• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Pendahuluan. 2.2 Pengukuran Data Kondisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Pendahuluan. 2.2 Pengukuran Data Kondisi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pendahuluan

Model penurunan nilai kondisi jembatan yang akan diestimasi mengaitkan data penurunan kondisi jembatan dengan beberapa variabel kontinu yang mempengaruhi penurunan kondisinya. Data penurunan didapat dari data nilai kondisi jembatan yang dinyatakan sebagai skala diskrit ordinal 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.

Dengan menetapkan data diskrit ordinal sebagai variabel tak bebas (dependen) dan data kontinu sebagai variabel bebas (independen), maka model probabilistik probit dan/atau logit dapat diterapkan. Selanjutnya model probit dapat dikembangkan sebagai model probit terurut.

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengukuran data nilai kondisi jembatan yang dinyatakan dalam data rang. Selanjutnya dibahas model penurunan kondisi jembatan IBMS yang digunakan oleh Dinas Bina Marga. Sebagai pengantar pembahasan model probit terurut, model probit dan model logit yang merupakan bentuk sederhana dari model probit terurut akan dibahas pula pada bab ini. Sebagai penutup bab ini, akan dibahas mengenai bentuk model penurunan kondisi jembatan yaitu model probit terurut.

2.2 Pengukuran Data Kondisi

Data kondisi jembatan didapat dari hasil inspeksi. Data tersebut dipresentasikan sebagai skala pengukuran diskrit ordinal, yang disebut data rang. Menurut Madanat et al. (1995), nilai yang diberikan tidak mengindikasi jarak tiap nilai, hanya berupa urutan/ rangking. Nilai ini di lapangan umumnya digunakan untuk data kualitatif. Sebagai contoh, data kondisi jembatan yang dipresentasikan dengan nilai 0, 1, dan 2 dimana 0 merepresentasikan kondisi “baik”, 1 merepresentasikan kondisi “sedang”, dan 2 merepresentasikan kondisi “buruk”.

(2)

Greene (1993) menambahkan bahwa data rang adalah data kuantitatif dimanap perbedaan kondisi yang dipresentasikan oleh nilai kondisi 1 dan 0 tidak

sama dengan perbedaan antara nilai kondisi 2 dan 1.

Selanjutnya data rang ini didapat langsung dari inspeksi pada kondisi jembatan. Pengambilan data dari jembatan-jembatan ini tidak dilakukan acak karena harus didapat dari setiap jembatan. Jadi data bukan sampel data acak. Tetapi data ini bersifat probabilistik karena adanya error dalam pengukuran / penilaian (Madanat et al., 1995). Error ini disebabkan faktor subjektivitas yang berbeda dari para inspektor/ observator setiap melakukan penilaian.

Menurut IBMS (1993), nilai kondisi jembatan dikaitkan dengan lima aspek yang berhubungan dengan kerusakan dengan pembobotan yang dianggap sama. Lima aspek tersebut antara lain:

a. Struktur

Jika kerusakan pada jembatan berbahaya maka diberi nilai 1, jika kerusakan pada jembatan tidak berbahaya maka diberi nilai 0.

b. Tingkat kerusakan

Jika tingkat kerusakan parah maka diberi nilai 1, jika tingkat kerusakan tidak

parah maka diberi nilai 0.

c. Perkembangan volume kerusakan

Jika jumlah kerusakan lebih besar atau sama dengan 50% dari area/ volume/ panjang, maka diberi nilai 1. Jika tidak mencapai 50% dari area/ volume/ panjang, maka diberi nilai 0.

d. Fungsi

Jika elemen jembatan sudah tidak berfungsi, maka diberi nilai 1. Jika elemen jembatan masih berfungsi, maka diberi nilai 0.

e. Pengaruh

Jika kerusakan mempunyai pengaruh pada elemen lain, maka akan diberi nilai 1. Jika kerusakan tidak mempunyai pengaruh pada elemen lain, maka diberi nilai 0.

(3)

Nilai kondisi jembatan yang berupa data rang adalah jumlah angka dari pernyataan tersebut di atas. Total nilai kondisi jembatan adalah antara 0 sampai dengan 5.

