17
Bab ini berisikan teori-teori yang digunakan sebagai konsep penelitian, dan generalisasi hasil-hasil penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai landasan teori berupa premis untuk data konfirmasi penelitian yang mengkaji Penagihan Pajak, Peraturan Pemerintah UU No 46 Tahun 2013 dan Penerimaan Pajak.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penagihan Pajak
2.1.1.1 Pengertian Penagihan Pajak
Definisi penagihan pajak menurut Diana Sari (2013:264) yaitu “Serangkaian tindakan bertujuan agar penanggung pajak melunasi utang pajaknya dan melunasi biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.”
Definisi lain menurut Mardiasmo (2006:113) Penagihan pajak yaitu “Suatu kegiatan yang dilakukan oleh fiskus atau petugas pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan yang berlaku pada suatu peraturan pemerintah yakni Undang-undang pajak, termasuk proses pembayaran pajak yang terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan, perbuatan dan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang, pencegahan dan penyanderan.”
Definisi lain menurut Rusdji (2004:6) Penagihan pajak yaitu
“Sebuah perlakuan yang dilakukan oleh petugas pajak dengan tujuan wajib pajakmelunasi kewajiban perpajakannya dimana petugas pajak melakukan beberapa cara diantaranya menegur atau memperingatkannya, melaksanakan penagihan, sekaligus
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pecegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.”
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa penagihan pajak ialah sesuatu yang dilakukan oleh petugas pajak karena Wajib Pajak tidak patuh terhadap ketentuan Undang-undang pajak, terlebih dalam hal pembayaran pajak dengan melaksanakan pengiriman surat peringatan, surat teguran, penyitaan dan pelelangan. 2.1.1.2 Dasar Penagihan Pajak
Sesuai Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa Surat Ketepatan maupun Surat Keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak seperti berikut ini:
1) Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat yang berfungsi untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan denda.
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
4) Surat Keputusan Pembetulan
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan kekeliruan penerapan dalam suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
5) Surat Keputusan Keberatan
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak terhadap pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
6) Putusan Banding
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak dari suatu banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak itu sendiri.
2.1.1.3 Tindakan Penagihan Pajak
Menurut Suandy (2011:173) penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi : 1) Penagihan pajak pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang dapat menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar.
2) Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif dilakukan jika wajib pajak tidak melunasi hutang pajaknya dari penagihan pajak pasif, Pelaksanaan penagihan aktif dijadwalkan berlangsung selama 58 hari yang dimulai dengan penyampaian surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan pengumuman lelang. Proses penagihan pajak menurut Rudy suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010:80):
Urutan Tahapan kegiatan penagihan
Waktu pelaksanaa
kegiatan Dasar Hukum 1
Perbitan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis setelah
7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo utang pajak
penanggung pajak
Pasal 8 s.d 11 Permenkeu Nomor 24/PMK.03/2008
2 Penerbitan Surat Paksa
Sudah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak
diterbitkannya Surat Teguran / surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 7 No. 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 peraturan menteri keuangan No 24/PMK.03/2008 3 Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaam
setelah 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi
Pasal 12 UU Nomor 19/2000
4 Pengumuman lelang
Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak Pasal 26 peraturan menteri keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 5 Penjualan Pelelangan barang sitaam
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Pasal 26 UU Nomor 19/2000dan Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008
2.1.1.4 Indikator Penagihan Pajak
Menurut Surat Edaran DJP Nomor SE-29/PJ/2012 tentang kegiatan penagihan Pajak untuk menghasilkan pencairan tunggakan pajak melalui beberapa rencana kegiatan penagihan pajak, diantaranya:
1. Pelaksanaan Surat Teguran 2. Pelaksanaan Surat Paksa 3. Pelaksanaan SPMP 4. Pelaksanaan Lelang 5. Pemblokiran Rekening
6. Pencegahan WP keluar negeri 7. Penyenderaan
Berdasarkan indikator penagihan pajak yang diuraikan diatas maka indikator penagihan pajak dalam penelitian ini adalah jumlah Realisasi Penagihan Pajak dari Tahun 2014-2018 pada KPP Pratama Cicadas.
