• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN UUD 1945 PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN UUD 1945 PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

  PERUBAHAN UUD 1945 PENDAHULUAN

I.          Latar Belakang Masalah

Gerakan reformasi yang berhasil rnengakhiri 32 tahun kekuasaan orde baru telah membawa perubahan kearah iklim demokratisasi dalam kehidupan politik di Indonesia menuju terwujudnya masyarakat madani, yaitu masyarakat yang beradab, terbuka, demokratis, berkeadilan dan berperikemanusiaan. Tuntutan-tuntutan akan perubahan yang intinya lebih mengedepankan kedaulatan rakyat dan otonomi rnulai bermunculan. Salah satunya, tuntutan penyempurnaan UUD 1945 yang selama ini bernilai “keramat”. [1]

Reformasi konstitusi yang terjadi pada kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia pada era sekarang ini, merupakan saat terpenting yang harus terus dijaga dan dipelihara, agar tetap berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan. Keberlanjutan dan konsistensi

diperlukan untuk mengeluarkan bangsa Indonesia dan segala krisis pemerintahan,

(2)

Konstitusi sebagaimana selalu dipahamkan sebagai seperangkat ketentuan hukum yang disusun secara sisternatis yang mengatur pokok-pokok struktur dan fungsi lembaga-lembaga negara dalam menjalankan pemerintahan, termasuk kewenangan dan batas-batas

kewenangan. Menurut K.C.Wheare F.B.A dalam buku Modern Constitution 2[2] menjelaskan. istilah konstitusi secara garis besarnya dapat dibedakan ke dalam dua pengertian, yaitu:

 

1.       Istilah konstitusi dipergunakan untuk menunjuk kepada sejumlah rules mengenai sistem ketatanegaraan.

2.       Istilah konstitusi menunjuk kepada suatu dokumen atau beberapa dokumen yang

memuat aturan-aturan dan ketentuan.-ketentuan tertentu yang bersifat pokok atau dasar saja mengenai ketatanegaraan suatu negara.

Konstitusi Indonesia dalam hal ini UUD 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus I 945, pada awalnya direncanakan hanya untuk sementara. Ia hanya merupakan dokumen singkat yang berisikan prinsip - prinsip umum serta menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada perundang - undangan yang lebih rendah. Banyak hal yang dicantumkan di dalamnya memiliki makna ganda. Keadaan inilah yang

kemudian dijadikan oleh penguasa dasar dalam menafsirkan pasal – pasalnya sesuai dengan kepentingan politiknya.

Sebenarnya keinginan untuk dilakukannya perubahan atas UUD 1945 telah lama menjadi keinginan sebagian ahli hukum tata negara. Namun demikian, dalam proses perubahan UUD 1945 ini pun masih muncul beragam pandangan, terutarna mengenai bentuk perubahannya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul : “ Peruhahan UUD 1945 (Kajian Dan Teori Konstitusi)

(3)

Dengan mengacu latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1.      Apakah secara teoritis, cara perubahan UUD 1945 telah mencerminkan prinsip-prinsip umum cara perubahan konstitusi?.

2.      Bagaimanakah pandangan ahli terhadap perubahan beberapa pasal UUD 1945 dan dikaitkan dengan pandangan penülis sendiri?.

PEMBAHASAN

I.          Tinjaiuan Umum Konstitusi

Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan negara, baik yang sudah lama  merdeka maupun yang baru saja memperoleh kemerdekaannya. Konstitusi dan Undang-Undang Dasar sering kali memiliki bahasan yang berbeda. Secara umum, konstitusi menunjuk pada pengertian hukum dasar tidak tertulis, sedangkan Undang-Undang Dasar menunjuk pada pengertian hukum dasar tertulis.

Herman Heller menyatakan, bahwa konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-undang dasar.3[3] Dalam praktek pengertian konstitusi dapat berarti lebih luas daripada pengertian Undang – Undang Dasar, walaupun ada juga yang menyamakan dengan pengertian Undang – Undangh Dasar. Penyamaan pengertian antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar seperti yang dikemukakan oleh Sri Soemantri M adalah penyamaan arti dan keduanya ini sesuai dengan praktik ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara dunia termasuk di Indonesia.

(4)

tutional Law,

Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja

badan-badan tersebut. Jadi pada pokoknya dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar.

 

Kalau kita lihat konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945, tampaknya para penyusun menganut pemikiran sosiologis, sebab dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan ;

“Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, disamping Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan – aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.

Pengertian konstitusi dapat disederhanakan dalam rumusannya sebagai kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui, dalam hal mana hukum menetapkan:

1.       Pengaturan mengenai pendirian lernbaga-lembaga yang permanen lem baga - lembaga yang permanen.

2.       Fungsi dan alat-alat kelengkapan.

3.       Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan

(5)

Kedudukan, fungsi dan tujuan konstitusi dalam negara berubah dan masa ke masa. Pada masa peralihan dan negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. Setelah perjuangan dimenangkan oleh rakyat, konstitusi bergeser kedudukan dan perannya dan sekedar penjaga keamanan dan kepentingan hidup rakyat terhadap kezaliman penguasa, menjadi senjata pamungkas rakyat untuk mengakhiri kekuasaan sepihak satu golongan dalam sistem monarki dan oligarki, serta untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama

 

rakyat dengan menggunakan berbagai ideologi seperti : individualisme, liberalissme, universalisme. demokrasi dan sebagainya.[4]

Pada negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional. Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan dernikian diharapkan hak-hak warga negara akan terlindungi. Gagasan ini dinamakan

konstitusionalisme.

