• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil. Hasil penelusuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hasil. Hasil penelusuran"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pendahuluan

Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar 500.000 per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan pada populasi risiko tinggi telah membantu deteksi pada KHS stadium dini yang dapat menjadi target terapi kuratif dengan reseksi atau terapi ablasi lokal.1-2

Reseksi hati telah menjadi pilihan utama pada beberapa kasus KHS. Namun demikian, komplikasi pasca tindakan terutama pada pasien dengan sirosis hati menyebabkan penggunaannya terbatas. Terapi ablasi non bedah telah menjadi salah satu pilihan terapi yang menjanjikan. Radio frequency ablation (RFA) adalah metode ablasi dengan menginduksi jejas termal pada jaringan tumor dengan menyisakan parenkim sehat di sekitarnya.

Prinsip dasar RFA adalah pembentukan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi sehingga menimbulkan agitasi ionik dan konversi menjadi energi panas, yang diikuti oleh penguapan cairan intrasel sehingga berujung pada perubahan selular yang bersifat ireversibel, termasuk diantaranya denaturasi protein intrasel, peleburan lapisan membran lipid, dan nekrosis koagulatif sel tumor. RFA dianggap sebagai terapi pilihan pada KHS stadium dini yang tidak memenuhi kriteria bedah. 1-5

Namun demikian, pilihan terbaik bagi KHS stadium dini dengan fungsi liver yang baik masih merupakan perdebatan panjang. Berbagai studi telah membandingkan antara reseksi dan RFA. Telaah klinis berbasis bukti (evidence based clinical review; EBCR) ini dibuat untuk mengetahui efektivitas RFA dalam meningkatkan kesintasan KHS stadium dini dibandingkan dengan reseksi.

Formulasi pertanyaan klinis yang digunakan adalah: “Bagaimana perbandingan kesintasan (outcome) pada pasien karsinoma hepatoselular stadium dini (population) yang menjalani radiofrequency ablation (intervention) dan reseksi (control)?”

(2)

2 Metode

Untuk menjawab pertanyaan klinis di atas, dilakukan penelusuran terhadap artikel-artikel penelitian yang mungkin dapat menjawab pertanyaan untuk kemudian ditelaah secara kritis. Tipe penelitian yang ditelusuri oleh penulis adalah uji klinis dengan randomisasi dan kontrol (randomized controlled clinical trial, RCT), systematic review, dan meta-analisis.Ketiga studi tersebut dinilai memiliki bukti tertinggi yang dapat menjawab pertanyaan pada tulisan ini. Penelusuran terhadap artikel penelitian dilakukan pada database utama kedokteran yaitu PUBMED (http://www.ncbi.nih.gov/pubmed). Penelusuran penulis batasi hanya pada artikel berbahasa Inggris, dan studi pada manusia. Tahun publikasi dibatasi dari tahun 2009 sampai 2014. Dilakukan penelusuran menggunakan kata kunci: “resection” AND “radiofrequency ablation” AND “hepatocellular carcinoma” AND “survival”.

Seleksi terhadap judul dan abstrak dilakukan untuk memilih artikel penelitian yang relevan dan dapat menjawab pertanyaan klinis tersebut. Semua artikel penelitian yang terpilih kemudian ditelaah secara kritis, sesuai dengan jenis penelitian. Langkah-langkah telaah kritis dilakukan berdasarkan panduan dari Centre for Evidence-Based Medicine, University of Oxford. Di akhir telaah ini, penulis akan memberikan rekomendasi sesuai dengan hasil dan diskusi.

(3)

3 Hasil

Hasil penelusuran

Dengan menerapkan strategi penelusuran yang telah dijelaskan pada bagian metode, penulis mendapatkan 33 buah artikel. Dari 33 buah artikel yang berpotensi relevan, dua artikel metaanalisis dan satu artikel RCT dipilih sesuai dengan relevansi dengan pertanyaan klinis. Ketiga artikel yang dipilih merupakan artikel yang ditulis oleh Duan Chen Yang (2013), Gang Xu (2012), dan Kai Feng (2012).