Data rang yang menyatakan nilai kondisi jembatan sebagaimana yang dipakai dalam IBMS dinyatakan dengan angka 0 sampai dengan 5, sesuai dengan urutan yaitu 0 = baik sekali, 1 = baik, 2 = rusak ringan, 3 = rusak berat, 4 = kritis, 5 = runtuh/tidak berfungsi.

Nilai kondisi jembatan tersebut diperoleh dari hasil inspeksi yang dilakukan pada setiap elemen jembatan dari sebuah bangunan infrastruktur jembatan secara keseluruhan. Seluruh kerusakan yang terjadi pada setiap elemen jembatan tersebut dicatat dan dinilai yang kemudian nilai tersebut menjadi nilai kondisi dari jembatan yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan inspeksi suatu jembatan, selang waktu antara inspeksi pertama dengan kedua serta selang waktu antara inspeksi kedua dan ketiga dianggap konsisten, misalnya dilakukan setiap tanggal 1 Januari.

2.3 Peluang Transisi Markov

Pada saat ini, peluang transisi Markov telah digunakan secara luas dalam manajemen jembatan untuk mengestimasi penurunan kondisi jembatan (Madanat et al., 1995).

Peluang transisi menyatakan besarnya peluang dimana suatu kondisi akan mengalami perubahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain pada suatu waktu tertentu. Penurunan kondisi jembatan menyatakan perubahan kondisi jembatan dari kondisi lebih baik menjadi kondisi yang kurang baik dalam suatu waktu tertentu. Besarnya peluang terjadinya penurunan kondisi jembatan dinyatakan dengan peluang transisi.

Menurut Madanat et al. (1995), transisi atau perubahan bersifat probabilistik di alam dikarenakan oleh beberapa hal sebagai berikut :

a. Perubahan kondisi berupa variabel yang tidak teramati.

(4)

b. Adanya error dalam pengukuran.

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, adanya error dalam pengukuran disebabkan jumlah observator atau orang yang terlibat dalam pengambilan data di lapangan banyak dengan subjektivitas yang berbeda-beda serta waktu penilaian yang tidak sama.

c. Sifat stokastik dari proses perubahan kondisi.

Proses stokastik adalah suatu barisan kejadian yang memenuhi hukum-hukum peluang (Karlin dan Taylor, 1975). Proses perubahan kondisi mengandung ketidakpastian atau tidak dapat diduga di alam sehingga memenuhi hukum-hukum peluang. Hal ini mengakibatkan proses perubahan kondisi memiliki sifat stokastik di alam.

Menurut Ross (2000), proses stokastik yang memenuhi sifat Markov dikenal dengan rantai Markov. Misalkan terdapat suatu proses stokastik {Xn, n =

0, 1, 2, ...} yang mempunyai ruang keadaan berupa himpunan berhingga atau himpunan terbilang. Jika Xn = i, maka proses berada pada kondisi i pada waktu n.

Untuk semua i0,..., i n-1, i, j dan semua n≥0, berlaku sifat

1 0 0 1 1 1

{ n ,..., n n , n } { n n }

P X + = j X =i X =i X = =i P X + = j X =i (2.1) Dengan sifat seperti di atas, proses stokastik tersebut dinamakan rantai Markov. Persamaan (2.1) menyatakan bahwa pada rantai Markov, kondisi mendatang (Xn+1) saling bebas dengan kondisi lampau (Xn-1) dan bergantung pada kondisi

saat ini (Xn).

Misalkan nilai pij merepresentasikan peluang perubahan kondisi dari i ke j.

Karena peluang bersifat non-negatif maka didapat

0 0, , 0, 1, 0,1,... ij ij j p i jp i = ≥ ≥

= =

Dari matriks peluang transisi bisa dilihat berapakah peluang perubahan kondisi suatu jembatan dari nilai kondisi lebih bagus ke nilai kondisi lain yang lebih buruk. Bentuk umum matriks peluang transisi yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

(5)

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = mn m m n n p p p p p p p p p P ... . . . ... ... 1 0 1 11 10 0 01 00 (2.2) dengan 1 0 =

= n j ij

p ; i=0, 1, …,m ;, j=0, 1, …, n dan m = n adalah nilai kondisi terbesar.

