• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Proses umum metabolisme senyawa xenobiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Proses umum metabolisme senyawa xenobiotik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pertahanan tanaman terhadap cekaman xenobiotik

Menurut Encyclopedia Britannica (2011), xenobiotik dipahami sebagai senyawa yang tidak secara alami dihasilkan oleh spesies biologi dan karenanya bersifat asing (xeno : asing; bios : kehidupan). Senyawa xenobiotik juga mengacu pada zat-zat kimiawi yang membahayakan atau berdampak racun ketika diakumulasi oleh sistem hidup. Sandermann (1992) mengemukakan konsep green liver untuk menjelaskan bagaimana tanaman dapat bertindak sebagai penampungan umum berbagai senyawa berbahaya melalui metabolisme xenobiotik yang mirip dengan yang terjadi pada hati (liver). Proses detoksifikasi tersebut melibatkan berbagai enzim yang bekerja melalui tahapan transformasi, konjugasi dan kompartementasi (Gambar 1). Tahapan transformasi terjadi melalui peningkatan polaritas senyawa xenobiotik biasanya oleh enzim semacam sitokrom P450 (fase I), tahapan konjugasi adalah pengikatan senyawa xenobiotik polar dengan biomolekul tanaman seperti glukosa dan asam amino (fase II) sedangkan tahapan kompartementasi merupakan tahapan penimbunan senyawa xenobiotik (fase III).

Gambar 1. Proses umum metabolisme senyawa xenobiotik

Respon seluler terhadap masuknya senyawa xenobiotik diinisiasi oleh keberadaan reseptor xenobiotik yang melakukan deteksi (sensor). Reseptor ini selanjutnya berperan menginduksi berbagai enzim dan transporter yang berperan

(2)

mendetoksifikasi dan menghilangkan senyawa tersebut. Sistem sensor dan detoksifikasi berjalan manakala reseptor dan enzim-enzim yang melakukan metabolisme memiliki kesamaan spesifitas dan terjadi koordinasi induksi berbagai enzim oleh senyawa xenobiotik (Morel et al. 2000)

Toleransi Tanaman terhadap Aluminium

Aluminium terlarut merupakan salah satu senyawa xenobiotik yang menyebabkan toksisitas pada lahan asam. Meningkatnya kelarutan Al di dalam tanah asam menyebabkan terjadinya defisiensi nutrien seperti Mg, Ca dan P serta unsur mikro seperti Zn, Pb, dan Mo (Foy & Flemming 1978). Menurut Mossor-Pietraszewska (2001), Al menghambat proses pembelahan sel, sebab Al mengubah fisik-kimia dinding sel dan DNA serta menurunkan produksi dan translokasi sitokinin. Kelainan akar karena cekaman aluminium akan mengganggu proses absorbsi sejumlah unsur esensial seperti fosfor, kalsium, hara mikro seperti molibdenum, seng dan tembaga oleh rambut akar (Marschner 1995). Cekaman aluminium juga menyebabkan terhambatnya penyerapan NH4 dan NO3 serta terganggunya aktivitas enzim nitrat reduktase (Cumming and Taylor 1990). Al mempengaruhi gen-gen yang berhubungan dengan pembelahan sel seperti heat shock protein (hsp), protein histon H3, H4 dan S-adenosyl-L-homosystein (SHH). Salah satu fungsi hsp adalah untuk pelipatan protein (protein folding) dan diekspresikan di berbagai tipe sel dalam kondisi tidak mendapat cekaman panas. Tingkat transkripsi H3 dan H4 menurun dengan berlanjutnya perlakuan Al baik pada varietas toleran maupun varietas peka. Hal ini menunjukkan bahwa Al menghambat peran histon dalam pembelahan sel (Richards and Gardner 1994).

