• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN KAMPUNG GISI, KECAMATAN TELUK BINTAN, KABUPATEN BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN KAMPUNG GISI, KECAMATAN TELUK BINTAN, KABUPATEN BINTAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN KAMPUNG GISI, KECAMATAN TELUK BINTAN, KABUPATEN BINTAN

Endang Suryanti,

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Winny Retna Melani, S.P., M.Sc.

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Tri Apriadi, S.Pi., M.Si.

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

ABSTRAK

Perubahan terhadap kualitas perairan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai keadaan perairan. kondisi perairan berdasarkan nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi fitoplankton. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-September 2016 di Perairan Kampung Gisi, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan dengan menggunakan metode random sampling. Jenis fitoplankton yang terdiri atas 18 spesies tercatat bahwa komposisi tertinggi terjadi pada jenis Chaetoceros decipiens yang juga termasuk kedalam kelas Bacillariophyceae dengan komposisi mencapai 54,42%. Kelimpahan total fitoplankton di perairan Kampung Gisi tergolong sedang dengan kelimpahan rata-rata sebesar 1380 ind/L. Indeks keanekaragaman tergolong rendah, indeks keseragaman tergolong tinggi, dan indeks dominansi tergolong rendah. Nilai indeks keseragaman termasuk tinggi dan indeks dominansi rendah, namun keanekaragaman rendah mencirikan bahwa kondisi perairan dalam keadaan sedikit terganggu sehingga kestabilan komunitas fitoplanktonnya juga terganggu dilihat dari nilai keanekaragaman yang rendah.

(2)

Phytoplankton diversity for Water Quality Indicators at Kampung Gisi, Teluk Bintan, Bintan regency

Endang Suryanti,

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Winny Retna Melani, S.P., M.Sc.

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Tri Apriadi, S.Pi., M.Si.

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

ABSTRACT

Changes to water quality can be evaluated from the diversity and composition of phytoplankton. The existence of phytoplankton in the waters can provide information regarding the state of the waters. water condition based on the value of diversity index, uniformity, and dominance of phytoplankton. This research was conducted in July-September 2016 in the waters of Kampung Gisi, Teluk Bintan, Bintan regency using random sampling method. Of phytoplankton which consists of 18 species was noted that the composition of the highest on the type of Chaetoceros decipiens were also included into the composition class Bacillariophyceae reached 54.42%. Total abundance of phytoplankton in the waters of Kampung Gisi classified as moderate with an abundance average of 1380 ind / L. Diversity index is low, the uniformity index is high, and the dominance index is low. Uniformity index values are high and low dominance index, but lower diversity that characterizes the condition of waters in a state slightly distorted so that the stability of the community of phytoplankton also uninterrupted views of the value of diversity is low.

(3)

I. PENDAHULUAN

Perubahan terhadap kualitas perairan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai keadaan perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan (bioindikator). Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan karena peranan. Fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari. Dengan demikian keberadaan fitoplankton dapat di jadikan indikator kualitas perairan yakni gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya (Melati, 2005).

Fitoplankton merupakan plankton tumbuhan yang sangat penting di perairan karena sebagai penghubung dengan organisme laut yang lebih tinggi tingkatannya pada rantai makanan. Keberadaan fitoplankton di perairan sangat dibutuhkan bagi zooplankton. Adanya fitoplankton di perairan dapat mengindikasikan ketersediaan makanan bagi organisme laut yang terdapat di perairan serta dapat memberikan gambaran tentang daya dukung perairan untuk menunjang kehidupan organisme laut lainnya.

Wilayah pesisir Kampung Gisi merupakan wilayah yang terletak di Desa Tembeling Kabupaten Bintan dengan luas wilayah desa 20,2 km², yang memiliki zona litoral yang sangat luas dan daerah yang paling mudah berinteraksi dengan aktifitas manusia. Daerah ini merupakan wilayah peralihan antara ekosistem perairan dan ekosistem daratan. Pada sekitaran perairan ini banyak pemukiman penduduk yang memberikan limbah ke dalam perairan. Masuknya limbah tersebut ke dalam perairan akan memyebabkan perubahan-perubahan kualitas perairan dan mengganggu kehidupan biota laut seperti fitoplankton di perairan tersebut. Perairan ini sangat di pengaruhi oleh unsur biotik maupun abiotik yang sangat berkaitan sehingga menjadi suatu fungsi ekosistem perairan. Masyarakat sekitaran

perairan ini mempergunakan perairan ini sebagai aktifitas tempat mencari ikan.

Fitoplankton merupakan salah satu biota laut yang memiliki peranan bagi suatu perairan karena sebagai produsen bagi produsen primer perairan, plankton juga memegang peranan kunci sebagai gambaran kesuburan suatu perairan serta dapat menyebabkan perubahan kualitas perairan dan mengganggu kehidupan biota laut seperti fitoplankton di perairan tersebut. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang Keragaman Fitoplankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Kampung Gisi Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Fitoplankton adalah organisme yang hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak memiliki daya gerak, sehingga eksistensinya sangat dipengaruhi oleh gerakan air seperti arus, dan lain-lain (Odum, 1971). Menurut Reynolds (1984), fitoplankton yang hidup di air tawar terdiri dari tujuh kelompok besar filum, yaitu: Cyanophyta (alga biru), Cryptophyta, Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta, Pyrrhophyta (dinoflagellates), Raphydophyta, dan Euglenophyta. Setiap jenis fitoplankton yang berbeda dalam kelompok filum tersebut mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap kondisi perairan, sehingga komposisi jenis fitoplankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain (Welch, 1952). Keberadaan plankton di perairan mengalir dipengaruhi oleh lingkungan sungai yang seringkali komposisinya berubah yang berkaitan dengan pergerakan air, kekeruhan, suhu, dan nutrien (Hynes, 1972).

Hunter (1970) dalam Basmi (1988) juga mengungkapkan bahwa melimpahnya fitoplankton di suatu perairan berkaitan dengan pemanfaatan unsur hara dan radiasi sinar matahari. Selain itu, suhu, lingkungan, dan pemangsaan oleh zooplankton juga ikut berperan. Besar kecilnya konsentrasi nutrien sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan itu sendiri maupun masukan dari luar.

Fitoplankton merupakan tumbuh-tumbuhan air dengan ukuran yang sangat kecil dan hidup melayang di dalam air.

(4)

Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting dalam ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peranan tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton juga merupakan produsen utama zat-zat organik dalam ekosistem perairan, seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain. Fitoplankton membuat ikatan-ikatan organik sederhana melalui fotosintesa (Hutabarat dan Evans, 1986).

Fitoplakton dikelompokkan dalam 5 divisi yaitu: Cyanophyta, Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar), semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air laut dan air tawar kecuali Euglenophyta (Sachlan, 1982). Fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 µm, sedangkan yang biasa tertangkap dengan jarring umumnya tergolong dalam tiga kelompok utama yaitu diatom, dinoflagellata dan alga biru (Nontji, 1993).

Fitoplankton dapat ditemukan di beberapa jenis perairan, yaitu laut, danau, sungai, kolam dan waduk. Fitoplankton dapat hidup di berbagai kedalaman, asalkan masih terdapat cahaya matahari yang mencukupi untuk melakukan fotosintesis (Fachrul, 2007). Sifat khas fitoplankton menurut (Nontji 1974 dalam Fachrul 2007) adalah mampu berkembang secara berlipat ganda dalam waktu yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah dan terhampar luas. Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis, sehingga harus berada pada bagian permukaan permukaan (disebut sebagai zona euphotik) laut, danau atau perairan lainnya.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-September 2016 di Perairan Kampung Gisi, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan. Analisis sampel dilakukan di Laboraturium Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian pada penelitian ini meliputi pengumpulan data, penentuan titik sampling, pengambilan sampel fitoplankton, pengukuran dan analisis data.

1. Pengumpulan data

Perosedur pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung didapatkan oleh peneliti di lokasi penelitian, seperti data fitoplankton dan data kualitas perairan. Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari lembaga / instansi terkait. 2. Penentuan Titik Sampling

Penentuan titik sampling dalam pengambilan sampel dilakukan setelah peninjauan langsung ke lokasi penelitian survei awal. Untuk mendapatkan data yang diharapkan sehingga mewakili daerah yang diteliti maka penentuan pengambilan titik sampling dengan menggunakan metode random sampling. Metode random sampling diharapkan dapat mewakili lokasi sampling secara keseluruhan.

Penentuaan titik sampling untuk penelitian ini dengan menggunakan aplikasi sampling planner (software Arc Gis, 9.0), sehingga di dapat 31 titik pengambilan sampling. Peta titik sampling dapat dilihat pada Gambar.

Gambar. Peta Titik Sampling

3. Pengambilan Sampel

Fitoplankton

Pengambilan fitoplankton di laut dapat dilakukan secara tegak (kedalaman), dan mendatar (permukaan) (Fachrul, 2007). Sampel diambil sesuai dengan titik sampel yang ditentukan yaitu sebanyak 31 titik dan akan ditandai koordinatnya dengan menggunakan GPS. Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan secara vertikal dengan menggunakan ember yang kemudian di

(5)

saring menggunakan planktonnet. Pengambilan sampel dilakukan menyaring air dimulai dengan kedalaman 0 cm sampai batas kedalaman secchi disc dengan volume 100 L dengan menggunakan ember ukuran 10 L yang dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali.

4. Pengawetan Fitoplankton

Pengawetan ini dimaksudkan untuk tetap menjaga keutuhan dan bentuk fitoplankton agar mudah diidentifikasi (Nontji, 2008). Untuk tetap menjaga keutuhan diawetkan dengan lugol 4% selanjutnya diamati dan diidentifikasi di laboratorium darat.

5. Identifikasi Fitoplankton

Sampel fitoplankton yang telah diawetkan kemudian diamati di laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan UMRAH. Pengamatan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan mikroskop Nikon Binokuler dan mikroskop Optima Binokuler dengan pembesaran 40 - 400 kali. Fitoplankton yang akan diamati di bawah mikroskop, pertama diteteskan ke atas gelas objek (object glass) yang kemudian ditutup dengan gelas penutup (cover slip) yang tipis (Nontji, 2008). Identifikasi Fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode sensus dengan acuan buku identifikasi. Kemudian jenis fitoplankton yang diamati difoto dengan menggunakan kamera digital.

C. Analisis Data

Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk mengukur kelimpahan fitoplankton, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman fitoplankton dan indeks dominansi fitoplankton sebagai berikut :

1. Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan adalah jumlah individu plankton per volume air. Penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan berdasarkan metode sapuan di atas gelas objek Segwick Rafter. Kelimpahan fitoplankton dihitung berdasarkan rumus (Fachrul, 2007) :

N = n x Vr x 1 Vo Vs

Keterangan :

N = Jumlah Sel/ liter n = Jumlah sel yang diamati Vr = Volume air yang tersaring (mL) Vo = Volume air yang diamati (mL) Vs = Volume air yang disaring (L) 2. Indeks keanekaragaman (H’)

Untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton, maka digunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Odum,1993 dalam Fachrul 2007) sebagai pentunjuk pengolahan data sebagai berikut :

H′= − ∑(𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖) N i=1 Keterangan : H′ = Indeks keanekaragaman Pi = ni/N ni = Jumlah individu/spesies N = Jumlah individu keseluruhan Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

H’<2,306 = Keanekaragaman rendah 2,306<H’<6,9076 = Keanekaragaman sedang H’>6,9076 = Keanekaragaman tinggi 3. Indeks Keseragaman (E)

Untuk menghitung keseragaman, maka digunakan indeks keseragaman (Odum,1993 dalam fachrul 2007) untuk menunjukan sebaran fitoplankton dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman juga dapat dihitung dengan persamaan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut :

𝐸 = H′ 𝐻 ′𝑚𝑎𝑥 Dimana : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman Hmax = ln S S = Jumlah genus

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E menunjukkan semakin kecil pula keseragaman populasi fitoplankton, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus mendominansi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi menunjukkan keseragaman, yaitu bahwa jumlah individu setiap genus dapat

(6)

dikatakan sama atau jauh berbeda (Odum, 1993).

