• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.2 Peran serta Masyarakat dalam mengelola Lingkungan hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.2 Peran serta Masyarakat dalam mengelola Lingkungan hidup"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Peran serta Masyarakat dalam mengelola Lingkungan hidup

Pembangunan pada dasarnya adalah merupakan suatu proses perubahan, dan salah satunya adalah perubahan sikap dan perilaku. Peran serta masyarakat yang meningkat dan berkembang adalah salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku terhadap objek yang harus dijaga dan dilindungi untuk kepentingan semua mahkluk di bumi ini. Dalam hal ini adalah aktivitas lokal merupakan media dan dan sarana bagi masyarakat untuk ikut berperan serta. Agar proses pembangunan dapat terus berjalan berkelanjutan, maka perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan kumulatif dalam masyarakat dari peran serta masyarakat melalui tindakan bersama diantara masyarakat, pemerintah dan perusahaan.

Secara sosiologis peran serta masyarakat tergantung antara Individu yang satu dengan individu lainnya, sesuai dengan sifat manusia sebagai mahkluk sosial. Peran serta inilah yang mendorong individu untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya, dan akan menempatkannya dalam kehidupan kelompok sosial. Termasuk didalam pengelolaan lingkungan hidup semua individu mempunyai kesempatan yang sama dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Pada prakteknya seringkali berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya. Masyarakat tidak diikut sertakan dalam proses pengambilan kebijakan yang menimbulkan ketidakpercayaan diantara masyarakat dan pemerintah.

“Masyarakat lokal bukan dianggap musuh atau tandingan pemerintah, tetapi betul-betul dianggap sahabat, partner dalam segala perspektif untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bersama dalam upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

(2)

14

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”(http://d rdbengkulu.wordpress.com/2011/04/05/upaya-peningkatan- peran-serta-masyarakat-dalam-pengelolaan-ruang-terbuka-hijau-rth-di-kabupaten-bengkulu-selatan/diakses tanggal 2 Maret 2012 Pukul 11: 53)

Sehingga terciptanya pemerataan tanggung jawab dari pihak pemerintah, masyarakat, dan perusahaan. Dan mengubah paradigma yang berkembang sekarang ini menjadi lebih jelas untuk terciptanya kerjasama yang baik antara pihak pemerintah. Mengurangi distorsi antara kepentingan elit pemerintah dan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang terkadang sering berseberangan dalam mewujudkan lingkungan yang lebih baik.

Dalam konteks hak-hak masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan suatu konvensi di Denmark pada 25 Juni 1998 yang kemudian menghasilkan 3 pilar yang menjamin hak-hak rakyatdalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (to sustainable and environmentally sound development), yakni:

1. Akses terhadap Informasi

2. Peran serta dalam pengambilan Keputusan 3. Akses terhadap Keadilan

Dari ketiga pilar tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa hakikat dari peran serta masyarakat itu dapat terwujud dalam bentuk:

1. Turut memikirkan dan memperjuangkan nasib sendiri dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat sebagai alternatif saluran aspirasinya;

2. Menunjukkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi, dengan tidak menyerahkan penentuan nasibnya kepada orang lain, seperti

(3)

15

pemimpin dan tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal maupun informal;

3. Senantiasa merespon dan menyikapi secara kritis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi sebagai buah dari suatu kebijakan publik dengan berbagai konsekuensinya;

4. Keberhasilan peran serta itu sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas informasi yang diperoleh. Memanfaatkan informasi itu sebagai dasar bagi penguatan posisi daya tawar, dan menjadikannya sebagai pedoman dan arah bagi penentuan peran strategis dalam proses pembangunan.

“Dalam konteks Indonesia, secara hukum peran serta masyarakat telah diadopsi dalam konstitusi negara maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya. Dalam UUD 1945 Pasal 1 (2) menyatakan bahwa adanya kedaulatan rakyat yang berarti rakyat mempunyai hak penuh untuk menentukan arah bangsa dan negar ini. Dalam konteks hukum lingkungan, hak dan kewajiban peran serta dinyatakan dalam UU No 23/ 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 5 ayat (3), Pasal 34 PP No. 27 / 1999 tentangAnalisis Dampak Lingkungan yang semakin mempertegas posisi masyarakat dalam mengelola hidup.’’(http://www.agungwardana.com/2007

Potensi masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan keswadayaan ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Pada masa depan perlu dikembangkan lebih lanjut potensi keswadayaan masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan kepedulian mayarakat luas dalam memecahkan masalah kemasyarakatan termasuk didalamnya masalah lingkungan, seperti lingkungan tempat tinggal mereka, apakah itu di kawasan hutan, bantaran sungai, kawasan konservasi, dan lain sebagainya. Poin yang perlu ditumbuhkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah timbulnya kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang

diakses tangga l 31 oktober pada jam 14:30)”

(4)

16

baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya. Kemudian, berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Selanjutnya, mandiri dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya. Secara aktif tidak saja memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga melakukan inisiatif lokal. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tidak dapat dianggap sebagai hanya sebagai masyarakat sebagai pemakai yang pasif saja tetapi masyarakat dapat berdiri dan membuat terobosan baru dalam pengelolaan lingkungannya.

2.3 Teori Tindakan Sosial

Tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sedangkan tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain bukan termasuk dalam tindakan sosial.

Weber merumuskan untuk menafsirkan dan memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan kausal. Definisi ini terkandung dua konsep dasar di dalamnya. Pertama konsep tindakan sosial. Kedua konsep tentang penafsiran dan pemahaman. Konsep kedua menyangkut metode untuk menerangkan konsep pertama. Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau

(5)

17

merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa bisa juga berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.

Weber mengemukakan lima ciri pokok analisinya. Pertama, tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata. Kedua, tindakan nyata dan yang bersifat membatin (kesadaran) sepenuhnya dan bersifat subyektif. Ketiga, tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam. Keempat, tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu. Kelima, tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu.

Tindakan sosial memiliki ciri-ciri lain. Tindakan sosial dapat dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu atau waktu yang akan datang. Dilihat dari segi sasarannya maka objek yang menjadi sasaran tindakan sosial si aktor dapat berupa seorang individu atau sekumpulan orang. Tindakan nyata tidak termasuk sebagai tindakan sosial kalau secara khusus diarahkan kepada obyek mati. Sebabnya ialah karena reaksi yang timbul itu tanpa sesuatu arti yang diarahkan kepada orang lain.

Untuk mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding). Untuk mempelajarinya tidak mudah bila seseorang hanya berusaha meneliti perilaku (behavior) saja dia tidak akan yakin bahwa perbuatan itu mempunyai arti subyektif dan diarahkan kepada orang lain. Menurut Weber untuk memahami tindakan si aktor dapat menggunakan dua cara, yaitu dengan melalui kesungguhan dan dengan mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman si aktor. Peneliti menempatkan dirinya dalam posisi si aktor

(6)

18

serta mencoba memahami barang sesuatu seperti yang dipahami oleh aktor. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya ke dalam empat tipe. semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah difahami. Terdiri dari Zwerk rational, Werkrational artion, Affectual action, dan Traditional action.

Zwerk rational yakni tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untukmencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam Zwerk rational tidak absolut. Akan mudah memahami tindakan ini jika aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional. werktrational, dalam tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara yang dipilhnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat jika menggunakan cara yang lain. Dalam tindakan ini antara tujuan dengan cara-cara mencapainya cenderung sulit untuk dibedakan. Tetapi tindakan ini rasional, karena pilihan cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan werktrational artion masih rasional meski tidal serasional zwerk rational. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami.

Affectual action merupakan tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami dan kurang akurat untuk dipahami secara rasional. traditional action merupakan tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu saja. Kedua tipe tindakan ini merupakan tanggapan secara otomatis terhadap rangsangan dari luar. Sehingga tidak termasuk ke dalam tindakan yang penuh arti.