Menurut Taylor (1991), pada prinsipnya terdapat dua mekanisme toleransi tanaman terhadap Al yaitu mekanisme eksternal dan mekanisme internal. Mekanisme eksternal dilakukan dengan mencegah Al masuk ke dalam simplas dan mencapai daerah metabolik yang peka. Hal ini dilakukan melalui eksklusi Al3+ toksik dari ujung akar dengan cara melepaskan ligan pengkelat Al3+ seperti asam-asam organik dan fosfat atau dengan melepaskan OH untuk meningkatkan pH eksternal. Tanaman juga melakukan melakukan imobilisasi Al pada dinding sel, mengatur permeabilitas membran, mengatur pH permukaan rizosfer, eksudasi

(3)

ligan pengkelat, eksudasi fosfat dan efluk Al. Metabolisme internal dilakukan dengan imobilisasi, kompartementasi dan detoksifikasi saat Al masuk ke dalam simplas. Hal ini dilakukan melalui pengikatan Al oleh protein tertentu, kompartementasi dalam vakuola, induksi dan peningkatan aktivitas enzim-enzim tertentu (Taylor 1991).

Beberapa spesies tanaman diketahui memiliki toleransi terhadap Al melalui eksudasi asam-asam organik lewat akar. Efluks malat dikeluarkan oleh wheat/Triticum aestivum (Delhaize et al. 1993; Basu et al. 1994; Pellet et al. 1996). Sitrat dikeluarkan oleh jagung, snapbean dan Casia tora (Miyasaka et al. 1991; Pellet et al. 1996; Ma et al. 1997) sedangkan oksalat dikeluarkan oleh buckwheat dan taro (Ma and Miyasaka 1998; Zheng et al. 1998). Tanaman teh dan hydrangea sebaliknya justru dikenal sebagai tanaman akumulator Al. Daun teh yang tua mampu mengakumulasi Al diatas 30.000 mg/kg berat kering (Matsumoto et al. 1976) dan daun tanaman hydrangea yang bunganya berkelopak biru dapat mengakumulasi Al diatas 3000 mg/kg (Ma et al. 1997). Tanaman M. malabathricum L. dan Vaccinium macrocarpon mengakumulasi Al dalam konsentrasi tinggi baik di akar maupun daunnya (Osaki et al. 1997).

Pertahanan Tanaman terhadap Patogen

Tanaman mempunyai sejumlah mekanisme pertahanan untuk menghadapi berbagai serangan dari lingkungan baik serangan serangga, nematoda, tumbuhan parasit, fungi, virus maupun bakteri. Mekanisme pertahanan tersebut dapat berupa kemampuan yang telah terbentuk (pre-formed) berwujud hambatan mekanik dan kimiawi yang bersifat konstitutif maupun sistem pertahanan yang bersifat inducible (inducible defense system) (Montesano et al. 2003).

Sistem pertahanan inducible berpusat pada ketepatan persepsi sel terhadap patogen. Tanaman dalam hal ini, mampu mengenali senyawa yang dihasilkan patogen (elisitor) dan menggunakannya untuk memicu pensinyalan pertahanan (defence signalling). Mekanisme pertahanan inducible melibatkan dua tipe pertahanan berbeda yaitu tipe gene for gene interaction dan pertahanan dasar (basal defense). Tipe pertahanan gene for gene interaction dicirikan : (1)diinduksi oleh patogen spesifik; (2) berdasarkan pengenalan (recognition) produk gen Avr

(4)

yang spesifik dan sesuai (match) dengan produk gen R; (3) keragaman individu yang sangat tinggi akibat perubahan susunan gen (gene shuffling) meiosis; (4) reaksi cepat termasuk respon hipersensitivitas. Adapun pertahanan dasar (basal defence) dicirikan antara lain : (1) diinduksi melalui infeksi oleh hampir semua mikroba; (2) berdasarkan pengenalan general elicitor; (3) aktivasi pertahanan cepat tetapi umumnya tanpa respon hipersensitif (Boller et al 2004). Persepsi kedua tipe pertahanan ini selanjutnya mengaktivasi tahapan (cascade) transduksi sinyal dan respon pertahanan awal untuk mencegah perluasan serangan patogen ke dalam jaringan sel inang.