Dalam sejarah dunia barat, konstitusi dimaksudkan untuk menentukan batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pernerintahan. Dengan bangkitnya paham kebangsaan sebagai kekuatan pemersatu, serta dengan kelahiran demokrasi sebagai paham politik yang progresif dan militan, konstitusi menjamin alat rakyat untuk konsolidasi kedudukan hukum dan politik, untuk mengatur kehidupan bersarna dan untuk mencapai cita-citanya dalam bentuk negara. Berhubung dengan itu konstitusi di zaman modern tidak hanya memuat aturan-aturan hukurn, tetapi juga merumuskan atau menyimpulkan

prinsip-prinsip hukum, haluan negara dan patokan kebijaksanaan, yang kesemuanya mengikat penguasa.

Sementara ini di Inggris tidak mempunyai Undang-Undang Dasar, tetapi mempunyai konstitusi yang secara lengkap memuat aturan-aturan keorganisasian negara berdasarkan

(6)

menegakkan hukum sebagai hasil perlawanan bersenjata dan tuntutan dari para bangsawan. Karena itu negara Inggris menjadi contoh bagi Moritesquieu ketika ia mengajarkan teori pemisahan tiga kekuasaan pemerintahan

(Trias Politica) yang kemudian dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Amerika yang kemudian dirumuskan dalam UUD Ameria Serikat tahun 1787.

Menurut Carl.J.Friedrich dalam bukunya Constitutiona1 Government and Democracy. Konstitusionalisme ialah:

“merupakan gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas’.

Pembatasan yang dianggap paling efektif ialah dengan jalan membagi kekuasaan. Pembatasan-pembatasan ini tercermin dalam Undang - Undaug Dasar atau

konstitusi. Jadi, dalam anggapan ini, konstitusi mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau manifestasi dan hukum yang tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat tetapi oleh pemerintah serta penguasa sekalipun.5[5]

Dalam perkembangan selanjutnya, di Amerika kita saksikan adanya perjuangan untuk

pengakuan hak-hak asasi manusia seperti adanya Bi11 of Rights yang diproklamirkan pada tahun 1778 oleh Virginia. Di dalamnya dinyatakan bahwa sebenarnya setiap manusia

diciptakan bebas dengan dikaruniai hak-hak yang tidak dapat dirampas atau dienyahkan. Setiap manusia berhak untuk hidup dalam kesejahteraan dan perdamaian tanpa ketakutan akan dirampas hak miliknya oleh penguasa. Semua kekuasaan itu sebenarnya berasal dari rakyat. Akan tetapi, karena rakyat insyaf jika setiap orang boleh menggunakan hak-haknya sesuka hati tentu akan timbut kekacauan, maka rakyat menyerahkan sebagian hak-haknya kepada penguasa. Kalau rakyat diperlakukan sewenang - wenang, maka berdasarkan teori itu,

(7)

berhak pula untuk merampas kembali kekuasaan itu dari penguasa. Anggapan ini dipengaruhi oleh filsafat John Locke tentang teori kontrak sosial.

Di Perancis muncul reaksi atas perlakuan sewenang-wenang dari raja-raja absolut, maka timbullah revolusi Perancis pada tahun 1789. Pengaruh positif revolusi Perancis pada tahun 1789 telah diproklamirkan suatu pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenal sebagai declaration des droits de I ‘ homme et du citoyen. Di negara-negara komunis, Undang-Undang Dasar rnempunyai fungsi ganda. Pada satu pihak mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah tercapainya

masyarakat komunis dan merupakan pencatatan formil dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Di pihak lain, Undang-Undang Dasar memberikan rangka dan dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita -citakan dalam tahap perkembangan berikutnya.

Usaha negara untuk mencapai tujuan masyarakat negaranya, dalam konstitusi telah ditentukan adanya bermacam - macam lembaga negara. Supaya tidak terjadi penyalahgunaan

kekuasaan, kedudukan serta tugas dan wewenang masing-masing lembaga negara juga ditentukan.  Hal ini berarti adanya pembatasan  kekuasaan terhadap setiap lembaga politik. Pembatasan terhadap lembaga-lembaga tersebut meliputi dua hal : [6]

1.       Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya

Pembatasan kekuasaan dalam arti isi mengandung arti, bahwa dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga-lembaga negara. Bahkan terhadap lembaga negara yang mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan negara, dalam hal ini pemerintah, masih mendapat pengawasan dan lembaga permusyawaratan rakyat.

2.  Pembatasan kekuasaan yang berkenan dengan waktu dijalankannya kekuasaan terbut

Pembatasan dalam arti kedua adalah pembatasan kekuasaan mengenai waktu kekuasaan itu dapat dijalanlan. Hal ini berkenaan dengan masa jabatan masing-masing lembaga negara atau pejabatnya dalam menjalankan kekuasaannya. Dengan demikian dalam waktu-waktu yang telah ditentukan harus dilakukan pengantian atau, pembaharuan si pejabat.