4. Indeks Dominansi (C)

Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominanasi daroi Simpson (Odum, 1993) sebagai berikut : C = ∑ (ni N) 2 s i=1 Keterangan :

C = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu S = Jumlah genus

Nilai C berkisar antara 0 nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominansi dan biasanya diikuti dengan nilai E yang besar (mendekati 1), sedangkan apabila nilai C mendekati 1 berarti terjadi dominansi jenis tertentu dan dicirikan dengan E lebih kecil atau mendekati 0.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian Kampung Gisi adalah suatu wilayah yang termasuk kedalam wilayah administrasi Desa Tembeling dengan luasan wilayah mencapai 20,2 km2. Jarak dari pusat kota Tanjungpinang adalah sekitar 16 km. Kondisi iklim di wilayah ini temasuk kedalam wilayah beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata berkisar 25-30oC. Ketinggian wilayahnya berada pada kemiringan 32oC dengan kondisi iklim terdiri dari 2 musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. B. Komunitas Fitoplankton di

Perairan Kampung Gisi

1. Identifikasi Jenis Fitoplankton di Perairan Kampung Gisi

Jenis-jenis fitoplankton yang dijumpai di perairan Kampung Gisi berbagai macam jenisnya dan tergolong dari berbagai kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dibedakan menurut kelasnya sesuai yang tertera pada buku identifikasi. Kelompok kelas fitoplankton yang dijumpai di perairan Kampung Gisi dapat dilihat pada Tabel.

Tabel. Jenis fitoplankton yang dijumpai menurut kelompok kelas.

Kelas Jenis Kelimpahan (Sel/L) Bacillariophyceae Bacteriastrum elongatum 360 Biddulphia aurita 60 Cerataulina bergonii 60 Chaetoceros decipiens 23280 Cocconeis costata 780 Corethron hystrix 1140 Fragilaria crotonensis 300 Rhizosolenia sp. 240 Synedra sp. 12180 Tabellaria sp. 660 Uroglena sp. 660

Coscinodiscophyceae Coscinodiscus rothu 540

Stephanodiscus niagarae 120

Zygnematophyceae Gonatozygon kinahani 1920

Hyalotheca dissiliens 60

Dinophyceae Karenia brefish 120

Flavobacteria Melosira sp. 240

Chlorophyceae Pachycladon umbrinus 60

Sumber data : Hasil Analisis (2016)

Jenis-jenis fitoplankton di perairan Kampung Gisi terdiri dari 18 spesies dengan tergolong kedalam 6 kelas fitoplankton. Kelas yang paling banyak di tempati oleh jenisnya adalah kelas Bacillariophyceae dengan jumlah sebanyak 11 jenis. Kemudian pada kelas Coscinodiscophyceae dan Zygnematophyceae yang masing-masing memiliki 2 jenis di dalam kelasnya. Untuk kelas Dinophyceae, Flavobacteria, dan Chlorophyceae masing-masing terdiri dari 1 jenis fitoplankton.

Kelas yang memiliki jenis terbanyak adalah kelas Bacillariophyceae yang menandakan bahwasanya kelas ini memang umumnya dijumpai di perairan laut dan memiliki sistem adaptasi yang baik terhadap berbagai kemungkinan perubahan faktor lingkungan perairan. Sebagai buktinya adalah kelas ini mampu bertahan hidup dan berkembang baik pada perairan Kampung Gisi yang terpapar berbagai aktivitas berupa permukiman, transportasi kapal yang menghasilkan buangan minyak, penimbunan

(7)

untuk pembangunan jembatan. Jika melihat penelitian yang dilakukan oleh Widianingsih, dkk. (2007) di perairan laut Bangka bahwa kelas Bacillariophyceae juga dominan dengan jumlah jenis mencapai 15 spesies, yang berasumsi bahwa pada kelas Bacillariophyceae mampu beradaptasi baik dengan perubahan faktor lingkungan diantaranya nutrien, salinitas, dan penetrasi cahaya.

Dari sumber lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) diketahui bahwa komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (diatom) dengan komposisi kelas Bacillariophyceae mencapai 53,19 % hingga 67,57 %. Menurutnya hal ini disebabkan karena kelas Bacillariophyceae mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan kelas lainnya. Menurut Arinardi dkk. (1997) dalam Wulandari (2009) menyimpulkan bahwa kelas Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang tinggi.

Tingginya komposisi kelas Bacillariophyceae juga dipengaruhi oleh adanya peningkatan kandungan nitrat dan fosfat diperairan Kampung Gisi. Meningkatnya kandungan nitrat dan fosfat akan dimanfaatkan oleh fitoplankton kelas Bacillariophyceae untuk tumbuh kembang. Diketahui bahwa ciri-ciri fitoplankton pada kelas Bacillariophyceae berbentuk rantai yang panjang sehingga memungkinkan jenis ini untuk lebih banyak menyerap bahan organik sehingga komposisinya lebih tinggi dibandingkan dengan kelas lainnya.

2. Komposisi Fitoplankton di Perairan Kampung Gisi

Komposisi fitoplankton dianalisis berdasarkan jenis-jenis yang ditemukan sehingga diperoleh nilai dalam persentase (%) jenis mana yang paling banyak dijumpai di perairan Kampung Gisi yang dapat dilihat secara lengkap pada Gambar.

