• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN GEOGRAFI DARI STIMULUS TUNGGAL MENUJU STIMULUS JAMAK. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN GEOGRAFI DARI STIMULUS TUNGGAL MENUJU STIMULUS JAMAK. Abstrak"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN GEOGRAFI DARI STIMULUS TUNGGAL MENUJU STIMULUS JAMAK

Natalia Adel Hando Nderu Mari1, Sunimbar2

email: nataliaadel@yahoo.co.id Abstrak

Kebutuhan akan pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa digantikan dari jaman dahulu hingga sekarang. Pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Mata pelajaran geografi dianggap sulit ini tentu disebabkan dengan berbagai alasan, salah satu alasan yang masih sering terjadi sampai saat ini yaitu guru dalam proses pembelajaran belum bisa memberikan stimulasi kepada peserta didik sehingga interaksi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru maupun antara peserta didik dengan peserta didik belum berlangsung secara efektif. Pembelajaran dengan menggunakan stimulasi tunggal yang digunakan dalam proses pembelajaran membuat peserta didik kurang memahami secara total materi yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Minimnya penggunaan panca indera yang peserta didik gunakan sehingga materi-materi pembelajaran yang diterima hanya sebagai hafalan tanpa adanya pemahaman yang lebih lanjut akan materi yang diterima tersebut. Stimulasi ke segala penjuru merupakan rangsangan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam menggunakan seluruh panca indera dalam menangkap materi yang diajarkan oleh guru, stimulasi ke segala penjuru yang biasa digunakan ini terdiri dari melihat, mendengar, memegang dan merasakan selain itu juga yang turut digunakan dalam stimulasi ke degala penjuru yaitu komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Kata Kunci: Pembelajaran Geografi, Stimulus Tunggal, Stimulus Jamak

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan setiap individu manusia. Kebutuhan akan pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa digantikan dari jaman dahulu hingga sekarang. Kebutuhan akan pendidikan tidak memandang usia, status sosial dan hal lainnya, karena pendidikan merupakan kebutuhan dari semua orang. Jika kebutuhan akan pendidikan seseorang dapat terpenuhi dengan baik, maka dapat meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia. Senada dengan pendapat Supardi, 2012 “Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan yang ada dalam diri peserta didik. Potensi-potensi dimaksud diharapkan agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan bangsa. Pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia”.

Pendidikan dalam abad 21 memiliki ciri menonjol salah satunya adalah semakin bertautnya dunia ilmu dan teknologi, sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. “Di abad-21 ini guru ditantang untuk mampu menciptakan tata pendidikan yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial dan ekonomi sadar-pengetahuan sebagaimana layaknya warga dunia di Abad-21” (Mukminan, 2014). Pendidikan di abad-21 menuntut guru harus mampu membuat peserta didik memiliki daya pikir yang

(2)

dapat bersaing secara global atau dunia, sehingga dengan kemajuan di berbagai aspek pada abad-21 ini peserta didik mampu untuk bersaing dan menguasai kemajuan yang ada.

Pelajaran geografi dalam pembelajaran di sekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit, karena berisi hafalan-hafalan konsep saja. Pelajaran geografi yang dianggap sulit ini membuat peserta didik-siswi cenderung tidak menyukai pelajaran tersebut. Mata pelajaran geografi dianggap sulit ini tentu disebabkan dengan berbagai alasan, salah satu alasan yang masih sering terjadi sampai saat ini yaitu guru dalam proses pembelajaran belum bisa memberikan stimulasi kepada peserta didik sehingga interaksi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru maupun antara peserta didik dengan peserta didik belum berlangsung secara efektif. Stimulasi yang dimaksud di sini, yaitu guru belum mampu membuat peserta didik menggunakan semua komponen panca indera peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Hal ini senada dengan pendapat Muhtadi, 2007 “Parahnya tradisi komunikasi pembelajaran searah ini telah terjadi sejak peserta didik duduk di bangku sekolah dasar sampai di perguruan tinggi”.

Pembelajaran yang terjadi di sekolah sampai saat ini menunjukkan bahwa guru belum mampu untuk merangsang stimulasi peserta didik dengan baik sehingga pembelajaran di sekolah hanya menggunakan beberapa panca indera saja (mata dan telinga) atau bisa dikatakan stimulasi tunggal seperti melihat dan mendengar. Pembelajaran di abad 21 menuntut guru untuk mampu merangsang peserta didik untuk menggunakan seluruh panca indera yang dimiliki oleh peserta didik atau dengan dapat menggunakan stimulasi jamak. Pembelajaran yang dapat menggunakan stimulasi jamak atau menggunakan semua komponen panca indera peserta didik tentu akan lebih baik, karena dengan menggunakan seluruh komponen panca indera yang dimiliki peserta didik pembelajaran lebih bermakna dan memberikan pengalaman langsung terhadap peserta didik tersebut.

Pelajaran geografi sebagai salah satu pembelajaran yang memiliki kaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari, sehingga sangat cocok bila peserta didik menggunakan seluruh panca indera dalam prose pembelajarannya. Guru memiliki peran yang penting dalam proses pembelajaran, karena di sini guru harus mampu dengan berbagai cara yang dilakukan agar bisa merangsang peserta didik untuk dapat menggunakan seluruh komponen panca indera yang dimiliki peserta didik dalam proses pembelajarannya. Peserta didik tidak hanya menggunakan panca indera melihat dan mendengar, melainkan mampu memegang, merasakan segala sesuat yang terjadi di sekitar peserta didik dan menggunakan semua komponen jasmani-rohani secara aktif dalam proses pembelajarannya. Diharapkan bila guru mampu merangsang stimulasi jamak peserta didik, maka pembelajaran geografi bukan sebagai sebuah mata pelajaran yang disulit karena bukan hanya sebuah hafalan-hafalan konsep melainkan sebuah mata pelajaran yang dapat peserta didik kaitkan dengan kehidupan di sekitar lingkungan peserta didik-siswi.

Pembelajaran Geografi dengan Paradigma Stimulus Tunggal

Stimulasi rasa tunggal merupakan rangsangan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam menggunakan sebagian panca indera dalam menangkap materi yang diajarkan oleh guru, panca indera yang biasa digunakan dalam stimulasi tunggal ini terdiri atas mata dan telinga yang fungsinya untuk mendengar dan melihat. Panca indera yang biasa digunakan dalam stimulasi rasa tunggal ini hanya terdiri atas dua panca indera yaitu mata dan telinga, sebenarnya banyak panca indera lain yang dimiliki oleh peserta didik yang belum dapat digunakan secara maksimal dalam proses pembelajaran. Agar peserta didik mampu menggunakan seluruh komponen panca indera dalam proses pembelajaran, maka tugas

(3)

seorang guru harus dapat merangsang peserta didik agar dapat menggunakan semua komponen panca indera yang dimiliki oleh peserta didik tersebut.

Pembelajaran dengan menggunakan stimulasi tunggal yang digunakan dalam proses pembelajaran membuat peserta didik kurang memahami secara total materi yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Minimnya penggunaan panca indera yang peserta didik gunakan sehingga materi-materi pembelajaran yang diterima hanya sebagai hafalan tanpa adanya pemahaman yang lebih lanjut akan materi yang diterima tersebut. Proses pembelajaran yang hanya menggunakan panca indera mata dan telinga yang hanya memiliki fungsi untuk melihat dan mendengar ini sangat kurang maksimal jika diterapkan pada proses pembelajaran, terutama pelajaran geografi yang mana sangat kompleks dan harus memiliki pemahaman antara materi yang diajarkan dengan keadaan lingkungan sekitar peserta didik sendiri. Guru yang menggunakan stimulasi tunggal dalam proses pembelajaran bisa dikatakan guru yang kurang kreatif, karena jika menggunakan stimulasi tunggal maka model pembelajaran yang digunakan juga monoton hanya konvensional (ceramah) dari awal sampai akhir proses pembelajaran.