(8)

Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak - hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan

kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu, setiap konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan : [7]

1.    Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terbadap kekuasaan politik

2.  Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa, serta  menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.

Menurut jimly Asshiddiqie, konstitusi memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut : [8]

1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara

2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara

3. Fungsi pengatur hubungan antar organ negara dengan warga negara

4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun

kegiatan penyelengaraan kekuasaan  negara.

5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (

(9)

yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara

6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu ( symbol of unity)

7.  Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of

nation)

8.  Fungsi simbolik sebagai pusat upacara ( center of ceremony)

9.  Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti sempit hanya di bidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi.

10. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaharuan masyarakat (social

engineering atau social reform)

Materi Muatan Konstitusi

Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai : [9]

a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif eksekutif dan yudikatif : pembagian kekuasaan antara pernerintah federal dan pemerintah negara bagian, prosedur rnenyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pernerintah dan sebagainya

(10)

b.  Hak - hak asasi manusia

C.  Prosedur mengubah Undang—Undang Dasar

d.  Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dan Undang

Undang Dasar

Mr.J.G.Steenbeek yang dikutip oleh Sri Soemantri menyatakan umumnya suatu konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu: [10]10

1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya

2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental

3.  Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat  fundamental

Dari dua pendapat ahli, tampaklah semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Karena itu, pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap

merupakan corak umum  materi konstitusi.

II.      Kajian Perubahan Konstitusi Secara Umun

(11)

Di dunia terdapat 191 negara yang tergabung dalam organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa. Tiap-tiap negara memiliki konstitusi sesuai dengan cita-cita bangsanya. Sebagian besar

korstitusi negara tersebut mencantumkan prosedur perubahan konstitusi dan hanya sebagian kecil negara yang tidak mencantumkan prosedur perubahan tersebut dalam konstitusinya, seperti: Finlandia, Swedia.

Perubahan konstitusi, mencakup dua pengertian, yaitu :

1. Amandemen konstitusi

2. Pembaruan konstitusi

Namun demikian, secara khusus, apabila dilihat dari segi sistem atau bentuk perubahan kosntitusi secara teori, istilah amandemen konstiwsi memiliki makna tersendiri untuk

membedakan dengan sistem perubahan konstitusi lain. Secara umum, sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengubah konstitusinya dapat digolongkan ke dalam dua sistem

perubahan:

1. Apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan, sehingga tidak ada kaitannya lagi dengan konstitusi lama. Sistem ini masuk kategori pembaruan konstitusi. Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia, diantaranya adalah Belanda, Jerman dan Perancis.

2.  Sistem perubahan konstitusi, dimana konstitusi yang asli tetap berlaku, sementara bagian perubahan atas konstitusi tersebut merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi asli tadi. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat dengan sebutan amandemen. Perubahan pertama sampa keempat UUD  1945 juga mengikuti sistem amandemen ini.

Menurut Taufiqurrahman Syahuri, konstitusi dapat berubah melalul dua jalan:

(12)

2.   Jalan Non Yuridis formal atau jalan politis

Dalam sejarah kewarganegaraan Indonesia Merdeka, telah teratat beberapa upaya (a) pembentukan Undang-Undang Dasar, (b) penggantian Undang-Undang Dasar dan (C) perubahan dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar. Pada tahun 1945, Undan-Undang Dasar 1945 dibentuk atau disusun oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagal hukum dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tahun 1949, ketika bentuk Negara Republik Indonesia diubah menjadi Negara Serikat diadakan penggantian konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 ke Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Demikian pula tahun 1950, ketika bentuk Negara Serikat menjadi Negara Kesatuan, Konstitusi RIS 1949 diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Setelah itu mulailah diadakan usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru sama sekali dengan dIbentuknya lembaga konstituante yang secara khusus ditugaskan untuk menyusun konstitusi baru.

Akan tetapi, usaha ini gagal diselesaikan, sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusannya yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Perubahan dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 kee Undang-Undang Dasar 1945 ini tidak ubahnya bagaikan tindakan penggantian

Undang - Undang Dasar saja. Karena itu, sampai dengan berlakunya kembali Undang -

 Undang Dasar 1945 itu, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pemah terjadi perubahan dalam arti pembaruan UUD, melainkan perubahan dalam arti pembentukan,

penyusunan dan penggantian Undang-Undang Dasar.

Perubahan dalam arti pembaruan baru terjadi, setelah bangsa Indonesia memasuki era reformasi pada tahun 1998 yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti dan digantikan oleh Presiden B.J.Habibie, barulah pada tahun 1999 dapat diadakan Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana rnestinya. Perubahan pertama ditetapkan oleh Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Tahun 1999, disusul dengan perubahan kedua dalam Sidang Tahunan tahun 2000 dan perubahan ketiga dalam Sidang Tahunan 2001.

(13)

Pada Sidang Tahunan 2002, disahkan pula perubahan keempat yang rnelengkapi

naskah-naskah perubahan sebelumnya, sehingga keseluruhan materi perubahan itu dapat disusun kembali secara lebih utuh dalam satu naskah Undang - Undang Dasar yang mencakupi keseluruhan hukum dasar yang sistematis dan terpadu.

Kedua bentuk perubahan Undang-Undang Dasar seperti tersebut, yaitu penggantian dan perubahan pada pokoknya sama-sama merupakan perubahan dalam arti luas. Berhubungan dengan prosedur perubahan Undang-Undang Dasar, dianut adanya tiga tradisi yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pertama, kelompok negara yang mempunyai

kebiasaan mengubah materi Undang-Undang Dasar dengan langsung memasukkan materi perubahan itu ke dalam naskah UndangUndang Dasar,  misalnya : Republik Perancis, Jerman, Belanda. Kedua, kelompok negara-negara yang mempunyai kebiasaan mengadakan

penggantian naskah UndangUndang Dasar. Di lingkungan negara-negara ini, naskah konstitusi sama sekali diganti

 

dengan naskah yang baru, seperti pengalaman Indonesia dengan Konstitusi RIS Tahun 1949 dan UUDS Tahun 1950.

Pola ketiga perlu ditinjau secara khusus model yang dikembangkan oleh Amerika Serikat, yakni perubahan konstitusi melalui naskah yang terpisah dan teks aslinya, dengan kondisi demikian, naskah asli tetap utuh, tetapi kebutuhan akan perubahan hukum dasar dapat dipenuhi melalui naskah tersendiri yang dijadikan adendum tambahan terhadap naskah asli tersebut.

Prosedur perubahan juga menjadi perhatian yang penting dalam studi hukum tata negara. Jika suatu konstitusi mudah diubah, maka konstitusi itu disebut bersifat fleksibel, tetapi jika sulit mengubahnya maka konstitusi tersebut disebut

rigid

atau kaku. Kadang-kadang kekakuan suatu Undang-Undang Dasar dikaitkan dengan tingkat abstraksi perumusannya ataupun dengan rinci tidaknya norma aturan dalam konstitusi itu dirumuskan. Kalau Undang-Undang Dasar itu hanya memuat garis besar ketentuan yang bersifat umum, maka konstitusi itu juga kadang-kadang disebut supel dalam arti lentur dalam

(14)

hukum dasar.

Namun, karena tingkat abstraksi perumusan hukum dasar dianggap sebagai sesuatu yang niscaya, maka soal prosedur perubahanlah yang dianggap lebih penting dan lebih

menentukan kaku atau rigid tidaknya suatu Undang-Undang Dasar. Makin ketat prosedur dan makin rumit mekanisme perubahan, makin rigid ripe konstitusi itu disebut. Sebagai contoh Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 37 - nya (sebelum perubahan) menentukan prosedur 2/3 x 2/3, yaitu forum MPR dianggap berwenang mengubah Undang-Undang Dasar apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Majelis dan putusan dianggap sah apabila didukung oleh sekurang-kurangnya

2/3 anggota yang hadir. Dalam hal demikian secara teoritis normatif UUD RI Tahun 1945 itu dapat  disebut sebagai konstitusi yang bersifat fleksibel atau tidak rigid.

III.       Pandangan Para Ahli Terhadap Perubahan UUD 1945

Ada beberapa alasan mengapa UUD 1945 perlu disempurnakan dalm rangka reformasi hukum pasca orde baru yaitu : 11

a.  Alasan historis, sejak semula dalam sejarahnya UUD 1945 memang didesain oleh para pendiri negara kita (BPUPKI,PPKI) sebagai UUD yang bersifat sementara, karena dibuat dan ditetapkan dalam suasana ketergesa-gesaan.

b.  Alasan filosotis, dalam UUD 1945 telah terdapat pencampuradukkan berbagai gagasan yang saling bertentangan, seperti paham kedaulatan rakyat dengan paham integralistik anatara paham negara hukum dengan paham negara kekuasaan.

C. Alasan teoritis, dari sudut pandang teori konstitusi (konstitusionalisme), keberadaan konstitusi bagi suatu negara pada hakikatnya adalah untuk membatasi kekuasaan agar tidak

(15)

kekuasaan tersebut, melainkan menonjolkan pengintegrasian.

d. Alasan Yuridis sebagaimana lazimnya setiap konstitusi UUD 1945 juga mencanturnkan klausula perubahan seperti dalam pasal 37.

e. Alasan praktis politis, bahwa secara sadar atau tidak, secara langsung atau tidak langsung, dalam praktek UUD 1945 sudah sering mengalami perubahan dan atau penambahan yang menyimpang dari teks aslinya dari masa 1945- 1949, maupun 1959-1998.

   

Pendapat Lafran Pane yang dikutip oleh Mukhtie Fadjar, mengemukakan ada 4 hal yang tidak boleh diubah dan UUD 1945. yaitu :12

1.    Dasar filsafat negara Pancasila, karena sudah menjadi konsensus semua golongan di forum BPUPKI / PPKI dan dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945

2.  Tujuan negara, karena dibentuknya sebuah organisasi negara adalah untuk tujuan tertentu yang disepakati dan tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

3 .  Asas negara hukum, karena negara yang kita dirikan pada tahun 1945 adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, seperti tersirat dalam pembukaan dan ditegaskan dalam Penjelasan UUD 1945.

4.    Asas kedaulatan rakyat, karena negara yang kita bentuk menginginkan rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan keinginan rakyatlah yang harus menjadi pedoman

(16)

5.  Asas negara kesatuan karena meskipun sebelum proklamasi terjadi perdebatan mengenai pilihan antara bentuk negara kesatuan atau federal.

6.  Asas republik

Mukhtie Fadjar sependapat dengan Lafran Pane, kecuali mengenai bentuk negara kesatuan yang memang tidak ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945, karena hal tersebut tidaklah terlalu prinsipil. Terlebih lagi bagi masyarakat dan bangsa yang sangat majemuk yang tersebar dalam kurang lebih 3000 pulau yang barangkali lebih tepat bentuk negara serikat sebaiknya yang kita pilih. Pergolakan-pergolakan daerah pada masa lalu dan tuntutan otonomi yang lebih luas dewasa ini adalah karena pemerintah yang terlalu sentralistis, sehingga menyebabkan kesenjangan di banyak

daerah. Kalaupun bentuk negara dipertahankan, sebaiknya ada penegasan bahwa otonomi yang kita anut adalah otonomi yang seluas-luasnya.

MPR pasca pemilu 1999 dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan pasal 37 UUD 1945 telah melakukan perubahan UUD 1945, yaitu:

1. Perubahan pertama (melalui sidang umum MPR tahun 1999) mengubah sembilan pasal. Inti perubahan pertama menyangkut dua hal, ialah:

a. Pembatasan kekuasaan presiden/wakil presiden, yakni presiden tidak lagi

memegang kekuasaan membentuk UU (perubahan pasal 5ayat 1), masa

(17)

jabatan presiden/wakil presiden hanya dua periode jabatan ( pasal 7).

b  Pemberdayaan DPR, yakni penegasan bahwa DPR adalah pemegang

kekuasaan untuk membentuk UU (pasal 20 ayat 1 ) dan juga ketentuan

pasal 13 ayat (1) dan (2), pasal 14 ayat (2) dan juga pasal 21( hak inisiatif

DPR).

2.  Perubahan kedua (melalui sidang tahunan MPR tahun 2000) yang telah mengubah enam pasal dan menambah dengan 17 pasal baru. inti perubahan yang signifikan menyangkut:

a.   Pemerintahan daerah / lokal dengan menganut otonomi seluas-luasnya, pengakuan akan daerah khusus, daerah istimewa dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

b.  Pengaturan tentang wilayah negara (pasal 25 E) dan penduduk negara (pasal 26 ayat 2).

c.   Penegasan bahwa anggota DPR harus dipilih melalui pemilihan umum (pasal 19 ayat 1), pembatasan waktu pengesahan RUU oleh presiden

 

(18)

d.  Jaminan konstitusiona atas HAM (pasal 28 A s.d.pasal 28)

e. Pengaturan tentang pertahanan dan keamanan negara (pasal. 30) dengan penegasan bahwa TNI adalah alat pertahanan, sedang kepolisian negara alat negara penjaga keamanan.

3. Perubahan ketiga (melalui sidang tahunan MPR tahun 2001). Inti perubahan

sebagai berikut:

a. Kedaulatan rakyat tidak lagi sepenuhnya di tangan MPR pelaksanaannya, melainkan menurut UUD (pasal 1 ayat 2)

b.  Penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)

C.  Penegasan wewenang MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD, jadi tidak lagi menetapkan GBHN (GBHN tak lagi ada karena presiden dipilih langsung)

d.  Presiden /wakil presiden tak lagi harus orang Indonesia asli (pasal 6 ayat 1)

e.  Prinsip bahwa presiden!wakil presiden dipilih secara langsung dalam satu pasangan calon (pasal 6A).

f  Alasan dan tata cara pemberhentian presiden/wakil presiden karena alasan pelanggaran hukum pidana berat dan peranan Mahkamah Konstitusi (7 B).

(19)

g.  Penegasan bahwa presiden tak dapat membekukan / mebubarkan DPR (7C)  

h. Masalah penggantian presiden oleh wakil presiden jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, dan tidak dapat melakukan kewajiban (Pasal 8)

i.  Penegasan tentang kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (pasal 22 C dan 22D).

j.  Ketentuan tentang Pemilihan Umum (pasal 22 E)

k.  Ketentuan tentang BPK

1  Ketentuan kekuasaan kehakiman dengan adanya penegasan sebagai kekuasaan yang merdeka dengan kompetensinya tentang Komisi Yudisial dan tentang hak uji (pasal 24, 24 A, 24 8 dan 24 D)

4.  Perubahan keempat pada sidang tahunan MPR 2002 menyangkut susunan MPR yang hanya terdiri dari para anggota DPR dan DPD (pasal 2 ayat 1), pemilihan presiden/wapres putaran kedua yang tetap secara langsung (pasal 6 A), adanya lembaga triumvirat jika presiden/wapres berhalangan tetap secara bersamaan (menlu, mendagri, menhan) dan kewenangan MPR rnemilih presiden/wapres dan dua pasangan calon peringkat dibawahnya (pasal 8), kewenangan presiden menyatakan perang dan damai dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat 1), pembentukan dewan pertimbangan oleh presiden sebagai ganti atas

hapusnya DPA (pasal 16), tentang mata uang dan bank sentral (pasal 23 B dan 23 D), tentang badan – badan yang terkait dengan kekuasaan kehakiman (pasal 24), tentang pendidikan dan kebudayaan tpasa1 31 dan 32), tentang perekonornian dan kesejahteraan sosial (pasal 33 dan 34), tentang perubahan UUD (pasal 37) serta tiga pasal aturan peralihan dan dua pasal

(20)

   

Dari 75 pasal tersebut, penulis akan mencoba untuk menganalisanya menurut pendapat para ahli tentang pasal-pasal yang dirobah dalam UUD 1945.

1. Pasal  37 UUD 1945

Undang-Undang Dasar bentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tidak disebutkan ketentuan mengenai perubahan konstitusi. Ketentuan Pasal 37 UUD I 945 yang mengatur perubahan konstitusi baru muncul kemudian ketika Undang-Undang Dasar itu ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dalam tahap pembahasan Pasal 37 ini, dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu sempat dilakukan voting dalam masalah jumlah suara untuk sahnya suatu putusan yang diatur di dalam ayat (2)-nya. Apakah suara terbanyak biasa atau tetap pada usul Soepomo, yaitu 2/3 dari anggota yang hadir. Atas pertanyaan ini, 16 orang mengangkat tangan tanda setuju usul Soepomo.13

Meskipun dalam negara Republik Indonesia telah berkali-kali mengalami perubahan dan atau pergantian konstitusi, tetapi rumusan Pasal 37 ini ternyata baru pertama kali dipakai pada saat melaksanakan perubahan pertama UUD 1945 tahun l999, kemudian dipakai lagi pada

perubahan kedua tahun 2000 hingga perubahan keempat tahun 2002

Dalam perubahan keempat inilah untuk terakhir kali naskah asli rumusan Pasal 37 UUD 1945 itu digunakan, karena pada perubahan keempat itu rumusan pasal 37 itu

(21)

SebelumAmandemen :

Pasal 37:

(1). Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.

(2). Putusan diambil dengan persetuj uan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlahanggota yang hadir. Setelah Amandenie,,: Pasal37:

(I). Usul perubahan Undang-.Undang Dasar dapat diagendakan dalarn sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 113 dan jumiah anggota Majelis Permusyawarataft Rakyat.

(2). Setiap usul perubahan pasa1pasa1 Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusuikan untuk diubah beserta alasannya.

(3).lJntuk rnengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyitwaratan Rakyat dihadiri okh sekurang-kurangnya 2/3 dan jurnlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(22)

(5 ).Khusus tentang bentuk Negana Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Berdasarkan bunyi pasal 37(baru) diatas, dapat diketahui adanya suatu cara baru dalam proses perubahan konstitusi di Indonesia, yaitu yang menyangkut usul atau inisiatif perubahan

Undang—lJndang Dasar. Usul perubahan mi baru muncul menjadi agenda resmi kalau sudah disetujui atau diajukan oleh 1/3 anggota majelis. Di beberapa negara, usul atau iniatif dapat datang sendiri atau berasal dan

pernerintah atau parlernen, seperti yang berlaku dalam konstitusi Perancis, warga negara yang memiliki hak suara seperti di Swiss.TM

Usul peruhahan ‘an haii’. ciac 4aS Wk, menurut J’imy Asshiddiqie tidaklah ideal. Seharusnya presiden, DPR atau Dewan Perwakilan Daerah dapat saja diberi hak untuk mengajukan usulan, tetapi untuk menjadi agenda resmi, usul jtu terlebih dahulu harus mendapat persetujuan 1/3 anggota MPR. Bahkan, seharusnya usul perubahan juga dapat datang dan Lembaga Negara Lain. Malahan, masyarakat luas juga seharusnya dapat diberi kesempatan untuk mengajukan usulusul, sehingga yang perlu ditegaskan bukanlah pengusul atau pengambil inisiatif untuk mengusulkan, tetapi bahwa usul-usul itu untuk diterima menjadi agenda resmi haruslah terlebih dahulu mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 1/3 anggota

MPR.’5

Menurut saya, mernang per[u diadakan perubahan terhadap Pasal 37 UUD 1945, terutama mengenai tata cara melakukan perubahan terhadap Undang-tindang Dasar. Dimana, Pasal 37 yang sebelum arnandernen terlalu umurn, karena tidak membedakan secara tegas antara usul perubahan dengan perubahan pasal-pasal. Pada Pasal 37 setelah amandemen, mernang Iebih tegas meinbedakan antara jurnlah suara usul perubahan dengan perubahan pasal-pasal. Meskipun, pasal mi telah lumayan lebib baik dan pasal sebelurn diarnandernen, tetapi untuk amandemen berikutnya, sebaiknya ditambahkan bunyi pasal tersebut tentang usul perubahan

(23)

masyarakat umum, karena MPR sekarang kedudukannya telah sejajar dengan lembaga negara lainnya. Pendapat ini senada dengan pendapat Jimly Asshiddiqie.

 

2. Reposisi M.ajelis Permusyawaratan rakyat

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalarn Sidang Tahunan

2002 telah mengambil Iangkah yang bijak dengan rnengubah posisinya, yang sernula

sebagai lembaga tertinggi negara dan pernegang sepenuhnya kedaulatan rakyat

menjadi lembaga tinggi biasa. Anggota MPR terdiri dan anggota Dewari Perwakilan

Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilu. Selain

itu, kewenangan MPR juga berubah sebaai berikut:

I . Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar

2 . Melantik presiden dan atau wakil presiden

(24)

Kewenangan MPR di atas sekilas nampak tidak ada perbedaan dengan kewenangan yang dimilikinya sebelurn amandernen. Bila dilihat secara jelas, bahwa telah terjadi pengurangan kekuasaan MPR, yaitu sebagai pelaksana pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya, maka seteiah amandernen ketiga, tidak lagi sebagai pelaksana pemegang kedaulatan rakyat

sepenuhnya. Pengurangan kewenangan majelis oleh dinnya sendiri mi membantah pihak yang ragu jika perubahan lJndangUndang Dasar diserahkan oleh parlemen.

Kernudian, untuk memberhentikan presiden dan atau wakil presiden, MPR tidak bisa lagi bertindak sendiri seperti yang pemah terjadi dalam kasus pemberhentian Presiden Soekarno tahun 1967 dan Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2001, tetapi harus rnelibatkan lembaga baru yang bernarna Mahkarnah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi inilah yang akan menentukan apakah presiden dan atau wakil presiden benar-benar telah melanggar hukum atau tidak dengan demikian,

menurut Arbi Sanilt posisi presiden menjadi semakin ba,”kan penentuan apakah presiden melanggar hukum flu tidak terletak pada 9 oarang auggota mahkamah konstitusi, yang 3 orang diajukan oleh presiden. Jadi, nra politis, presiden telah memegang 3 sara di mahkamab

konstitusi. Jika putusan mahkamah konatitsi ckjalankan berdasarkan voting maka presiden dnggal mencati 2 orang Lagi. Bagi seorang den, mencari sun 2 org tidaklah sulit

Dengan meninjau kembali posisi dan kewenangan MPR seperti dirumuskan diatas, dapat dikatakan bahwa kelwasaan MPR teiah banyalc berkurang. Persoalan yang akan muncul di kemudian ban adalab. misainya mahkamah konstitusi memutuskan pmsiden dan wakill presiden melanggar hukum, nairnm MPR temyata tidaic memberhentikan presiden dan wakil presiden, mengingat MPR adalab lembaga politik, peng&mbilan keputusan dengan sun terbanyak bukan objektifitas hukuin.

Saya sependapat dengan penibahan keanggotaan dan kewenangan MPR apabila perubahan yang diLalwkan itu benar-benar bertijjuan unbik menghindari teijadinya kekuasaan yang terlatu besar path Nfl yang akibatnya MPR dapat sja bertindak sewenang-wenang terhadap lembaga negara Iainnya. MPR tidak lagi merupakan lembaga tertinggi negara, melainkan hanya

lembaga negara Nasa adalah suatu putusan yang sangat tepaç karena selama mi pemerintahan tebih cendenmg b.sokawrs&kaaaiian M?RbuiankepadattD W45.

(25)

Namun, kelemahan yang diungkapkan di atas, nnmgkin akan bin teijadi jib politilc tetap dotninan dalam pelaksanaan pemerintahan. Dimana, presiden tentu akan Iebih bertindak leluasa untuk bertindak tanpa harus mencemasbn akan dijatuhkan oteh MPR, karena prosedur untuk mengatakan presiden dan wakil presiden bertindak

rnelanggar hukum haruslah dan mahkamah konstitusi, sedangkan kita mengetahul usul untuk menjadi anggota mahkarnah konstitusi salahsatunya berasal dan presiden. 3 . Kekuasaan membentuk Undar-Uwi

Perubahan pertama UUD I 945 menentukan, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang11. Sebelurnnya menurut naskah aslinya, kewenangan mi dipegang oieh presiden dengan persetujuan DPR)8 Dengan dernikian, telah terjadi pergeseran kewenangan legislasi dan presiden dengan persetujuan DPR kepada DPR. Sernentara presiden diberi kewenangan mengaukan rancangan undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan presiden i_ik rnernapat persetuj uan bersama.

Rancangan undang-undang yang telah dibahas dan disetujui bersama anatar DPR dan Prsiden, apabila dalarn waktu tigapuluh han sernenjak rancangan undangundang tersebut disetujul tidak disahkan oleh presiden, maka rancangan undangundang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.2°. Jadi, persetujuan atau pengesahan atas

rancangan undang-undang menjadi undang-undang oleh presiden. tidak mutlak.

Perubahan kewenangan DPR untuk mengajukan rancangan undang-undang memang

seharusnya telah larna dilakukan perubahan, karena asas pemisahan kekuasaan yang selama mi dianut &eh Indonesia tidak pernah terlaksana. Secara teori kekuasaan, DPR berkedudukan sebagai ernbaga legislatif, namun dalam praktenya

tidak pernah hal mi terjadi, karena selarna mi usul pembentukan undang-undang berasal dan presiden, bahkan presiden pula penentu berlaku atau tidaknya undangundang tersebut. Presidenlab yang mengesahkan undang-undang yang telah disetujui

(26)