Gambar. Komposisi Jenis Fitoplankton

Komposisi jenis fitoplankton yang terdiri atas 18 spesies tercatat bahwa komposisi tertinggi terjadi pada jenis Chaetoceros decipiens yang juga termasuk kedalam kelas Bacillariophyceae dengan komposisi mencapai 54,42%. Sedangkan terendah pada jenis Biddulphia Aurita, Cerataulina Bergonii, Hyalotheca dissiliens, dan Pachycladon umbrinus yang komposisinya hanya sebesar 0,14%. Jika melihat dari gambaran umum jenis fitoplankton Chaetoceros decipiens sangat memungkinkan jika komposisinya paling tinggi, jenis ini secara umum bentuknya seperti rantai dengan satu inti sel pada setiap rantainya membentuk rantai panjang yang dapat membelah diri menjadi organisme baru. Dengan sistem rantai panjang ini, jenis Chaetoceros decipiens memungkinkan mendapatkan asupan nutrien yang juga lebih banyak karena bagian dari tubuhnya dapat menempati area yang lebih luas.

Menurut Hallegraef (1993) dalam Thoha (2007) menyebutkan bahwa jenis fitoplankton Chaetoceros sp. berbentuk valva bersudut 4 atau 6, jarang berbentuk elips. Ukuran lebar sel bervariasi antara 18 – 60 µm. Setae muncul dari sudut-sudut bagian apikal sel dengan bagian dasar setae yang pendek dan kokoh. Setae ini menonjol keluar dengan arah agak diagonal. Setae dari ujung sel ujung bawah rantai berukuran lebih pendek, seringkali lebih tebal, mula-mula mengarah ke samping, kemudian sejajar dengan sumbu rantai. jenis ini umum dijumpai di perairan laut.

Melimpahnya Chaetoceros decipiens di duga karena kandungan nitrat dan fosfat yang cukup tinggi sehingga akan mendukung jenis ini untuk tumbuh. Namun

Bacteriastru m elongatum, 0.84 Biddulphia Aurita, 0.14 Cerataulina Bergonii, 0.14 Chaetoceros decipiens, 54.42 Cocconeis costata, 1.82 Corethron hystrix, 2.66 Coscinodiscus Rothu, 1.26 Fragilaria Crotonensis, 0.70 Gonatozygon kinahani, 4.49 Hyalotheca dissiliens, 0.14 Karenia Brefish, 0.28 Melosira, 0.56 Pachycladon umbrinus, 0.14 Rhizosolenia, 0.56 Stephanodiscus Niagarae, 0.28 Synedra, 28.47 Tabellaria, 1.54 Uroglena, 1.54

(8)

dengan pertumbuhannya yang kian bertambah banyak, mengkawatirkan akan terjadi blomming alga sehingga juga akan mempengaruhi kestabilan ekosistem. Jenis Chaetoceros decipiens juga berlimpah karena pada perairan Kampung Gisi merupakan perairan tenang, pada alur sungai dan area muara sehingga keberadaannya lebih stabil karena arus yang lemah dan tenang.

3. Kelimpahan Jenis Fitoplankton di Perairan Kampung Gisi Perhitungan kelimpahan jenis fitoplankton di perairan Kampung Gisi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan mengugunakan metode sensus. Hasil perhitungan kelimpahan jenis fitoplankton secara keseluruhan pada sebanyak 31 titik sampling disajikan seperti pada Gambar .

Gambar. Kelimpahan Jenis Fitoplankton di Kampung Gisi

Kelimpahan total fitoplankton untuk seluruh titik sampling berkisar antara 120 ind/L hingga 4740 ind/L dengan rata-rata kelimpahan sebesar 1380 ind/L. Soegianto (1994) dalam Madinawati (2010) menyatakan bahwa kelimpahan dengan nilai < 1.000 ind/L termasuk rendah, kelimpahan antara 1.000 – 40.000 ind/L tergolong sedang, dan kelimpahan > 40.000 ind/L tergolong tinggi. Jika mengacu pada sumber tersebut maka kondisi kelimpahan total fitoplankton di perairan Kampung Gisi tergolong sedang dengan kelimpahan rata-rata sebesar 1380 ind/L. Kondisi kelimpahan yang tinggi ini dikeranakan secara umum perairan Kampung Gisi belum memiliki banyak aktivitas yang merusak dan area ekosistem mangrovenya masih baik dan kerapatannya tinggi. Perairan Kampung Gisi pada area penelitian merupakan perairan muara dengan ciri perairan berarus tenang.

Dengan kondisi arus yang tenang ini, sangat mendukung fitoplankton untuk berkembang biak karena tidak mudah terbawa arus yang kencang. Dari kondisi tersebut maka kelimpahan fitoplankton termasuk kedalam kelimpahan yang sedang.

Morfologi atau bentuk perairan Kampung Gisi yang memiliki arus lemah juga membuat kandungan nutrien yang terkandung di dalam perairan akan bertahan lama di badan air sehingga dapat dioptimalkan oleh fitoplankton. Jika arus kuat, maka bahan-bahan organik berupa nutrien akan dengan mudah terbawa oleh arus (Nontji, 2007). Selain itu, kelimpahan fitoplankton yang tinggi juga didukung dengan adanya hutan mangrove yang luas yang tentunya akan menghasilkan bahan organik berupa serasah yang dihancurkan/diurai oleh bakteri dan kemudian menjadi bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok hewan fitoplankton.

Menurut Barus (2004) dalam Siregar (2009), nutrien merupakan bentuk nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh organisme fitoplankton, alga yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Sehingga dari kandungan nutrien tersebut akan dimanfaatkan secara optimal untuk diserap oleh fitoplankton sebagai bahan makanan. Kelimpahan fitoplankton di perairan Kampung Gisi masih tergolong baik karena kelimpahannya tergolong sedang. Kelimpahan tersebut dipengaruhi oleh adanya peningkatan kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi dapat dimanfaatkan oleh fitoplanlton untuk tumbuh kembang.

4. Indeks Keanekaragaman,

Keseragaman, dan Dominansi Fitoplankton di Perairan Kampung Gisi

Indeks keanekaragaman, keseragama, dan dominansi di perairan Kampung Gisi dianalisis untuk setiap titik sampling dan hasil dipaparkan secara lengkap seperti pada Tabel.

Tabel. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi

Indeks Kisaran Rata-rata Kategori Keanekaragaman 0 – 1,58 0,82 Rendah Keseragaman 0 - 1,0 0,68 Tinggi Dominansi 0,22 - 1,0 0,54 Rendah 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 K e lim p ah an ( sel /L ) Titik Sampling

(9)

Pada Tabel dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan Kampung Gisi berkisar antara 0 – 1,58 untuk indeks keseragaman kisaran nilainya antara 0 – 1, dan untuk indeks dominansi diperoleh hasil kisaran 0,22 – 1. Diantaranya keanekaragaman dan keseragaman terendah terjadi pada titik 4 dan titik 5. Sedangkan indeks keanekaragaman tertinggi terjadi pada titik 1 dan indeks keseragaman tertinggi terdapat pada titik 16. Untuk indeks dominansi tertinggi pada titik 3 dan titik 4, sedangkan terendah terdapat pada titik 13.

Nilai indeks keanekaragaman rata-rata untuk keseluruhan titik sampling sebesar 0,82. Kisaran H’<2,306 keanekaragaman tergolong rendah, 2,306<H’6,9076 keanekaragaman tergolong sedang, H’>6,9076 keanekaragaman tergolong tinggi. Melihat dari hasil penelitian, bahwa indeks keanekaragaman tergolong dengan nilai keanekaragaman yang rendah meskipun jenis-jenis yang dijumpai sebanyak 18 spesies. Dengan demikian kondisi perairan mengalami gangguan sehingga keanekaragaman jenis fitoplanktonnya tergolong kecil.

Menurut Handayani dan Tobing (2008), kualitas perairan yang buruk akan menyebabkan keanekaragaman jenis fitoplankton semakin kecil, karena semakin sedikit jenis yang dapat toleran dan beradaptasi terhadap kondisi perairan tersebut. Berdasarkan perbedaan daya toleransi dan kemampuan adaptasi jenis-jenis fitoplankton terhadap habitatnya, maka kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton dapat dijadikan untuk menilai kualitas suatu perairan. Nilai indeks diversitas dan equitabilitas yang tinggi merupakan cerminan dari terjaganya keseimbangan lingkungan perairan. Hal ini terjadi karena kondisi lingkungan perairan masih cukup baik sehingga masih dapat ditolerir oleh berbagai jenis fitoplankton.

Untuk kedua indeks yang lain, yakni indeks keseragaman jenis fitoplankton rata-rata sebesar 0,68 sedangkan indeks dominansi rata-rata sebesar 0,42. Indeks keseragaman kurang dari 0,4 maka ekosistem tersebut berada dalam kondisi tertekan dan mempunyai keseragaman rendah. Jika indeks keseragaman antara 0,4 sampai 0,6 maka

ekosistem tersebut pada kondisi kurang stabil dan mempunyai keseragaman sedang. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Semakin besar nilai indeks semakin besar kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi (Fachrul, 2007).

Dengan demikian nilai indeks keseragaman tergolong tinggi artinya jumlah atau selisih jumlah antara jenis tidak berbeda jauh/seragam, sedangkan indeks dominansi tergolong kecil yang artinya tidak ada jenis fitoplankton yang mendominansi. Menurut Handayani dan Tobing (2008), nilai indeks keseragaman yang tinggi menunjukkan bahwa, tidak terdapat satu jenis pun fitoplankton yang mendominasi; artinya penyebaran kelimpahan masing-masing jenis fitoplankton sebagai suatu komunitas adalah relatif merata (sama) namun sebaliknya, jika nilai indeks keseragaman rendah, maka ada suatu jenis yang dominan.

Dari hasil pengukuran nilai indeks dominansi, maka tergolong dominansi yang rendah, namun mendekati tinggi dengan nilai 0,54. Dengan demikian mencirikan, adanya peningkatan suatu jenis fitoplankton yakni Chaetoceros decipiens yang dikhawatirkan akan terjadinya dominansi jenis ini. Blooming alga dapat terjadi mengingat kandungan nutrient cukup mendukung dan melebihi baku mutu yang ditentukan. C. Parameter Perairan di Perairan

Kampung Gisi

1. Suhu

Berdasarkan pengukuran suhu di perairan Kampung Gisi diperoleh hasil rata-rata suhu sebesar 28,9 oC dengan suhu terendah 28,7 oC dan tertinggi 29,3 oC. berdasarkan Kepmen LH No. 51 (2004) bahwa suhu yang baik untuk kehidupan biota perairan adalah 28 – 32 oC pada sekitar perairan di area mangrove. Namun lebih lanjut bahwa kisaran optimal suhu untuk kehidupan organisme plankton umumnya adalah berkisar antara 20 – 30 oC meskipun ada beberapa jenis plankton yang masih dapat hidup pada suhu hingga 90 oC (Odum, 1998 dalam Nontji, 2008). Dengan demikian, suhu perairan masih layak untuk kehidupan fitoplankton.

Suhu perairan kampung Gisi masih layak untuk kehidupan fitoplankton sehingga kelimpahan jenis fitoplanktonnya tergolong

(10)

sedang dengan nilai keseragaman jenis yang tergolong tinggi.

2. Salinitas

Berdasarkan Gambar 6 didapatkan hasil pengukuran salinitas dengan rata-rata sebesar 23,45 ‰ dengan kisaran salinitas antara 22 -26 ‰. menurut KEPMEN LH (2004) bahwa kisaran salinitas yang baik bagi pertumbuhan biota laut adalah 30-34 ppt. Dengan demikian salinitas pada lokasi penelitian lebih rendah dibandingkan dengan baku mutu. Salinitas laut terbuka umumnya hanya berkisar antara 33-37 ‰ tergantung dari seberapa besar proses evaporasi dan curah hujan yang terjadi (Royce,1973 dalam Effendi, 2003).