Istilah elisitor awalnya hanya digunakan untuk menyebut molekul yang menginduksi produksi fitoaleksin, sedangkan saat ini istilah tersebut menunjuk secara luas pada senyawa yang mampu menstimulasi berbagai tipe pertahanan tanaman (Nürnberger 1999), baik senyawa tersebut berasal dari patogen (exogenous elicitors) maupun senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman akibat tindakan patogen (endogenous elicitors) (Boller 1995). Berdasarkan spesifitasnya, elisitor dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu elisitor umum (general elisitor), yang mampu memicu pertahanan baik pada tanaman inang maupun bukan inang dan elisitor spesifik ras (race spesific elicitor) yang menginduksi respon pertahanan dan menghasilkan resistensi hanya pada kultivar inang spesifik. Elisitor tidak mempunyai struktur kimiawi yang umum, melainkan termasuk ke dalam berbagai kelas senyawa yang berbeda secara luas mulai dari oligosakarida, peptida, protein dan lipid. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mempunyai kemampuan untuk mengenali berbagai molekul yang secara struktural berbeda sebagai sinyal bagi pertahanan terhadap patogen (Boller 1995).

Salah satu jenis elisitor umum adalah flagelin. Flagelin adalah protein penyusun utama flagela bakteri. Protein yang terdapat dalam jumlah besar pada hampir seluruh bakteri berflagela ini, bermassa 30 kDa hingga 60 kDa dan membentuk lubang silinder yang menyusun filamen flagela bakteri. Struktur flagelin inilah yang membangun bentuk heliks filamen flagela yang sangat penting untuk menjalankan fungsi flagela, sedangkan terminal N dan C flagelin memberinya kemampuan untuk melakukan polimerisasi menjadi filamen. Pengenalan terhadap flagelin melibatkan reseptor semacam kinase (receptor like

(5)

kinase) FLS2 dan mengaktivasi respon hilir (downstream) antara lain produksi ROS (reactive oxygen species), biosintesis etilen, aktivasi kaskade MAPK (mitogen-activated protein kinases) dan aktivasi ekspresi gen pertahanan (Gomez-Gomez et al. 1999, Nuhse et al. 2000, Asai et al. 2002). Pada Arabidopsis, persepsi terhadap flg22 meningkatkan resistensi untuk melawan bakteri patogen (Zipfel et al. 2004).

Menurut Boller et al. (1995), pengenalan patogen pada tumbuhan melibatkan interaksi reseptor tanaman dengan elisitor dan induksi cascade fosforilasi yang mengarah pada respon-respon pertahanan (Gambar 2). Beberapa kejadian pensinyalan awal (early signalling events) adalah antara lain fluks ion melalui membran plasma, alkalinisasi ekstraseluler, peningkatan sementara konsentrasi kalsium (Ca) sitosolik, fosforilasi dan defosforilasi melalui aktivasi MAPK dan CDPK (calcium-dependent protein kinases) dan produksi ROS ekstraseluler melalui NADPH oksidase yang terletak pada plasma membran dan peroksidase apoplastik serta biosintesis etilen dan asam jasmonat (Menke et al. 1999; Scheel 1998).

Gambar 2. Mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen

Protein-protein yang membentuk jalur sinyal transduksi, kemunculannya pada sel berdasarkan persepsi terhadap elisitor. Aktivasi berbagai protein tersebut terjadi melalui modifikasi pascatranslasi, perubahan konformasi dan/atau perubahan dalam formasi kompleks. Modifikasi pascatranslasi yang diketahui

(6)

paling luas terlibat dalam transduksi sinyal adalah fosforilasi protein. Inisiasi pensinyalan elisitor umum diprediksi terjadi melalui interaksi antara elisitor dengan reseptor yang terletak pada membran plasma. Pensinyalan dan respon awal tampaknya dimediasi melalui protein-protein berasosiasi membran, dimana hasil studi terbaru menunjukkan bahwa protein-protein tersebut mempunyai satu atau lebih situs fosforilasi (Nuhse et al. 2004).

Metabolit sekunder pada tanaman memainkan peran utama dalam menghadapi perubahan lingkungan dan mengatasi cekaman. Peran penting tersebut terbentuk dari kompleksitas tipe kimiawinya yang luas maupun interaksinya yang mendasari beragam fungsi seperti menstabilkan struktur; sebagai penentu polimerisasi dan kondensasi fenol dan quinon; interaksi elektrostatis antara poliamin dengan lokus bermuatan negatif dalam komponen sel; fotoprotektif yang terkait dengan absorbansi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet akibat adanya ikatan ganda terkonjugasi; antioksidan dan anti radikal yang diatur oleh ketersediaan kelompok –OH, –NH2, dan –SH serta transduksi

sinyal (Edreva et al. 2008).

Menurut Zhao et al. (2005), akumulasi metabolit sekunder tanaman sering terjadi pada tanaman yang terpapar oleh cekaman termasuk oleh berbagai elisitor atau molekul sinyal. Sejumlah aspek transduksi sinyal elisitor yang menghantarkan pada produksi metabolit sekunder tanaman diantaranya adalah : persepsi elisitor oleh berbagai reseptor tanaman; determinan avirulen dan keterkaitannya dengan protein R; protein pengikat small GTP dan heterotrimerik; fluks ion; alkalinisasi media dan asidifikasi sitoplasma; pecahan oksidatif dan ROS; inositol trifosfat dan nukleotida siklik (cAMP dan cGMP); asam salisilat dan nitrit oksida; pensinyalan asam jasmonat, etilen dan asam absisik; sinyal oksilipin dan sebagainya. Seluruh komponen sinyal ini diatur baik secara langsung ataupun tidak langsung oleh elisitor untuk menginduksi akumulasi metabolit sekunder tanaman (Zhao et al. 2005).

Steroid Nuclear Receptor

Steroid Nuclear Receptor (SNR) adalah protein subkelas Nuclear reseptor (NR) yang banyak berperan sebagai sensor xenobiotik. Protein NR merupakan

(7)

faktor transkripsi yaitu protein yang meningkatkan atau menurunkan transkripsi gen-gen. Aktivitasnya secara spesifik adalah mengatur pengikatan RNA polimerase pada DNA. NR bekerjasama dengan protein lain mengendalikan proses metabolisme, perkembangan dan homeostasis organisme melalui pengaturan ekspresi gen-gen spesifik (Germain et al. 2003). Reseptor ini adalah aktivator transkripsi yang teraktivasi ligan. Ketika terikat dengan ligan (hormon), maka kompleks tersebut akan mampu melintasi membran inti masuk ke dalam nukleus dan dapat berikatan dengan gen tertentu yang karenanya dapat menginduksi transkripsi dan selanjutnya menghasilkan protein.

Ligan-ligan khusus untuk reseptor inti adalah hormon-hormon lipofilik dengan hormon steroid dan turunan vitamin A dan D. Hormon-hormon ini memainkan peran penting dalam regulasi metabolisme, fungsi organ, proses perkembangan dan diferensiasi sel. Reseptor inti yang telah diaktivasi hormon-hormon mengikat DNA spesifik reseptor HRE (hormon-hormone response element) yaitu sekuen DNA yang terletak pada daerah promotor gen yang diaktivasi oleh komplek hormon-reseptor. Karena proses ini selanjutnya menyebabkan terjadinya transkripsi gen-gen terkait, maka hormon-hormon yang terlibat juga disebut sebagai penginduksi (inducer) ekspresi gen. Aktivasi transkripsi gen lebih lambat dibandingkan sinyal-sinyal yang secara langsung mempengaruhi protein yang ada. Sebagai konsekuensinya, efek hormon-hormon yang menggunakan reseptor inti biasanya bersifat jangka panjang. Secara primer, reseptor ini terletak di dalam sitosol. Dengan ketiadaan hormon steroid, reseptor-reseptor dapat melekat bersama-sama membentuk kompleks yang disebut sebagai kompleks aporeseptor, yang juga mengandung protein chaperone (juga dikenal sebagai heat shock protein atau Hsps). Protein heatshock diperlukan untuk mengaktivasi reseptor dengan membantu protein untuk melipat dengan suatu langkah yang dengannya sekuen sinyal dapat melalui jalan lintasan ke nukleus. Reseptor steroid juga memiliki efek represif terhadap ekspresi gen ketika domain transaktivasinya tersembunyi sehingga protein tersebut tidak dapat mengaktivasi transkripsi. Lebih jauh, aktivitas reseptor steroid dapat meningkatkan fosforilasi residu serin pada N terminalnya, sebagai hasil lintasan transduksi sinyal lain misalnya oleh

(8)

faktor pertumbuhan (growth factor). Tingkah laku demikian ini dikenal dengan istilah Crosstalk (Germain et al. 2003).