Proses pembelajaran dengan menggunakan stimulasi tunggal sendiri tentu memiliki kelebihan maupun kelemahan. Kelebihan yang didapatkan dari penggunaan stimulasi tunggal di dalam proses pembelajaran antara lain peserta didik mampu untuk menghafal materi pelajaran yang diberikan, selain itu dengan menggunakan panca indera mata dan telinga tugas guru semata hanya sebagai transfer materi saja. Kelemahan dari stimulasi tunggal ini banyak sekali antara lain, peserta didik kurang memahami materi yang diberikan dalam proses pembelajaran, guru lebih sulit untuk mengajak peserta didik memahami materi yang ada karena hanya menggunakan dua panca indera saja, selain itu pembelajaran tidak bermakna, kurang terjalin komunikasi yang efisien antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru maupun peserta didik dengan peserta didik itu sendiri.

Pembelajaran yang berlangsung sampai saat ini di sekolah cenderung masih menggunakan stimulasi tunggal atau hanya dengan menggunakan sebagian panca indera saja. Proses pembelajaran yang seperti ini tentu memiliki banyak kelemahan seperti yang sudah dijelaskan di atas, sehingga dampak dari proses pembelajaran dengan menggunakan stimulasi rasa tunggal sangat kurang efisien di dalam proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran dengan stimulasi tunggal ini sebaiknya tidak digunakan oleh guru di dalam proses pembelajaran saat ini, hal ini dikarenakan keadaan atau tuntutan saat ini bukan hanya berupa hafalan materi yang dinilai dari peserta didik melainkan semua aspek yang menjadi penilaian seperti aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Pembelajaran Geografi dengan Paradigma Stimulus Ke Segala Penjuru

Stimulasi ke segala penjuru merupakan rangsangan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam menggunakan seluruh panca indera dalam menangkap materi yang diajarkan oleh guru, stimulasi ke segala penjuru yang biasa digunakan ini terdiri dari melihat, mendengar, memegang dan merasakan selain itu juga yang turut digunakan dalam stimulasi ke degala penjuru yaitu komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Banyak sekali pendekatan-pendekatan pembelajaran yang melandasi pembelajaran ke segala penjuru. Contoh pendekatan yang melandasi pembelajaran dengan stimulasi ke segala penjuru yaitu pendekatan pembelajaran inkuiri (penemuan). Kegiatan pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia, peristiwa) dengan sistematis, kritis,

(4)

logis dan analitis sehingga peserta didik dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Sumarmi, 2012). Proses pembelajaran yang dapat menerapkan pendekatan inkuiri tentu menggunakan stimulasi segala penjuru, karena di dalam pendekatan inkuiri peserta didik bukan hanya sekedar mendegarkan dan melihat, tapi harus menggunakan seluruh komponen panca inderanya dalam sebuah proses pembelajaran. Selain pendekatan inkuiri, pendekatan pembelajaran secara kontekstual juga melandasi pembelajaran dnegan stimulasi segala penjuru.

Pembelajaran dengan menggunakan stimulasi ke segala penjuru sangat efisien jika digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, yang mana dengan menggunakan seluruh panca indera dan semua komponen yang dimiliki oleh peserta didik membuat proses pembelajaran tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan. Melainkan dari pengetahuan yang diperoleh tersebut, bagaimana peserta didik tersebut menerapkan di dalam kehidupannya dan pembelajaran semakin bermakna. Pembelajaran dengan menggunakan stimulasi ke segala penjuru dapat membuat peserta didik merasakan proses pembelajaran tersebut sebagai suatu pengalaman, sehingga bila peserta didik merasakan itu sebagai pengalaman tentunya pembelajaran akan lebih bermakna.

Pembelajaran dengan menggunakan stimulasi ke segala penjuru atau dengan menggunakan seluruh panca indera yang dimiliki oleh peserta didik menjadikan guru semakin kreatif dalam prose pembelajaran. Kreatif dalam hal ini karena dengan stimulasi ke segala penjuru guru dapat menggunakan berbagai model pembelajaran yang ada untuk diterapkan di dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran dengan stimulasi ke segala penjuru ini juga tentu memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dengan stimulasi ke segala penjuru antara lain, pembelajaran lebih bermakna karena pembelajaran disajikan terasa seperti sebuah pengalaman, guru lebih mudah dan kreatif untuk memilih model-model pembelajaran untuk digunakan dalam proses pembelajaran itu sendiri, pembelajaran lebih kontekstual dan peserta didik tentu sangat memahami materi pelajaran dengan baik. Kelemahan dari stimulasi ke segala penjuru ini sendiri bila guru kurang kreatif dalam proses pembelajarannya maka kurang efisien, karena dengan stimulasi ke segala penjuru ini guru harus benar-benar bisa merangsang stimululasi peserta didik untuk menggunakan semua panca indera dan komponen yang dimiliki oleh peserta didik itu sendiri.

Pembelajaran yang sering berlangsung saat ini masih cenderung pada stimulasi tunggal, padahal dengan keadaan dan situasi saat ini yang begitu kompleks sangat perlu dikembangkan pembelajaran dengan menggunakan stimulasi ke segala penjuru. Pembelajaran dengan stimulasi segala penjuru memberikan dampak yang efisien terhadap peserta didik karena proses pembelajaran yang berlangsung bisa menggunakan seluruh panca indera yang dimiliki dan semua komponen yang ada untuk aktif dalam proses pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian terhadap peserta didik saat ini juga bukan hanya melihat dari pengetahuan saja tapi bagaimana dengan pengetahuan yang dimiliki bisa mengembangkan keterampilan dan sikap peserta didik.

Pergeseran Paradigma stimulasi rasa tunggal ke segala penjuru dalam pembelajaran Geografi

Pembelajaran geografi yang ada di sekolah sampai saat ini masih dianggap sulit oleh peserta didik karena berisi dengan hafalan-hafalan konsep saja ditambah bila seorang guru geografi masih menggunakan metode konvensional (ceramah, tanya-jawab) dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran hanya dianggap sebagai proses transfer materi dari guru

(5)

kepada peserta didik. “Fakta lain di lapangan saat ini menunjukan bahwa sebagian besar pembelajaran terkesan hanya berpusat pada guru (teacher oriented) yang menganggap guru adalah satu-satunya sumber informasi, dan peserta didik hanya sebagai penerima informasi serta dalam proses pembelajaran peserta didik masih terkesan pasif dan kelas dikuasai oleh hanya segelintir peserta didik saja yang aktif (Dewi, 2014).

Pembelajaran geografi yang di sekolah sampai saat ini kebanyakan masih menggunakan panca indera tunggal yaitu mata dan telinga yang hanya berfungsi untuk mendengar dan melihat saja. Dampak dari hal ini peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran hanya dengan hafalan saja, sehingga mata pelajaran geografi dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Kenyataannya mata pelajaran geografi merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat kompleks dan memiliki kaitan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Geografi mempelajari segala fenomena yang terjadi di muka bumi dan yang ada kaitan dengan kehidupan manusia, sehingga bila hanya menggunakan panca indera dengan mendengar dan melihat saja tentu tidak cukup.

Pembelajaran dengan stimulus jamak atau dengan menggunakan semua panca indera dalam proses pembelajaran geografi lebih efektif jika dibandingkan dengan stimulus tunggal, karena dengan menggunakan semua panca indera (melihat, mendegar, memegang, merasakan) dalam proses pembelajaran peserta didik lebih merasakan langsung peserta didik tentu lebih mengingat dan memahami sehingga pembelajaran lebih efisien. Pelajaran geografi yang sangat kompleks dan erat kaitannya dengan manusia tersbut jika dalam pembelajaran digunakan semua panca indera dari peserta didik mungkin untuk mata pelajaran geografi tidak dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit.

Pembelajaran geografi dengan stimulasi jamak atau dengan menggunakan semua panca indera dalam pembelajaran geografi sebagai contoh dapat diterapkan misalnya terjadi fenomena gunung meletus di lingkungan sekitar peserta didik, maka dapat menyuruh peserta didik untuk menggunakan semua panca indera dalam mengamati fenomena tersebut. Peserta didik melihat bagaimana terjadinya fenomena gunung meletus, peserta didik dapat merasakan getaran atau abu akibat gunung meletus, peserta didik dapat mendengar bunyi atau suara gemuruh dari gunung api tersebut, peserta didik langsung dapat memegang abu atau batuan/kerikil yang merupakan hasil dari letusan gunung berapi tersebut. Seandainya semua panca indera peserta didik bisa dimanfaatkan untuk mengamati dari sebuah fenomena yang terjadi dalam bidang geografi tentu mata pelajaran geografi tidak dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit oleh para peserta didik.

Pembelajaran geografi merupakan salah satu pembelajaran yang ada kaitan erat dengan kehidupan fisik alam maupun sosial yang kaitannya dengan manusia. Pembelajaran geografi sangat penting untuk dipelajari karena mempelajari segala aspek yang berkenaan di bumi yaitu geosfer yang mana memiliki hubungan langsung atau nyata dengan lingkungan hidup sekitar. Senada dengan pendapat Mamat (2013) bahwa pendidikan geografi diharapkan dapat mengembangkan pemahaman peserta didik mengenai organisasi spasial, masyarakat, tempat-tempat dan lingkungan di muka bumi. Peserta didik sejatinya didorong untuk dapat memahami segalam macam proses yang membentuk berbagai pola muka bumi, karakteristik dan distribusi spasial, yang akhirnya akan sampai pada kesadaran bahwa manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system lingkungan. Peserta didik juga senantiasa harus dimotivasi bahwa kebudayaan dan pengalaman akan mempengaruhi tempat-tempat dan wilayah.

Pembelajaran yang dituntut ada abad 21 saat ini yaitu bagaimana seorang guru dapat merangsang stimulasi peserta didik dari stimulasi tunggal berubah menjadi stimulasi ke segala penjuru. Stimulasi yang maksudkan di sini tidak lain yaitu bagaimana peserta didik dapat

(6)

menggunakan sebagian maupun seluruh panca indera yang dimiliki oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Pendidikan di abad 21 menuntut untuk melakukan perubahan tersebut tentu dengan berbagai alasan atau tuntutan yang terjadi saat ini, kondisi saat ini dengan berbagai kebutuhan, permasalahan yang ada di sekitar peserta didik membuat proses pembelajaran tidak hanya dilihat dari segi pengetahuan berupa materi saja. Melainkan bagaimana pembelajaran yang membuat peserta didik memahami materi dan membuat pembelajaran tersebut bermakna untuk peserta didik/i.

Pelajaran geografi seperti yang sudah dijelaskan merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit, namun sebenarnya merupakan pelajaran yang sangat kompleks dan memiliki kaitan erat dengan kehidupan peserta didik sangat efisien bila guru bisa merangsang peserta didik untuk menggunakan seluruh panca indera dan komponen jasmani-rohani yang dimiliki peserta didik dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran yang baik yaitu pembelajaran yang dapat membuat peserta didik tidak hanya menghafal materi semata, memahami saja melainkan harus tahu dengan pengetahuan yang didapatkan tersebut dapat digunakan atau diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari sehingga ilmu pengetahuan tersebut dapat bermanfaat untuk kehidupan peserta didik.

B. SIMPULAN

Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan akan pendidikan ini menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa digantikan dari jaman dahulu hingga sekarang. Pembelajaran yang terjadi di sekolah sampai saat ini menunjukkan bahwa guru belum mampu untuk merangsang stimulasi peserta didik dengan baik sehingga pembelajaran di sekolah hanya menggunakan beberapa panca indera saja (mata dan telinga) atau bisa dikatakan stimulasi tunggal seperti melihat dan mendengar. Pembelajaran di abad 21 menuntut guru untuk mampu merangsang peserta didik untuk menggunakan seluruh panca indera yang dimiliki oleh peserta didik atau dengan dapat menggunakan stimulasi jamak.

Stimulasi rasa tunggal merupakan rangsangan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam menggunakan sebagian panca indera dalam menangkap materi yang diajarkan oleh guru, panca indera yang biasa digunakan dalam stimulasi tunggal ini terdiri atas mata dan telinga yang fungsinya untuk mendengar dan melihat. Pembelajaran yang berlangsung sampai saat ini di sekolah cenderung masih menggunakan stimulasi tunggal atau hanya dengan menggunakan sebagian panca indera saja.

Stimulasi ke segala penjuru merupakan rangsangan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam menggunakan seluruh panca indera dalam menangkap materi yang diajarkan oleh guru, panca indera yang biasa digunakan dalam stimulasi ke segala penjuru ini terdiri dari melihat, mendengar, memegang dan merasakan selain itu juga yang turut digunakan dalam stimulasi ke degala penjuru yaitu komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik .

Pembelajaran yang dituntut ada abad 21 saat ini yaitu bagaimana seorang guru dapat merangsang stimulasi peserta didik dari stimulasi tunggal berubah menjadi stimulasi ke segala penjuru. Pembelajaran yang baik yaitu pembelajaran yang dapat membuat peserta didik tidak hanya menghafal materi semata, memahami saja melainkan harus tahu dengan pengetahuan yang didapatkan tersebut dapat digunakan atau diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari sehingga ilmu pengetahuan tersebut dapat berfungsi dengan baik.

(7)

C. DAFTAR PUSTAKA

Dewi, A. Intan. 2014. Pengaruh pendekatan earth science community (earth comm) dan pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu (Diakses pada tanggal 12 maret 2016)

Mamat, Ruhimat. 2013. Penanaman Kemampuan Berpikir Geografis Melalui Pendidikan. Jurnal : Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013, ISBN: 978-979-636-152-6. Universitas Pendidikan Indonesia

Mukminan. 2014. Tantangan Pendidikan Di Abad 21 (Makalah Seminar Nasional Teknologi Pendidikan 2014). Fakultas Ilmu Sosial/Program Pascasarjana-UNY.

Sumarmi. 2012. Model-model Pembelajaran Geografi. Aditya Media Publishing, Malang. Supardi. 2012. Arah Pendidikan Di Indonesia Dalam Tataran Kebijakan dan Implementasi.

Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA), Jakarta Selatan. Jurnal Formatif 2(2): 111-121 ISSN: 2088-351X (Diakses pada tanggal 13 maret 2016

Referensi

Dokumen terkait

– If significantly more subjects assign a falling shape (compare the energy characteristic, similar to the main hypothesis), the method of graphical assignment (II) is suitable..

Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2013, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012, mengumumkan Hasil Pemilihan

Berdasarkan Penetapan Pemenang Pengadaan Langsung , maka dengan ini diumumkan pemenang pengadaan sebagai berikut :. Perencanaan Rehabilitasi / Penggantian Pintu Air

Ansori, M., 2012, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi berbasis Web pada Komunitas Muda Usaha , STMIK AMIKOM, Yogyakarta.. Asrianto, A., 2014, Sistem Informasi Komunitas

kalau jumlahnya juga bisa dilihat disitu untuk koleksi digital, kalo tercetak kurang tau sekitar lima puluh ribuan lah lebih banyak disbanding direpository pastinya.. P : Wah

Batas-batas geografis ini memberi sejumlah pengaruh bagi Indonesia sebagai sebuah Negara dengan kebudayaan yang beragam.. Pengaruh letak geografis Indonesia , antara lain

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit

This confirms our intuition that since we're attempting to maximize V over our planning horizon, from the perspective of the beginning of that horizon x T is a variable to