Secara khusus pada jembatan, nilai kondisi terbesar yang terjadi yaitu nilai 5, yang menyatakan kondisi jembatan runtuh. Dengan mensustitusikan m=n=5 pada bentuk umum matriks peluang transisi Markov di atas, didapat bentuk matriks peluang transisi Markov yang akan digunakan menjadi sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 55 54 53 52 51 50 45 44 43 42 41 40 35 34 33 32 31 30 25 24 23 22 21 20 15 14 13 12 11 10 05 04 03 02 01 00 p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p P (2.3) dengan 5 1 0 =

= j ij p ; i=0, 1, …,5 ;, j=0, 1, …, 5

Dengan adanya asumsi bahwa tidak ada penanganan atau perbaikan pada bangunan infrastruktur, maka perubahan kondisi hanya terjadi dari nilai kondisi lebih baik ke nilai kondisi lebih buruk. Akibatnya, tidak ada perubahan kondisi dari nilai kondisi lebih buruk menjadi nilai kondisi lebih baik. Didapat peluang perubahan kondisi dari kondisi i ke kondisi j yaitu

, 0,1,...,5, 0,1,...,5 0, ij ij p i j p i j = = ⎧ = ⎨ > (2.4)

Sehingga bentuk matriks peluang transisi Markov yang akan digunakan menjadi sebagai berikut :

(6)

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 45 44 35 34 33 25 24 23 22 15 14 13 12 11 05 04 03 02 01 00 p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p P (2.5)

2.4 Model Penurunan Kondisi

Secara alamiah, suatu jembatan akan mengalami perubahan kondisi dari waktu ke waktu. Faktor-faktor di alam seperti umur, kondisi cuaca, dan kondisi lalu lintas di jembatan akan mempengaruhi kondisi jembatan. Jika jembatan dibiarkan begitu saja, tanpa adanya perlakuan perbaikan ataupun pemeliharaan, maka perubahan kondisi yang terjadi adalah penurunan kondisi jembatan.

Untuk mengetahui seperti apa penurunan kondisi suatu jembatan, perlu dicari seperti apakah model penurunan kondisi jembatan. Menurut IBMS (1993), perubahan nilai kondisi jembatan dimodelkan dengan menggunakan kurva kerusakan atau kurva penurunan kondisi jembatan. Kurva ini digunakan untuk mengestimasi nilai kondisi suatu jembatan berdasarkan umur jembatan.

Penentukan nilai kondisi pada kurva penurunan kondisi menurut IBMS (1993) yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

1 100 1 ( ) 5 b t N CM t a ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ = − ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2.6) dimana :

CM(t) = Condition Mark, yaitu nilai kondisi pada tahun t t = Umur elemen

N = Umur rencana elemen

(7)

Jika nilai a, N, t diasumsikan tetap sedangkan b berubah-ubah, dengan

menggunakan bantuan program Maple 9 seperti yang dinyatakan dalam Lampiran F, didapat kurva penurunan kondisi jika a=4, N=50 sebagai berikut:

Dari gambar 2.1 disamping, terlihat pola penurunan kondisi jembatan untuk nilai b yang berubah-ubah. Dimisalkan 3 nilai b yang berbeda, yaitu b=2 (kurva a dengan warna merah); b=2,5 (kurva b dengan warna hijau); dan b=3 (kurva c dengan warna biru).

Kurva yang diinginkan adalah kurva yang memotong sumbu tegak (sumbu-y) CM=0 pada saat t=0 dan CM=5 pada saat t=N. Didapat dari Gambar 2.1 di atas, kurva yang paling sesuai adalah kurva a dengan nilai b=2. Pada kurva tersebut, sumbu y terpotong pada CM=0 pada saat t=0 sedangkan sumbu-x terpotong pada CM=5 pada saat t=N=50.