Menurut Shen dan Schulze-lefert (2007), pada tanaman, NR diduga berperan secara signifikan dalam sensor imunitas. Lintasan pensinyalan didalamnya adalah paralel dengan mekanisme kontrol regulator pada reseptor steroid hewan. Blumberg et al. (1998) berhasil mengisolasi Steroid Xenobiotic Receptor (SXR), salah satu SNR yang mengaktivasi gen penyandi sitokrom P450 3A4 (CYP3A4). CYP3A4 dikenal sebagai enzim pertahanan pertama yang melakukan metabolisme terhadap obat dan berbagai senyawa toksik. Bock and Kohle (2004) menyatakan bahwa Xenobiotic Nuclear Receptor (Pregnane X Receptor/PXR, Constitutive Androstane Receptor/CAR, dan Aryl hidrocarbon Receptor/Ah) secara terkoordinasi menginduksi gen-gen yang terlibat pada seluruh fase metabolisme xenobiotik baik fase metabolisme oksidatif, fase konjugasi maupun fase transport.

Auoabdi et al. (2006) menyatakan bahwa PXR mampu mengatur ekspresi 40 gen penyandi enzim-enzim metabolisme xenobiotik dan drug transporter penting. PXR mengintegrasikan input dari berbagai faktor transkripsi teraktivasi ligan ke dalam satu respon akhir sehingga dikenal sebagai master xenobiotik/metabolit. Selain mengaktivasi CYP3A4 (El sankary et al. 2000) dan CYP2B8 (Goodwin et al. 2001), PXR juga dilaporkan mengaktivasi GST A2 (Glutathione-S-Transferase) (Falkner et al. 2001). GST dikenal sebagai antioksidan (Ezaki et al. 1995) yang berperan mengkatalisis hasil konjugasi senyawa toksin dengan glutathione menjadi bentuk nontoksik (Xiang & Oliver 1998) dan pada Arabidopsis thaliana diinduksi oleh Al (Richard et al. 1998). Maglich et al. (2002) melaporkan bahwa PXR juga mengaktivasi OATP2 (Organic Anion Transporting Polypeptide) dan MDR1a (Multidrug resistance). MDR berperan dalam resistensi sel terhadap berbagai obat, yang pada ragi ekspresinya diinduksi oleh cekaman kadmium (Li et al. 1997), sedangkan pada barley diinduksi oleh cekaman Al (Sasaki et al. 2002). Gen penyandi MRP (multidrug resistance associated protein), jenis MDR lainnya berhasil diisolasi dari Arabidopsis yaitu AtMrp1 (Lu et al. 1997; 1998) dan ekspresinya diinduksi oleh berbagai senyawa seperti benoksakor, kloquintocet, klorodinitrobenzene

(9)

(CNDB), asam salisilat dan menadion (Gaedeke et al. 2001). Fragmen cDNA mrp berukuran 633 pb yang menyandi daerah antara TM1 dan NBF1 juga telah berhasil diisolasi dari Melastoma affine (Suharsono et al. 2008).

Toleransi Melastoma malabathricum L. terhadap xenobiotik

M. malabathricum L. (Gambar 3) merupakan salah satu jenis gulma invasif yang ditemukan tumbuh baik di berbagai lahan asam di Indonesia, di Asia Tenggara. Jenis tanaman semak tropis anggota family Melastomaceae yang di Indonesia dikenal bernama Harendong ini mendominasi lahan-lahan asam di Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. M. malabathricum L. dikenal sebagai hiperakumulator aluminium yang menjadi tanaman dominan pada tanah asam daerah tropis. Melastoma mampu mengakumulasi Al diatas 10000 mg kg-1 aluminium pada daun dewasa dan diatas 7000 pada daun mudanya (Watanabe et al. 1997). Pertumbuhan dan penyerapan hara pada melastoma justru semakin meningkat dengan keberadaan Al (Osaki et al. 1997). Mekanisme induksi pertumbuhan Melastoma oleh Al ini masih belum jelas. Cekaman Al pada tanaman toleran akan menginduksi sejumlah gen untuk menghindari pengaruh ion Al. Pada Melastoma, gen-gen ini diduga tidak hanya berperan dalam mendetoksifikasi Al, akan tetapi juga berperan dalam menginduksi hormon pertumbuhan.

Gambar 3. Melastoma malabathricum L.

M. malabathricum L. dan famili Melastomaceae dari ordo Myrtales dilaporkan menghasilkan elagitanin yang potensial untuk pencegahan penyakit dan mempunyai aktivitas biologis baik bersifat efek anti tumor maupun anti

(10)

bakteri. Di Malaysia, M. malabathricum dikenal secara lokal sebagai senduduk. Akar, daun dan pucuknya telah digunakan oleh penduduk Malaysia untuk perlakuan pasca kelahiran (post natal), mencegah bekas cacar (smallpox), disentri, diare, radang pencernaan, dan obat kumur (Yoshida et al. 2000).

Menurut Yoshida et al. (2010), M. malabathricum menghasilkan metabolit berbasis stachyurin kompleks tannin malabathrin A, E dan F (Gambar 4). Metabolit ini adalah bagian dari tanin kompleks (flavono-elagitanin) yang ditentukan oleh struktur unik C-C terkondensasi dari tanin C-glikosidik (tipe vescalagin atau tipe stachyurin) dengan flavan-3-ol (katekin atau epikatekin). Tidak sebagaimana tanin C-glikosidik, tanin jenis ini ditemukan terbatas hanya pada sejumlah species tanaman yang termasuk ke dalam famili Combretaceae, Myrtaceae, Fagaceae dan Theaceae.

Gambar 4. Struktur kimia malabathrin yang merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan Melastoma malabathricum L.

Kedua kompleks tannin berbasis vescalagin dan stachyurin yang diisolasi hingga saat ini, seluruhnya dicirikan dengan keberadaan sebuah ikatan C-C berorientasi β pada glukosa C-1 [1]. Terdapat banyak contoh hemisintesis kompleks tanin oleh reaksi diantara tanin C-glikosidik dan (+)- katekin atau (-)-epikatekin yang dikatalisis oleh asam sederhana (Yoshida et al. 2010). Kompleks polifenol, tanin yang dapat dihidrolisis dan termasuk dalam oligomer elagitanin ini menarik perhatian dalam dua dekade terakhir ini karena keragaman struktur maupun aktivitas biologisnya terutama karena efek antioksidatif, antiviral dan anti tumor yang dihasilkannya (Yoshida et al. 2000).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan sasaran seramai 3000 orang penerima sumbangan untuk BKR tahun 2018, Yayasan Ikhlas bersedia untuk menggerakkan para sukarelawan di lokasi-lokasi terpilih ini dalam

Pandangan peneliti potensi sumber daya alam Sumenep yang begitu melimpah ruah baik dari sektor laut, minyak dan gas bumi (migas) atau sumber daya alam lain

Penelitian terhadap bangunan Gereja Santa Perawan Maria akan dilakukan secara deskriptif dan eskploratif, sehingga penelitian ini dibatasi hanya pada gaya bangunan gereja dan

Untuk mendapatkan jarak pupil pada penglihatan jauh dapat dilakukan dengan cara yang sama, namun pasien memfiksasikan penglihatannya pada objek yang jauh.. Selain itu jarak pupil

Dalam artian normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kritria intrisik, mutu pendidikan merupakan produk

Pada penambahan natrium karbonat 150/0, 30 %, dan 45 % menunjukkan bahwa reaksi pelepasan ikatan antara SiO2 dan Al2O3 tidak tercapai. Hal ini dapat diamati dari

Penelitian tentang audit report lag pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah banyak dilakukan, namun masih banyak perbedaan hasil. Hasil

(1) Alokasi Dana Kapitasi JKN untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dimanfaatkan untuk pembayaran jasa