Konsep kedua dari Weber adalah konsep tentang antar hubungan sosial (social relationship). Didefinisikan sebagai tindakan yang beberapa orang aktor yang berbeda-beda, sejauh tindakan itu mengandung makna dan dihubungkan serta

(7)

19

diarahkan kepada tindakan orang lain, dan dijelaskan di dalam teori aksi yaitu bahwa masyarakat adalah kreatif dan aktif. Masyarakat sebagai subjektif yang membuat konstruksi untuk dirinya sendiri dan masalah sendiri dan memecahkan masalah yang dibuatnya, yaitu tindakan aktor di respon karena adanya stimulus dari luar. Parson dalam George Ritzer (2007:48) membuat skema dari tindakan-tindakan dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya Individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasionalnya yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu.

5. Aktor berada dibawah kendali nilai-nilai, norma- norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.

Aktor mengejar tujuan-tujuan yang dianggap perlu dan dibutuhkan oleh aktor lainnya dimana situasi akan mengarahkannya untuk mendapatkan tujuannnya. Karena itulah masyarakat dianggap sebagai sebagai subjek tidak sebagai objek yang pasif saja.

(8)

20 2.4 Peran Serta Masyarakat

Peran serta merupakan proses yang melibatkan masyarakat umum dengan melakukan komunikasi dua arah yang berlangsung terus menerus untuk meningkatkan kerjasama dalam mengelola permasalahan baik itu yang bersifat kebijakan, strategi dan teknis, dan berbagai permasalahan dibidang lingkungan. Secara terminologi peran serta masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok. Kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Banyak yang memandang peran serta masyarakat semata - mata sebagai penyampaian informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat komersialisai agar kegiatan tersebut dapat berjalan tanpa hambatan dan mendapat dukungan dari masyarakat. Karenanya, peran serta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan.

Menurut Sudharto P. Hadi dalam Absori (2001 : 74) merinci peran serta masyarakat sebagai berikut :

2.4.1 Peran Serta Masyarakat sebagai suatu Kebijakan

Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat merupakan suatu kebijakan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be consulted). Masyarakat menjadi objek dari para elit pengambil keputusan, masyarakat menjadi target dari program-program yang dijalankan, masyarakat dilibatkan tetapi sebagai pelaksana tanpa memperhitungkan seperti dan bagaimana efek dari kebijakan yang dibuatnya, sehingga terkesan habis membuat program para elitlah yang menjadi penentu apa yang harus dilakukan oleh masyarakat.

(9)

21

2.4.2 Peran Serta Masyarakat sebagai Strategi

Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat kepada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas. Didasarkan kepentingan bersifat praktis hanya untuk digunakan apabila diperlukan agar mendapat kepercayaan dari masyarakat, seolah-olah mereka juga ikut ambil bagian dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi.

2.4.3 Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi

Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif. Masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan informasi apa saja yang penting dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Pemerintah menyadari bahwa dan informasi yang dimiliki tidak sepenuhnya bisa digunakan lagi sehingga butuh bantuan informasi yang akurat dan lebih matang untuk mengurangi distorsi antara strategi dan kebijakan yang diambil.

2.4.4 Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa

Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat menigkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi

(10)

22

rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess). Dengan semakin meningkatnya derajat konflik atau masalh yang dihadapi maka perluu melakukan terobosan baru untuk mengurangi permasalahan yang ada. Perlu melibatkan seluruh elemen struktur sosial dalam memecahkan masalah ini dan diikuti oleh kesadaran penuh dari masyarakat dalam melakukan kegiatannya.

2.4.5 Peran Serta Masyarakat sebagai Terapi

Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk "mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat. Peran serta yang dilakukan pada masyarakat semata-mata hanya sebagai karena tuntutan untuk menghibur masyarakat dengan kesadaran palsu dari pihak elit dalam hal ini adalah perusahaan dan pemerintah.

2.5 Simulakra

Simulakra atau simulasi Jean Baudrillard menjelaskan bahwa zaman hidup kita adalah tidak berbedanya antara yang nyata dengan yang imajiner (dunia tidak nyata), yang benar dan yang palsu. Sangat sulit membedakan mana yang nyata dan yang imajiner, Baudrillard membuat contoh seperti, iklan lingkungan hidup yang dilakukan oleh instansi tentu, yang belum tentu menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Karena televisi atau media secara terus menerus melakukan simulasi melalui penayangan yang berlebihan (simulasi). Masyarakat menjadi tertipu dengan adanya iklan yang menggambarkan penctitraan yang dilakukan oleh televisi, yang kadang- kadang melebihi keadaan yang sebenarnya. Televisi larut dalam kehidupan dan kehidupan larut dalam televisi. Bahkan kehidupan menjadi simulasi, seperti yang

(11)

23

sering terlihat ditelivisi atau media. Dan simulasi total menjadi manipulasi mutlak yang menjadi bagian masyarakat. Ketika tidak ada lagi kebenaran atau realitas, maka tanda tidak lagi dapat di percaya. Simulasi adalah sesuatu yang nyata menjadi sangat nyata (hiperrealitas). Dalam dunia simulasi yang cantik lebih cantik, yang lebih benar dari benar.

Baudrillard memandang era simulasi dan hiperrealitas sebagai bagian dari dari rangakaian fase pencitraan. Dunia hiperrealitas sekarang ini tidak lagi merujuk kepada kenyataan yang benar nyata tetapi lebih kepada pencitraan. Misalnya, dalam dalam ekonomi kapitalis sekarang ini, memberikan contoh yang mendukung diri sendiri. Ada sebuah upaya untuk tetap melanjutkan ekspansinya agar terus berlanjut hingga tetap berproduksi. Pada lapis pemahaman ini ada keterkaitan erat antara modernitas dan kapitalisme. Pola-pola perilaku modernitas berjalan paralel dengan proses ekonomi-politik (produksi, distribusi, dan konsumsi) yang merupakan “ritual” ideologi kapitalisme. Meskipun pandangan yang sedang didiskusikan ini juga konstruksi image yang dibangun oleh kapitalisme, tetapi sekali lagi, “manusia modern” tidak akan dapat terlepas oleh kepentingan-kepentingan kapitalisme. Di dalam proses ini produk kapitalisme melebur dalam imaji-imaji yang dikonstruk oleh media, terutama TV. Hadirnya TV dengan berbagai iklan terus mengakomodasi kepentingan-kepentingan produksi yang akan dialirkan ke konsumen melalui pencitraan-pencitraan.

Referensi

Dokumen terkait

Tentu saja tidak dengan cara memaksa maupun menuntut, namun lebih pada berbagai arahan dan dukungan yang membuat anak merasa nyaman berkegiatan..

mendukung pengembangan teknologi dalam akti%itas operasional Amazon seperti& infrastruktur - dan ofware *evelopment  & memungkinkan setiap akti%itas operasional

Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa kimia (chemodiversity) yang kemungkinan terkandung di dalamnya baik yang berupa metabolisme primer

Strategi yang masuk ke dalam kelompok ini adalah: (1) peningkatan produksi, kualitas dan mutu hasil panen, (2) pengembangan usaha dengan pemanfaatan bantuan modal, (3)

Konsep penyembuhan penyakit kronis yang memerlukan waktu pengobatan yang panjang dengan pemeriksaan rutin yang berulang – ulang dapat dikatakan membutuhkan dana yang

2 Sistem memberikan informasi yang jelas tentang letak suatu unsur pada tabel periodik kimia dan unsur-unsur kimia yang ada di dalamnya. 16

- Apakah anda merasakan sebuah perbedaan yang cukup terasa dalam diri anda ketika sebelum anda mengalami terapi dan setelah anda mendapatkan terapi berkaitan dengan keinginan

United Tracktor Tbk Pekanbaru diihat dari tingkat absensi karyawan dan kinerja karyawan penyelesaian pekerjaan secara tidak tepat waktu memberikan cerminan bahwa