• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan konseling Islam dengan rasional emotive behavior therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewo Bojonegoro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bimbingan konseling Islam dengan rasional emotive behavior therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewo Bojonegoro."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI ANTARA ANAK DAN AYAH TIRI DI DESA KALICILIK

SUKOSEWU BOJONEGORO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

Fajar Feri Aldi NIM. B73213087

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vii ABSTRAKSI

Fajar Feri Aldi (B73087), Bimbingan dan Konseling Islam DenganRational Emotive Behavior Therapy Dalam Mengatasi Kesenjangan Komunikasi Antara Anak Dan Ayah Tiri Di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro

Fokus penelitian adalah (1) Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro?, (2) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapydalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewo Bojonegoro?, (3) Bagaimana hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik SukosewuBojonegoro?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisadeskriptif komparatif.Dalam menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri menggunakan alasisisdeskriptif.Sedangkan proses dan hasil akhir dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri menggunakan analisis deskriptif komparatif, yang mana peneliti membandingkan data teori dan data yang terjadi di lapangan serta membandingkan kondisi konseli sebelum dan sesudah dilaksanakan proses konseling.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri yakni, Perasaan kesal konseli kepada ayah tiri yang menikah dengan ibu kandungnya terlalu cepat serta bertahan dengan pandangannya yang keliru. Dalam penelitian ini konselor menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy dengan 3 teknik yakni teknik analisis rasional (rational analysis), teknik persuasif dan teknik pekerjaan rumah (homework assignment). Hasil akhir dari proses konseling dalam penelitian ini berhasil dengan prosentase 83%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada sikap dan perilaku konseli yang kurang baik mulai menjadi lebih baik.

(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAKSI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konsep ... 6

1. Bimbingan Konseling Islam... 7

2. Rational Emotive Behavior Therapy ...8

3. Kesenjangan Komunikasi... 10

F. Metode Penelitian ... 11

1. Pendektan dan Jenis Penelitian ... 11

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian... 11

3. Jenis dan Sumber Data ... 12

4. Tahap-tahap Penelitian ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 14

6. Teknik Analisis Data ... 17

7. Teknik Pemekrisaan Keabsahan Data ... 18

G. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 22

1. Bimbingan Konseling Islam... 22

a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ... 22

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam... 23

(8)

xi

d. Asas Bimbingan Konseling Islam ... 25

e. Prinsip Bimbingan Konseling Islam... 29

f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam ... 30

g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam ... 33

2. Rational Emotive Behavior Therapy ...35

a. PengertianRational Emotive Behavior Therapy ...35

b. TujuanRational Emotive Behavior Therapy ...37

c. Teknik-teknikRational Emotive Behavior Therapy...38

d. Langkah-langkahRational Emotive Behavior Therapy ...44

e. Ciri-ciriRational Emotive Behavior Therapy ...47

3. Kesenjangan Komunikasi... 49

a. Pengertian Kesenjangan Komunikasi... 49

b. Bentuk-bentuk Kesenjangan Komunikasi ... 50

c. Faktor Penyebab Kesenjangan Komunikasi ... 51

d. Ciri-ciri Kesenjangan Komunikasi ... 53

4. Kesenjangan Komunikasi Merupakan Masalah Dalam Bimbingan dan Konseling Islam ... 53

5. Bimbingan dan Konseling Islam Dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi denganRational Emotive Behavior Therapy ...55

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 55

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 57

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 57

2. Deskripsi Konselor dan Konseli... 61

3. Deskripsi Masalah ... 64

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

1. Deskripsi faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri... 66

2. Deskripsi Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara anak dan ayah tirinya... 67

a. Identifikasi Masalah ... 68

b. Diagnosa ... 72

c. Prognosa ... 73

d. Treatment/Terapi ... 74

(9)

3. Deskripsi hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara adik dan kakaknya. ... 82

BAB IV: ANALISIS DATA

A. Analisis data tentang faktor-faktor penyebab kesenjangan komunikasi antara adik dan kakak... 84 B. Analisis data tentang proses pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara adik dan kakak .85 C. Analisis data tentang hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi Kesenjangan Komunikasi antara adik dan kakak ... 89

BAB V : KESIMPULAN

A. Kesimpulan... 92 B. Saran ... 93

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah hal yang mutlak dalam kehidupan manusia, ada

banyak masalah komunikasi yang terjadi di dalam kehidupan manusia salah

satunya adalah kensenjangan komunikasi, kesenjangan komunikasi adalah

yaitu hambatan dalam proses komunikasi disebabkan perbedaan latar belakang

budaya atau perbedaan persepsi antar komunikator yang menyampaikan pesan

dan komunikasi yang jadi sasaran.1 Kesenjangan komunikasi sendiri dapat

mengakibatkan masalah dalam kehidupan manusia.

Dalam bimbingan konseling juga terdapat berbagai pendekatan salah

satunya yaitu pendekatan rasional emotif yang akhir ini bernama REBT

singkatan dari Rasional Emotive Behavior Therapy yang bertujuan untuk

menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekawatiran, ketidak yakinan, dan

semacamnya, dan mencapai perilaku rasional.2

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Dikembangkan oleh Albert Ellis, yaitu pendektan behavior kognitif yang

menekankan pada ketertarikan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Dan

pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu

memiliki tendesi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui

belajar sosial, di samping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar

kembali supaya berpikir rasional.

1

Yose Rizal,Kamus Kontemporer, (Jakarta: Restu Agung,1999), hal. 80 2

(11)

2

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang

biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir

secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang

tidak logis menunjukan cara berpikir yang yang salah dan kata-kata yang tepat

menunjukan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta

penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang

dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang

rasional.3

Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behavior Therapy

(REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan tetapi menekankan bahwa

tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irasional

sehingga fokus penanganan pada pendekatan Rational Emotive Behavior

Therapy(REBT) adalah pemikiran individu.4

Begitu pula dengan studi kasus pada penelitian ini, tidak berbeda jauh

dengan pembahasan di atas bagaiman seorang anak yang dihinggapi

pikiran-pikiran yang salah tentang sosok seorang ayah tiri, karena dia mendengarkan

cerita dari para tetangga disekitar rumahnya bahwa ayah tirinya menikahi

ibunya hanya mengincar harta peninggalan dari ayah kandungnya dan

tetangganya juga mengatakan bahwa dia tidak akan mendapatkan kasih sayang

seperti yang didapatkan ketika ayah kandungnya masih hidup dulu, terlebih

3

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Terapi(Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 242.