Sedangkan kondisi salinitas yang tergolong rendah dipengaruhi oleh kondisi wilayah yang terletak di bagian muara hingga masuk ke aliran sungai, sehingga salinitasnya lebih rendah karena adanya pengaruh pencampuran dan pengadukan sumber-sumber air tawar dari sungai maupun dari aliran-aliran daratan. Umumnya pada area muara kondisi salinitas mengalami fluktuasi/perubahan dari waktu ke waktu, kondisi ini tentunya akan mengakibatkan kondisi lingkungan yang berubah-ubah sehingga jenis-jenis fitoplankton yang hidup di wilayah ini adalah jenis yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan salinitas. Dengan demikian kaeanekaragaman jenis fitoplankton tergolong rendah dengan hanya 18 jenis saja, jika dibandingkan dengan jenis-jenis fitoplankton di perairan laut yang lebih banyak karena lebih stabil/cenderung tidak berubah-ubah secara signifikan.

Salinitas yang rendah mungkin dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap jenis-jenis fitoplankton yang hidup pada area tersebut. Jenis-jenis fitoplankton yang dijumpai adalah jenis yang memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap perubahan salinitas, mengingat lokasi penelitian adalah area muara hingga alur sungai yang memungkinkan terjadinya campuran air tawar yang berasal dari aliran sungai. Dengan demikin hanya sebagian jenis yang mampu bertahan hidup sehingga nilai keanekaragamannya tergolong rendah.

3. Kecerahan

Kecerahan perairan yang didapatkan rata-rata sebesar 166 cm (1,6 meter) dengan kisaran kecerahan antara 139,5 – 205,5 cm (1,4 – 2 meter). Jika mengacu pada Kepmen LH No. 51 (2004) maka kecerahan yang baik untuk kehidupan biota akuatik adalah > 3 meter, dengan demikian kondisi perairan Kampung Gisi memiliki tingkat kecerahan yang rendah. Kecerahan yang rendah mencirikan perairan yang keruh dan akan berdampak pada penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan.

Pada perairan Kampung Gisi yang kecerahannya rendah dipengaruhi oleh faktor substrat yang diketahui secara visual berbentuk lumpur sehingga terlarut dalam air yang menimbulkan kecerahan yang rendah. Sama halnya dengan pendapat Nyabakken (1992) dalam bahwasanya semakin banyak volume air maka partikel-partikel tersuspensi semakin sedikit sehingga tidak menghalangi cahaya yang masuk ke kolom perairan, hal ini disebabkan oleh lokasi pengukuran dekat dengan perairan dangkal sehingga padatan tersuspensi dapat menghalangi cahaya yang akan masuk ke perairan.

Kecerahan yang rendah pada lokasi penelitian disebabkan oleh tipikal substrat dasar perairan Kampung Gisi yang bertkstur lumpur sehingga pengadukan yang terjadi akan meningkatkan kekeruhan perairan dan akan menghambat penentrasi cahaya. Penetrasi cahaya yang berkurang akan berpengaruh pada kelimpahan jenis yang rendah karena fotosintesis tidak dapat terjadi secara optimal. Kecerahan yang rendah mengakibatkan kelimpahan dan keanekaragaman jenis fitoplankton di Kampung Gisi tidak tergolong tinggi.

4. Arus

Arus perairan Kapung Gisi berada pada kisaran 0,04 – 0,08 m/detik dengan nilai rata 0,06 m/detik. Bila melihat dari rata-rata, arus di perairan Kampung Gisi tergolong rendah/lemah. Arus yang lemah sangat mendukung kehidupan plankton khusunya fitopalnkton karena lebih stabil keadaannya, sehingga dapat lebih cepat berkembang biak. Seperti yang diketahui bahwa kelimpahan fitoplankton di perairan Kampung Gisi tergolong sedang meskipun keanekaragamnnya rendah. Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan

(11)

penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton ditentukan oleh aliran air. Tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002 dalam Iswandi, 2016).

Arus yang lemah pada perairan Kampung Gisi di pengaruhi oleh tipikal perairan yang tenang karena terletak pada area muara sungai menuju alur sungai. Pengamatan dilakukan pada saat kondisi air pasang sehingga arusnya lebih lemah dan akan mendukung terjadinya fotosintesis fitoplankton. Arus yang lemah akan sangat mendukung kehidupan fitoplankton karena kelompok fitoplankton cenderung hidup mengikuti arus, sehingga pada arus yang kuat kondisi fitoplankton tidak stabil.

5. Derajat Keasaman

Pengukuran derajat keasaman perairan Kampung Gisi rata-rata sebesar 6,97 dengan kisaran keasaman perairan antara 6,15 – 7,65. Jika mengacu pada KEPMEN LH (2004) bahwa nilai keasaman perairan yang baik bagi biota perairan adalah pada kisaran 7-8,5. Derajat keasaman perairan Kampung Gisi tergolong rendah (kondisinya cenderung ke arah asam) akan tetapi belum berdampak pada kelimpahan jenis fitoplanktonnya namun hanya keanekaragamannya yang rendah. Namun jika menurut pendapat Effendi (2003) bahwa perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan biota akuatik adalah yang pH nya berkisar 6,5-8,5.

Keasaman perairan kampung Gisi tegolong rendah atau kondisi yang asam sehingga nilainya dibawah baku mutu yang ditetapkan. Kondisi PH yang asam, karena penelitian yang dilakukan pada area yang dekat dengan mangrove. Pada akar mangrove tejadinya pengasaman yang terjadi pada substrat oleh adanya aktifitas bakteri sehingga kondisi keasaman perairan lebih tinggi. dengan demikian, nilai keanekaragamannya tergolong rendah, artinya hanya ada sebagian jenis fitoplankton saja yang mampu untuk bertahan hidup pada kondisi dengan kadar keasaman rendah.