Jika nilai b, N, t diasumsikan tetap sedangkan a berubah-ubah, dengan menggunakan bantuan program Maple 9 seperti yang dinyatakan dalam Lampiran F, didapat kurva penurunan kondisi jika b = 2, N = 50 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kurva Penurunan Kondisi asumsi a, N, t tetap dan b berubah-ubah

(8)

Dari gambar 2.2 disamping, terlihat pola penurunan kondisi jembatan untuk nilai a yang berubah-ubah. Dimisalkan 3 nilai a yang berbeda, yaitu a=3 (kurva a dengan warna merah); a=4 (kurva b dengan warna hijau); dan a=5 (kurva c dengan warna biru).

Kurva yang diinginkan adalah kurva yang memotong sumbu tegak (sumbu-y) CM=0 pada saat t=0 dan CM=5 pada saat t=N. Didapat dari Gambar 2.2 di atas, kurva yang paling sesuai adalah kurva b dengan nilai a=4. Pada kurva tersebut, sumbu y terpotong pada CM=0 pada saat t=0 sedangkan sumbu-x terpotong pada CM=5 pada saat t=N=50.

2.5 Model Penurunan Kondisi Jembatan Bina Marga

Untuk memodelkan nilai kondisi jembatan yang mengalami penurunan kondisi, Direktorat Bina Marga menggunakan model IBMS di atas. Pada model Bina Marga digunakan N = 50, nilai a = 4.66, b = 1.9051 (Muchyidin, 2005) sehingga didapat persamaan sebagai berikut :

1 1,9051 100 1 50 ( ) 5 4,66 t CM t ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ = − ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2.7) dimana :

CM(t) = Condition Mark, yaitu nilai kondisi pada tahun t

Gambar 2.2 Kurva Penurunan Kondisi asumsi b, N, t tetap dan a berubah-ubah

(9)

t = Umur elemen

Kurva penurunan kondisi jembatan yang dihasilkan dari persamaan (2.7) di atas yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.3 Tipikal kurva kerusakan (Sumber : Departemen PU, 1993)

Dimisalkan umur elemen (t) adalah 40 tahun. Dengan mensubstitusikan nilai tersebut pada persamaan (2.7), didapat nilai kondisi jembatannya sebagai berikut: 1 1,9051 40 100 1 50 ( ) 5 4,66 CM t ⎛ ⎛ ⎞⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ = − ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ = 2,8517

Didapat nilai kondisi jembatan tersebut adalah 2,8517 ≈ 3. Nilai 3 artinya kondisi jembatan berada pada kondisi rusak berat. Jika diperhatikan pada kurva di atas, terlihat bahwa titik perpotongan umur elemen 40 tahun berpotongan dengan titik

CM pada nilai 2,8517 atau dibulatkan menjadi 3.

Dari persamaan kurva penurunan kondisi pada program IBMS tersebut

BMS Deterioration Model N=50, a=4.66, b=1.9051 5 4 3 2 1 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Umur (tahun) CM

(10)

yang paling berpengaruh didalam penurunan kondisi suatu bangunan infrastruktur jembatan. Faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada lebih cepat atau tidaknya penurunan kondisi suatu elemen jembatan, seperti misalnya faktor lalu-lintas yang melewatinya, faktor lingkungan dimana bangunan infrastruktur jembatan tersebut berada serta faktor kualitas konstruksi, dianggap memberikan pengaruh yang tidak terlalu besar, sehingga diabaikan.

2.6 Model Logit

Dalam pemodelan probabilistik dikenal adanya model logit dan probit. Model-model ini sering digunakan dalam kasus dimana variabel dependennya berupa data diskrit. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai model logit atau yang biasa disebut model regresi logistik. Namun sebelum itu, akan dijelaskan mengenai distribusi logistik yang digunakan dalam model logit.