4

(12)

3

lagi dia sering menonton sinetron yang menyeritakan kejahatan-kejahatan dari

seorang ayah tiri.

Sehingga mulai menimbulkan opini yang tidak adil, yaitu bahwa ayah

tiri identik dengan peyiksaan dan kekejaman, karenaimage ayah tiri terlanjur

jelek dipikiran masyarakat umum. Tapi dalam kehidupan nyata bayak sekali

cerita mengenai ayah tiri yang berhati mulia.

Seperti yang dialami oleh keluarga dalam penelitian ini, keluarga yang

bahagia terdiri dari tiga anggota keluarga, ayah,ibu, anak yang sekarang masih

kelas IX SMP yang bernama Danu (nama samaran). Kebahagian yang jarang

dimiliki beberapa keluarga. Berkecukupan dalam materi tetapi kebahagian

tidak bisa di ukur dengan cukupnya materi karena roda dunia itu berputar,

kebahiaan yang dulu berganti dengan duka ketika sosok seorang ayah yang

bertindak sebagai tulang punggung keluarga meninggal akibat kecelakaan lalu

lintas pada awal tahun 2015.

Ketika sosok ayah yang menjadi tulang punggung keluarga,

meninggalkan keluarga tersebut untuk selama-lamanya. Maka seorang ibu

akan memerankan menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya, sehingga

tidak lama setelah kepergian suami, seorang ibu memutuskan untuk menikah

lagi agar roda perekonomian keluarga tersebut berjalan sesuai dengan keluarga

yang semestinya, meski danu belum bisa mengijinkan ibunya menikah lagi,

(13)

4

Dengan didasari rasa ketidaksetujuan ibunya menikah lagi, Danu

sampai sekarang belum bisa menerima dengan baik kehadiran ayah tirinya,

meski ayah tirinya sangat meyayangi Danu seperti anak kandungnya sendiri.

Dari pemikiran yang salah tentang persepsi ayah tiri yang terlanjur jelek

dalam pikiran Danu sehingga menimbulkan perilaku yang salah, secara tidak

langsung dari pemikiran yang salah akan berakibat buruk pada perilaku

khususnya komunikasi antara keduanya. Danu yang salu berperilaku tidak baik

kepada ayah tirinya seperti berkata tidak sopan, tidak pernah merespon dengan

baik apa yang diucapkanoleh ayah tirinya, nasehat-nasehat yang baikpun tidak

pernah didengar oleh Danu. Jarang bertegur sapa meski lewat telpon.

Komunikasi yang kurang mengakibatkan suatu hubungan antara Danu dan

ayah tirinya tidak pernah terlihat harmonis.

Dari permasalah yang ada, peneliti merasa perlunya mengkaji masalah

tersebut lebih dalam. Di samping itu, peneliti juga tergugah untuk membantu

dan mengarahkan anak tersebut untuk bisa menerima ayah tirinya sehingga

berfikir rasional.

B. Rumusan masalah

Guna Memahami secara mendalam dan menyeluruh mengenai

fenomena di atas, penelitian ini memutuskan perhatian pada beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja Faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi

(14)

5

2. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi

kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik

Sukosewu Bojonegoro?

3. Bagaimana hasil Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi

kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri Desa Kalicilik

Sukosewu Bojonegoro?

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan

komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu

Bojonegoro

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di

Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro

3. Untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam

dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengatasi

kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik

(15)

6

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang

Bimbingan dan Konseling Islam tentang pengembangan Rasional

Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi

antara anak dan ayah tiri

b. Sebagai sumber informasi dan referensi tentang seseorang anak yang

belum bisa menerima keberadaan ayah tirinya dan mengakibatkan

kesenjangan komunikasi dengan menggunakan pendekatan konseling

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini dihadapkan dapat membantu para pembaca untuk

mengetahui cara mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan

ayah tiri

b. Bagi Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam mengatasi kesenjangan

komunikasi antara anak dan ayah tiri

E. Definisi Konsep

Dalam pembahasan ini perlulah kiranya peneliti membatasi dari

sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan

dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

(16)

7

Kalicilik Sukosewu Bojonegoro” Adapun definisi konsep dari penelitian ini

antara lain:

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan

terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar dapat

mengembangkan potensi atau fitrah beragam yang dimilikiinya secara

optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di

dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulallah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia

dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.5

Menurut Aunur Rahim Faqih berpendapat Bimbingan dan

Konseling Islam adalah Proses pemberian bantuan kepada individu agar

meyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya

dalam kehidupan keagamaan senatiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan

dan pentunjuk dari Allah, sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di

dunia dan akhirat.6

Bimbingan Konseling Islam menurut penulis adalah pemberian

bantuan pada individu maupun kelompok secara sistematis dan kontinu

agar dapat mencapai kehidupan di dunia dan akhirat. Yang dimaksud

dengan Bimbingan Konseling Islam di sini adalah pemberian bantuan yang

diberikan oleh konselor kepada klien dalam upaya mengatasi kesenjangan

komunikasi antara anak dan ayah tiri.

5

Samsul Munir,Bimbingan dan Konseling Islam(Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23. 6

(17)

8

2. Rational Emotive Behavior Therapy

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

sebelumnya disebutRational Therapy dan Rational Emotive Therapyyang

dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), yaitu pendekatan behavior

kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku

dan pikiran.

Tujuan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy adalah

menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, ketidak yakinan, dan

semacamnya sehingga mencapai perilaku rasional.7

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat

dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang

membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B),

dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini kemudian dikenal

dengan konsep ABC.

a. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau

memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,

tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga,

kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan

merupakanantecendent event bagi seseorang.

b. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi dari

individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua

macam, yaitu yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan

7

(18)

9

yang tidak rasional (irrational beliefatau iB). Keyakinan yang rasional

merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk

akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang

tidak rasional merupakan keyakinan sayu system berpikir seseorang

yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak

produktif.

c. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional

sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senag atau

hambatan emosi dalam hubungannya dengan ancendent event (A).

Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi

disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan B

baik yang rB maupun yang iB.8

Selain itu, Albert Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus

ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute: D)

keyakinan-keyakinan irasional itu agar klien bisa menikmati dampak-dampak

(effects: E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.

Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behavior Therapy

(REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan tetapi menekankan

bahwa tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang

irrasional sehingga fokus penangganan pada pendektan Rational

Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pemikiran individu.9

8

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Terapi(Bandung: Refika Aditama, 2009) hal. 242

9

(19)

10

Dengan menggunakn pendekatan Rational Emotive Behavior

Therapy (REBT) dengan teknik kognitif dan behavioral. Diharapkan

konseli mampu mengubah cara berfikir dan tingkah laku yang keliru

sehingga tidak lagi terjadi kesenjangan komunikasi.

Dalam penelitian ini konselor mengengunakan tiga teknik dalam

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) yakni analisis rasional,

teknik persuasif, dan teknik pekerjaan rumah.

3. Kesenjangan Komunikasi

Dari kamus besar bahasa Indonesia, komunikasi merupakan suatu

proses penyampaian pesan dan informasi, baik verbal maupun nonverbal

dari seseorang kepada orang lain, sehingga terjadi saling pengertian

mengenai suatu pesan atau informasi yang diiringi dengan perubahan sikap

dan tingkah laku komunikan. Pada umumnya, komunikasi dilakukan

dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh kedua belah

pihak. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok

orang dapat dipahami oleh pihak lain. Sedangkan kesenjangan adalah

adanya jarak antara kedua belah pihak.

Jadi kesenjangan komunikasi adalah hambatan dalam proses

komunikasi yang disebabkan persepsi yang berbeda antara anak dan ayah

tiri yang disebabkan oleh faktor meninggalnya ayah kandung, pernikahan

yang terlalu cepat, serta konseli bertahan dengan sikap yang keliru .10

10

(20)

11

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti ini peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian

secaraholistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode ilmiah.11

Peneliti menggunakan penelitian kuaitatif dikarenakan adanya

data-data yang didapatkan nantinya adalah data kualitatif yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, untuk mengetahui serta

memahami fenomena secara rinci, mendalam dan menyeluruh.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi

kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara

mempelajari individu secara rinci dan mendalam selama kurang waktu

tertentu untuk membantunya mengatasi masalah yang dialaminya.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah seorang anak (Danu) yang

mengalami kesenjangan dengan ayah tirinya yang selanjutnya disebut

11

(21)

12

klien, sedangkan konselornya adalah Fajar feri aldi mahasiswa UIN

Sunan Ampel Surabaya.

Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Kalicilik Kecamatan

Sukosewu Kabupaten Bojonegoro.

3. Jenis Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang

bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam

bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka.

Adapun jenis data penelitian ini adalah:

1) Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang

diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat

pengukuran atau atau alat pengambilan data langsung pada subjek

sebagai informasi yang dicari.12 Data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan yaitu data tentang latar belakang dan

masalah klien, perilaku klien, faktor-faktor yang meyebabkan masalah

klien, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan

konseling.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung data primer

dan dapat diperoleh dari luar objek penelitian.13 Atau data yang

12

Saifuddin Anwar,Metodologi Penelitian(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.91. 13

(22)

13

diperoleh dari sumber kedua atau sekunder.14 Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien, dan

perilaku keseharian klien.

b. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data

diperoleh.15

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung

diperoleh penulis di lapangan yaitu informasi dari klien yakni anak

tiri yang mengalami kesenjangan komunikasi.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh

dari orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang

penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh dari

keluarga klien, kerabat klien, tetengga klien, dan teman klien.

Dalam penelitian ini data diambil dari ayah tiri klien, ibu klien,

teman klien, dan tetangga klien.

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahap dalam

penelitian. Sebagaimana yang telah ditulis oleh Lexy. J. Moleong

14

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif

(Surabaya: Airlangga University Press, 2011), hal. 128 15

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edesi Revisi VI

(23)

14

dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif. 3 tahap tersebut antara

lain:

a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini digunakan untuk meyusun rancangan penelitian,

memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan

informasi, meyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika

dilapangan. Semua itu digunakan untuk memperoleh deskripsi

secara global tentang objek penelitian yang akhirnya

menghasilkan rencana penelitian bagi peneliti selanjutnya.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Tahap ini peneliti memahami peneliti, persiapan diri

memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan

data di lapangan. Disini peneliti menindak lanjuti serta

memperdalalm pokok permasalahan yang dapat diteliti dengan

cara mengumpulkan dta-data hasil wawawncara dan observasi

yang telah dilakukan.

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini peneliti menganalisa data yang telah

didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini merupakan tugas

terpentig dalam suatu proses penelitian.16 5. Teknik Pengumpulan Data

16

(24)

15

Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan sebagai

berikut:

a. Observasi

Kegiatan observasi meliputu melakukan pencatatan secara

sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat

dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian

yang sedang dilakukan. Pada tahap awal observasi dilakukn secara

umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak

mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi

yang terfokus, yaitu mulai meyempitkan data atau informasi yang

diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku

dan hubungan yang terus-menerus terjadi. Jika hal itu sudah

ditemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan

diteliti.17

Dalam observasi ini peneliti mengamati faktor-faktor

penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi, proses konseling

serta perilaku klien yang tampak dan sesudah proses konseling.

b. Wawancara

Menurut Moloeng dikutip dari buku Metologi Penelitin

Kualitatif untuk Ilmu-ilmu sosial mendifinisikan wawancara

adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan

17

(25)

16

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.18

Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk

mendapatkan gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi:

Luas wilayah penelitian, jumlah penduduk, batas wilayah, kondisi

geografis Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro serta data lain

yang menjadi data pendukung dalam lapangan penelitian.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses teknik

pengumpulan data dapat dilihat melalui tabel dibawah ini

Tabel 1.1

Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

NO Jenis Data Sumber Data TPD

1

Data Primer

1. Biografi klien meliputi: a. Identitas Klien

b. Tempat tanggal lahir klien c. Usia klien

d. Pendidikan klien

2. Masalah yang dihadapi klien

3. Proses konseling yang

dilakukan

Klien O+W+D

2

Data Sekunder a. Identitas konselor b. Pendidikan konselor c. Usia konselor

d. Pengalaman dan proses

konseling yang dilakukan

Konselor W+O

3

Data sekunder

1. Prilaku keseharian klien

2. Kondisi keluarga dan

lingkungan klien Informan (Keluarga, teman klien) O+W 18

(26)