6. Oksigen terlarut

Hasil pengukuran oksigen terlarut di perairan di dapatkan hasil rata-rata sebesar 5,48 mg/L dengan kisaran antara 5,1 – 6,8 mg/L. Menurut Kepmen LH No.51 (2004) bahwa nilai baku mutu oksigen terlarut yang sesuai untuk kehidupan biota laut berkisar (>5) mg/L. dengan demikian nilai oksigen terlarut masih baik bagi kehidupan plankton di perairan Kampung Gisi. Sesuai dengan pendapat Effendi (2003) bahwa sumber oksigen di perairan merupakan kadar oksigen alami yang berada dari difusi atmosfer dan dari hasil fotosintesis.

Kandungan oksigen terlarut melebihi baku mutu, dikarenakan pada siang hari melalui proses fotosintesis fitoplankton akan menghasilkan oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh organisme akuatik lainnya. Namun pada malam hari, kebutuhan oksigen akan meningkat karena fitoplankton juga akan memanfaatkan oksigen untuk proses pertumbuhannya.

7. Nitrat dan Fosfat

Dilihat dari nilai kandungan nitrat di perairan Kampung Gisi berkisar antara 0,6 – 1,70 mg/L dengan rata-rata kandungan nitrat sebesar 0,98 mg/L. Bila mengacu pada Kepmen LH (2004) baku mutu nitrat diperairan 0,008 mg/L. Dengan demikian, kandungan nitrat di perairan Kampung Gisi malebihi baku mutu bagi kehidupan fitoplankton karena melebihi baku mutu yang diharapkan sehingga asupan bahan organik bagi pertumbuhan dan kehidupan fitoplankton bukan saja terpenuhi, namun berlebihan. Dari hasil yang didapatkan bahwa kandungan nitrat tertinggi terjadi pada titik 6, namun jika dilihat dari kelimpahan fitoplakton justru yang tinggi terjadi pada titik 14 dengan nilai kelimpahan 4740 sel/L kandungan nitratnya sebesar 0,7 mg/L. Diasumsikan bahwa senyawa nitrat dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang terjadi di perairan Kampung Gisi dan dapat menyebar keseluruh badan perairan karena adanya arus.

Meningkatnya kandungan nitrat diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan permukiman yang terdapat sekitar bibir sungai yang akan dibawa arus menuju kawasan muara sehingga terjadi penumpukan bahan organik pada muara sungai. Kondisi ini memang akan mendukung kehidupan suatu

(12)

jenis fitoplankton sehingga jumlahnya dominan, namun pada kondisi yang ekstrem akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pertumbuhan (blooming) satu jenis fitoplankton yang berimbas pada penurunan kualitas ekosistem dan mengancam keberlangsungan hidup biota lain. Hal ini bias saja terjadi mengingat kondisi keanekaragaman jenis fitoplankton yang tergolong rendah, namun indeks dominansinya cenderung mengalami peningkatan.

Kandungan fosfat pada perairan Kampung Gisi berkisar antara 0,02 – 0,09 mg/L dengan rata-rata kandungan fosfat sebesar 0,06 mg/L. Mengacu pada Kep Men LH (2004) baku mutu fosfat di perairan adalah senilai 0,015 mg/L. Dengan demikian, kandungan fosfat di perairan Kampung Gisi kurang baik bagi kehidupan fitoplankton karena terlalu tinggi diatas baku mutu optimal. Dari hasil yang didapatkan bahwa kandungan fosfat tertinggi terjadi pada titik 13, namun jika dilihat dari kelimpahan fitoplakton justru yang tinggi terjadi pada titik 14 dengan nilai kelimpahan 4740 sel/L kandungan fosfat sebesar 0,04 mg/L. Namun diketahui kandungan fosfat sebesar 0,04 mg/L sudah melewati ambang baku mutu yang ditentukan sehingga kurang baik untuk mendukung keseagaman jenis fitoplankton.

Kandungan fosfat yang melebihi baku mutu juga dapat mengakibatkan terjadinya ledakan pertumbuhan alga (blooming) suatu jenis fitoplankton yang ditandai dengan meningkatnya nilai indeks dominansi jenis. Di perairan Kampung Gisi diperoleh nilai keseragaman sebesar 0,68 dan indeks dominansi sebesar 0,54. Indeks keseragaman pada saat ini memang masih tergolong tinggi, namun nilai indeks dominansi cenderung mendekati kondisi yang tinggi pula (mendekati 1) yang mencirikan terjadinya peningkatan pertumbuhan/dominansi suatu jenis fitoplankton di perairan Kampung Gisi. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan berpengaruh terhadap kestabilan komunitas fitoplankton karena terjadi dominansi jenis. D. Indikator Perairan Berdasarkan

Indeks Ekologi

Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan Kampung Gisi tergolong rendah mencirikan bahwa kondisi

lingkungan mengalami gangguan sehingga berpengaruh terhadap komunitas fitoplankton. Indeks keanekaragaman mencirikan adanya perubahan kondisi lingkungan akibat dari kondisi aktifitas yang terdapat di sekitar perairan tersebut berupa permukiman, transportasi serta beberapa aktivitas lainnya. Nilai indeks keseragaman memang tergolong tinggi namun mendekati rendah dengan nilai hanya sebesar 0,68 juga mencirikan terjadinya perubahan kondisi lingkungan perairan. Didukung lagi dengan nilai indek dominansi fitoplankton sebesar 0,54 yang terkatogorikan rendah namun cenderung ke arah tinggi mencirikan terjadinya peningkatan dominansi suatu jenis fitoplankton di perairan Kampung Gisi yang mengindiksikan terjadinya kerusakan kondisi lingkungan.

E. Aspek Pengelolaan Kawasan

Perairan

Untuk aspek pengelolaan kawasan perairan Kampung Gisi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Upaya Pengelolaan Kawasan Perairan Kampung Gisi

Hasil Penelitian Aktifitas Pengelolaan

Kelimpahan fitoplakton tergolong sedang dan Keanekaragaman jenis fitoplankton tergolong rendah Mengindikasikan terjadinya perubahan lingkungan dengan adanya aktifitas permukiman Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan memberikan pemahaman untuk menjaga lingkungan perairan. Misalnya dapat dilakukan dengan membuat poster sadar menggunakan bahasa yang mudah di pahami oleh masyarakat. Kandungan nitrat

dan fosfat yang terlampau tinggi Limbah organik yang dihasilkan dari limbah permukiman membuat nilai kandungan nutrient (nitrat dan fosfat) tidak terkontrol di perairan Memberikan pengertian dan informasi yang tepat berdasarkan hasil studi yang dilakukan, untuk menjaga lingkungan perairan dengan membuat

(13)

tempat sampah sederhana di lingkungan permukiman masyarakat kampung gisi. Nilai derajat keasaman yang tergolong rendah (dibawah batas normal) Terjadi akibat dari pengomposan serasah daun mangrove dan bahan organik oleh bakteri (area penelitian terdapat di sekitar area mangrove) Pada umumnya area mangrove memeng memiliki nilai keasaman yang cukup rendah (asam) yang terjadi secara alami akibat dari penguraian bahan organik. Yang dapat dilakukan adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah organik maupun anorganik pada area mangrove sehingga penguraian terjadi secara alami atau tidak menambah beban penguraian.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini meliputi:

1. Jenis fitoplankton yang terdiri atas 18 spesies tercatat bahwa komposisi tertinggi terjadi pada jenis Chaetoceros decipiens yang juga termasuk kedalam kelas Bacillariophyceae dengan komposisi mencapai 54,42%. 2. Kelimpahan total fitoplankton di

perairan Kampung Gisi tergolong sedang dengan kelimpahan rata-rata sebesar 1380 ind/L. Indeks keanekaragaman tergolong rendah, indeks keseragaman tergolong

tinggi, dan indeks dominansi tergolong rendah.

3. Nilai indeks keseragaman termasuk tinggi dan indeks dominansi rendah, namun keanekaragaman rendah mencirikan bahwa kondisi perairan dalam keadaan sedikit terganggu sehingga kestabilan komunitas fitoplanktonnya juga terganggu dilihat dari nilai keanekaragaman yang rendah.

B. Saran

Dari hasil penelitian mengenai komunitas fitoplankton di perairan Kampung Gisi mencirikan bahwa perairan Kampung Gisi dalam kondisi yang terganggu, sehingga penulis menyarankan agar bagi masyarakat sekitar, pemerintah, serta pihak terkait untuk turut membantu dalam menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan perairan agar tetap sesuai bagi kehidupan biota dan organisme akuatik.

DAFTAR PUSTAKA

Arinardi O.H, Sutomo A.B. Yusuf S.A. Trimaningsih. Elly A.Riyono S.H 1997. Kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan Di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta : LIPI. Hlm 19-56 Asriyana dan Yuliana, 2012. Produktivitas

Perairan. Bumi Aksara, Jakarta.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.USU Press. Medan. Basmi, J. 1988. Perkembangan Komunitas

Fitoplankton Sebagai Indikasi Perubahan Tingkat Kesuburan Kwalitas Perairan. Jurusan ilmu Perairan. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Basmi, J. 1999. Planktonologi: Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan. Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air.

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perairan dan Kelautan . IPB. Bogor.

(14)

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kaninus. Yogyakarta. Fachrul. F. M. 2007. Metode Sampling

Bioekologi, Bumi Aksara, Jakarta Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Goldman, C. R. dan A. J. Horne. 1983. Limnology. McGraw Hill International Book Company. Barkeley : xvi + 464 hlm.

Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1986. Kunci Indentifikasi Zooplankton. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hynes, H.B.N. 1972. The Ecology of Runing Water. Liverpool University Press. England.

Melati. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Perairan di Teluk Jakarta. Seminar nasional MIPA 2005. Depok.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI press, Jakarta.

Mulia, R. M. 2006. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press.

Indonesia

Nontji, A.1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 79-129 hlm.

Nyabaken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh M. ediman, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Suharjo. Gramedia. Jakarta. 402 hal. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology

3rd edition. W. B. Sounders Co. Philadepnia.

Odum, P.E. 1993. Dasar-dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Yogyakarta : UGM Press.

Reynolds, C. S. 1984. The Ecology of Freshwater Phytoplankton. Cambridge University Press. Cambridge.

Romimohtarto Kasijian dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta :

penerbit Djambatan hlm 36-39.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Semarang : Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro.

Soewignyo, P., H. Siregar, E. Suwandi dan W. Sumarsini. 1986. Indeks Mutu Lingkungan Perairan Ditinjau dari Segi Biologis. Asisten I Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Welch, P. S. 1952. Limnology. New York :

Mc. Graw Hill Book Company.

Widianingsih, H. R., Djamali A., dan Sugestiningsih. 2007. Kelimpahan dan Sebaran Horizontal Fitoplankton di Perairan Pantai Timur Pulau Belitung. Ilmu Kelautan UNDIP-Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wulandari, Dewi. 2009. Keterikatan Antara

Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia Di Estuaria Sungai Brantas (Porong) Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Gambar

Tabel  8.  Upaya  Pengelolaan  Kawasan  Perairan Kampung Gisi

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitor ini memanfaatkan permukaan elektroda yang luas dan bahan dielektrik yang tipis untuk mencapai nilai kapasitansi yang jauh lebih besar daripada kapasitor konvensional1. Hal

Hasil uji beda dua mean atas variable karakteristik klinis yang diteliti pada sampel penelitian antara kelompok control dan kelompok perlakuan klonidin 4

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu purwarupa perangkat sensor yang telah dibuat dengan Arduino UNO dapat melakukan pembacaan sifat air di

Alat-alat yang digunakan adalah Refrigerator sebagai tempat penyimpanan buah salak pondoh suhu 15 o C, Spektro- fotometer (Spectronic 21, Milton Roy) untuk mengukur

Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Puskesmas adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem informasi yang terintegrasi di semua unit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tidak langsung gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hasil analisis,

[r]

/ila tidak ada lagi pertanyaan, asilitator akan meminta anda sebagai orang pertama dalam kelompok untuk menyampaikan apa saja yang dapat dipelajari dari kasus tersebut,