• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ‘Lagu gedé dalam Karawitan Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi’, diketahui keunggulan musikal lagu gedé tidak dapat diragukan. Kompleksitas musik termuat di dalam struktur musikal lagu ini. Tersusun dari unsur-unsur musik dan sastra yang menyatu. Unsur-unsur-unsur musik dimaksud meliputi laras, surupan, wilet, pola kenongan dan goongan, wirahma beserta prinsip naékeun-nurunkeun, juga hubungan garap di antara sindén, alok, rebab, gambang, dan kendang, atau dalang. Adapun sastra dimaksud adalah stilisasi bahasa dengan mempertimbangkan aspek syair yang murwakanti (persajakan bunyi), rineka wacana (diksi), rinéka sastra (gaya bahasa), dan pakeman basa (idiom).

Untuk memainkan lagu gedé dibutuhkan kompetensi musikal yang mumpuni, sebab kebutuhan pertunjukan lebih kepada kemahiran setiap seniman menafsir musik dan saling bekerjasama membangun musik tersebut.

Hasil dari penelitian ini ditemukan beberapa keunggulan-keunggulan musikal lagu gedé sebagai berikut.

(2)

1. Laras dan Surupan merupakan sebagai kerangka acuan atau bingkai bagi seorang sindén, alok, dan pemain rebab, untuk menafsirkan sistem nada yang melekat dengan lagu dalam membangun dan menguatkan rasa musikal yang dibawakan bersama. Juga sebagai ekspresi musikalitas nyanyian pribadi sinden, alok, maupun gaya rebaban pangrebab.

2. Hasil identifikasi laras dari 52 lagu gedé kepesindénan ditemukan ada empat laras yang digunakan yaitu: saléndro, pélog, madenda, dan degung. Keempat laras ini ada yang disajikan secara mandiri satu laras maupun penggabungan dua atau tiga laras dalam satu lagu. Ada 13 lagu laras saléndro, 12 lagu laras pélog; 11 lagu laras madenda; 1 lagu laras degung; 3 lagu gabungan laras saléndro dan madenda; 4 lagu gabungan laras madenda dan degung; dan 1 lagu gabungan laras saléndro, madenda dan degung.

3. Hasil identifikasi embat lagu gedé terdapat dua pola, yaitu embat lenyepan dan embat lalamba. Embat lenyepan menunjukkan bentuk empat (4) wilet, dan embat lalamba terdapat beberapa pola embat, yaitu: lima (5) wilet, genep (6) wilet, dalapan (8) wilet, dan sapuluh (10) wilet. Juga dalam embat lalamba ini selain

(3)

menggunakan satu embat ada menggunakan perpaduan dua bentuk wilet dan tiga bentuk wilet.

4. Kenongan dan goongan dalam lagu gedé., ada empat fungsi musikal, yaitu sebagai: ciri musikal lagu gede yang ditunjukkan dengan nada akhir di tiap baris lagu; sumber kreativitas garap musikal bagi seluruh pendukung; inspirasi penciptaan lagu atau gending baru; dan patokan nada untuk dilanjutkan, atau dalam istilah karawitan Sunda disebut “naékeun”, kepada lagu berembat pendek (dua wilet), dengan nada kenongan dan goongan yang sama.

5. Hasil identifikasi kenongan dan goongan terhadap lagu gedé yang penulis temukan sebagian besar tidak ada yang sama pola nada kenongan dan goongan-nya, yakni memiliki pola gending tersendiri. Ditemukan hanya terdapat empat lagu gedé embat lenyepan menggunakan pola kenongan dan goongan yang sama.

6. Pasangan lagu gedé dalam penyajian kiliningan, selalu menampilkan dua buah lagu, yaitu satu buah lagu gedé kemudian di taékeun/naékeun (diteruskan) pada salah satu lagu jalan yang berembat dua wilet sebagai lagu pasangannya. Berbeda dengan lagu gedé dalam pertunjukan wayang golék, tidak ditampilkan karena

(4)

peran musikal lagu gedé dalam wayang golék terikat dengan tarian wayang, murwa (nyanyian dalang), ilustrasi musikal adegan wayang, dan sajian hiburan dalam wayang.

7. Terdapat perbedaan garap lagu gedé kiliningan dan garap lagu dalam wayang golék. Dalam garap kiliningan, Pangkat lagu oleh pengrebab, dan struktur lagu utuh, pola ritmis stabil (bertempo ajeg). Dalam garap wayang golek; pangkat lagu oleh pemain saron; struktur disesuaikan dengan kebutuhan adegan; pola ritmis variatif disesuaikan dengan gerak tarian tokoh wayang (naik turun atau cepat lambat).

8. Hubungan Interaksi Garap musikal Karawitan dalam lagu gedé semua pendukung pertunjukan memiliki kesetaraan peran musikal dan mumpuni. Karena kedudukan lagu sebagai melodi dasar terbuka untuk ditafsir garap oleh para sindén, alok, juru rebab, juru gambang, juru kendang dan melahirkan gaya-gaya pribadi, meliputi: berbagai teknik senggol (galantang pondok, galantang panjang, geter rékép, geter carang, sorodot,solédat, giwar, gebés/gebeg, koléang, lageday, kerejet, eundeuk, dan ngayun); teknik tabuhan rebab, dan

(5)

gambang (mayunan, ngarangkén, nyarengan, dan negeskeun); dan teknik tepakan kendang (melem).

Kini, frekuensi pementasan lagu gedé memang sudah tidak semarak di era 1950-1980an. Namun demikian, lagu ini tetap masih ada mengisi khasanah keanekaragaman musik Sunda. Lagu ini malah diserap dan diadaptasi ke dalam genre musik yang berbeda, seperti tembang Cianjuran, degung, dan bajidoran-jaipongan. Proses penyerapan dan adaptasi ini tentu saja tidak sama. Akibat tindakan musikal ini, tentu saja ada bagian-bagian lagu gedé yang bertahan atau dipertahankan. Ada bagian yang berkurang atau dikurangi. Ada juga bagian-bagian baru yang bertambah atau ditambahkan.

Dalam kasus tembang Cianjuran misalnya, kualitas keunggulan musikal lagu gedé cenderung bertahan atau malah diperkaya hingga menghasilkan arti musikal yang baru. Namun, dalam kasus degung dan bajidoran-jaipongan, lagu gedé mengalami semacam “pemaksaan” hingga keunggulan musikalnya justru terlemahkan. Kekuatan interaksi dan pengembangan garap vokal dengan instrumen yang lain cenderung dibatasi hingga tidak terlalu dominan. Akibatnya, gaya ungkap secara pribadi tidak dapat terbentuk karena peluang untuk mengeksplorasinya tidak ada.

(6)

Situasi demikian tidak dapat dielakkan, mengingat tradisi lagu gedé itu sendiri dinamis. Pergantian generasi seniman dengan segala proses internalisasi dan enkulturasinya, serta perubahan ruang dan waktu jaman yang dialami mengakibatkan cara memandang, cara mensikapi, dan cara merasakan lagu ini jadi berbeda.

Transmisi kelisanan dan kerunguan yang terjadi dalam lagu gedé telah menjadi sarana pembelajaran dan penambahan repertoar, inspirasi musikal, sekaligus cara mengolah atau menafsirnya secara musikal. Informasi-informasi musikal yang diperoleh melalui kelisanan dan kerunguan ini mengakumulasi dan menubuh di dalam diri seniman. Dengan cara itu pula, seniman dapat memperkaya wawasan, pengetahuan, pilihan sekaligus keputusan garap sewaktu pentas di atas panggung. Pemanfaatan memadukan antara pengalaman musikal yang diperoleh melalui kelisanan dan kerunguan secara bersama memungkinkan seniman menafsir garap secara leluasa. Efeknya, penyajian lagu gedé pun menjadi lebih dinamis. Penyajian lagu gedé dari panggung ke panggung tidak pernah terulang secara sama.

Bentuk transmisi lagu gedé yang lain adalah melalui tulisan (written transmission). Melodi lagu dikekalkan lewat notasi angka. Pola ini sangat umum dilakukan di dalam pendidikan formal.

(7)

Seperti di Sekolah Tinggi Sseni Indonesi (STSI) Bandung, lagu gedé diajarkan dengan menggunakan media tulisan.

Berdasarkan penelitian dapat diketahui kelemahan mempelajari atau mempraktekan lagu gedé hanya berdasar notasi. Pertama, murid tidak akan mendapat materi musikal dari gurunya secara total. Materi garap yang berkaitan dengan rasa musikal irama, embat, intensitas suara atau bunyi, dinamika musikal, dan penghayatan musikal dapat terabaikan. Murid maupun guru hanya fokus pada ketepatan benar atau tidaknya membaca notasi selama praktik.

Kedua, ada hasil pembelajaran yang gamang. Di satu sisi, penggunaan notasi dapat mempercepat proses pembelajaran. Namun di sisi lain, pembelajaran dengan notasi banyak mengakibatkan kemampuan mengingat peristiwa musikal melemah. Murid hanya bisa memainkan musik tanpa perlu menghapal atau merekamnya sebagai memori musikal. Ujung pembelajarannya, murid berada dalam keadaan cepat hapal tetapi cepat lupa.

Ketiga, penyajian materi musik, baik instrumen maupun vokal, yang disajikan oleh murid cenderung datar dan rata (bebeng). Dinamika dan ekspresi musikal tidak muncul. Sebab, murid hanya mendasarkan praktek terhadap hal-hal tertulis dalam notasi. Catatan-catatan keterangan-keterangan garap

(8)

dinamika dan ekspresi tidak pernah terekam karena notasinya sendiri lebih bersifat preskriptif daripada deskriptif.

Keempat, hubungan emosional antara guru dan murid cenderung pasif. Akibatnya, transmisi dan pendalaman atas nilai-nilai musikal, moral dan nilai-nilai lainnya dari guru kepada murid tidak maksimal. Proses dan hasil pendidikan menjadi kering maknanya.

Ada hal penting yang tidak dapat diabaikan. Melalui pola-pola transmisi tersebut, hal-hal yang diajarkan atau dipelajari tidak hanya terjadi dalam kapasitas bentuk tetapi mencakup transmisi yang berhubungan dengan perilaku dan nilai. Jenis transmisi menentukan perilaku yang ditampilkan atau ditunjukkan. Ini serupa dengan pernyataan Shills, tradisi kelisanan memiliki kekuatan yang tidak pernah dapat digantikan dengan teks-teks tertulis atau cetakan kecuali manusianya bisu dan tuli.

B. Rekomendasi

1. Banyaknya informasi musikal yang bersifat sangat sederhana atau disederhanakan, kurang lengkap, dan tidak jelas merupakan bukti indikasi masih lemahnya kajian musikal. Situasi ini sangat jauh berbeda dibanding kekayaan dan kedalaman dalam kehidupan praktis seninya. Oleh karena itu,

(9)

kajian tentang musikal atau gaya musikal tentunya diharapkan akan mampu menjadi piranti analisis yang dapat membuka misteri-misteri musikal yang terkandung dalam struktur komposisi musikal karawitan Sunda, juga cakrawala musik tradisi di Sunda.

2. Informasi kesejarahan karawitan Sunda masih lemah, dan belum ada secara khusus, dengan demikian tentunya perlu perhatian khusus dan dianggap penting untuk segera dilakukan riset-riset sejarah karawitan Sunda, salah satunya kesejarahan lagu gedé dalam karawitan Sunda, sebagai ilmu karawitanologi.

3. Peran dan fungsi musikal karawitan Sunda telah mengalami pergeseran nilai. Satu contoh peran dan fungsi sindén, alok dan wiiyaga (juru rebab, juru gambang, dan juru gamelan) dalam membawakan lagu gedé selalu dibatasi dan didominasi oleh kepentingan gerak dan pemenuhan selera penonton. Banyak pengaruh telah mengakibatkan sikap dan pandangan tentang profesi sindén, alok, dan wiyaga melemah. Pembatasan praktik telah menutup peluang setiap pemusik untuk

mengasah atau meningkatkan ketrampilan musikalnya.

Ujungnya, gaya ungkap pribadi pun tidak dapat tumbuh, keunggulan atau keutamaan nilai musik menjadi tidak berarti.

(10)

Berdasar keprihatinan tersebut, penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Perlu digalakkan upaya peningkatan nilai-nilai karawitan

Sunda yang berorientasi pada praktis dan kajian musikal.

2. Penelitian yang mengkaji unsur musikal perlu mendapat

perhatian dan dukungan dari berbagai pihak terkait, terutama berkaitan dengan dana dan berbagai fasilitas.

3. Hasil dari penelitan ini tentunya akan bermanfaat untuk

digunakan sebagai media pembelajaran musikal, baik secara teori maupun secara praktik. Maka perlu adanya tindak lanjut untuk dijadikan reperensi tentang salah satu kajian

musikal, dalam karawitan Sunda sebagai ilmu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 strategi manajemen humas yang dilakukan SMA Ar-Rohmah Putri Islamic Boarding School Dau Malang adalah dengan dapat memberikan hasil yang

bahwa CMC 1% tidak memiliki efek terhadap ginjal tikus dan pemberian sisplatin dengan dosis 5mg/kgBB dapat memberikan efek nefrotoksik dengan adanya kerusakan

Pati iles-iles yang diperoleh dengan cara menghomo-genkan umbi iles-iles dan mencucinya dengan air sampai bersih dan menggumpalkannya dengan metanol dapat menghasilkan pati

Bila saya berada dalam suatu kelompok, saya suka menerima pimpinan dari orang lain dalam memutuskan apa yang akan dilakukan oleh kelompok.. B.Saya rasanya ingin mengecam seseorang

Perencanaan yang disusun oleh mahasiswa tipe Artisan sudah dapat dipakai sebagai pedoman untuk menyelesaikan soal, sehingga mahasiswa tipe Artisan dapat

Transfer residu acetyl dari Acetyl-CoA ke gugus SH dari molekul ACP pada sistem enzim kompleks asam lemak synthase merupakan reaksi pemula dalam mekanisme biosintesis asam

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, strategi pengelolaan seperti apakah yang ideal bagi Kecamatan Lasem yang memiliki karakter warisan budaya yang beragam