17

4

Gambaran lokasi penelitian

meliputi:

a. Luas wliyah penelitian b. Jumlah penduduk c. Batas wilayah

Perangkat

Desa O+W+D

Keterangan:

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawawcara, catatan

lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan

temuanya dapat dikonfirmasi kepada orang lain.19

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan

data diperoleh dengan menggunakan analisa deskriptif-komparatif

yaitu setelah data data terkumpul dan diolah maka langkah

selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Analisa yang dilakukan

untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan

komunikasi antara anak dan ayah tiri menggunakan analisis deskriptif,

selanjutnya menganalisa proses serta hasil pelaksanaan Bimbingan

dan Konseling Islam dalam mengatasi kesenjangan komunikasi yang

19

(27)

18

dilakukan dengan analisi deskriptif komparatif, yakni

membandingkan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam

dilapangan dengan teori pada umumnya, serta membandingkan

kondisi klien sebelum dan sesudah dilaksanakannya proses konseling.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif tidak menjamin dalam pelaksanaan

penting mendapatkan hasil yang maksimal, kesalahan dan kekeliruan

pada penelitian juga besar kemungkinan terjadi. Dalam hal ini peneliti

sebagai instrumennya yang menganalisa data-data langsung di

lapangan untuk menghindari kesalahan pada data-data tersebut, maka

dari itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian ini,

peneliti harus mengetahui cara-cara memperoleh tingkat keabsahan

data antara lain:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam

mengumpulkan data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan

dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan

keikutsertaan peneliti dalam latar penelitian.20 b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan

ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan

penelitian, sehingga data tersebut dapat di terima. Dengan kata

20

(28)

19

lain menelaah data-data yang terkait dengan fokus penelitian,

sehingga data-data tersebut dapat dipahami dan tidak diragukan.

Peneliti melakukan pengamatan yang lebih mendalam menggenai

data-data yang berkaitan dengan klien.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan tentang

kepribadian klien, keadaan klien sebelum dan sesudah prosese

konseling, dan pelaksanaan konseling terhadap kasus kesenjangan

komunikasi di Desa Kalicilik Sukosewu Bojonegoro.

c. Trianguasi

Dalam penelitian, penulis menggunakan triangulasi dengan

melakukan beberapa perbandingan, karena triangulasi merupakan

teknik gabungan yang dilakukan untuk keperluan pengecekan atau

pembanding. Dengan adanya teknik ini bisa diketahui adanya

alasan terjadinya perbedaan penulis, memanfatkan pengamatan

lain untuk pengecekan kembali data yang diperoleh. Trianggulasi

dapat dilakukan dengan cara membandingkan data data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data

yang diperoleh dari informasi pada waktu di depan umum dengan

pribadi, membandingkan perkataan orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakan kondisi sepanjang waktu,

kemudian penulis juga melakukan perbandingan wawancara

dengan isi dokumen yang terkait.21

21

(29)

20

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini,

maka penulis akan menyajikan pembahasan kedalam beberapa bab yang

sistematika pembahasanya sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan. Dalam bab ini membahas tentang latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Defini

Konsep, Metode Penelitian, antara lain: Pendekatan dan Jenis Penelitian,

Subyek Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik

Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, Teknik Analisa Data, Teknik

Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan

adalah Sistematika Pembahasan.

BAB II. Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini membahas tentang Kajian

Teoritik dan Penelitian Terdahulu Yang relevan. Dalam Kajian Teoritik

menjelaskan beberapa referensi untuk menelaah objek kajian yang dikaji,

pembahasanya meliputi: Bimbingan dan Konseling Islam (Pengertin

Bimbingan Konseling Islam, Tujuan Bimbingan Konseling Isam, Prinsip

Bimbingan Konseling Islam, Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam,

Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam), REBT (Pengertian Rational

Emotive Behavior Therapy, Tujuan Rational Emotive Behavior Therapy,

Teknik-teknik Rational Emotive Behavior Therapy, Langkah-langkah

(30)

21

Therapy, Peran Konselor), Kesenjangan Komunikasi (Pengertiaan

Kesenjangan Komunikasi, Bentuk-bentuk Kesenjangan Komunikasi,

Faktor-faktor Kesenjangan Komunikasi, Ciri-ciri Kesenjangan Komunikasi),

Kesenjangan Komunikasi anak dan ayah tiri merupakan masalah Bimbingan

dan Konseling Islam, Bimbingan dan Konseling Islam dalam menyelesaikan

masalah Kesenjangan Komunikasi antara anak dan ayah tiri.

BAB III. Penyajian Data. Yang membahas tentang Deskripsi Umum

Objek Penelitian dan Deskripsi Hasil Penelitian. Deskripsi Umum Objek

Penelitian membahas tentang Setting Penelitian yang meliputi Deskripsi

Lokasi, Konselor, Klien, dan Masalah. Sedangkan Deskripsi Hasil Penelitian

membahas tentang deskripsi faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan

komunikasi, Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan

komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu

Bojonegoro, Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam

dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan

komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewu

Bojonegoro.

BAB IV. Analisa Data. Pada bab ini memaparkan tentang Analisis

faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan komunikasi antara anak dan

ayah tiri, Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam

dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam mengatasi kesenjangan

(31)

22

Bojonegoro, Analisis Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam

mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik

Sukosewu Bojonegoro.

BAB V. Penutup. Merupakan bab terakhir dari skripsi yang meliputi

(32)

23 BAB II

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM,RATIONAL EMOTIVE

BEHAVIOT THERAPY, DAN KESENJANGAN KOMUNIKASI

A. Bimbingan dan Konseling Islam,Rational Emotive Behavior Therapy, dan Kesenjangan Komunikasi

1. Bimbingan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Secara definisi Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian

bantuan kepada individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan

petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan

akhirat.21

Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky Bimbingan Konseling Islam

adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman

kepada individu yang meminta bimbingan (konseli) dalam hal bagaimana

seharusnya seorang konseli dapat mengembangkan potensi akal fikirannya,

kejiwaanya, keimanan, dan keyakinan serta dapat menanggulangi

problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara

mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah

SAW.22

Bimbingan Konseling Islam menurut Aswadi adalah suatu proses

pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu

21

Ainur Rahim Faqih,Bimbingan Konseling dalam Islam, hal. 04. 22

(33)

24

atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin

untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang

dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan

dan petunjuk Allah SWT beserta sunnah Rasul SAW, demi tercapainya

kebahagiaan duniawiyah dan ukhrawiyah.23

Sedangkan menurut Thohari Musnamar, bahwa Bimbingan

Konseling Islam adalah pemberian bantuan kepada individu agar hidup

selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai

kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian

Bimbingan dan Konseling Islam merupakan proses bimbingan sebagaimana

proses bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran

islam artinya berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.24

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan

Konseling Islam adalah suatu aktifitas pemberian bantuan bimbingan

kepada individu yang membutuhkan (konseli), dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapinya agar konseli dapat mengembangkan potensi akal

fikiran dan kejiwaanya, keimanan serta dapat menanggulangi problematika

hidupnya dengan baik dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Quran dan

Sunah Rasul.