Menurut Greene (1993), distribusi logistik memiliki fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut:

1 ( ) ( ) 1 x F x x e− = Λ = + (2.8)

Sedangkan fungsi kepadatan peluangnya yaitu : ( ) ( )[1 ( )] f x = Λ x − Λ x 1 1 1 1 ex 1 ex ⎡ ⎤ = + ⎣ + ⎦ 1 1 1 1 1 x x x e e e − − − ⎡ + − ⎤ = + + 1 1 1 x x x e e e − − − ⎡ ⎤ = + + 2 ( ) (1 ) x x e f x e − − = + (2.9)

Model logit adalah model tak linier yang menggunakan distribusi logistik dalam pengandaian faktor error εi. Selain itu, model ini juga menggunakan

(11)

variabel dummy sebagai variabel dependennya. Variabel dummy yang dimaksud disini adalah jenis variabel diskrit yang mempunyai dua nilai, yaitu 0 dan 1.

Misalkan Yi adalah variabel respon yang benilai 1 yang menyatakan

”sukses” dan 0 yang menyatakan ”gagal” . Misalkan pula Xi adalah variabel

faktor-faktor yang mempengaruhi Yi. Jika Pi menyatakan besarnya peluang

terjadinya ”sukses” dan 1-Pi menyatakan besarnya peluang terjadinya ”gagal”,

maka bentuk model logit adalah sebagai berikut:

*= logit = log 1 i i i i i i P Y X P β ε ⎛ ⎞ = + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2.10) (Agresti, 1996) dan * * 1, jika 0 0, jika 0 i i i Y Y Y ⎧ > = ⎨ , i=1, ..n (2.11) dimana : * i Y = logit i β = koefisien parameter i

ε = error, εiberdistribusi logistik (Agresti, 1996).

Bentuk model seperti yang dinyatakan pada persamaan (2.10) di atas didapat dari transformasi distribusi logistik. Jika error εiberdistribusi logistik, maka berdasarkan persamaan (2.11) didapat persamaan untuk peluang terjadinya

Yi = 1 sebagai berikut ( 1) i i P =P Y = * ( i 0) P Y = > ( i i i 0) P β X ε = + > ( i i i) P ε β X = > − ( i i i) P ε β X = < ( i i) F β X = 1

(12)

Persamaan untuk peluang terjadinya Yi = 0 didapat sebagai berikut * 1− =Pi P Y( i ≤ 0) ( i i i 0) P β X ε = + ≤ ( i i i) P ε β X = ≤ − ( i i i) P ε β X = ≥ 1 FiXi) = − 1 1 i i i i X i X e P e β β − − − = + (2.13)

Dari persamaan (2.12) dan (2.13) didapat bentuk logit

* logit log 1 i i i P Y P ⎛ ⎞ = = − ⎝ ⎠ 1 1 log 1 i i i i i i X X X e e e β β β − − − ⎛ ⎞ ⎜ + ⎟ = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ + ⎟ ⎝ ⎠ 1 log iXi e−β ⎛ ⎞ = ⎝ ⎠

( )

log eβiXi = * i i i YX

Terbukti hasilnya sama dengan persamaan (2.10) yang telah disebutkan di halaman sebelumnya.

Pada Gambar 2.4 di bawah digambarkan kurva model logit yang menyatakan proporsi sukses dan merupakan presentasi dari persamaan peluang sukses pada persamaan (2.12)

1 1 i i i X P e−β = +

Kurva tersebut terlihat membentuk huruf S yang mendekati nilai 0 dan 1. Bentuk ini umum digunakan untuk memodelkan respon yang berupa data biner yang dinyatakan dengan nilai 0 atau 1 (Weisberg, 1985).

(13)

Gambar 2.4 Kurva model logit (a.) jika nilai β >0; (b.) jika nilai β <0 (Agresti, 1996)

Pada Gambar 2.4 di atas, kurva 2.4a menggambarkan model logit jika nilai

β>0. Pada kurva tersebut, variabel respon akan mengalami kenaikan jika nilai

peluang suksesnya mengalami kenaikan. Kurva 2.4 b menggambarkan model logit jika nilai β<0. Pada kurva tersebut, variabel respon akan mengalami penurunan jika nilai peluang suksesnya mengalami kenaikan.

2.7 Model Probit

Selain model probit, dalam pemodelan probabilistik dikenal juga adanya model probit. Seperti halnya model logit, model probit ini juga sering diterapkan pada kasus analisis data diskrit nominal. Model probit dikenalkan pertama kali oleh Chester Bliss pada tahun 1934, dimana kata “probit” merupakan kependekan dari probability unit.

a.)

(14)

Menurut Yong (2003), model probit adalah model tak linear yang menggunakan variabel dummy sebagai variabel dependennya dan mengandaikan faktor error εi berdistribusi normal N(0,σ2). Variabel dummy yang dimaksud

disini adalah jenis variabel diskrit yang mempunyai dua nilai, yaitu 0 dan 1. Variabel dummy tersebut dihubungkan dengan variabel respon yang tidak teramati namun ingin diketahui.

Pada model probit, digunakan distribusi normal dengan rataan (µ) dan variansi σ2 N(0,σ2) dalam transformasinya. Distribusi normal N(0,σ2)ini

memiliki fungsi kepadatan peluang sebagai berikut:

( )1/ 2 ( / )2 1 ( ) ( ) 2 x f x φ x e σ πσ − = = (2.14)

Sedangkan fungsi distribusi kumulatif nya yaitu :

( )1/ 2 ( / )2 1 ( ) ( ) ( ) 2 x x t F x x φ t dt e σ dt πσ − −∞ −∞ = Φ =

=

(2.15)

Bentuk kurva Normal seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 di bawah ini

Gambar 2.5 Kurva Normal

Dari Gambar 2.5 di atas dapat dilihat bahwa kurva normal memiliki nilai maksimum pada saat x = µ. Kurva simetris kiri kanan terhadap sumbu tegak yang melalui rataan µ (Walpole, 1995).

Misalkan Yi adalah variabel respon yang benilai 1 yang menyatakan

”sukses” dan 0 yang menyatakan ”gagal” . Misalkan pula Xi adalah variabel

faktor-faktor yang mempengaruhi Yi. Jika Pi menyatakan besarnya peluang

terjadinya ”sukses”, maka bentuk model probit adalah sebagai berikut:

( )

* 1 = probit = i i i i i Y Φ− PX +ε (2.16) µ σ x

(15)

dan * * 1, jika 0 0, jika 0 i i i Y Y Y ⎧ > = ⎨ ≤ ⎩ (2.17) dimana : i β = koefisien parameter 1 −

Φ = invers fungsi distribusi normal standar i

ε = error, εiberdistribusi logistik (Agresti, 1996).

Bentuk model seperti yang dinyatakan pada persamaan (2.16) di atas didapat dari transformasi distribusi normal. Jika error εiberdistribusi normal,

maka berdasarkan persamaan (2.17) didapat persamaan untuk peluang terjadinya

Yi = 1 sebagai berikut * ( 0) i i P =P Y > ( i i i 0) P β X ε = + > ( i i i) P ε β X = > − ( i i) P ε βX = < ( ) i i P =F βX (2.18)

Dari persamaan (2.18) di atas didapat

( )

* probit 1 i i Y = = ΦP

(

)

1 ( i) F βX − = Φ 1 i ( ) X t dt β φ − −∞ ⎛ ⎞ = Φ ⎜

⎠ * i i YX

Terbukti hasilnya sama dengan persamaan (2.16) yang telah disebutkan di awal. Kurva model probit membentuk huruf S, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6 di bawah ini.

(16)

Gambar 2.6 Kurva model probit (Greene, 1993).

Pada Gambar 2.6 di atas, kurva model probit membentuk huruf S yang mendekati nilai 0 dan 1. Kurva tersebut mirip dengan bentuk kurva model logit yang telah digambarkan pada Gambar 2.4 sebelumnya. Pada Gambar 2.7 di bawah ini, digambarkan kurva model probit yang terlihat lebih landai di banding kurva model logit, perbedaannya kecil. Hal tersebut mengakibatkan model probit dan logit biasanya mengarah pada kesimpulan yang sama untuk data yang sama dalam praktek (Garson, 1998).

Gambar 2.7 Kurva model probit dan model logit

Menurut Garson (1998), model logit berdasarkan pada asumsi bahwa variabel respon merepresentasikan variabel kualitatif yang tak teramati dan

(17)

menggunakan distribusi logistik. Sedangkan model logit berdasarkan pada asumsi bahwa variabel respon merepresentasikan variabel kuantitatif yang tak teramati dan menggunakan distribusi kumulatif Normal.

Dalam model penurunan kondisi jembatan, model probit yang dikembangkan dipilih untuk digunakan karena variabel penurunan kondisi jembatan bersifat kuantitatif tak teramati.

2.8 Model Probit Terurut

Dalam statistik, kata terurut biasa digunakan dalam kaitannya dengan skala pengukuran. Variabel yang mempunyai skala terurut sering disebut variabel ordinal. Nilai yang diberikan tidak mengindikasi jarak tiap nilai, tetapi hanya berupa urutan/ rangking. Sebagai contoh, data kondisi jembatan yang direpresentasikan secara berurutan dengan nilai 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 dimana 0 menyatakan kondisi terbaik dan 5 menyatakan kondisi terburuk.

Model probit terurut adalah model yang dikembangkan dari model probit untuk memodelkan variabel respon yang berupa data diskrit ordinal (Greene, 1993). Model probit terurut diperkenalkan pertama kali dalam ilmu sosial untuk memodelkan karakteristik yang tidak dapat diobservasi dalam populasi. Model ini mengasumsikan adanya variabel acak kontinu yang tidak terobservasi dan memungkinkan untuk mengenali adanya pengaruh laten di alam (Madanat et al., 1995).

Ide utama dari model probit terurut adalah adanya variabel laten kontinu yang dihubungkan dengan respon ordinal yang diobservasi. Selain itu, ada

threshold yang membagi daerah menjadi beberapa kategori ordinal (Jackman,

2003).

Model probit terurut digunakan untuk mengkonstruksi incremental model dimana beda nilai kondisi adalah indikator dari laten penurunan kondisi. Model ini ditambahkan pada nilai kondisi awal untuk mengestimasi nilai kondisi selanjutnya. Model ini juga dapat digunakan untuk menghitung matriks transisi

(18)

dikembangkan. Hal ini disebabkan proses mekanisme penurunan kondisi yang berbeda untuk tiap kondisi.

Misalkan Xn adalah variabel yang paling berpengaruh terhadap penurunan

kondisi infrastruktur seperti panjang bentang, lebar, umur, beban lalu lintas (AADT), tipe permukaan yang digunakan, dan faktor lingkungan. Misalkan pula

Uin adalah fungsi dari variabel paling berpengaruh. Maka Uin dapat didefinisikan

sebagai laten penurunan kondisi dan direpresentasikan oleh variabel acak.

Misalkan Uin adalah laten penurunan kondisi untuk fasilitas n dalam state i. Uin diasumsikan berada diantara 0 dan ∞ karena adanya laten penurunan kondisi

yang diharapkan selalu bernilai tak negatif, sesuai dengan pemberian nilai rang pada kondisi jembatan. Didapat model penurunan kondisi laten untuk tiap state kondisi yang dinyatakan dengan hubungan linier antara laten penurunan kondisi

Uin dan himpunan variabel yang paling berpengaruh yang terobservasi Xn adalah

sebagai berikut:

logUini'Xnin

(2.19) dimana

Uin = laten penurunan kondisi untuk fasilitas n dalam state i βi’ = parameter yang akan diestimasi

Xn = variabel paling berpengaruh dari fasilitas n εin = error, εi : N(0,1)

Penggunaan logaritma pada persamaan (2.21) di atas digunakan untuk menjamin nilai Uin selalu tak negatif. Jika nilai Uin negatif, maka yang terjadi

adalah kenaikan kondisi. Berdasar asumsi bahwa tidak ada kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi yang dilakukan, maka hal ini tidak mungkin terjadi. Selain itu, melihat sifat fisis penurunan kondisi yang disebabkan variabel yang berpengaruh, termasuk kondisi sebelumnya, maka diperkirakan proses penurunan kondisi tidak akan bisa mengikuti model linier sederhana. Misalkan suatu jembatan yang retak atau rusak di suatu tempat dan mengalami penurunan kondisi, maka pada waktu yang akan datang jembatan ini akan mengalami penurunan kondisi lagi dan perubahan ini kemungkinan tidak akan mengikuti model regresi linier karena

(19)

beban lalu lintas dan variabel alami lainnya. Hal yang mungkin terjadi adalah proses penurunan kondisi mengikuti bentuk logaritma.

Hubungan antara laten penurunan kondisi Uin dengan himpunan variabel

paling berpengaruh yang terobservasi (Xn) tidak dapat diestimasi langsung karena Uin tidak terobservasi secara langsung. Hal ini mengakibatkan parameter β tidak

dapat langsung dihitung nilai estimasinya. Hal yang dapat diobservasi dari bangunan infrastruktur adalah nilai kondisi. Perubahan nilai kondisi inilah yang akan digunakan untuk mengestimasi model penurunan kondisi pada persamaan (2.21).

Misalkan variabel Zin adalah perubahan nilai kondisi pada fasilitas

bangunan infrastruktur ke-n dari suatu state kondisi i. Maka nilai Zin akan bernilai

antara 0 sampai dengan m-i untuk nilai kondisi i, dimana i=0, 1, 2, ..., m dan m adalah nilai kondisi terendah (runtuh).

Misalkan parameter γi0i1,...,γi(i1) merepresentasikan threshold yang memetakan nilai kontinu Uin ke dalam nilai diskrit Zin, dengan γi0 = 0 dan

γi(i+1)=∞. Didapat hubungan yaitu perubahan nilai kondisi, Zin adalah j jika laten

penurunan kondisi dalam periode waktu, Uin berada diantara titik batas γi0 dan γi(j-1).

Secara matematis, hubungan antara dinyatakan Zin dan Uin adalah sebagai

berikut : j Zin = jika γijUini(j+1) untuk j = ,..,0 mi (2.20) ij i i i γ γ γ γ 0 =0< 1 < 2 <...< dimana

Zin = perubahan kondisi pada fasilitas n i, j = nilai kondisi

m = nilai kondisi terendah

Uin = laten penurunan kondisi untuk fasilitas n γij = threshold

(20)

Ilustrasi hubungan antara Zin dan Uin seperti yang dinyatakan pada Gambar

2.8 berikut:

Gambar 2.8 Hubungan antara Zin dan Uin

0 1 m-i

γi0=0 γi1 γi2 … γi(m-i)

Uin Zin

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Penurunan Kondisi  asumsi a, N, t tetap dan b berubah-ubah
Gambar 2.3 Tipikal kurva kerusakan  (Sumber : Departemen PU, 1993)
Gambar 2.4 Kurva model logit   (a.) jika nilai β &gt;0;  (b.) jika nilai β &lt;0  (Agresti, 1996)
Gambar 2.6 Kurva model probit  (Greene, 1993).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek. Potensi setiap sumber daya manusia yang ada dalam proyek seharusnya

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai perbedaan adversity quotient pada mahasiswa yang mengikuti Objective Structured Clinical Skills (OSCE) berdasarkan motivasi

Berdasarkan model genangan banjir rob yang ditunjukkan pada Gambar 14, hampir seluruh kelurahan di Kecamatan Semarang Utara terkena dampak dari banjir rob, yang

Hasil dari proses query selanjutnya disusun pada pesan SMS reply yang akan dikirimkan kembali kepada pengguna sesuai dengan permintaan informasinya (proses 5). Proses 6 adalah

PELAKSANAAN : Terlaksananya Pengelolaan Data dan Informasi Bidang Pendidikan Madrasah MONITORING : Masih ada operator tingkat kabupaten/Kota yang Non-PNS2. KENDALA : -

Dari kelima data utama penelitian ini (Editorial Media Indonesia), kesimpulan yang diperoleh pada tingkat analisis teks adalah Editorial Media Indonesia sebagai

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan