjang pesisir pantai. Penduduk sub suku lainnya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Penduduk pendatang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Dari semua suku pendatang tersebut jumlah terbesar adalah pendatang dari Pulau Jawa.

Besarnya penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan. Beragamnya etnis penduduk di Kabupaten Lampung Selatan mungkin juga disebabkan karena Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar adalah wilayah pantai sehingga banyak nelayan yang bersandar dan menetap.

(17)

Para nelayan ini pada umumnya mendiami wilayah pantai timur dan selatan, yang sebagian besar berasal dari pesisir selatan Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Dengan beragamnya etnis penduduk yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Selatan, maka beragam pula adat dan kebiasaan masyarakatnya sesuai dengan asal daerahnya.

Adat kebiasaan penduduk asli yang saat ini masih sering terlihat adalah pada acara-acara pernikahan. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum adat tersebut berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara umum penduduk asli Lampung yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Peminggir yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun. (sumber : Lampung Selatan Dalam Aangka, LSDA-2012).

(18)

E. Gambaran Umum Dinamika Perumusan Kebijakan Publik Pada Masa Kepemimpinan Rycko Menoza SZP, SE, SH, MBA(2009-2014).

Kepemimpinan Rycko Menoza dan Eky Setiyanto, SE dimulai setelah resmi dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 4 Agustus 2010. Pada awal kepemimpinannya Rycko mencanangkan sejumlah program pembangunan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat dan bertujuan mengangkat derajat kehidupan masyarakat Lampung Selatan. Rycko Menoza berhasil memetakan potensi yang dimiliki daerah Kabupaten Lampung Selatan dan menerapkan zonanisasi program unggulan sehingga konsep pembangunan yang dilakukan selaras dengan potensi daerah yang dipimpinnya dan sumber daya manusia yang ada.

Pada proses perumusan kebijakan publik di Lampung Selatan terdapat dinamika dalam proses perumusan kebijakan. Terdapat perumusan kebijakan yang disambut baik oleh masyarakat dan terdapat pula perumusan kebijakan yang mendapat penolakan dari masyarakat. Salah satu perumusan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang disambut baik oleh masyarakat yaitu Pembangunan Pengembangan Dermaga Kalianda. Pembangunan pengembangan Dermaga Kalianda ini dimaksudkan untuk menjadikan Dermaga Kalianda sebagai lokasi wisata kuliner dengan tujuan agar dapat memajukan pariwisata di Lampung Selatan, pengembangan dermaga kalianda ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam hal peningkatan pendapatan masyarakat.

(19)

Perumusan kebijakan publik tentunya terdapat pro (mendukung) dan kontra (menolak) terhadap kebijakan yang dibuat. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang mengalami penolakan dari masyarakat yaitu Kebijakan Pembangunan Patung Zainal Abidin Pagar Alam. Terdapat 2 faktor yang menyebabkan masyarakat menolak kebijakan ini. Faktor pertama yaitu adanya ketidaksesuaian publik terhadap sosok Zainal Abidin Pagar Alam Alam karena Zainal Abidin bukan penduduk asli Kalianda dan adanya tidaksesuaian isu kebijakan dengan kepentingan masyarakat.

Pada setiap perumusan kebijakan uumnya terdapat dinamika perumusan kebijakan. Seperti dinamika perumusan kebijakan publik yang ada di Kabupaten lampung Selatan. Hal ini dapat dikatakan bahwa pro dan kontra dari setiap kebijakan telah mewarnai dinamika perumusan kebijakan publik.

Gambar

Tabel 1. Nama Ibukota Kecamatan, Banyaknya Desa/Kelurahan dan       Luas Kabupaten Lampung Selatan menurut Kecamatan, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Pada karya musik “Masih Jawa” komposer lebih memilih pendekatan Arrangement, karena dalam karya musik ini komposer menulis kembali kedalam formasi lain dengan

[r]

Segala hormat, puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan yang telah diberikan kepada kami, sehingga skripsi kami yang

pengecualian diberikan kepada pemegang CPA of Indonesia yang sertifikatnya dinyatakan terbit berdasarkan ujian model lama dengan empat mata uji atau pemegang

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 262 tidak mempengaruhi variabel kelelahan kerja, dengan demikian dinyatakan bahwa tidak ada pengaruh status

Bahwa Para Penggugat menolak secara tegas poin 5 halaman 9 dalil Jawaban Tergugat karena dasar hukum yang digunakan dalam menerbitkan Objek Gugatan bertentangan dengan

Angka infeksi terkait pelayanan kesehatan dibandingkan dengan angka- angka di rumah sakit lain melalui komparasi data dasar (lihat juga PMKP.4.2, EP 2 dan

Dampak persalinan dan kelahiran dapat menyebabkan wanita terlihat pucat dan letih selama satu atau beberapa hari setelah melahirkan (Fraser, 2009). Anemia dalam