Duan dkk (2013)6

Studi ini merupakan suatu telaah sistematik dan metaanalisis yang dilakukan pada seluruh artikel yang dipublikasikan sebelum Juni 2013. Tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan efektivitas RFA dengan terapi reseksi bedah dalam meningkatkan survival pasien KHS yang memenuhi kriteria Milan. Penulis memperoleh 243 artikel dengan menggunakan MEDLINE, PubMed, Cochrane Library, dan EMBASE databases serta pencarian manual. Kriteria inklusi di antaranya kasus-kasus yang telah didiagnosis melalui pemeriksaan patologi atau lebih dari dua uji pencitraan yang logis dikombinasikan dengan data klinis yang membandingkan efek terapeutik awal dari RFA, baik dengan atau tanpa TACE dan reseksi untuk tatalaksana KHS dini tanpa melihat etiologinya, perbedaan pada hepatitis viral atau status sirosis; pasien tidak mendapatkan pengobatan anti kanker sebelum RFA atau reseksi; indikasi yang jelas untuk RFA atau reseksi; jika ada dua atau lebih studi dengan penulis yang sama, diambil studi yang lebih tinggi kualitasnya atau paling mutakhir; Child-Pugh kelas A atau B; dan waktu follow up lebih dari 3 tahun. Kriteria eksklusi yang dibuat adalah jika hanya satu terapi yang digunakan dan tidak ada studi pembandingnya; sudah pernah mendapat tata laksana metastasis KHS atau KHS rekuren; terdapat invasi vaskular, metastasis jauh, atau lesi lainnya; dan waktu follow up < 3 tahun atau jumlah sampel <100.

Dari 243 artikel, penulis hanya menelaah 12 artikel yang relevan dalam analisis (2 RCT dan 10 non-RCT). Sejumlah 8.612 subyek dilibatkan dalam metaanalisis (4.295 RFA dan 4.279 reseksi). Studi ini membandingkan kesintasan keseluruhan tahun ke-1, 3, dan 5; rekurensi tahun ke-1, 3, dan 5; komplikasi pasca tindakan; dan masa rawat inap. Pada studi ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna pada kesintasan keseluruhan 1 tahun (OR = 0,76; CI 95%: 0,58-1; P=0,05). Sedangkan kesintasan keseluruhan 3 tahun dan 5 tahun menunjukkan adanya perbedaan bermakna yakni penurunan angka kesintasan pada kelompok RFA dengan nilai OR 0,59 (CI 95%: 0,43-0,81; P=0,001) dan 0,46 (CI 95%: 0,32-0,67; P<0,0001). Pada perbandingan angka kesintasan bebas penyakit didapatkan angka yang lebih tinggi pada

(4)

4 tahun ke-1, 3, dan 5 pada kelompok reseksi dengan nilai OR 0,82 (95% CI = 0,69-0,97; P=0,02); 0,59 (95% CI = 0,43-0,81; P = 0,001); dan 0,54 (95% CI = 0,44 – 0,66; P <0,00001). Pada studi ini juga didapatkan adanya peningkatan komplikasi pasca tindakan pada kelompok reseksi yang bermakna, dengan OR 0,32 (95% CI = 0,18-0,56; P<0,0001). Begitu pula pada masa rawat inap, didapatkan durasi yang lebih panjang pada kelompok reseksi Komplikasi pasca tindakan diantaranya adalah perdarahan saluran cerna, asites, infeksi berat, kelainan duktus bilier, jaundice, gagal hati, dan kematian. (Gambar 1)

Gambar 1. Perbandingan funnel plot (A) kesintasan keseluruhan 1 tahun; (B) kesintasan keseluruhan 3 tahun; (C) kesintasan keseluruhan 5 tahun; (D) kesintasan bebas penyakit 1 tahun; (E) kesintasan bebas penyakit 3 tahun; (F)

kesintasan bebas penyakit 5 tahun; (G) komplikasi pasca tindakan; (H) lama inap. OR, odss ratio

Xu dkk, 20127

Studi ini merupakan suatu metaanalisis yang membandingkan keluaran terapi KHS stadium dini yang memenuhi criteria Milan dan mendapat terapi reseksi dengan RFA. Studi ini melakukan telaah pada artikel-artikel yang dipublikasi sebelum Desember 2011. Pada studi ini didapatkan 2.535 subyek (1.233 pasien menjalani reseksi dan 1.302 pasien menjalani RFA sebagai terapi pertama pada KHS). Studi ini membandingkan kesintasan keseluruhan tahun ke-1, 3, dan 5; rekurensi tahun ke-1, 3, dan 5; dan komplikasi pasca tindakan.