& S3 kagw& itr àrirr tk& &c karena presiden merupakan lembek&ekti( ,hceii%sa%us tiámrn bIdangnya. Selain itu, pengaturan setelah tiga puluh han jika rancangan undangundang yang diusuikan ofeh DPR tidak disahkan oleb presiden, maka secara otornatis menjadi

undang-undang. Hal mi meriipab s&th ki ci ifrgr ketimpangan antara kedudukan OPR den ?cts&ix w tcxi seóagai (ernôaga pengontrol eksekutif hanyalah topeng sernata, presidenlah penentu kebijakan semuanya dalam pernerintahan. Akibatriya, secara politis, orang-orang presiden jugalah yang duduk pada lembaga legislatif dan otoriter pernerintahan tidak akan terjadi, karena kekuasaan telah disebarkan sesuai keprofesionalan masingmasing lembaga.   PENUTUP L Keslinpuin

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, dapatlah ditarik kesimpulan, sebagai

berikut:

1. Secara teori, perubahan LJLID 1945 telah menganut prinsip-pñnsip umum petubaban konstitusi. Perubaban UUD 1945 Iebih mengarah kepada prinsip yang dipakal oleh Amerika Señkat, yaitu sistem amandemen. Dimana, teks nil tap berlaku, sedangkan naskah

perubahan disisipkan dalam .pasa1 tersebut Namun prakteknya, kalau diperhatilcan -pasal LJUD 1945 yang telah diubab, tampaldah bahwa UUD 1945 WIth mendekati winsip perubahan mengganti dengan teks yang barn.

(27)

pendidikan, ekonomi dan seterusnya Penulisjugajuga setuju dengan diadakannya perubahan. Sebagaimana kita ketahui, UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI bersifat sementara, sehingga isinya tidak lengkap dan menirnbulkan muLtitafsit Maka sudah saatnya, untuk kemajuan bangsa perlu dilakukan perubahan.

ft. Saran

Apr perubahan UUD 1945 tetap mengacu — prinsip-prinsip umum perubaban konstitusi dan priusip demokrasi. Perubaban UUD 1945 barns tSp dilakukan secara konsisten sesual kebutuhan dan perkembangan bangsa, sehingga tujuan negara yang tercantum — Pembukaan UUD 1945 dapat tercapai.

 

PEMBAHASAN

I. Tinjauan Umum Konstitusi

Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang barn saja mernperoleh kemerdekaannya. Konstitusi dan Undang-Undang Dasar senng kali memiliki batasan yang berbeda. Secara urnum, konstitusi menunjuk pada pengertian hukum dasar tidak tertulis, sedangkan Undang-Undang Dasar menunjuk path pengertian hukurn dasar tertulis.

Herman Keller menyatakan, bahwa konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang—undang dasar.3 Dalarn praktek pengertian konstitusi dapat berarti lebib luas daripada pengertian Undang-Undang Dasar, walaupun ada juga yang menyarnakan dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Penyarnaan pengertian antara konstitusi dengan

Undang-Undang Dasar seperti yang dikemukakan oleh Sri Soernantri M, adalah penyarnaan arti dan keduanya mi sesuai dengan praktik ketatanegaraan di sebagian besar negaranegara dunia termasuk di Indonesia

(28)

Sebaliknya, dalarn kepustakaan Belanda diadakan perbedaan antara pengertian

Undang4Jndang Dasar dengan Konstitusi. Dimana menurut E.C.S Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan

pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Jadi pada pokoknya dasar dan setiap sistern pemenintahan diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar.

[1] Yusril Ihza mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, 1996, Gema Insani Press, Hal. 12 – 13

[2] Dr. Taufiqurrahman Syahuri, Op Cit, Hal. 32

[3] Moh. Kusnardi dan Harmaly, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, 1983, Hlm, 64 – 65

[4] Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Teori dan Hukum Konstitusi, Raja Garafindo Persada, Hlm. 18

[5] Miriam Budiardjo, Dasar – dasar Ilmu Politik, Jakarta, 1991, Hlm. 97 – 99

[6] Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa ini, Jakarta, 1984, Hlm.10

[7] Koerniatmanto Soeprawiro, Kostitusi, Pengertian dan Perkembangannya, 1987, Hlm.23.

(29)

[8] Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstituonalisme Indonesia, Jakarta, 2005, Hlm.33

[9] Miriam Budiarjdo, Dasar – dasar Ilmu Politik, Jakarta, 1991, Hlm.101.

[10] Sri Somantri M, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Disertasi, Alumni Bandung, 1987, Hlm.1

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman Sutra Bombay poliploid memiliki jumlah kromosom 2n=4x=36, panjang dan lebar stomata yang lebih tinggi, kerapatan stomata yang lebih rendah, serta morfologi yang lebih besar

PENGARUH PROFITABILITAS TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE.. TAHUN 2012 SAMPAI DENGAN

Pada penelitian deskriptif-analitik mengenai hubungan antara umur, jenis kelamin, indeks masa tubuh (IMT), dan aktivitas fisik dengan kejadian osteoathritis lutut

Sistem yang bekerja saat kebakaran terjadi dalam gedung yang terdiri dari sprinkler system yang dipasang pada dinding dan plafon, fire extinguiser yang dapat

[r]

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengenalpasti tahap minat pelajar terhadap matematik dan faktor penguasaan kefahaman konsep di kalangan pelajar Fakulti

Daerah penyelesaian dari keempat pertidaksamaan adalah daerah yang paling banyak arsirannya yang jika hanya daerah penyelesaiannya saja yang digambar terlihat seperti gambar di

Dalam rangka mengoptimalkan perannya sebagai instansi yang melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat perlu menyusun