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

23

Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Prespektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya : Dakwah Digital Press, 2009), hal. 13

24

Thohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami,

(34)

25

Tujuan Bimbingan Konseling Islam secara umum adalah membantu

individu untuk mempunyai pengetahuan tentang posisi dirinya dan

mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan melakukan suatu

kegiatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat bagi kehidupannya di

dunia dan untuk kepentingan akhiratnya.25 Sedangkan dalam bukunya Aunur Rahim Faqih menjelaskan tujuan umum Bimbingan Konseling Islam

adalah untuk membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia

seutuhnya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.26

Secara khusus Bimbingan Konseling Islam bertujuan membantu

individu yang memiliki sikap, kesadaran, pemahaman serta:

1) Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai makhluk Allah.

2) Memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah.

3) Memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri atas kelebihan dan

kekurangannya secara sehat.

4) Memiliki kebiasaan yang sehat dalam pola makan, minum, tidur dan

menggunakan waktu luang.

5) Menciptakan kehidupan keluarga yang fungsional.

6) Mempunyai komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran

agama dengan sebaik-baiknya baik hablum minallah maupun hablum

minannas.

7) Mempunyai kebiasaan dan sikap belajar yang baik dan bekerja yang

positif.

25

Ahmad Mubarok,Al Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2002), hal. 89.

26

(35)

26

8) Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah dan sabar.

9) Memahami faktor yang menyebabkan timbulnya masalah.

10) Mampu mengubah persepsi atau minat.

11) Mengambil hikmah dari masalah yang dialami.

c. Fungsi Bimbingan Konseling Islam

Adapun fungsi Bimbingan Konseling Islam menurut Aunur Rahim

Faqih dikelompokan menjadi empat bentuk,27yaitu:

1) Fungsi preventif, membantu individu menjaga atau mencegah

timbulnya masalah bagi dirinya

2) Fungsi kuratif, membantu individu memecahkan masalah yang sedang

dihadapi atau dialaminya

3) Fungsi preservatif, membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi

yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik

(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama

4) Fungsi developmental atau pengembangan, membantu individu

memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik

agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak

memungkinkanya menjadi sebab munculnya masalah baginya.

d. Asas Bimbingan Konseling Islam

1) Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat

Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya

merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan

27

(36)

27

akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akirat

merupakan kebahagiaan abadi.

2) Asas fitrah

Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam atau dengan

membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan

cenderung sebagai muslim atau beragama Islam.

3) Asas lillahi ta’ala

Bimbingan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata

karena Allah. Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan

tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang

dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan dan konseling

dengan ikhlas dan rela.

4) Asas bimbingan seumur hidup

Manusia hidup betapapun tidak aka nada yang sempurna dan

selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja masnusia akan

menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka

Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan selama hayat dikandung

badan.

5) Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah

Bimbingan Konseling Islam memperlakukan konselinya sebagai

makhluk jasmaniah-rohaniyah, tidak memandangnya sebagai makhluk

biologis semata atau makhluk rohaniah semata namun membantu

(37)

28

6) Asas keseimbangan rohaniah

Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir,

merasakan atau menghayati, dan hawa nafsu, serta juga akal. Orang

yang dibimbing diajak untuk mengetahui apa-apa yang perlu

diketahuinya, dan memikirkan apa-apa yang perlu dipikirkannya,

sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi

tidak juga menolak begitu saja.

7) Asas kemaujudan individu

Bimbingan Konseling Islam, berlangsung pada citra manusia

menurut Islam, memandang seseorang individu merupakan suatu

maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai

perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan

pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental

potensi rohaniyah.

8) Asas sosialitas manusia

Manusia merupakan makhluk sosial. Dalam Bimbingan dan

Konseling Islam, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak

individu (jadi bukan komunisme), hak individu juga diakui dalam batas

tanggung jawab sosial.

(38)

29

Manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola

alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus

memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem

kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem

tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.

10) Asas keselarasan dan keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan,

keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki

manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak

alam semesta, dan juga hak Tuhan.

11) Asas pembinaan akhlaqul karimah

Bimbingan dan Konseling Islam membantu konseli memelihara,

mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang tidak baik tersebut.

12) Asas kasih sayang

Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari

orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan

banyak hal. Bimbingan Konseling Islam dilakukan dengan

berlandaskan kasih dan sayang, sebab dengan kasih sayanglah

Bimbingan Konseling Islam akan berhasil.

13) Asas saling menghormati dan menghargai

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam kedudukan pembimbing

atau konselor dengan yang dibimbing atau konseli pada dasarnya sama

(39)

30

yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan.

Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dengan yang

dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai

dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.

14) Asas musyawarah

Bimbingan Konseling Islam dilakukan dengan asas

musyawarah, artinya atntara pembimbing atau konselor dengan yang

dibimbing atau konseli terjadi dialog yang baik.

15) Asas keahlian

Bimbingan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang

memang memiliki kemampuan keahlian dibidang tersebut, baik

keahlian dalam metodologi dan tehnik-tehnik dalam Bimbingan

Konseling Islam, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan.28 e. Prinsip Bimbingan Konseling Islam

Secara teknis, praktek Bimbingan Konseling Islam dapat

menggunakan instrument yang dibuat oleh Bimbingan dan Konseling

modern, tetapi semua filosofis, Bimbingan dan Konseling Islam harus

berdiri diatas prinsip ajaran agama Islam, antara lain:

1) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang merupakan

pekerjaan mulia

2) Konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan ibadah yang

dikerjakan semata-mata mengharap ridho Allah

28

(40)

31

3) Tujuan praktis Konseling Islam adalah mendorong konseli agar selalu

ridho terhadap hal-hal yang bermanfaat dan alergi terhadap hal-hal yang

mudhorot.

4) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli dapat

keuntungan dan menolak kerusakan.

5) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap orang yang

membutuhkan

6) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan syari’at

Islam

7) Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri

perbuatan baik dan yang akan dipilih.29 f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam

Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam pada dasarnya adalah

terkait dengan konselor, konseli, dan masalah yang dihadapi.30Penjelasan

selengkapnya adalah sebagai berikut:

1) Konselor

Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli,

konselor menerima apa adanya dan bersedia sepenuh hati membantu

konseli mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam

upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan

baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam

kehidupan yang terus berubah.

29

Aswadi,Iyadah dan Ta’ziyahPrespektif Bimbingan Konseling Islam, hal. 31-32. 30

(41)

32

Adapun karakteristik kepribadian seorang konselor adalah

sebagai berikut :

(a) Empati artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain

(b) Asli/jujur yaitu perilaku dan kata-kata tidak dibuat-buat akan tetapi

asli dan jujur sesuai dengan keadaanya

(c) Memahami keadaan konseli, mampu memahami kekuatan dan

kelemahannya

(d) Menghargai martabat konseli secara positif tanpa syarat

(e) Menerima konseli walaupun dalam keadaan bagaimanapun

(f) Tidak menilai atau membanding-bandingkan konseli

(g) Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik) konselor

(h) Memahami keadaan sosial budaya dan ekonomi konseli.31

Menjadi seorang konselor tidaklah mudah oleh sebab itu

diperlukan syarat-syarat untuk menjadi seorang konselor dalam

Bimbingan Konseling Islam. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

(a) Memiliki sifat baik, setidaknya sesuai ukuran konseli

(b) Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama Allah

(c) Sabar, utamanya tahan menghadapi konseli yang menentang

keinginan untuk diberikan bantuan

(d) Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat

mengatasi emosi diri dan konseli

31

(42)

33

(e) Retorika yang baik, mengatasi keraguan konseli dan dapat

meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan

(f) Dapat membedakan tingkah laku konseli yang berimplikasi

terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap

perlunya taubat atau tidak.32 2) Konseli

Konseli yaitu individu atau sekelompok orang yang sedang

mengalami kesulitan, sehingga membutuhkan bantuan dari orang yang

ahli untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupannya.

Adapun macam-macam konseli adalah sebagai berikut:

(a) Konseli suka rela, datang kepada konselor atas dasar keinginannya

sendiri untuk memperoleh informasi atau mencari pemecahan

masalah yang dihadapi.

(b) Konseli terpaksa, datang pada konselor bukan karena kemauannya

sendiri, tapi atas dorongan orang lain.

(c) Konseli enggan, salah satu konseli enggan adalah banyak berbicara,

yang pada prinsipnya enggan untuk dibantu.

(d) Konseli bermusuhan atau menentang, konseli jenis terpaksa dan

bermasalah menjadi konseli yang menentang. Sifat-sifatnya

tertutup, menentang, bermusuhan, dan menolak secara terbuka.

(e) Konseli krisis, konseli yang sedang mengalami musibah.33 Syarat-syarat konseli adalah sebagai berikut:

32Elfi Mu’awanah dan Rifa hidayah,

Bimbingan Konseling Islami Di Sekolah Dasar

(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 142. 33

(43)

34

(a) Konseli harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencari

penjelasan atau masalah yang dihadapi, disadari sepenuhnya dan

mau dibicarakan dengan konselor. Persyaratan ini dalam arti

menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi

(b) Keinsafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh konseli dalam

mencari penyelesaian terhadap masalah dan melaksanakan apa

yang diputuskan pada akhir konseling. Persyaratan ini cenderung

untuk menjadi persyaratan, namun keinsyafan itu masih dapat

ditimbulkan selama proses konseling berlaku.34

3) Masalah

Masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang

atau kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.35

Diantara masalah yang ada dalam Bimbingan Konseling yaitu:

(a) Pernikahan dan keluarga.

(b) Pendidikan.

(c) Sosial (kemasyarakatan)

(d) Pekerjaan, jabatan dan

(e) Keagamaan.36

g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam

Dalam pemberian bimbingan dikenal adanya langkah-langkah

sebagai berikut:

34

Aswadi,Iyadah dan Ta’ziyahPrespektif Bimbingan Konseling Islam, hal. 24. 35

Ibid, hal. 26. 36

(44)

35

1) Langkah identifikasi masalah

Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus berserta

gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini pembimbing mencatat

kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus-kasus mana yang

akan mendapatkan bantuan terlebih dahulu.

2) Langkah diagnosis

Langkah diagnosis yaitu langkah untuk menetapkan masalah

yang dihadapi beserta latar belakangnya.

3) Langkah prognosis

Langkah prognosis yaitu langkah untuk menetapkan bantuan

atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus.

Langkah prognosis ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam

langkah diagnosis, yaitu setelah ditentukan masalah beserta latar

belakangnya.

4) Langkah terapi (treatment)

Langkah terapi yaitu pelaksanaan bantuan atau bimbingan.

Langkah ini merupakan pelaksanaan yang membutuhkan waktu dan

proses yang terus-menerus dan sistematis serta membutuhkan adanya

pengamatan yang cermat.

5) Langkah evaluasi dan follow up

Yaitu langkah yang dimaksudkan untuk menilai atau

(45)

36

mencapai hasilnya. Dalam langkah ini hendaknya dilihat perkembangan

selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih lama.37

Hadist yang termasuk dalam Bimbingan Komunikasi Islam adalah:

ﻞ ﻗ ﻦ ﻤ ﻟ ﻦ ﻠﻗ

ﺔﺤﯿﺼﻨﻟا ﻦﯾ

ﺪ ﻟا ﻞ ﻗ

-

ﻢﻠﺳ ؤ

ﮫﯾﺎﻋ

-

ﷲ ﻲ ﻠﺻ

-

ﻲ ﺒﻨﻟا ن ا

.

ﻢﻠﺴ ﻣ

ﺢﯿﺤﺻ

.

ﻢﮭﺘﻣﺎﻋو ﻦﯿﻤﻠﺴﻤﻟا

ﺔ ﻣ ء ﻻ و

ﮫﻟ

ﻮ ﺳ ﺮ ﻟو

ﮫﺑ

ﺎﺘﻜ ﻟو

)

ج

1 /

ص

53 (

Artinya:Nabi SAW Bersabda “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Nasihat

itu adalah hak Allah,kitabnya,Rasulnya,pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin). (HR.Muslim)

2. Rational Emotive Behavior Therapy(REBT)

a. PengertianRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah

pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara

perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational Emotive Behavior

Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa

tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa

individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya

didapat melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki

kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. Pendekatan ini

37

(46)

37

bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya

ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.38

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang

memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika

berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan

kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi

tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh

evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.

Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara

berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai

individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan

irasional.

Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang

biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir

secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata

yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang

tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif

serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan

logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara

verbalisasi yang rasional.

REBT lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang

berorientasi pada kognitif behavior (tingkah laku-tindakan) yang dalam

38

(47)

38

artian terapi ini lebih menitikberatkan pada berfikir, menilai, memutuskan,

menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktik dan direktif serta lebih

banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran daripada dengan

dimensi-dimensi perasaan.39

b. TujuanRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

Tujuan utama Rational Emotive Behavior Therapy adalah

membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup lebih rasional dan

lebih produktif. Secara lebih gamblang, REBT mengajarkan individu untuk

mengoreksi kesalahan berfikir untuk mereduksi emosi yang yang tidak

diharapkan. Selain itu, REBT membantu individu untuk mengubah

kebiasaan berfikir dan tingkah laku yang merusak diri. Secara umum, REBT

mendukung konseli untuk menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri, orang

lain, dan lingkungannya.40

Ellis dan Benard (1986) mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang

sesuai dengan nilai dasar pendekatan REBT. Sub tujuan ini dapat membantu

individu mencapai nilai untuk hidup (to survive) dan untuk menikmati hidup

(to enjoy). Tujuan tersebut adalah:

1) Memiliki minat diri (self interest)

2) Memiliki minat sosial (social interest)

3) Memiliki pengarahan diri (self direction)

4) Toleransi (tolerance)

5) Fleksibel (flexibility)

39

Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling & Terapi, hal. 242. 40

(48)

39

6) Memiliki penerimaan (acceptance)

7) Dapat menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainty)

8) Dapat menerima diri sendiri (self acceptance)

9) Dapat mengambil resiko (risk taking)

10) Memiliki harapan yang realistis (realistic expectation)

11) Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi (high frustration

tolerance)

12) Memiliki tanggung jawab pribadi (self responsibilily)41 c. Teknik-teknikRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

Teknik konseling dengan pendekatan REBT dapat dikategorikan

menjadi 3 kelompok, yaitu: teknik kognitif, teknik imageri dan teknik

behavioral atau tingkah laku.

1) Teknik kognitif

(a) Dispute kognitif (cognitive disputation)

Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional konseli

melalui philosophical persuation, didactic presentation, socratic

dialogue, vicarious experiences, dan berbagai ekspresi verbal

lainnya. Teknik untuk melakukan Dispute kognitif adalah dengan

bertanya (questioning).

(1) Pertanyaan-pertanyaan untuk melakukandisputelogis:

Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak? Mengapa

harus begitu? Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu?

41

(49)

40

Mengapa itu adalah perkataan yang tidak benar? Apakah itu

bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kenapa….Mengapa itu

harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Apakah kamu bisa

melihat ketidakkonsistenan keyakinan kamu? Mengapa kamu

harus begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan

hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak

melakukan itu?

(2) Pertanyaan untukReality testing:

Apa buktinya? Apa yang akan terjadi kalau….? Mari kita

bicara kenyataannya. Apa yang dapat diartikan dari cerita

kamu tadi? Bagaimana kejadian itu bisa menjadi sangat

menakutkan / menyakitkan?

(3) Pertanyaan untukpragmatic disputation

Selama kamu meyakini hal tersebut, akan bagaimana perasaan

kamu? Apakah ini berharga untuk dipertahankan? Apa yang

akan terjadi bila kamu berfikir demikian?

(b) Analisis rasional (rational analysis)

Teknik untuk mengajarkan konseli bagaimana membuka

dan mendebat keyakinan irasional.

(c) Dispute standart ganda (double-standart dispute)

Mengajarkan konseli melihat dirinya memiliki standart

ganda tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar.

(50)

41

Membuat proporsi tentang peristiwa-peristiwa yang

menyakitkan. Misalnya: dari 100% buatlah prosentase peristiwa

yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi prosentasenya

sampai yang paling rendah.

(e) Devil’s advocadeataurational role revelsal

Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang

memiliki keyakinan rasional sementara konselor memerakan peran

menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan

irasional konselor dengan keyakinan rasional yang

diverbalisasikan.

(f) Membuat frame ulang (refraiming)

Mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan

tidak menyenangkan dengan mengubahframeberpikir konseli.42 (g) Persuasif

Meyakinkan konseli untuk mengubah pandangannya karena

pandangan tersebuttidak benar.

(h) Konfrontasi

Menyerang ketidaklogikaan berfikir konseli dan membawa

konseli kearah berfikir yang lebih logika.43

2) Teknik imaginal

(a) Dispute imajinasi (imaginal disputation)

42

Gantina Komalasari,Teori dan Teknik Konseling, hal. 221-222 43

(51)

42

Stategi imaginal disputation melibatkan penggunaan

imageri. Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor

meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada

situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah

berubah. Bila iya, maka konselor meminta konseli untuk

mengatakan pada dirinya sebagai individu yang berfikir lebih

rasional dan mengulang kembali proses di atas. Bila belum maka

keyakinan irasionalnya masih ada.

(b) Kartu control emosional (the emotional control card-ECC)

Adalah alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan

memperluas praktikRational–emotive Behavior Therapy(REBT).

ECC biasa digunakan untuk memperkuat proses belajar, secara

lebih khusus perasaan marah (anger), kritik diri (self - criticism),

kecemasan (anxiety), dan depresi (depression). ECC berisi dua

kategori perasaan yang paralel, yaitu, perasaan yang tidak

seharusnya atau yang merusak diri dan perasaan yang sesuai dan

tidak merusak diri. 44

(c) Proyeksi waktu (time projection)

Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang

tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu

membayangkan seminggu kemudian, sebulan kemudian, enam

bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya. Bagaimana

44

(52)

43

konseli merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan.

Konseli dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan

menumbuhkan penyesuaian.

(d) Teknik melebih-lebihkan (the “blow-up”technique)

Adalah variasi dari teknik “worst case imagery”. Meminta

konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian

yang menakutkan, kemudian melebih-lebihkannya sampai pada

taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat

mengontrol ketakutannya.

3) Teknik behavioral

(a) Dispute tingkah laku (behavioral disputation)

Behavioral dispute atau risk taking, yaitu memberi

kesempatan kepada konseli untuk mengalami kejadian yang

menyebabkannya berfikir irasional dan melawan keyakinannya

tersebut. Contoh, bila konseli memiliki keyakinan bahwa ia harus

sempurna mengerjakan tugas, maka konseli diminta untuk

mengerjakan tugas seadanya.45

(b) Bermain peran (role playing)

Dengan bantuan konselor konseli melakukan role play

tingkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.

45

(53)

44

(c) Peran rasional terbalik (rational role reversal)

Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang

memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran

menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan

irasional konselor dengan keyakinan rasional yang

diverbalisasiakan.

(d) Pengalaman langsung (exposure)

Konseli secara sengaja memasuki situasi yang menakutkan.

Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan

keterampilan mengatasi masalah (coping skills) yang telah

dipelajari sebelumnya.

(e) Menyerang rasa malu (shame attacking)

Melakukan konfrontasi terhadap ketakutan untuk malu

dengan secara sengaja bertingkah laku yang memalukan dan

mengundang ketidaksetujuan lingkungan sekitar. Dalam hal ini

konseli diajarkan mengelola dan mengantisipasi perasaan

malunya.46

(f) Pekerjaan rumah (homework assignments)

Selain melakukan disputation secara verbal, REBT juga

menggunakan homework assignments (pekerjaan rumah) yang

dapat digunakan sebagai self-help work. Terdapat beberapa

aktivitas yang dapat dilakukan dalamhomework assignments yaitu:

46

(54)

45

membaca, mendengarkan, menulis, mengimajinasikan, berpikir,

relaksasi danditraction,serta aktivitas.47

d. Langkah-langkahRational Emotive Behavior Therapy(REBT)

REBT membantu konseli mengenali dan memahami perasaan,

pemikiran dan tingkah laku yang irasional. Dalam proses ini konseli

diajarkan untuk menerima bahwa perasaan, pemikiran dan tingkah laku

tersebut diciptakan dan diverbalisasi oleh konseli sendiri. Untuk mengatasi

hal tersebut, konseli membutuhkan konselor untuk membantu mengatasi

permasalahannya. Dalam proses konseling dengan pendekatan REBT

terdapat beberapa langkah yang dikejakan oleh konselor dan konseli.

1) Langkah awal

Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa

mereka tidak logis dan irasional. Proses ini membantu konseli

memahami bagaimana dan mengapa dapat menjadi irasional. Pada

langkah ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk

mengubah hal tersebut.

2) Langkah kedua

Pada langkah ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran

dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada langkah

ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan

rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan

(55)

46

orang lain, dan lingkungan sekitar. Pada langkah ini konselor

menggunakan teknik-teknik konseling REBT untuk membantu konseli

mengembangkan pikiran rasional.

3) Langkah akhir

Pada langkah ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus

mengembangkan pikiran rasionalnya serta mengembangkan filosofi

hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang

disebabkan oleh pemikiran.

Langkah-langkah konseling ini merupakan proses natural dan

berkelanjutan. Langkah-langkah ini menggambarkan keseluruhan proses

konseling yang dilalui oleh konselor dan konseli. Secara khusus, terdapat

beberapa langkah interval konseling dengan pendekatan REBT, yaitu:

1) Bekerjasama dengan konseli (engage with klien)

(a) Membangun hubungan dengan konseli yang dapat dicapai dengan

mengembangkan empati, kehangatan dan pengharapan.

(b) Memperhatikan tentang “secondary disturbances” atau hal yang

mengganggu konseli yang mendorong konseli mencari bantuan.

(c) Memperlihatkan kepada konseli tentang kemungkinan perubahan

yang bisa dicapai dan kemampuan konselor untuk membantu

konseli mencapai tujuan konseling.

2) Melakukan asesmen terhadap masalah , orang dan situasi (assess the

(56)

47

(a) Mulai dengan mengidentifikasi pandangan-pandangan tentang apa

yang menurut konseli salah.

(b) Perhatikan bagaimana perasaan konseli mengalami masalah ini.

(c) Laksanakan asesmen secara umum dengan mengidentifikasi latar

belakang personal dan sosial, kedalaman masalah, hubungan

dengan kepribadian individu, dan sebab-sebab non-psikis seperti:

kondisi fisik, lingkungan, dan penyalahgunaan obat.

3) Mempersiapkan konseli untuk terapi (prepare the client for

Gambar

  Tabel 1.1Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Tabel 3.1Jumlah penduduk berdasarkan usia
tabeldiatas
 Tabel 3.3
+3

Referensi

Dokumen terkait

Prosentase (%) skor dari kuesioner tersebut adalah 90% yang diperoleh dari total skor yang diperoleh (9) yaitu 9 jawaban ya dan 1 jawaban tidak, dibagi skor maksimum yang bisa

Di dalam dusun pasirah hendak buat satu pasungan, maka orang yang maling berkeliling/ataq lain-lain orang jahat yang akan dibawa pada yang kuasa di dalam

Semakin halus dan seragam ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir EHUVDPDDQ VHKLQJJD YLVNRVLWDV PDNVLPXP tepung dengan ukuran lebih

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

صوصنو .ررقلما يس�اردلا جهنلماب بسانم صوصنلا ةيبرعلا ةغللا سورد باتكلا يف دجوت لا عومسلما مهف باتك يف دجوت عومسلما مهفل صوصنلا لب ،بلاطلل .ةيبرعلا

Hasil penelitian ini juga mendapatkan bahwa komitmen organisasi merupakan anteseden yang kuat terhadap organizational citizenship behavior dan merupakan variabel

Sikap penerimaan dari nasabah tersebut dapat dipengaruhi oleh kecepatan pelayanan transaksi melalui mobile banking , biaya yang relatif murah, kemudahan instalasi aplikasi,

1. Konsumen dalam penelitian adalah orang berbelanja buah naga dan mengenal buah naga di lokasi penelitian yang menjadi responden. Daerah penelitian dilaksanakan di