Pada studi ini didapatkan adanya peningkatan kesintasan keseluruhan tahun ke-1, 3, dan 5 pada kelompok reseksi yakni OR (95% CI) 0,6 (0,42-0,86), p= 0,301; 0,49 (0,36-0,65), p=0,036; 0,6 (0,43-0,84), p=0,003. Di samping itu, angka rekurensi pada kelompok reseksi pada tahun ke-1, 3, dan 5 terbukti lebih rendah bermakna dengan OR 1,48 (1,05-2,08); 1,76 (1,49-2,08); 1,68 (1,21-2,34).

(5)

5 Pada studi ini diduga bahwa faktor utama yang mempengaruhi kesintasan keseluruhan pada pasien dengan KHS adalah rekurensi pasca terapi. Tingginya angka rekurensi pasca RFA diduga berhubungan dengan lebih sempitnya batas aman (safety margin) dibandingkan dengan reseksi. Sebagaimana diketahui reseksi hati pada umumnya melibatkan segmen Couinaud yang mengandung tumor dan kemungkinan thrombus tumor pada vena. Di samping tiu, tingginya rekurensi pasca RFA diduga akibat ablasi tumor primer yang tidak adekuat atau adanya invasi tumor pada vena pada jaringan sekitar. Sedangkan untuk rekurensi local intrahepatik pada kedua kelompok tidak dijumpai adanya perbedaan. Studi ini juga menunjukkan bahwa komplikasi pasca tindakan RFA lebih rendah bila dibandingkan dengan reseksi (OR 6,25 (3,12-12,52; P=0,000).

Studi ini menyimpulkan bahwa reseksi bedah pada KHS dini, terutama dengan diameter <3 cm terbukti memiliki angka kesintasan yang lebih baik dibandingkan dengan RFA.

(6)

6 Gambar 3. Metaanalisis kesintasan keseluruhan tiga tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS < 3cm

Gambar 4. Metaanalisis kesintasan keseluruhan lima tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS < 3cm

Feng dkk (2012) 8

Studi ini merupakan sebuah studi RCT yang dilakukan pada 168 pasien dengan KHS kecil untuk membandingkan efektivitas terapi RFA dibandingkan dengan reseksi. Kriteria inklusi diantaranya nodul

(7)

7 berjumlah < 2 buah dengan diameter <4 cm. Subyek penelitian secara acak dibagi menjadi kelompok RFA (n=84) dan kelompok reseksi (n=84) serta dilakukan penilaian keluaran berupa kesintasan hingga 3 tahun. Pada akhir studi didapatkan tidak adanya perbedaan bermakna baik pada kesintasan keseluruhan pada kelompok reseksi tahun ke-1, 2, dan 3 yakni 96,0%, 87,6%, dan 74,8% dibandingkan dengan RFA yakni 93,1%, 83,1%, dan 67,2% (p=0,342). Sedangkan kesintasan bebas rekurensi pada kelompok reseksi sebesar 90,6%, 76,7%, dan 61,1% dan RFA sebesar 86,2%, 66,6%, dan 49,6% (p=0,122), yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna.

Studi ini tidak memperlihatkan nilai OR bagi masing-masing kelompok, namun menampilkan nilai RR untuk variabel bebas lain tanpa mempertimbangkan kelompok intervensi pada analisis multivariat. Meskipun tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok pada kesintasan, durasi hospitalisasi pasien dengan RFA jauh lebih singkat daripada pasien yang mendapatkan tatalaksana reseksi. Ini menunjukkan bahwa keluaran perioperatif RFA lebih baik daripada reseksi.

Studi Rerata kesintasan keseluruhan, OR (95% IK) Rerata kesintasan bebas rekurensi, OR (95% IK)

Tahun ke-1 Tahun ke-3 Tahun ke-5 Tahun ke-1 Tahun ke-3 Tahun ke-5

Duan C, 2013 0,76 (0,58-1,00); P=0,05 0,43 (0,43-0,81); P=0,001 0,46 (0,32-0,67); P<0,0001 0,82 (0,69-0,97); P=0,02 0,59 (0,43-0,81); P = 0,001 0,54 (0,44 – 0,66); P <0,00001 Xu G, 2012 0,6 (0,42-0,86); P=0,301 0,49 (0,36-0,65); P=0,036 0,6 (0,43-0,84); P=0,003 1,48 (1,05-2,08); P=0,001 1,76 (1,49-2,08); P=0,000 1,68 (1,21-2,34); P=0,02 Feng, 2012 P=0,342; P=0,181 (termasuk dengan residual tumor) P=0,122; P=0,027 (termasuk dengan residual tumor) Duan C dkk Xu G dkk Feng dkk 1. Validitas internal Randomisasi Karakteristik mirip Perlakuan sama

Subyek diikutsertakan semua

Tersamar ganda Mayoritas tidak Ya Ya Ya Tidak Mayoritas tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak

(8)

8

2. Besarnya efek studi Kesintasan keseluruhan

dan kesintasan bebas rekurensi lebih baik pada reseksi dibandingkan RFA

Kesintasan keseluruhan dan kesintasan bebas rekurensi lebih baik pada reseksi dibandingkan RFA

Kesintasan keseluruhan dan kesintasan bebas rekurensi tidak berbeda antara reseksi dan RFA

3. Dapat digeneralisasi Ya Ya Ya

4. Validitas eksternal/ aplikasi Ya Ya Hanya pada tumor

(9)

9 Diskusi

Dari tiga studi, dua di antaranya (Duan, 2013 dan Xu, 2012) merupakan studi metaanalisis dan menunjukkan hasil bahwa rerata kesintasan, baik keseluruhan maupun bebas rekurensi/penyakit, pada pasien KHS yang mendapat tatalaksana reseksi lebih baik dibandingkan pasien yang mendapat tatalaksana RFA. Namun demikian, kedua studi tersebut juga menunjukkan bahwa rerata kesintasan pada tahun pertama (Duan, 2013) atau kedua (Xu, 2012) tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok. Ini mengindikasikan bahwa reseksi dan RFA menunjukkan kesintasan yang sama pada periode evaluasi jangka pendek, namun menunjukkan perbedaan bermakna pada periode evaluasi yang lebih lama.

Keterbatasan dari kedua studi tersebut adalah sedikitnya jumlah studi RCT yang dianalisis dibandingkan observasional. Untuk medapatkan hasil temuan yang lebih optimal, dibutuhkan studi lanjutan dengan desain RCT atau kohort prospektif dengan jumlah sampel yang besar. Tingginya rekurensi pasca tindakan diduga mempengaruhi kesintasan secara keseluruhan. Rekurensi pada kelompok RFA diduga akibat adanya lesi mikrometastasis/satelit yang tidak dapat dideteksi menggunakan pencitraan sehingga bukan merupakan target terapi ablasi lokal. Sebaliknya, pada terapi reseksi, pada umumnya dilakukan reseksi dengan margin safety yang cukup besar sehingga lesi satelit diharapkan dapat direseksi. Selain reseksi tumor primer, tindakan reseksi juga melibatkan emboli tumor pada vena porta.

Studi lain yang dilakukan oleh Ni dkk menunjukkan bahwa terapi ablasi perkutan pada tumor dengan diameter lebih dari 3 cm atau lebih dari dua nodul secara bersamaan akan menyebabkan nekrosis tumor yang tidak sempurna/tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya rekuresi tumor local. Pada tumor berukuran besar, RFA tidak dapat menyampaikan energy panas secara adekuat pada seluruh bagian tumor, terumata bila jarum elektroda ditempatkan pada suatu lokasi beberapa kali. Studi yang dilakukan oleh Feng semakin menegaskan bahwa terapi RFA pada tumor dengan diameter lebih dari 4-5 cm berhubungan dengan tingginya angka ablasi inkomplit dan rekurensi lokal.9

Berbeda dengan dua studi metaanalisis, studi Feng (2012) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kesintasan keseluruhan dan bebas rekurensi antara pasien KHS yang mendapat tatalaksana reseksi dan RFA. Hal ini diduga karena inklusi dilakukan pada tumor dengan diameter <4 cm dan <2 nodul saja. Sedangkan evaluasi hanya dilakukan selama periode 3 tahun sehingga didapatkan hasil keluaran reseksi dan RFA tidak berbeda bermakna. Bahkan, RFA dapat

(10)

10 dianggap lebih baik dalam perspektif keluaran perioperatif, termasuk meminimalkan lama rawat di rumah sakit.

Dari ketiga studi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa komplikasi pasca tindakan lebih tinggi dan lama rawat inap lebih panjang pada kelompok reseksi. Hal ini disebabkan oleh sifat tindakan yang invasif serta memerlukan persiapan perioperatif yang baik. RFA, di sisi lain, merupakan suatu teknik destruksi in situ menggunakan energi panas yang pada studi ini terbukti merupakan suatu prosedur yang aman. RFA merupakan suatu tindakan minimal invasif yang dikerjakan dengan panduan pencitraan tanpa anestesi umum, sehingga masa rawat inap jauh lebih pendek bila dibandingkan dengan reseksi.9

Kelemahan studi ini adalah keterbatasan jumlah studi RCT sehingga sebagian besar studi yang dilibatkan adalah studi observasi. Selain itu, tidak ada batasan yang sama mengenai diameter tumor terbesar yang dilibatkan dalam studi. Serta etiologi KHS tidak dipertimbangkan dalam setiap studi sehingga tidak diketahui apakah etiologi yang berbeda akan memberikan respon terapi yang sama.

(11)

11 Kesimpulan

Kesintasan keseluruhan serta kesintasan bebas rekurensi pada KHS stadium dini dengan terapi RFA terbukti tidak lebih baik dibandingkan dengan reseksi. Pada ukuran tumor yang lebih kecil diduga efektivitas RFA setara dengan reseksi. Namun demikian, masih perlu dilakukan studi lanjutan untuk mengetahui batasan diameter terbesar yang masih efektif untuk terapi RFA.

Gambar

Gambar 1. Perbandingan funnel plot (A) kesintasan keseluruhan 1 tahun; (B) kesintasan keseluruhan 3 tahun; (C)  kesintasan keseluruhan 5 tahun; (D) kesintasan bebas penyakit 1 tahun; (E) kesintasan bebas penyakit 3 tahun; (F)
Gambar 2. Metaanalisis kesintasan keseluruhan satu tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS &lt; 3cm
Gambar 4. Metaanalisis kesintasan keseluruhan lima tahun pasca reseksi versus RFA pada KHS &lt; 3cm

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan karakter kondisi lingkungan yang sama (fisik dan biotik) seperti pada analisis klaster terhadap lokasi blok pengamatan, hasilnya ditampilkan dalam

Setelah aplikasi dibangun hasilnya adalah Sistem Informasi penjualan laptop pada CV Sembilan Sembilan ini dapat menjadi sarana informasi kepada konsumen untuk mengetahui daftar

Uji ELISA telah dicoba digunakan di Indonesia untuk mengukur respons antibodi dari sapi dan kerbau yang telah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin SE beradjuvan minyak maupun

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka akan dibangun aplikasi layanan pesan antar makanan (food delivery) pada mobile device berbasis Android yang menyediakan

Pada Tabel 1 rata-rata bobot buah segar dan kadar air menunjukkan lokasi penjual buah di Pasar Masomba memberikan kadar air relatif sama yang menunjukan

Dari sinilah letak permasalahan yang diharuskan untuk membangun sebuah sistem dimana pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan dokumen atau sekedar mencari informasi yang

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan melalui dua siklus, dan setiap siklus dilaksanakan dengan tahap perencanaan,