2.1.2 Penerapan peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013
2.1.2.1 Definisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
PP No. 46 Tahun 2013 adalah wajib pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu bersifat final dimasukkan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang menerima/memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu yang dapat melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang (Siti Resmi, 2014). PP Nomor 46 Tahun 2013 ialah suatu peraturan dimana pemerintah mengelu arkan dan
memberlakukan pada tanggal 1 Juli 2013 mengenai pajak penghasilan dari penghasilan yang diterima atau didapat bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto dibawah Rp.4.800.000.000,00 maka akan dikenakan tarif sebesar 1%. Tahun pajak dalam PP No.46 Tahun 2013 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender pengecualian bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang mendapatkan penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto yang telah ditentukan, untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 adalah peraturan yang dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 mengenai PPh bruto dibawah Rp 4.800.000.000,00 dikenakan tarif sebesar 1% tahun pajak.
2.1.2.2 Wajib Pajak Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap.
2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
2.1.2.3 Peredaran bruto yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013
Hal khusus yang berkaitan dengan peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final yang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013, diatur sebagai berikut:
1) Berdasarkan pada jumlah total peredaran bruto pada tahun pajak yang telah berakhir.
2) Didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya PP no 46 tahun 2013 yang disetahunkan, dalam hal ini Wajib Pajak terdaftar dalam Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya PP no 46 tahun 2013 pada bulan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku.
2.1.2.4 PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan, pemungutan dan penyetoran sendiri pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang diatur dengan peraturan pemerintah. Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak, 2013).
2.1.2.5 Tujuan diterbitkannya PP Nomor 46 Tahun 2013
Tujuan dari diterbitkannya PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, meningkatkan pengetahuan tentang perpajakan bagi masyarakat, dan terciptanya suatu kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hasil akhir yang diharapkan
oleh pemerintah dengan dikeluarkannya PP Nomor 46 Tahun 2013 yaitu banyak wajib pajak yang patuh dalam pembayaran pajak, kepatuhan sukarela bagi masyarakat, dan penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan dalam mensejahterakan masyarakat meningkat (Ayu putu, 2016).
2.1.2.6 Indikator peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013
Berdasarkan uraian di atas, indikator peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Keterangan :
Omzet = jumlah uang hasil penjualan barang (dagangan) tertentu pada masa jual. Tarif PPh Final = 1% (PP no 46 tahun 2013)
2.1.3 Penerimaan Pajak
2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak
Definisi penerimaan pajak menurut John Hutagaol (2007:325) merupakan sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah.
Definisi penerimaan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:45) yaitu:
“Penerimaan Negara yang terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak, Bea Materai, Bea Perolehan tanah dan bangunan, Penerimaan Negara yang berasal dari Migas”.
Definisi Penerimaan Pajak Menurut Suharno (2012) yaitu:
“Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Dana yang diterima di kas negara
tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah demi kemakmuran rakyat”.
Definisi Penerimaan Pajak Menurut Suryadi (2011:105) merupakan sumber pembiayaan negara yang baik untuk belanja rutin maupun pembangunan.
Berdasarkan definisi para ahli diatas, dapat dikatakan bahwa Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat dan merupakan sumber pembiayaan negara yang baik untuk belanja rutin maupun pembangunan.
2.1.3.2 Faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 27-29) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak ialah:
1) Kejelasan dan kesederhanaan dalam peraturan perundang undangan perpajakan yang mudah dimengerti, juga memberikan arti yang sama bagi petugas pajak, dengan dikeluarkannya undang undang maka dipastikan kewajiban itu memiliki hukum yang pasti dan tidak menimbulkan salah paham, tetapi dengan dikeluarkannya undang undang maka akan menimbulkan motivasi. Jika ketentuan perpajakan mudah dipahami maka pelaksanaannya akan efektif dan efisien. Dengan demikian hal ini dapat melancarkan penerimaan negara dari sektor pajak. Kesadaran dan kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan akan dibuat 26 bentuk peraturan yang lebih sederhana.
2) Dalam pengimplementasiannya undang-undang perpajakan ialah suatu cara pemerintah dalam bidang perpajakan yang memiliki suatu sasaran terterntu untuk mencapai suatu tujuan pada bidang ekonomi. Kebijakan dalam hal ini adalah dengan adanya keputusan mentri keuangan dari surat edaran DJP yang tidak dijelaskan secara rinci perundang-undangannya, Pemerintah diberikan asas Freies Ermessen (kebebasan bertindak) dalam bentuk tertulis yang berupa peraturan kebijaksanaan, yang berisi peraturan lain yang menjelaskan petunjuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
3) Sistem administrasi merupakan suatu hal yang paling utama karena kemampuan pemerintah dalam menjalankan fungsinya secara efektif yang bergantung pada sejumlah dana yang dapat diperoleh melalui pemungutan pajak. Sistem administrasi memegang peran yang sangat penting. KPP harus memiliki sistem administrasi yang tepat. Sistem administrasi diharapkan memiliki prosedur
yang sederhana. Dengan sistem yang rumit maka kepatuhan pajak akan semakin berkurang.
4) Kualitas pelayanan yang dilakukan pemerintah beserta para pekerja pajak merupakan hal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak. Kualitas pelayanan yang dimaksud adalah memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada wajib pajak dalam meningkatkan penerimaan Negara. 5) Kesadaran dan pemahaman warga negara dengan rasa nasionalisme yang
tinggi, kepedulian kepada bangsa, serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang cukup merata, maka wajib pajak akan lebih patuh terhadap kepatuhan pajak.
6) Petugas pajak yang berhubungan dengan masyarakat pembayar pajak harus memiliki intelektualitas tinggi, terlatih baik, digaji baik dan bermoral tinggi. Menurut Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2003 penerimaan perpajakan terbagi atas dua yaitu:
1) Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasalah dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan,cukai dan pajak lainnya.
2) Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Menurut undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 ayat (9) penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas Negara. Di dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2003 mengelompokan penerimaan Negara ke dalam tiga kelompok besar, yaitu penerimaan pajak, penerimaan Negara bukan pajak, dan penerimaan hibah. Dalam Penelitian ini, 49 penulis membatasi pembahasan pada penerimaan Pajak Dalam Negeri khususnya Pajak Penghasilan.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:27) faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukan dana ke negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam penelitian ini indikator yang akan digunakan dalam penerimaan pajak adalah realisasi penerimaan pajak yang optimal. 2.2 Kerangka Pemikiran
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang berasal dari masyarakat untuk pengeluaran negara yang bersifat rutin dan akan terus berlangsung demi mensejahterakan masyarakat, karena dana yang diterima pada kas negara digunakan pemerintah sebesar besarnya demi keadilan sosial, Penerimaan pajak diantaranya di bagi dalam 2 bagian yaitu pajak dalam negeri dan pajak internasional.
Kas yang masuk pada negara memiliki faktor kesederhanaan peraturan perundangan perpajakan, kebijakan pemerintah dalam pemungutan kas yang dikeluarkan oleh WP memiliki implementasi undang undang sendiri, Dalam kaitannya jika WP tidak patuh terhadap mebayar pajak, maka dilakukannya penagihan pajak yang berfungsi untuk meningkatkan penerimaan pajak, penagihan pajak yang dilakukan fiskus diantaranya, surat peringatan, surat teguran, penyitaan dan pelelangan.tindakan penagihan pajakpun dibagi menjadi 2 bagian ada aktif dan pasif. selain itu faktor yang membuat penerimaan pajak di Indonesia meningkat selanjutnta ialah tarif final pajak bagi umkm menjadi 1% bagi WP yang memiliki peredaran bruto dibawah Rp 4,8 miliar, dapat dikatakan memudahkan umkm untuk meminimalisir pajak yang dikeluarkan oleh UMKM tersebut. tujuan dikeluarkan PP No. 46 Tahun 2013 adalah
untuk memberikan kemudahahan bagi WP yang melakukan UMKM dengan meringankan biaya perpajakannya. namun realisasi penerimaan pajak tidak selalu meningkat meski telah dikeluarkannya PP No 46 Tahun 2013 dikarenakan banyak UMKM kecil yang keberatan terhadap peraturan baru ini, akan tetapi kebijakan inipun memiliki banyak manfaat bagi UMKM itu sendiri, diantaranya mendorong para pengusaha kecil dan menengah untuk mendapatkan akses pada sektor keuangan, juga masalah permodalan dan pengkreditan perbankan diberikan akses yang lebih mudah.
2.2.1 Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak
Kewajiban Pajak muncul pada sisi wajib pajak itu sendiri, karena Undang-undang itu sendiri yang mengakibatkan kewajiban ini mengharuskan untuk dipenuhi, jika tidak dipenuhi, maka undang-undang akan memberikan hak kepada negara yang memiliki sifat memaksa, tindakan memaksa tercantum pada pasal-pasal yang menyangkut penagihan pajak. tujuan dari dicantumkannya pasal-pasal penagihan pajak adalah untuk memastikan bahwa penerimaan pajak oleh negara dapat dipenuhi (Soemarso S.R, 2007:3). Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan pajak di bidang perpajakan semakin meningkat, terhadap tunggakan pajak maka dimaksudkan perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa (Waluyo, 2000:238). Untuk mengatasi masalah dalam penerimaan pajak yang menurun maka dilaksanakan penagihan pajak sebagai tindakan agar para wajib pajak melunasi utang pajaknya, dengan cara menegur dan
memperingatkan, melakasanakan penagihan secara memberikan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan, penyanderaan, dan melelang barang yang disita (Suandy, 2011:169).
Teori-teori tersebut didukung hasil beberapa penelitian. Menurut Indira Mohammad (2017) yang mendapatkan hasil penelitian bahwa penagihan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak, karena penerimaan pajak meningkat apabila terjadinya penagihan pajak.
Berdasarkan premis-premis diatas maka dirumuskan hipotesis 1 (pertama) dalam penelitian ini bahwa penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
2.2.2 Pengaruh penerapan Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2013 Terhadap
Penerimaan Pajak
Dalam upaya mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela dan untuk meningkatkan jumlah wajib pajak serta mendorong kontribusi penerimaan kas Negara dari UMKM dalam hal ini pendapatan pajak, pada tahun 2013, Direktorat Jenderal (DirJen) Pajak mengumumkan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 (PP. No. 46/2013) tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (Ibrahim, 2013:2). Antisipasi pemerintah untuk terus memaksimalkan pengupayaan penerimaan dari sektor perpajakan dikembangkan melalui penerbitan peraturan perhitungan pajak terutang yaitu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 mengenai Pajak Final 1% untuk Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu atau lebih,yang umumnya disebut PP No. 46 Tahun 2013. Peraturan ini berlaku bagi Wajib Pajak pribadi dan
badan selain Bentuk Usaha 4 Tetap (BUT) yang memiliki peredaran bruto (omset) kurang dari atau sama dengan Rp4,8 miliar pertahun (Tulus Tambuna, 2013: 4).
Teori-teori tersebut didukung hasil beberapa penelitian. Menurut Novita (2014) yang mendapatkan hasil penelitian bahwa Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2013 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak meskipun pada kategori sangat kurang, karena penerimaan pajak akan meningkat apabila peraturan terbaru dikenakan tarif lebih rendah. Dan menurut penelitian Hakim dan Nangoi (2015) mendapatkan hasil penelitian menunjukkan penerimaan pajak dipengaruhi oleh Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2013.
Berdasarkan premis-premis diatas maka dirumuskan hipotesis 2 (dua) dalam penelitian ini bahwa penerimaan pajak dipengaruhi oleh peraturan pemerintah no 46 tahun 2013.
2.2.3 Paradigma Penelitian
Adapun paradigma penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiono (2016:63) Hipotesis yaitu:
“jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban atau pernyataan sementara dari suatu masalah dalam penelitian yang belum tentu kebenarannya, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris.”
X1: Penagihan pajak Derlina (2013) Ida ayu (2015) (Agustinus,2013) X2: PP no 46 tahun 2013 Naniek (2015) Ayu putu (2016) Y: Penerimaan pajak Siti Resmi (2011:74) Arfaningsih (2018) Ida Ayu (2017) Widya(2015) Putu Putra(2015) (Ida Ayu, 2017) (Fadli,2015) (Luh indah, 2015) (L
Maka keputusan sementara (hipotesis) yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Penagihan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. H2 : PP No. 46 tahun 2013 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak